Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Siswa merupakan setiap orang yang terkait dengan proses pendidikan

sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit adalah setiap siswa yang belajar di

sekolah (Riska, 2013). Dinas Pendidikan Kebudayaan dan Olahraga Provinsi

Gorontalo (Dikbudpora) pada tahun 2017 telah mencatat terdapat 14 SMA/SMK

negeri dan swasta dengan jumlah total siswa dari SMA/SMK tersebut sebanyak

10.827 siswa. Siswa sendiri termasuk dalam golongan remaja, dimana menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2014

menyatakan yang dikatakan sebagai remaja adalah penduduk dalam rentang usia

10-18 tahun.

Pada masa pubertas atau masa menjelang dewasa, remaja mengalami banyak

pengaruh-pengaruh dari luar yang menyebabkan remaja terbawa pengaruh oleh

lingkungan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan remaja yang tidak bisa

menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah akan

melakukan perilaku yang maladaptif, seperti contohnya perilaku agresif yang

dapat merugikan orang lain dan juga diri sendiri yang dapat berujung menjadi

perilaku kekerasan (Trisnawati, 2014).

Perilaku kekerasan sendiri merupakan suatu hasrat untuk menyakiti yang

diperlihatkan dalam aksi yang dapat menyebabkan penderitaan pada

korbannya. Perilaku kekerasan dapat juga diartikan sebagai perilaku yang

bertujuan untuk menyakiti atau mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak

1
nyaman yang dilakukan oleh individu atau kelompok dan biasanya terjadi secara

berulang-ulang (Astuti, 2008).

Remaja cenderung mudah terpengaruh oleh lingkungan untuk melakukan

perilaku agresif. Pemicu yang umum dari perilaku agresif tersebut adalah ketika

seseorang mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah

emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya

dalam satu bentuk tertentu dan pada objek tertentu (Trisnawati, 2014).

Menurut data UNICEF, di seluruh dunia mendekati 130 juta siswa antara usia

13-15 tahun mempunyai pengalaman bullying. Sekitar 3 dari 10 (17 juta) remaja

muda di 39 negara di Eropa dan Amerika Utara mengakui melakukan bullying

pada orang lain di sekolah. 732 juta (1 dari 2) anak usia sekolah umur 6-17 tahun

hidup di negara-negara yang dimana hukuman fisik di sekolah tidak dilarang.

Hampir 500 serangan atau ancaman serangan di sekolah didokumentasikan atau

terbukti pada tahun 2016 di 18 negara atau di seluruh dunia. Setiap 7 menit, di

suatu tempat di dunia, seorang remaja terbunuh oleh tindak kekerasan. Pada 2015,

kekerasan menyita sekitar 82.000 remaja di seluruh dunia.

Survey Kekerasan Terhadap Anak (SKTA) tahun 2013 yang diselenggarakan

oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia pada responden yang berusia 13-17

tahun mengenai pengalaman 12 bulan terakhir didapatkan hasil, laki-laki yang

mengalami kekerasan fisik diperkirakan berjumlah tiga juta anak atau satu dari

empat anak mengalami kekerasan fisik. Pada kekerasan emosional, diperkirakan

1,4 juta anak laki-laki pernah mengalaminya. Dalam konteks kekerasan seksual,

diperkirakan 900 ribu anak laki-laki mengalami kekerasan seksual. Pada anak

2
perempuan, diperkirakan 1,5 juta anak anak mengalami kekerasan fisik. Dalam

kekerasan emosional, diperkirakan ada 1,2 juta perempuan mengalami kekerasan

emosional. Pada kekerasan seksual, diperkirakan ada 600 ribu anak anak

perempuan mengalami kekerasan.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Gorontalo

menyatakan telah terjadi 204 kasus kekerasan pada tahun 2015, 146 kasus di

tahun 2016, dan 102 kasus di tahun 2017. Dari 146 kasus yang terjadi di tahun

2016, 43 kasus kekerasan dialami oleh remaja.Pada tahun 2017, 47 dari 102

kasus kekerasan dialami oleh remaja.

