Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama di
kenal pada manusia, (Amin, Zulkifli, etal.2006). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru, (Smeltze, Suzanne C, et al. 2005). Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,
(Price, Sylvia A, et al, 2005). Tuberculosis paru merupakan penyakit kronik, menular
yang disebabkan oleh M.tuberculosa. (Robbins, Stanley L, et al, 1999).
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru dan
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Somantri , 2009). Sementara itu, Junaidi
(2010) menyebutkan tuberculosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ , terutama paru-paru dengan gejala
sangat bervariasi.
TB MDR atau dengan resistensi ganda dimana basil M. tuberculosis resisten
terhadap rifampisin dan isoniazid, dengan atau tanpa OAT lainnya. TB resistensi ganda
dapat berupa resistensi primer dan sekunder. Resistensi primer yang terjadi pada pasien
yang tidak pernah mendapat OAT sebelumnya. Resistensi primer ini dijumpai khususnya
pada pasien-pasien dengan positif HIV, sedangkan resistensi sekunder yaitu resistensi
yang didapat selama terapi pada orang yang sebelumnya sensitive obat.
B. Etiologi
TBC yang disebabkan oleh basil TBC (mycobacterium tuberkulosis).
M. tuberculosis termasuk familie mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus,
satu diantaranya adalah mycobacterium, yang salah satu spesiesnya adalah M.
tuberculosis.
M. tuberculosis yang paling berbahaya pada manusia adalah type humanis. Basil
TBC mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh
Robert Koch untuk mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula
basil Tahan asam (BTA). (Danusanto, Halim 2000).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang dengan
panjang 1 – 4 mm dan tebal 0,3 – 0,6 mm. Stuktur kuman ini terdiri atas lipid (lemak)
yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam, serta dari berbagai gangguan kimia dan
fisik. Kuman ini juga tahan berada di udara kering dan keadaan dingin karena sifatnya
yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu, kuman ini
juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang vital.Basil
Mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection)
sampai alveoli dan terjadilah infeksi primer (Ghon). Kemudian, di kelenjar getah bening
terjadilah primer kompleks yang disebut tuberculosis primer. Dalam sebagian besar
kasus, bagian yang terinfeksi ini dapat mengalami penyembuhan. Peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil Mycobacterium pada usia 1-
3 tahun. Sedangkan post primer tuberculosis (reinfection adalah peradangan) yang
terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh penularan ulang.
Batasan MDR TB:
- Mono resitance: kekebalan terhadap salah satu OAT lini pertama
- Poly-resistance: kekebalan terhadap lebih dari satu OAT lini pertama, tetapi tidak
resisten terhadap INH dan rifampisin secara bersama-sama
- Multidrug-resistance: kekebalan terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan
rifampisin. Secara singkat MDR TB adalah resisten terhadap INH dan rifampisin
secara bersama dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain.
- Extensive drug-resistance (XDR): selain MDR TB, juga terjadi kekebalan terhadap
salah satu obat golongan fluorokuinolon sebagai OAT lini kedua, dan sedikitnya salah
satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)
- Totally drug-resistance (TDR): resistensi total ini dikenal jugan dnegan istilah super
XDR-TB, yaitu didefinisikan dengan kuman yang sudah resisten dengan seluruh OAT
lini pertama dan OAT lini kedua ( amikasin, kanamisin, kapreomisin, fluorokuinolon,
thionamide, PAS)
C. Faktor yang Mempengaruhi
Jalur yang terlibat dalam perkembangan dan penyebaran TB resistensi ganda. Basil
mengalami mutasi resistensi terhdap satu jenis oat dan mendaptkan terapi OAT tertentu
yang tidak adekuat. Terapi yang tidak adekuat dapat dsebabkan oleh konsumsi hanya satu
jenis obat saja (monoterapi direk) atau konsumsi obat kombinasi tetapi hanya satu saja
yang sensitive terhadap basil tersebut (indirek monoterapi). Selanutnya resistensi
sekunder (dapatan) terjadi. Mutasi baru dalam pertumbuhan populasi basil menyebabkan
resistensi obat yang banyak bila terapi yang tidak adekuat terus berlanjut. Pasien TB
dengan resistensi obat sekunder dapat menginfeksi yang lain dimana orang yang
terinfeksi tersebut dikatakan resistensi primer. Transmisi difasilitasi oleh adanya infeksi
HIV, dimana perkembangan penyakit lebih cepat, adanya prosedur control infeksi yang
tidka adekuat, dan terlambatnya penegakan diagnostic. Resistensi obat yang primer dan
sekunder dapat diimpor, khususnya dari Negara dengan prevalensi yang tinggi dimana
program control lebih adekuat. Resistensi obat primer, seperti halnya resistensi sekunder,
dapat ditransmisikan ke orang lain jadi dapat menyebarkan penyakit resistensi obat di
dalam komunitas.
Ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu:
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis
2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang kurang atau di
lingkungan tersebut telah terdapat resistensi yang tinggi terhadap obat yang
digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada daerah dengan
resistensi terhadap kedua obat tersebut sudah cukup tinggi.
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga minggu lalu
berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah dokter mendapat obat
kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti lagi, demikian seterusnya.
4. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu paduan
pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena kuman TB telah
resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan” (addition) satu macam obat
hanya akan menambah panjangnya daftar obat yang resisten saja.
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara baik
sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.
6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti pengirimannya sampai
berbulan-bulan.
D. Cara Penularan
Penularan penyakit ini sebagaian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet nuclei, khusunya didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung basil tahan asam. (Danusanto, Halim 2000).
E. Tanda dan gejala
Gejala utama TB paru adalah batuk-batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk darah.
(Mansjoer, Arif. 2000). Pasien TB paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
1. Tahap asimtomatis, yaitu tahap dimana belum tampak gejala-gejala yang khas pada
penderita TB
2. Gejala TB yang khas, kemudian stagnasi dan regresi yaitu tampak gejala yang khas
pada penderita TB kemudian terhenti dan menghilang
3. Ekserbasi yang memburuk
4. Gejala berulang dan menjadi kronik
5. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, mediastinum
c. Secret di salurann nafas dan ronki
d. Suara nafas karena adanya kavitas yang berhubungan lansung dengan bronkus
F. Klasifikasi Tuberculosis Paru (Amin, Zulkifli, et al. 2006)
1. Kategori 1 ditunjukan terhadap : kasus baru dengan sputum positif, kasus baru
dengan bentuk TB berat.
2. Kategori 2 ditujukan terhadap : kasus kambu, kasus gagal dengan sputum BTA
positif
3. Kategori 3 ditujukan terhadap : kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak
luas, kasus TB ekstra paru selain dari yang dalam kategori 1.
4. Kategori 4 ditujukan kepada : TB kronik
Tuberkulosis pada manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu tuberculosis primer
dan tuberculosis skunder.
1. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui
saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan,
maka bakteri akan ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli.
Jika pada proses ini bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan
berkembang biak dalam tubuh makrofag.yang lemah itu dan ,enghancurkan
magrofag.Dari proses ini, dihsilkan bahan kemotaksis yang menarik
monosit(makrofag) dari aliran darah dan membentuk tuberkel. Sebelum
menghancurkan bakteri, makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin
yang dihasilkan oleh limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
makrofag yang berfngsi pembunuh, mencerna bakteri, dan merangsang limfosit.
Beberapa makrofag menghasilkan protease elastase, kolagenase, serta factor
penstimulasi koloni untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada saluran
sumsum tulang. BAkteri TB menyebar kesaluran pernapasan memalui getah bening
regional (ilus) dan membentuk epitiolit granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat dari timbulnya hipersensitifitas selular (delayed hipersensitifity)
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada ts
tuberculin. Hipersensitifitas selular terlihat sebagai akumulasi lokal dari lifosit dan
makrofag.
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus local (fokus ghon),
sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus
(kompleks primer ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya
bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau bawah sifura interlobatis,
atau di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri ini menyebar lebih lanjut melalui
saluran limfe atau aliran darah, dan tesangkut pada berbagai organ. Jadi , TB primer
merupakan infeksi yang bersifat sistematis.
2. Tuberkulosis Sekunder
Telah terjadi resolusi dari infeksi primer; sejumlah kecil bakteri TB masih dapat
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90 % di antaranya tidak
mengalami kekambuhan.Reaktifasi penyakit TB (TB pascaprimer/TB sekunder)
terjadi bila daya tahan tubuh menurun, pecandu alcohol akut, silikosis, dan pada
penderita diabetes militus serta AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder, kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas, dan terlokalisir. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan terjadi pada TB primer. Tetapi,
nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilakn lesi kaseosa(perkejuan) yang luas
dan disebut tuberkulema. Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosar. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari
reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas.
