Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONKIAL
A. DEFINISI
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran
napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus,
dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respontrakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah
baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic
Society ).
Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan nafas
dapat berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari
penyakit paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversible.
(Brunnert & Suddarth.2013: 611).
B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronchial:
1. Faktor predisposisi
Genetik, dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karenaadanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asmabronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinyaserangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalamistress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalahpribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
d. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya
orang yang bekerja dilaboratorium hewan, industri tekstil, pabrik
asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
(antibiotic danaspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan
dengan adanyasuatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika
ada faktor-faktorpencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.
Serangan asma ini menjadilebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya
waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
D. Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan
gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan
dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini
adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada
yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran,
hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma
seringkali terjadi pada malam hari.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi
:
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda
dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik
maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor
pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan
fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya
obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari
serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda
obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan
dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau
rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas
berbunyi.
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat
medis beberapaserangan asma yang berat bersifat refrakter sementara
terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma
bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk
mengembalikan nafas ke kondisi normal
E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus
yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan
reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan
tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa 3 menekan bagian
luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi.
Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik
dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspansi dari paru.
F. Pathway
Alergi (debu,bulu binatang,bahan kimia)
Perubahan cuaca, stress ,olahraga berat

Antigen yang terikat IGE pada permukaan selt mast atau basofil

Mengeluarkan mediator : histamine, platelet, bradikinin

permibialitas kapiler meningkat

Edema mukosa, sekresi produktif, kontriksi otot polos meningkat

Spasme otot polos, Konsentrasi O² dalam


Sekresi kelenjar Darah menurun
bronkus meningkat
Hipoksemia
Penyempitan/obstruksi Ansietas
proksimal dari bronkus Suplai darah O²
pada tahap ekspirasi ke jantung menurun
dan inspirasi
Hiperkepnea

Penurunan cardiac output


- Mucus berlebih
Tekanan partial oksigen
- Batuk
di alveoli menurun Tekanan darah menurun
- Wheezing
- Rochi Penyempitan jalan nafas Kelemahan dan keletihan
- Sesak nafas

Peningkatan kerja otot


Ketidak efektifan pernafasan
Bersihan jalan nafas
Intoleransi Aktivitas

Ketidak efektifan
Nafsu makan
Pola nafas
meurun

Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium:

1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.

b) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel


cetakan) dari cabang bronkus.

c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya


bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang
terdapat mucus plug.

2. Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3


dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

3. Pencetus :
a) Allergen

b) Olahraga

c) Cuaca

d) Emosi

B. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu


serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.

c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru


Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

d) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan


pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.

H. KOMPLIKASI
1) Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

2) Chronic persisten bronchitis

3) Bronchitis

4) Pneumonia

5) Emphysema

6) Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadi reaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer & Bare, 2012).