Dalam penelitian ini, saya tertarik untuk meneliti hubungan karakteristik

lingkungan dengan perilaku kekerasan. Karakteristik lingkungan yang akan saya

teliti adalah pengaruh keluarga dan teman sebaya.

Keluarga merupakan lingkungan primer setiap individu sejak individu tersebut

lahir sampai datang masanya ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga

sendiri. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih

dahulu mengenal lingkungan keluarganya (Sarwono, 2015).

Keluarga memberikan pengaruh dalam pembentukan kepribadian anak dan

perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak pada

perkembangan anak. Rumah tangga yang berantakan, perlindungan berlebih dari

orangtua, bahkan pengaruh buruk dari orangtua sangat berpengaruh bagi kondisi

anak nantinya (Kartono, 2014).

Remaja yang berasal dari keluarga bercerai ternyata lebih agresif bila

dibandingkan dengan remaja dari keluarga utuh. Perceraian di antara orang tua

3
ternyata membawa dampak yang negative bagi anak, terutama dalam berperilaku.

Remaja yang berasal dari keluarga bercerai memiliki masalah dalam berperilaku,

terutama dalam perilaku agresifnya. Selain itu, orang tua yang sering memberikan

hukuman fisik pada anaknya dikarenakan kegagalan memenuhi standar yang telah

ditetapkan oleh orang tua akan membuat anak marah dan kesal kepada orang

tuanya tetapi anak tidak berani mengungkapkan kemarahan yaitu dan

melampiaskan kepada orang lain dalam bentuk perilaku agresif (Trisnawati,

2014).

Selain faktor keluarga, faktor teman sebaya juga berpengaruh terhadap

perilaku kekerasan terlebih lagi remaja lebih sering menghabiskan waktu dengan

teman sebayanya daripada keluarga. Dalam penelitian (Wamomeo,2009), semakin

sering seorang remaja berinteraksi dengan teman sebayanya maka semakin

banyak pengaruh yang akan diterimanya.

Usman pada tahun 2013 dalam penelitiannya menemukan bahwa perilaku

kekerasan disebabkan oleh tekanan dari teman sebaya agar dapat diterima dalam

kelompoknya. Kelompok teman sebaya adalah sekelompok teman yang

mempunyai ikatan emosional yang kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul,

bertukar pikiran, dan pengalaman dalam memberikan perubahan dan

pengembangan dalam kehidupan sosial dan pribadinya. Dengan data hasil

penghitungan uji signifikansi korelasi ganda diperoleh F statistik sebesar 13,785

dan (p<0,05), dapat ditarik kesimpulan bahwa peran kelompok teman sebaya

dengan perilaku bullying terdapat pengaruh yang signifikan.Berdasarkan

4
kategorisasi skor siswa tentang peran kelompok teman sebaya menunjukkan

bahwa peran kelompok teman sebaya berada pada kategori tinggi .

Lingkungan tidak selalu baik dan menguntungkan bagi remaja. Lingkungan

biasanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial,

yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak remaja

yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terpapar

oleh pola kriminal (Kartono, 2014).

Dari penjelasan diatas beberapa kasus kekerasan terjadi karena disebabkan

pengaruh dari lingkungan. Pengaruh lingkungan yang dimaksud, ada yang

disebakan karena keluarga maupun teman sebaya.

Di Gorontalo pada tahun 2016 terjadi kasus pembunuhan ayah kandung yang

dilakukan oleh anak kandungnya sendiri beserta pacarnya. Pelaku merupakan

pelajar disalah satu sekolah menengah di Kota Gorontalo. Kasus ini sangat

menjadi sorotan pada saat itu.