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat masa muda pernah terinfeksi bakteri
TB. BIasanya, hal ini terjadi pada daerah artikel atau segmen posterior lobus superior,
10-20 dari pleura dan segmen apikel lobus interior. Hal ini mungkin disebabkan kadar
oksigen yang tinggi, sehingga menguntungkan untuk pertumbuhan penyakit TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru yang disebabkan oleh produksi
sitokin yang berlebihan. Kavitas kemudian diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal
dan berisi pembuluh darah pulmonal.Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan
fibrotic yang tebal . Masalah lainnya pada kavitas kronis adalah kolonisasi jamur,
seperi aspergilus yang menumbuhkan micotema. (Isa, 2001.
I. Patofisiologi
Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri
dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka terkumpul dan mulai
untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui system limfe dan aliran darah
ke bagian tubuh lainya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainya (lobus
atas).
System imun berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberculosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan. (Smeltzer, Suzanne C, et
al.2001)
J. Pemeriksaan Diagnostik
Croflon, John, et al. (2002) mengajukan beberapa jenis pemeriksaan untuk
menegakkan diagnose tuberculosis paru pada orang dewasa yaitu Pemerisaan dahak pada
sediaan langsung :
1. Pemeriksaan dilakukan dengan metode pewarnaan Ziehl-Neelsen (ZN) atau dipusat-
pusat kesehatan yang lebih lengkap dengan menggunakan sinar ultraviolet.
2. Biakan dahak dapat meningkatkan jumlah yang positif, tetapi mungkin memerlukan
4-8 minggu sebelum anda mendapat hasilnya.
3. Tes resintesi obat hanya dapat dilakukan di laboratium khusus
4. Seka laring dilakukan pada pasien-pasien yang tidak mempunyai dahak
5. Cairan lambung (sering diambil pada “lavemen” atau “cuci lambung”)
6. Bronskopi, mengumpulkan bahan dari bronkus melalui specimen yang di ambil
dengan bronskokop.
7. Cairan pleura
K. Komplikasi
Beberapa penyulit lanjut tuberculosis paru seperti halnya disebutkan danusantoso,
Halim (2000) adalah sebagai berikut :
1. Batuk Darah
Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau diantara jaringan
yang mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita
akan mengalami batuk darah, yang dapat bervariasi dari jarang sekali sampai sering
atau hampir tiap hari.
2. TB larings
Basil tersangkut di laring dan menimbulkan proses TB di tempat tersebut
3. Pleuritis eksudatif
Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura, pleura
akan ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat.
4. Pneumotorak
Bisa saja terjadi bahwa proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura,
pleura ikut mengalami nekrosis dan bocor, sehingga terjadi pneumotoraks.
5. Hidropnemonotoraks, Empiema?piotoraks, dan piopnemotorak
Kalau pleuritis eksudatif dan pneumotoraks terjadi bersama-sama maka disebut
hidropneumotoraks, dan bila cairanya mengalami infeks sekunder, terjadilah
piopnemotoraks.
6. Abses paru
Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrosis itu langsung, sehingga
akan terjadi abses paru.
7. Cor pulmonale
Destruksi parah meluas dan proses fibrotic di paru meluas, resistensi perifer
dalam paru akan meningkat. Resistensi ini akan menjadi beban bagi jantung kanan,
sehingga akan terjadi hipertrofi.
L. Penatalaksanaan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan
digunakan: isoniazid (INH), rifampycin (RIF), sreptomicyn (SM), etambutol (EMB) dan
pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, nantrium para-aminosalisilat,
amikasin dan siklisin merupakan obat-obat garis kedua. (Smeltzer, Suzanne C, et al.
2005).
Tabel 2.1 Dosis Obat yang dipakai di Indonesia (Amin, Zikifli, et al 2006)
Nama Obat Dosis harian Dosis berkala 3 x seminggu BB< 50 kg BB>50 kg
Ada tiga cara pendekatan pembuatan regimen didasarkan atas riwayat obat TB yang
pernah dikonsumsi penderita, data drug resistance surveillance (DRS) di suatu area, dan
hasil DST dari penderita itu sendiri. Berdasarkan data di atas mana yang dipakai, maka
dikenal pengobatan dengan regimen standar, pengobatan dengan regimen standar yang
diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita tersebut, dan
pengobatan secara empiris yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu
penderita tersebut.
