Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ketika seseorang memasuki tahap lansia (lanjut usia) akan meningkatkan resiko
terjadinya demensia pada lansi. Hal ini disebabkan karena beberapa penyebab dimulai
dari menurunnya fungsi organ, psikologis, dan bisa juga disebabkan karena adanya
penyakit lain.

Usia di atas 65 tahun mempunyai risiko tinggi untuk mengalami demensia dan hal
ini tidak bergantung pada bangsa, suku, kebudayaan dan status ekonomi. Hasil penelitian
di seluruh dunia menunjukkan bahwa demensia terjadi sekitar 8 % pada warga di atas
usia 65 tahun dan meningkat sangat pesat menjadi 25 % pada usia di atas 80 tahun dan
hampir 40 % pada usia di atas 90 tahun.

Perkembangan demensia pada setiap orang berbeda. Pada sebagian besar


demensia stadium lanjut, terjadi penurunan fungsi otak yang hampir menyeluruh.
Penderita menjadi lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya.
Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada
akhirnya penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan
kemampuan berbicara.

1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu untuk mengidentifikasi dan memberikan asuhan keperawatan gerontik
pada lansia dengan Demensia.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian demensia.
b. Menjelaskan etiologi demensia.
c. Menjelaskan patofisiologi demensia
d. Menjelaskan penatalaksanaan demensia
e. Mengidentifikasi asuhan keperawatan gerontik pada lansia dengan
demensia.

BAB II

PEMBAHASAN
1
2.1. Definisi
Istilah demensia pertama kali digunakan oleh Phillipe Pinel (1745- 1826) dalam
bukunya “TREATISE ON INSANITY” dengan kata ‘Demence”.

Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan ingatan/memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari
(Brocklehurst and Allen, 1987 dalam Boedhi-Darmojo, 2009).

Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang
mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley,
A.C., Mahoney, E. 1998).

Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,


melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu
sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku (Kusumawati, 2007).

2.2. Etiologi
Penyebab demensia yang reversibel sangat penting untuk diketahui, karena dengan
pengobatan yang baik penderita dapat kembali menjalankan hidup sehari-hari yang
normal. Keadaan yang secara potensial reversibel atau bisa dihentikan yaitu :
a. Intoksikasi (Obat, termasuk alkohol dan lain-lain)
b. Infeksi susunan saraf pusat
c. Gangguan metabolik :
1) Endokrinopati (penyakit Addison, sindroma Cushing, Hiperinsulinisme,
Hipotiroid, Hipopituitari, Hipoparatiroid, Hiperparatiroid),
2) Gagal hepar, gagal ginjal, dialisis, gagal nafas, hipoksia, uremia kronis,
gangguan keseimbangan elektrolit kronis, hipo dan hiperkalsemia, hipo
dan hipernatremia, hiperkalemia,
3) Remote efek dari kanker atau limfoma.

d. Gangguan nutrisi :
1) Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa),
2) Kekurangan Niasin (pellagra),
3) Kekurangan Thiamine (sindroma Wernicke-Korsakoff),
4) Intoksikasi vitamin A, vitamin D, Penyakit Paget.
e. Gangguan vaskuler :
1) Demensia multi infark,
2) Sumbatan arteri carotis,
3) Stroke,
4) Hipertensi,
5) Arthritis Kranial.
f. Lesi desak ruang

2
g. Hidrosefalus bertekanan normal
h. Depresi (pseudo-demensia depresif)

Penyakit degeneratif progresif :

a. Tanpa gejala neurologik penting lain :


1) Penyakit Alzheimer,
2) Penyakit Pick.
b. Dengan gangguan neurologik lain yang prominen :
1) Penyakit Parkinson,
2) Penyakit Hutington,
3) Kelumpuhan supranuklear progresif,
4) Penyakit degeneratif lain yang jarang didapat.