Didapatkan juga keterangan dari Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional Provinsi Gorontalo bahwa banyak remaja yang menjadi

korban kekerasan. Salah satu contoh kasus anak usia 19 tahun diperkosa oleh ayah

kandungnya sendiri. Hal ini membuktikan bahwa keluarga sendiri bisa menjadi

salah satu pencetus terjadinya kekerasan, dimana anak yang mengalami kejadian

seperti ini mengalami kekacuan perkembangan pribadi. Anak akan berperilaku

agresif untuk melampiaskan kerisauan batin dan membuang kekesalannya.

Pada saat observasi awal di beberapa sekolah menengah di Kota Gorontalo,

beberapa Bimbingan Konseling dari sekolah-sekolah tersebut menyatakan

5
memang beberapa kali terjadi perilaku kekersan di sekolah seperti berkelahi,

tawuran, dan lain-lain. Selain itu ditemukan salah satu perilaku kekerasan yang

terjadi disalah satu sekolah dimana seorang murid terlibat adu mulut dengan salah

seorang gurunya sendiri, murid tersebut bahkan sempat berteriak dan

mengeluarkan kata-kata kasar kepada gurunya tersebut.

Oleh karena itu berdasarkan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Gorontalo

yang melibatkan remaja, saya tertarik untuk melakukan penelitian hubungan

karakteristik lingkungan dengan perilaku kekerasan pada siswa SMKN 3

Gorontalo.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Setiap 7 menit, di suatu tempat di dunia, seorang remaja terbunuh oleh

tindak kekerasan. Pada 2015, kekerasan menyita sekitar 82.000 remaja di

seluruh dunia.

2. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Gorontalo

mencatat terjadi 102 perilaku kekerasan pada tahun 2017.

1.3 Rumusan Masalah

“Apakah ada hubungan karakteristik lingkungan dengan perilaku kekerasan

pada siswa SMKN 3 Gorontalo?”

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik lingkungan (faktor keluarga dan

teman sebaya) dengan perilaku kekerasan pada siswa SMKN 3 Gorontalo.

6
1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi karakteristik lingkungan (faktor keluarga dan

teman sebaya) pada siswa SMKN 3 Gorontalo.

2. Untuk mengidentifikasi perilaku kekerasan pada siswa SMKN 3

Gorontalo.

3. Untuk menganalisa hubungan karakteristik lingkungan (faktor keluarga

dan teman sebaya) dengan perilaku kekerasan pada siswa SMKN 3

Gorontalo.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah atau memperluas teori keilmuan

keperawatan terutama keperawatan jiwa.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Untuk masyarakat, dapat menambah informasi dan dapat memperhatikan

perilaku kekerasan yang mungkin terjadi pada remaja serta mencegah

perilaku kekerasan pada remaja.

2. Untuk instansi, sebagai masukan dalam rangka pembinaan karakter siswa

agar tidak melakukan tindak kekerasan.

3. Untuk peneliti, diharapkan dapat memberi informasi dan mengembangkan

teori yang ada mengenai hubungan karakteristik siswa dengan perilaku

kekerasan pada remaja.

7
BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS`

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Remaja

1. Pengertian

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-

anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anakanak menuju

dewasa.Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa

dewasa,seperti yang dikemukan Monks dalam (Unayah, 2015).

Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam

rentang usia 10-19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25

tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja

adalah 10-24 tahun dan belum menikah.

2. Tingkatan Remaja

Menurut Sarwono (2015), dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan

ada tiga tahap perkembangan remaja :

a. Remaja awal /early adolescence (12-15 tahun)

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-

perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang

menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran baru, cepat

tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang

8
berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego”

menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti danmengerti orang dewasa.

b. Remaja madya/ remaja tengah /middle adolescence (15-18 tahun)

Pada tahap ini remaja membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak

teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri

sendiri, dengan mempunyai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama

dengan dirinya. Selain itu, pada tahap ini mereka berada dalam kondisi

kebingungan karena tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli,

ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan

sebagainya.

c. Remaja akhir/late adolescence (18-21 tahun)

Tahap ini merupakan masa konsolidasi menuju periode dewasa da ditandai

dengan pencapaian lima hal, yaitu :

1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

pengalaman-pengalaman baru.