I. Penatalaksanaan:
1. Waktu serangan.
A. Bronkodilator
a. Golongan adrenergik:
Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit,
apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang
sekali lagi 15 menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih
kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine:
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin
dapat diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin
tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik:
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah
menghambat enzym Guanylcyclase.
B. Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada
yang setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
C. Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
D. Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai
profilaksis infeksi, ada infeksi sekunder.
E. Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril
guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar serangan
Disodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding
membran dari cell mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya
degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin, mencegah pelepasan
Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl
Chemotatic Factor).
C. Pengobatan Non Medikamentosa:
1. Waktu serangan:
a. pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar
gejala klinik maupun hasil analisa gas darah.
b. pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang
berlangsung lama ada kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan
menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan dengan
demikian memudahkan ekspektorasi.
c. drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu
pengeluaran dahak agar supaya tidak timbul penyumbatan.
d. menghindari paparan alergen.
2. Diluar serangan
a. Pendidikan/penyuluhan.
Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya,
apa pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan
bagaimana dapat menghindari timbulnya serangan. Menghindari
paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari paparan
terhadap alergen.
b. Imunoterapi/desensitisasi.
Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial. Setelah diketahui jenis alergen, kemudian
dilakukan desensitisasi.
c. Relaksasi/kontrol emosi.
untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik
dapat dibantu dengan latihan napas.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Kegawat daruratan
1. Primary Survey
a. Airway
Peningkatan sekresi pernafasan
Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b.Breathing
Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
Retraksi.
Menggunakan otot aksesoris pernafasan
Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c.Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
Papiledema
Urin output meurun
d.Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Secondery Survey
a) Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai
gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling
umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba
dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan,
meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b) Full Vital Sign ( Pemeriksaan TTV )
Melakukan Pemeriksaan tanda – tanda vital meliputi : TD, Nadi, Suhu dan
RR.
c) Alergi : Debu, Bulu binatang, Perubahan Cuaca , Olahraga yang berat dll.
d) Give Comfort ( Pemberian Kenyamanan )
Memberikan pasien rasa nyaman bisa dengan memberikan posisi semi
fowler dan pemberian oksigen.
e) Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan fisik yang di lakukan dari kepala sampai ujung kaki yang
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
1) Kepala dan leher
Inspeksi : lihat apakah ada pembesaran kelenjar tiroid atau odema
Palpasi : Pastikan apakah ada massa atau nyeri tekan
2) Dada
Inspeksi : Lihat ada otot bantu pernafasan atau tidak
Palpasi : Pastikan tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : Dengarkan suara nafas, apakah ada suara nafas abnormal
seperti ronkhi, gurgling, snoring, atau stridor.
3) Abdomen
Inspeksi : Lihat perut simetris atau tidak, lihat apakah ada masa
abnormal atau lesi.
Palpasi : Pastikan tidak ada nyeri tekan pada masing – masing kuadran
perut.
Perkusi : Pastikan bunyi perut dalam keadaan normal ( tympani )
Auskultasi : Dengarkan peristaltic usus dalam keadaan normal 5 – 25
x/menit.
4) Pelvis
Inspeksi : Tidak terlihat adanya odema, pastikan kesimetrisan kedua
kaki, pastikan apakah ada perbedaan ukuran antara kaki kanan dan
kiri.
5) Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : Pastikan tangan dan kaki apakah ada kelainan atau terdapat
infus yang terpasang.
Palpasi : Pastikan tidak ada tanda – tanda adanya nyeri tekan atau
odema dan fraktur.
f) Inspect Posterior Surface
Untuk melihat atau menginspeksi punggung bagian bawah , ada tidaknya
injuri.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
ade kuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
5. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi / Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
( NIC )
( NOC )
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas, misalnya:
bersihan jalan nafas keperawatan selama 1x30 mengi,Erekeis,ronkhi
berhubungan dengan menit diharapkan bersihan R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
akumulasi mukus jalan nafas dapat teratasi dengan obstruksi jalan nafas.Bunyi nafas
Definisi : Kriteria Hasil : redup dengan ekspirasi mengi (empysema),
Ketidak mampuan - Sesak berkurang tak ada fungsi nafas (asma berat
untuk membersihkan - Batuk berkurang 2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan , catat rasio