(Boedhi-Darmojo, 2009)

2.3. Manifestasi Klinis


Pada awal perjalanan penyakit, pasien mengalami pegal-pegal, cenderung mengalami
kegagalan dalam melakukan tugas tertentu yang kompleks dan memerlukan pemecahan
masalah. Beberapa hal yang sering ditemui pada demensia adalah :

a. Kemunduran intelektual yang disertai dengan gangguan :


1) Memori (daya ingat).
2) Orientasi : Gangguan orientasi orang, tempat dan waktu tetapi
kesadarannya tidak mengalami gangguan.
3) Bahasa : Aphasia, stereotipik, sirkumstansial, gangguan penamaan objek.
4) Daya pikir dan daya nilai : Daya pikir lebih lambat, aliran ide dan
konsentrasi berkurang, sudut pandang yang jelek dan kurang, pikiran
paranoid, delusi, dll.
5) Kapasitas belajar komprehensif : Gangguan otak dalam memproses
informasi yang masuk.
6) Kemampuan dalam perhitungan.

b. Perubahan emosional
Emosi sering gampang terstimulasi serta tidak dapat mengontrol tawa dan tangis.

c. Kemunduran kepribadian
1) Sering egois.
2) Kurang bisa mengerti perasaan orang lain, kurang perhatian, introvert.
3) Kemunduran kebiasaan pribadi, makan, toilet, kebersihan, dll.

d. Perubahan-perubahan pada sistem tubuh :


1) Kardiovaskuler
Cardiac output menurun, kemampuan respon terhadap stress berkurang,
tekanan darah meningkat, denyut jantung setelah pemulihan melambat,
cepat pegal bila aktivitas meningkat.

3
2) Respirasi
Volume residu paru meningkat, kapasitas vital paru menurun, kapasitas
difusi dan pertukaran gas menurun, efektivitas batuk menurun, pada
aktivitas berat cepat lelah dan sesak, oksigenasi berkurang sehingga luka
susah sembuh, susah mengeluarkan sekret batuk.

3) Integumen
Perlindungan terhadap trauma dan suhu yang ekstrem menurun,
perlindungan oleh kelenjar minyak alami dan berkeringat menurun, kulit
tipis kering, dan keriput, sering memar, kebiruan dan cepat terbakar sinar
matahari, intoleransi terhadap panas, struktur tulang kelihatan pada kulit
yang tipis.

4) Reproduksi
Pada wanita terjadi penyempitan, penurunan elastisitas dan sekresi pada
dinding vagina, sehingga menimbulkan hubungan seksual yang sakit,
perdarahan, gatal, iritasi dan lambat orgasme. Pada laki –laki terjadi
penurunan ukuran penis dan testes dan respon seksual yang melambat.

5) Genito-Urinaria
Kapasitas buli menurun, menurunnya sensasi untuk bak sehingga sering
retensi dan kesulitan bak. Pada laki-laki terjadi BPH, dan pada wanita
terjadi relaksasi otot perineum dan inkontinensia urine.

6) Gastrointestinal
Salivasi berkurang, susah menelan makanan, mengeluh mulut kering,
pengosongan esofagus dan lambung yang melambat sehingga sering
terjadi gejala penuh, sakit ulu hati, mobilisasi usus berkurang sehingga
sering konstipasi, bersendawa, perut tidak nyaman.

7) Muskuloskeletal
Hilangnya densitas tulang, kekuatan dan ukuran otot, degenerasi tulang
rawan sendi, sehingga terjadi penurunan tinggi badan, kyphosis, fraktur,
sakit pada punggung, merasa hilang tenaga, flexibilitas dan ketahanan
sendi menurun dan sering sakit sendi.

8) Saraf
Berkurangnya kecepatan konduksi saraf sehingga terjadi konfusi disertai
dengan keluhan fisik dan kehilangan respon lingkungan. Sirkulasi serebral
menurun sehingga terjadi penurunan reaksi dan respon, belajar perlu
waktu yang lama, sering bingung, sering lupa dan jatuh.