3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti

dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public).

9
3. Karakteristik Remaja

Menurut (Wong,2009;Sarwono,2015; Yusuf,2017) karateristik perkembangan

pada remaja dapat dibedakan menjadi :

a. Perkembangan Fisik

Masa remaja merupakan salah satu diantara dua masa rentangan kehidupan

individu, dimana terjadi pertumbuhan fisik yang pesat. Pada masa remaja akhir,

proporsi tubuh individu mencapai proporsi tubuh orang dewasa dalam semua

bagiannya. Perkembangan fisik pada masa remaja baik pria maupun wanita

berbeda. Perubahan yang terjadi pada pria antara lain: tumbuh rambut disekitar

kemaluan, terjadi perubahan suara, tumbuh kumis, tumbuh jakun, dan lain-lain.

Sedangkan perubahan yang terjadi pada wanita antara lain: tumbuh rambut

disekitar kemaluan, buah dada bertambah besar, pinggul bertamabah besar.

b. Perkembangan Kognitif ( Intelektual)

Perkembangan kognitif atau intelektual didefinisikan sebagai keseluruhan

kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah serta mengolah

dan menguasai lingkungan secara efektif. Kognitif atau intelektual mengandung

unsure pikiran atau rasio. Makin banyak usnur rasio yang harus digunakan dalam

suatu tindakan atau tingkah laku, makin berinteligensi tingkah laku tersebut.

Jenis-jenis intelektual yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1) Bodily-kinesthetic: kecerdasan yang terkait dengan anggota tubuh.

2) Interpersonal: kecerdasan yang terkait dengan hubungan dengan orang

lain.

3) Verbal-linguistic: kemampuan yang terkait dengan kata-kata.

10
4) Logical: bidang ini menyangkut logika dan penggunaan akal.

5) Intarpersonal: intropeksi dan refleksi diri.

6) Visual-spatial: kemampuan dalam pengambilan keputusan berupa

penglihatan dan ruang.

7) Musical: kecerdasan musical terkait nada, music, dan irama.

8) Naturalistic: berkaitan dengan pengaruh alam sekitar.

c. Perkembangan Emosi

Remaja lebih mampu mengendalikan emosinya pada masa remaja akhir.

Mereka mampu menghadapi masalah dengan tenang dan rasional, dan walaupun

masih mengalami periode depresi, perasaan mereka lebih kuat dan mulai

menunjukkan emosi yang lebih matang pada masa remaja akhir. Sementara

remaja awal bereaksi cepat dan emosional, remaja akhir dapat mengendalikan

emosinya sampai waktu dan tempat untuk mengendalikan emosinya sampai waktu

dan tempat untuk mengekspresikan dirinya dapat diterima masyarakat. Mereka

masih tetap mengalami peningkatan emosi, dan jika emosi itu diperlihatkan,

perilaku mereka menggambarkan perasaan tidak aman, ketegangan, dan

kebimbangan.

d. Perkembangan Sosial

Untuk memperoleh kematangan penuh, remaja harus membebaskan diri

mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri

dari wewenang orang tua. Namun, proses ini penuh dengan ambivalensi baik dari

remaja maupun orang tua. Remaja ingin dewasa dan ingin bebas dari kendali

11
orang tua, tetapi mereka takut ketika mereka mencoba untuk memahami tanggung

jawab yang terkait dengan kemandirian.

Pada masa remaja berkembang “social cognition”, yaitu kemampuan untuk

memahami orang lain. Remaja memahami orang lain sebagai individu yang unik,

baik menyangkut sifat-sifat pribadi, minat nilai-nilai maupun perasaannya.