Pengobatan dengan regimen standar : pembuatan regimen didasarkan atas hasil DRS
yang bersifat representative pada populasi dimana regimen tersebut akan diterapkan. Semua
pasien MDR TB akan mendapat regimen sama. Pengobatan dengan regimen standar yang
diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST individu penderita : awalnya semua pasien
akan mendapat regimen yang sama selanjutnya regimen disesuaikan berdasarkan hasil uji
sensitivitas yang telah tersedia dari pasien yang bersangkutan.
Pengobatan secara empirik yang diikuti dengan regimen yang sesuai dari hasil DST
individu pasien : tiap regimen bersifat individualis, dibuat berdasarkan riwayat pengobatan
TB sebelumnya, selanjutnya disesuaikan setelah hasil uji sensitivitas obat dari pasien yang
bersangkutan tersedia.
Menurut WHO guidelines 2008 membuat pentahapan tersebut sebagai brikut,
Tahap 1 : gunakan obat dari lini pertama yang manapun yang masih menunjukkan efikasi
Tahap 2 : tambahan obat di atas dengan salah satu golongan obat injeksi berdasarkan hasil
uji sensitivitas dan riwayat pengobatan
Tahap 3 : tambahan obat-obat di atas dengan salah satu obat golongan fluorokuinolon
Tahap 4 : tambahkan obat-obat tersebut di atas dengan satu atau lebih dari obat golongan 4
sampai sekurang-kurangnya sudah tersedia 4 obat yang mungkin efektif
Tahap 5 : pertimbangkan menambahkan sekurang-kurangnya 2 obat dari golongan 4 (melalui
proses konsultasi dengan pakar TB MDR) apabila dirasakan belum ada 4 obat yang
efektif dari golongan 1 sampai 4.
Selain itu, ada beberapa butir dalam pengobatan MDR TB yang dianjurkan oleh WHO
(2008) sebagai prinsip dasar, antara lain :
1. Regimen harus didasarkan atas riwayat obat yang pernah diminum penderita.
2. Dalam pemilihan obat pertimbangkan prevalensi resistensi obat lini pertama dan obat lini
kedua yang berada di area / negara tersebut
3. Regimen minimal terdiri 4 obat yang jelas diketahui efektifitasnya
4. Dosis obat diberikan berdasarkan berat badan
5. Obat diberikan sekurnag-kurangnya 6 hari dalam seminggu, apabila mungkin
etambutol,pirazinamid, dan fluoro kuinolon diberikan setiap hari oleh karena konsentrasi
dalam serum yang tinggi memberikan efikasi.
6. Lama pengobatan minimal 18 bulan setelah terjadi konversi
7. Apabila terdapat DST, maka harus digunakan sebagai pedoman terapi. DST tidak
memprediksi efektivitas atau inefektivitas obat secara penuh
8. Pirazinamid dapat digunakan dalam keseluruhan pengobatan apabila dipertimbangkan
efektif. Sebagian besar penderita MDR TB memiliki keradangan kronik di parunya,
dimana secara teoritis menghasilkan suasana asam dan pirazinamid bekerja aktif
9. Deteksi awal adalah faktor penting untuk mencapai keberhasilan Pengobatan pasien
MDR TB terdiri atas dua tahap, tahap awal dan tahap lanjutan. Pengobatan MDR TB
memerlukan waktu lebih lama daripada pengobatan TB bukan MDR, yaitu sekitar 18-24
bulan. Pada tahap awal pasien akan mendapat OAT lini kedua minimal 4 jenis OAT yang
masih sensitif, dimana salah satunya adalah obat injeksi. Pada tahap lanjutan semua OAT
lini kedua yang dipakai pada tahap awal.
M. Evaluasi Pengobatan
1. Klinis
Biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu
selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara
klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk
berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertanbah, berat badan meningkat dll.
2. Bakteriologi
Setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negative.
Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali dalam sebulan.
PATOFISIOLOGI
DAFTAR PUSTAKA