4
e. Sistem indera :
1) Penglihatan : Kemampuan untuk fokus pada objek yang dekat berkurang,
tidak toleransi terhadap sinar, kesulitan mangatur intensitas cahaya masuk
mata, dan penurunan kemampuan membedakan warna.
2) Pendengaran : Menurunnya kemampuan mendengarkan suara frekuensi
tinggi.
3) Rasa dan bau : Penurunan kemampuan mengecap dan membau sehingga
dapat menggunakan gula dan garam berlebih pada makanannya.

f. Halusinasi dan delusi.

g. Tanda dan Gejala lainnya :


1) Psikiatrik
Gangguan cemas, depresi, perubahan kepribadian sehingga sering
menangis atau tertawa patologis, emosi ekstrim tanpa provokasi.

2) Neurologis
Apraxia dan agnosia, kejang, sakit kepala, pusing, kelemahan, sering
pingsan, gangguan tidur, disartria, disfagia.

3) Reaksi katastropi
Agitasi yang muncul sekunder akibat kesadaran subjektif terhadap defisit
intelektual yang dialami pada keadaan yang penuh stres.

4) Sundown syndrome
Mengantuk, konfusi, ataksia, jatuh. Sindrome ini bisa muncul saat
stimulus eksternal berkurang atau karena pengaruh obat benzodiazepine.

2.4. Patofisiologi Terkait Dengan Proses Penuaan


Proses menua tidak dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia.
Penuaan menyebabkan terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf
pusat yaitu berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10 % pada penuaan antara umur 30
sampai 70 tahun. Berbagai faktor etiologi yang telah disebutkan di atas merupakan
kondisi-kondisi yang dapat mempengaruhi sel-sel neuron korteks serebri. Penyakit
degeneratif pada otak, gangguan vaskular dan penyakit lainnya, serta gangguan nutrisi,
metabolik dan toksisitas secara langsung maupun tak langsung dapat menyebabkan sel
neuron mengalami kerusakan melalui mekanisme iskemia, infark, inflamasi, deposisi
protein abnormal sehingga jumlah neuron menurun dan mengganggu fungsi dari area
kortikal ataupun subkortikal. Di samping itu, kadar neurotransmiter di otak yang
diperlukan untuk proses konduksi saraf juga akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan
gangguan fungsi kognitif (daya ingat, daya pikir dan belajar), gangguan sensorium
(perhatian, kesadaran), persepsi, isi pikir, emosi dan mood. Fungsi yang mengalami
gangguan tergantung lokasi area yang terkena (kortikal atau subkortikal) atau

5
penyebabnya, karena manifestasinya dapat berbeda. Keadaan patologis dari hal tersebut
akan memicu keadaan konfusio akut demensia (Boedhi-Darmojo, 2009).

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta
adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan
pemeriksaan kimia darah standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk
menentukan adanya tumor, hidrosefalus atau stroke.

Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara
bertahap, maka diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit
Alzheimer terbukti hanya jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan
banyaknya sel saraf yang hilang. Sel yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh
jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid (sejenis protein abnormal). Metode
diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan pungsi
lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening
otak khusus.

2.6. Penatalaksanaan (Boedhi-Darmojo, 2009)


Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak mungkin,
dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-hari dari
penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah sebagai berikut:
a. Optimalkan fungsi dari penderita
1) Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
2) Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
3) Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
4) Upayakan aktivitas mental dan fisik
5) Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat bantu
memori bila memungkinkan

b. Kenali dan obati komplikasi


1) Mengembara dan berbagai perilaku merusak
2) Gangguan perilaku lain
3) Depresi
4) Agitasi atau agresivitas
5) Inkontinensia.

c. Upayakan perumatan berkesinambungan


1) Re-akses keadaan kognitif dan fisik
2) Pengobatan gangguan medic.

d. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya


1) Re-akses keadaan kognitif dan fisik

6
2) Pengobatan gangguan medic

e. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan keluarganya
1) Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
2) Nasihat hukum dan/keuangan.

f. Upayakan nasihat keluarga untuk :


1) Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
2) Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
3) Pengambilan keputusan
4) Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
2) Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
b. Data Obyektif
1) Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan
objek yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
2) Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
3) Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan
kata-kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat
atau tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat.