Pemahamannya ini mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih

akrab dengan mereka. Pada masa ini juga berkembang sikap “comformity”, yaitu

kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan,

kegemaran atau keinginan orang lain. Perkembangan sifat ini dapat memberikan

dampak positif maupun negatif bagi dirinya. Remaja sebagai bunga dan harapan

bangsa diharapkan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang,dalam arti

dia memiliki penyesuaian yang tepat. Remaja dituntut untuk memilikikemampuan

penyesuaian sosial ini, baik dalam lingkungan keluaga, sekolah, dan masyarakat.

Karakteristik penyesuaian sosial remaja menurut Yusuf di tiga lingkungan

tersebut sebagai berikut :

1) Lingkungan Keluarga

a) Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga.

b) Menerima otoritas orangtua.

c) Menerima tanggung jawab dan batasan-batasan norma keluarga.

d) Berusaha untuk membantu anggota keluarga.

2) Lingkungan Sekolah

a) Bersikap respect dan amu menerima peraturan sekolah.

b) Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah.

12
c) Menjalin persahabatan dengan teman-teman di sekolah.

d) Bersikap hormat terhadap guru, pemimpin sekolah, dan staf lainnya.

3) Lingkungan Masyarakat

a) Mengakui dan respect terhadap hak-hak orang lain.

b) Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.

c) Bersikap simpati terhadap kesejahteraan orang lain.

d) Respect terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan

masyarakat.

e. Pekembagan Moral

Teori perkembangan moral menurut Kohlberg (dalam Wong 2009), masa

remaja akhir dicirikan dengan suatu pertanyaan serius mengenai nilai moral dan

individu. Remaja dapat dengan mudah mengambil peran lain. Mereka memahami

tugas dan kewajiban berdasarkan hak timbal balik dengan orang lain, dan juga

memahami konsep peradilan yang tampak dalam penetapan hukuman terhadap

kesalahan dan perbaikan atau penggantian apa yang telah dirusak akibat tindakan

yang salah. Namun demikian, mereka mempertanyakan peraturan-peraturan moral

yang telah ditetapkan, sering sebagai akibat dari observasi remaja bahwa suatu

peraturan secara verbal berasal dari orang dewasa tetapi mereka tidak mematuhi

peraturan tersebut.

f. Perkembangan Kepribadian

Fase remaja merupakan saat yang paling penting bagi perkembangan dan

integrasi kepribadian. Faktor-faktor dan pengalaman baru yang tampak terjadinya

peubahan kepribadian pada masa remaja meliputi :

13
a) Perolehan pertumbuhan fisik yang menyerupai masa dewasa.

b) Kematangan seksual yang disertai dengan dorongan-dorongan dan emosi

baru.

c) Kesadaran terhadap diri sendiri, keinginan untuk mengarahkan diri,dan

mengevaluasi kembali tentang standar norma, tujuan, dan cita-cita.

d) Kebutuhan akan persahabatan yang bersifat heteroseksual, berteman

dengan pria atau wanita.

e) Munculnya konflik sebagai dampak dari masa transisi.

4. Bentuk Perilaku Menyimpang Pada Remaja

Perilaku menyimpang pada remaja dalam hal ini diartikan sebagai tindakan

oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang

diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu dapat dikenai

hukuman (Sarwono, 2015).

Menurut Kartono (2014) wujud perilaku menyimpang remaja diuraikan

sebagai berikut :

a. Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan

membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

b. Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan, yang mengacaukan ketentraman

sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif

yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan.

c. Perkelahian antar gang, antar sekolah, antar sekolah, antar suku (tawuran),

sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

14
d. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di

tempat-tempat terpencil sambil melakukan tindakan-tindakan menyimpang

lainnya.

e. Kriminilatis anak, remaja, dan adolesens antara lain berupa perbuatan

mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri,mencopet, merampas,

menjambret, menyerang, merampok, melakukan pembunuhan, mencekik,

meracun, tindak kekerasan, dan perilaku menyimpang lainnya.