sekresi atau obstruksi - Klien dapat inspirasi dan ekspirasi
dari saluran pernafasan mengeluarkan sputum R : Takipnea biasanya ada pada beberapa
untuk mempertahankan - Ronnci berkurang/hilang derajat dan dapat di temukan pada
kebersihan jalan nafas. - TTV dalam batas normal penerimaan selama strest/adanya
Batasan - Keadaan umum baik prosesinfeksi akut.Pernafasan dapat
karakteristik: melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
- Tidak ada batuk di bandingkan inspirasi.
- Suara nafas tambahan 3. Berikan posisi semi fowler
- Perubahan frekwensi R : Mempermudah pernafasan
nafas 4. Observasi batuk, menetap,batuk
- Perubahan irama pendek,basah. Untuk memperbaiki upaya
nafas batuk.
- Sianosis R : Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif
- Gelisah khususnya pada klien lansia, sakit
- Batuk yang tidak akut/kelemahan
efektif 5. Kolaborasi obat sesuai indikasi
- Dipsneu R : Penggunaan cairan hangat dapat
menurunkan spasme bronkus
6. Bronkodilator Spiriva 1x1 (inhalasi)
R : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi
dan produksi mukosa
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi / Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
( NIC )
( NOC )
2 Ketidak efektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan
nafas berhubungan keperawatan selama 1x30 ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
dengan penurunan menit diharapkan Pola termasuk penggunaan otot bantu
ekspansi paru. nafas kembali efektif pernafasan/pelebaran nasal
Definisi : Kriteria Hasil : R : Kecepatan biasanya mencapai kedalaman
Inspirasi dan ekspirasi - Pola nafas efektif pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
yang tidak memberi - Bunyi nafas normal atau nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan
ventilasi bersih dengan atelectasis dan atau nyeri dada
Batasan Karakteristik: - TTV dalam batas normal 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya
- Perubahan kedalaman - Batuk berkurang bunyi nafas seperti crekels, mengi
pernafasan - Ekspansi paru R : Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan
- Perubahan ekskursi mengembang nafas/kegagalan pernafasan.
dada 3. Berikan posisi semi fowler
- Mengambil posisi R : Mempermudah pernafasan
tiga titik 4. Observasi pola batuk dan karakter secret
- Bradipneu R : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk
- Dipsneu sering/iritasi
- Pernafasan cuping 5. Ajarkan pasien nafas dalam dan batuk
hidung efektif
- Takipneu R : Dapat meningkatkan/banyaknya sputum
- Pernafasan bibir dimana gangguan ventilasi dan di tambah
ketidaknyamanan upaya bernafas
6. Kolaborasi pemberian oksigen dan
humidifikasi misalnya nebulizer
R : memaksimalkan bernafas dan menurunkan
kerja nafas, memberikan kelembaban pada
mukosa dan membantu pengenceran sekret
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi / Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
( NIC )
( NOC )
3 Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi klien (tekstur
kebutuhan tubuh tindeakan keperawatan kulit,rambut,konjungtiva)
berhubungan dengan selama 1x30 menit
R : Menentukan dan membantu dalam
intake yang tidak Kebutuhan nutrisi dapat
adekuat terpenuhi intervensi selanjutnya
Definisi: Kriteria Hasil : 2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi
Asupan nutrisi tidak - Keadaan umum baik
bagi tubuh
cukup untuk memenuhi - Mukosa bibir lembab
kebutuhan metabolic - Nafsu makan baik R : Klien dapat menaikan partisi bagi klirn
Batasan Karakteristik: - Tekstur kulit baik dalam asuhan keperawatan
- Kram abdomen - Klien menghabiskan
3. Timbang berat badan dan tinggi badan
- Nyeri abdomen porsi makan yang di
- Menghindari makan sediakan R : Penurunan berart badan yang signipikan
- Diare - Bising usus 6-12 merupakan indicator kurangnya nutrisi
- Kurang makan kali/menit 4. Anjurkan klien makan sedikit – sedikit tapi
- Berat badan dalam batas
normal sering
R : Menentukan kalori individu dan
kebutuhan nutrisi dalam pembatasan
5. Kolaborasi dengan tim Gizi
6. Kolaborasi pemberian obar sesuai indikasi
Vitamin B squarb 2x1, Antiemetik rantis 2x1
R : untuk menghilangkan mual dan muntah
No Diagnosa Tujuan Dan Intervensi / Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
( NIC )
( NOC )
4 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Gunakan pendekatan yang menyenangkan
dengan proses terjadinya keperawatan selama 1x30 2. Nyatakan dengan jelas harapan
penyakit menit Ansietas dapat 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang di
Definisi: teratasi rasakan selama prosedur
Perasaan tidak nyaman Kriteria Hasil : 4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi
atau kekhawatiran yang - Klien mampu stress
samar di sertai respon mengidentifikasi dan 5. Temani pasien untuk memberikan ke amanan
autonom. mengungkapkan gejala dan mengurangi takut
Batasan karakteristik: cemas 6. Dorong keluarga selalu menemani
- Penurunan - Mengidentifikasi, 7. Berikan teknik distraksi relaksasi
produktifitas mengungkapkan dan
- Gerakan yang ireleven menunjukkan teknik
- Gelisah untuk mengontrol cemas
- Melihat sepintas - TTV dalam batas normal
- Gelisah,Distress - Postur tubuh, ekspresi
- Kesedihan yang wajah, bahasa tubuh dan
mendalam tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
DAFTAR PUSTAKA

Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (2011). Pedoman Penatalaksanaan Asma


Bronkial. CV Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (2013). Pengantar Ilmu
Penyakit Paru. Airlangga University Press.

Tucker S.M. (2012). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan
Evaluasi. EGC.

Anda mungkin juga menyukai