3.2. Diagnosis Keperawatan


a. Perubahan proses pikir berhubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia
progresif.
b. Risiko terhadap cedera berhubungan dengan defisit sensori dan motorik.
c. Syndrome defisit perawatan diri berhubungan dengan konfusi, kehilangan
kognitif dan perilaku disfungsi.
d. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan kerusakan kognitif & perilaku
disfungsi.

7
3.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1. Perubahan Setelah diberi askep 3×24 jam 1. Kurangi konfusi lingkungan. 1. Stimuli yang
proses pikir b/d diharapkan pasien mampu memelihara a. Dekati pasien dengan sederhana dan
degenerasi fungsi kognitif yang optimal dengan cara menyenangkan terbatas akan
neuronal dan kriteria : dan kalem. memfasilitasi
demensia b. Cobalah agar mudah interpretasi dan
progresif. 1. Mempertahankan fungsi ditebak dalam sikap mengurangi distorsi
ingatan yang optimal, dan percakapan input; perilaku yang
2. Memperlihatkan penurunan perawat. dapat ditebak
dalam prilaku yang bingung, c. Jaga lingkungan tetap kurang mengancam
3. Menunjukkan respons yang sederhana dan disbanding perilaku
sesuai untuk stimuli taktil, menyenagkan. yang tidak dapat
visual dan auditori, d. Pertahankan jadwal ditebak; alat bantu
4. Mengungkapkan rasa keamanan sehari-hari yang ingatan akan
dan perlindungan, teratur. membantu pasien
5. Menunjukkan orientasi optimal e. Alat bantu mengingat untuk mengingat.
terhadap waktu, tempat dan sesuai yang diperlukan.
orang.
2. Tingkatkan isyarat lingkungan.
a. Perkenalkan diri
perawat ketika
berinteraksi dengan 2. Isyarat lingkungan
pasien. akan meningkatkan
b. Panggil pasien dengan orientasi terhadap
menyebutkan waktu, tempat dan
namanya. orang dan individu
c. Berikan isyarat akan mengisi
lingkungan untuk kesenjangan ingatan
orientasi waktu, tempat dan berfungsi
dan orang. sebagai pengingat.

8
2. Risiko Setelah diberi askep 3×24 jam 1. Kendalikan lingkungan. 1. Lingkungan yang
terhadap diharapkan pasien mampu a. Singkirkan bahaya bebas bahaya akan
cedera b/d mempertahankan keselamatan fisik yang tampak jelas. mengurangi risiko
defisit sensori dengan kriteria : b. Kurangi potensial cedera dan
dan motorik. 1. Mematuhi prosedur cedera akibat jatuh membebaskan
keselamatan, ketika tidur. keluarga dari
2. Dapat bergerak dengan bebas c. Pantau regimen kekhawatiran yang
dan mandiri disekitar rumah, medikasi. konstan.
3. Mengungkapkan rasa keamanan d. Ijinkan merokok hanya
dan terlindungi. dalam pengawasan.
e. Pantau suhu makanan.
f. Awasi semua aktivitas
diluar rumah.