f. Berpesta pora sambil mabuk-mabukan,melakukan hubungan seks bebas, dan

mabuk-mabukan kemudian menimbulkan keadaan kacau balau yang

mengganggu lingkungan.

g. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual atau

didorong dari reaksi-reaksi kompensatoris dan perasaan inferior, menuntut

pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam,

kekecewaan ditolak cintanya, dll.

h. Tindak immoral seksual secara terang-terangan tanpa rasa malu. Ada seks

bebas tanpa kendali yang didorong oleh hiperseksualitas.

i. Homoseksualitas, erotisme anal dan oral dan gangguan seksual lain pada anak

remaja disertai tindakan sadistis.

j. Perjudian dan bentuk-bentuk permaianan lain dengan taruhan sehingga

mengakibatkan ekses kriminalitas.

k. Komersialsasi seks, pengguguran janin,dan pembunuhan bayi.

Sedangkan Jensen (dalam Sarwono, 2015) membagi bentuk perilaku

menyimpang atau kenakalan pada remaja menjadi empat jenis :

15
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian,

perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian,

pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain:

pelacuran, penyalahgunaan obat.

d. Kenakalan yang melawan status: misalnya mengingkari status sebagai pelajar

dengan cara membolos, mengingkari status orangtua dengan cara kabur dari

rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya.

2.1.2 Karakteristik Lingkungan

Lingkungan adalah kesatuan ruang suatu benda, daya, keadaan dan makhluk

hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan

hidup dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Sulistyowati,

2014).

Urie Bronfrenbrenner (dalam Yusuf, 2017) mengemukakan bahwa

lingkungan perkembangan merupakan berbagai peristiwa, situasi, atau kondisi

luar organism yang diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan

individu. Lingkungan perkembangan remaja yang dimaskud adalah keseluruhan

fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik atau sosial yang mempengaruhi

atau dipengaruhi perkembangan siswa. Lingkungan perkembangan ini

menyangkut lingkunga keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

16
1. Lingkungan keluarga

Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan proses

sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Di tengah keluarga, anak belajar mengenal

cinta kasih, simpati, loyalitas, ideology, bimbingan, dan pendidikan. Keluarga

memberikan pengaruh menentukan pada pembentukan watak dan kepribadian

anak dan menjadi unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi

perkembangan anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik

atau buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak (Kartono, 2014).

Keluarga merupakan kunci penting anak dalam berperilaku karena di dalam

keluarga inilah norma dan nilai akan ditanamkan kepada anak. Di dalam keluarga,

anak diajarkan kemampuan untuk menahan perilaku negatif yang akan

diterimanya dalam pergaulan. Perlakuan yang diterima anak dalam keluarga baik

dari orang tua maupun saudara turut membentuk perilaku anak di sekolah maupun

masyarakat. Oleh karena itu, sudah merupakan keharusan untuk membentuk iklim

keluarga yang kondusif bagi pembentukan perilaku anak (Sulistyowati, 2014).

Menurt Erikson (dalam Yusuf, 2017) psikologis dalam kehidupan seorang

individu bergantung pada pengalaman yang diperolehnya dalam keluarga. Selama

tahun pertama seorang anak harus mengembangkan suatu kepercayaan dasar,

tahun kedua dia harus mengembangkan otonominya, dan pada tahun berikutnya

dia harus belajar inisiatif yang mengarahkannya ke dalam penemuan identitas diri.

Dalam penelitian Unayah pada tahun 2015 ditemukan hasil bahwa remaja yang

dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis dan memiliki konsep diri

negatif kemungkinan memiliki kecenderungan yang lebih besar menjadi remaja

17
nakal dibandingkan remaja yang dibesarkan dalam keluarga harmonis dan

memiliki konsep diri positif. Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan

dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial

keluarga yang kurang sehat/disharmonis keluarga, maka resiko anak untuk

mengalami gangguan kepribadian menjadi kepribadian antisoasial dan berperilaku

menyimpang, lebih besar dibandingkan dengan anak/ remaja yang dibesarkan

dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah). Kriteria kondisi keluarga kurang

sehat tersebut menurut para ahli adalah, antara lain:

a. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce).

b. Kesibukan orang tua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan

anak di rumah.

c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak

baik (buruk).

d. Substitusi ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi

daripada kejiwaan (psikologis).

Sedangkan Kartono pada tahun 2014 menjelaskan bahwa penyebab perilaku

kekerasan pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor dari keluarga, faktor-

faktor tersebut antara lain :

a. Rumah tangga berantakan

Bila rumah tangga terus menerus dipenuhi konflik yang serius, menjadi retak,

dan akhirnya mengalami perceraian, maka mulailah serentetan kesulitan bagi

smeua anggota keluarga, terutama anak-anak. Dengan rasa cemas, marah, dan

risau anak mengikuti pertengkaran orangtua mereka. Mereka tidak tahu harus

18
memihak kepada siapa. Munculan konflik batin dan kegalauan jiwani. Anak tidak

bias tenang belajar, tidak betah tinggal di rumah, selalu merasa pedih, risau, dan

malu.

Untuk meluapkan semua derita abtin ini, anak melampiaskan kemarahan dan

agresivitasnya keluar. Mereka menjadi nakal, urakan, berandal, tidak mau

mengenal norma atau aturan, bertingkah laku semau sendiri, membat onar, dan

suka berkelahi. Secara tidak sadar anak memproyeksikan kekacauan batin keluar

dalam bentuk konflik terbuka. Ringkasnya, kesukaan berkelahi remaja bias

distimulir oleh kondisi rumah yang berantakan.

b. Penolakan orangtua

Ada pasangan suami istri yang tidak pernah bias memikul tanggung jawab

sebagai orangtua, mereka tidak mau memikirkan konsekuensi dna tanggung jawab

selaku orang dewasa dan orangtua. Anak-anaknya sendiri ditolak dan dianggap

sebagai beban.

Semua pengaruh buruk tersebut sangat menghambat perkembangan jiwa raga

anak. Anak tidak pernah merasakan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan

orangtua. Anak-anak ini merasa terhina dan menanam dendam kepada orangtua,

dan sebagai akibat jauhnya juga mendendam terhadap masyarakat luas. Kikislah

kemauan anak untuk hidup, dan dalam situasi keputusan ini ada diantara mereka

yang melakukan usaha bunuh diri atau justru kebalikannya menjadi beringas-

agresif penuh dendam dan kemarahana, eksplosif, binal, berandalan, dan lain-lain.

c. Pengaruh buruk dari orangtua

19
Tingkah laku kriminal atau bentuk perilaku penyimpangan lainnya dari

orangtua atau salah seorang anggtoa keluarga bisa memberikan pengaruh menular

kepada anak. Dengan begitu kebiasaan buruk orangtua mengkondisionir tingkah

laku dan sikap hidup anak-anaknya. Anak secara otomatis dan tidak sadar akan

mengoper adat kebiasaandan tingkah laku buruk orangtua serta orang dewasa

yang ada didekatnya.

2. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat anak melakukan kegiatan belajar. Sekolah adalah

sarana untuk menimba ilmu, wawasan dan menciptakan lingkungan pembelajaran

dengan guru sebagai mediatornya. Di sekolah, anak belajar berinteraksi dengan

orang lain, baik guru maupun teman (Usman, 2013).

Menurut Sulistyowati tahun 2014, faktor- faktor sekolah yang mempengaruhi

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :

a. Kedisiplinan

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah.

Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dan siswa dalam melaksanakan

tata tertib, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta

siswa-siswanya dan kedisiplinan tim bimbingan konseling dalam memberikan

pelayanan kepada siswa.