2. Ijinkan kemandirian dan


kebebasan maksimum.
a. Berikan kebebasan 2. Hal ini akan
dalam lingkungan yang memberikan pasien
aman. rasa
b. Hindari penggunaan otonomi.Restrain
restrain. dapat meningkatkan
c. Ketika pasien agitasi.Pengalihan
melamun, alihkan perhatian difasilitasi
perhatiannya. oleh kehilangan
d. Simpan tag identifikasi ingatan
pada pasien. segera.Nama dan
nomor telpon akan
3. Kaji adanya hipotensi memfasilitasi
ortostatik. kembalinya dengan
4. Ajarkan klien bergerak dari aman pasien yang
posisi tidur ke berdiri secara sedang melamun.
bertahap.
3. Dapat menyebabkan

9
5. Ajarkan latihan untuk cedera.
meningkatkan kekuatan dan 4. Mencegah
fleksibilitas terjadinya hipotensi
ortostatik yang
dapat menyebabkan
cedera.
5. Dengan
meningkatnya
kekuatan otot akan
mencegah terjadinya
cedera.
3. Defisit Pasien akan:
perawatan diri 1. Menerima bantuan atau 1. Kaji kemampuan untuk
berhubungan perawatan total dari pemberi melakukan AKS secara
dengan asuhan, jika diperlukan. mandiri, menggunakan skala
konfusi, 2. Mengungkapkan secara verbal yang berterima.
kehilangan kepuasan tentang kebersihan 2. Kaji dan akomodasi perubahan
kognitif dan tubuh dan hygiene oral. fisik atau kognitif yang dapat
perilaku 3. Mempertahankan mobilitas menyebabkan deficit
disfungsi. yang diperlukan untuk ke perawatan diri.
kamar mandi dan menyediakan 3. Dorong berjalan dan latihan
perlengkapan mandi. fisik untuk membentuk
4. Mampu menghidupkan dan kekuatan.
mengatur pancaran dan suhu 4. Pastikan terdapat susur tangan
air. dan permukaan asntiselip
5. Membersihkan dan dikamar mandi.
mengeringkan tubuh. 5. Gunakan pembersih tanda
6. Melakukan perawatan mulut. deterjen, bukan sabun,
7. Menggunakan deodorant. gunakan air hangat-hangat
kuku.
6. Pertahankan lingkungan mandi
hangat dan pajankan hanya
area tubuh yang sedang

10
dimandikan.
7. Lakukan mandi penuh sekali
atau dua kali seminggu,
sisanya madi parsial, untuk
mencegah kulit kering.
8. Mandikan dan keringkan
perlahan untuk melindungi
kulit rapuh.
9. Tingkatkan kemandirian
seoptimal mungkin, sesuai
kemampuan klien.

4. Kerusakan Pasien akan: 1. Kaji defisit pendengaran dan


interaksi sosial 1. Memahami dampak perilaku defisit fungsional lain yang
berhubungan diri pada interaksi sosial. mengganggu komunikasi.
dengan 2. Menunjukkan perilaku yang 2. Kaji depresi.
kerusakan dapat meningkatkan atau 3. Beri alat bantu adaptif untuk
kognitif & memperbaiki interaksi sosial. memfasilitasi defisit fungsi.
perilaku 3. Mendapatkan/meningkatkan 4. Untuk pasien rawat inap, beri
disfungsi. keterampilan interaksi sosial aktivitas keterampilan,
(misalnya: kedekatan, kerja permainan, musik, dan
sama, sensitivitas, keasertifan, aktivitas kelompok kecil lain.
ketulusan dan saling 5. Biarkan pasien memilih teman
memahami). sosialisasi; beri arahan untuk
4. Mengungkapkan keinginan pertama kali.
untuk berhubungan dengan 6. Beri aktivitas fisik.
orang lain. 7. Anjurkan partisipasi dalam
5. Berpartisipasi dalam dan program, seperti Foster
menikmati permainan yang Grandparents.
sesuai.

11
3.4. Evaluasi
a. Mengurangi resiko terhadap cedera.
b. Menunjukkan perawatan diri: Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS).
c. Klien mampu meningkatkan interaksi sosial.

12

Anda mungkin juga menyukai