Pihak sekolah yang sering mengabaikan keberadaan perilaku kekerasan ini,

mengakibatkan anak-anak sebagai pelaku kekerasan akan mendapatkan penguatan

terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi terhadap anak lain.

b. Relasi guru dengan siswa

20
Relasi guru dan siswa yang baik, akan membuat siswa menyukai gurunya.

Kekerasan di sekolah banyak berasal dari sesama teman.. Namun jika

menekankan pada hubungan antara anak dengan orang dewasa, pelaku kekerasan

yang dominan adalah para guru., terlepas dari soal motivasi tindakan kekerasan

mereka, apakah mengajar atau menghajar.

Kekerasan terhadap siswa yang dilakukan guru di sekolah berdampak pada

hilangnya motivasi belajar dan kesulitan dalam memahami pelajaran sehingga

pada umumnya prestasi belajar juga rendah. Kekerasan guru terhadap siswa juga

akan menyebabkan siswa benci dan takut pada guru.

c. Relasi siswa dengan siswa (teman sebaya)

Pengaruh kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya

perilaku kekerasan di sekolah. Teman di lingkungan sekolah idealnya berperan

sebagai “partner” siswa dalam proses pencapaian program-program pendidikan.

Namun kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan

memberikan dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku

membolos, dan rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru.

Perilaku kekerasan yang terjadi di sekolah juga sebagian disebabkan karena

adanya dorongan dari teman-temannya

d. Iklim Sekolah

Freiberg mengartikan iklim sekolah sebagai suatu suasana untuk membantu

masing-masing individu merasa berharga secara pribadi, bermartabat dan penting

secara serentak agar tercipta suatu rasa memiliki terhadap segala sesuatu yang ada

di lingkungan sekolah.

21
Iklim sekolah yang positif dapat meningkatkan performansi staf,

mempromosikan moral yang lebih tinggi dan meningkatkan prestasi siswa. Hal

tersebut dapat dicapai dengan berbagai cara, antara lain menerapkan peraturan

yang jelas dan konsisten terhadap perilaku kekerasan, dukungan guru dan

melibatkan siswa sendiri dalam membuat keputusan dan rancangan intervensi

untuk pencegahan kekerasan di sekolah

3. Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di sekitar individu yang akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan seseorang. Seseorang yang

tinggal di suatu daerah tidak akan lepas dari interaksi dengan lingkungan

masyarakat di sekitarnya.Perilaku anak-anak dipengaruhi oleh lingkungan

masyarakatnya. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi perilaku anak

adalah teman sebaya, adat istidat dan pola kehidupan masyarakat. Lingkungan

masyarakat yang baik akan menciptakan seseorang yang berperiaku baik pula

(Sulistyowati, 2014).

Lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan. Lingkungan

adakalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal, yang bias

merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolens

yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit

oleh pola kriminal tadi ( (Kartono, 2014).

22
2.1.3 Perilaku Kekerasan

1. Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang

tidak sesuai diaman seseorang melakukan tindakan-tindakn yang mebahayakan,

mencederai diri sendiri dan orang lain, bahkan dapat merusak lingkungan

(Wawomeo, 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu hasrat untuk menyakiti yang diperlihatkan

dalam aksi yang dapat menyebabkan penderitaan pada korbannya. Aksi ini

dapat dilakukan oleh individu ataupun kelompok yang lebih berkuasa, tidak

bertanggung jawab dan dilakukan berulang kali dengan sengaja untuk

menyakiti korban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pe perilaku kekerasan

adalah perilaku negatif yang bertujuan untuk menyakiti atau mengakibatkan

seseorang dalam keadaan tidak nyaman yang dilakukan oleh individu atau

kelompok dan biasanya terjadi secara berulang-ulang (Astuti, 2008).

2. Jenis-Jenis

Menurut Sunarto pada 2009, bentuk-bentuk dari perilaku kekerasan

antara lain :

a. Fisik

Kekerasan fisik adalah kekerasan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban

dengan cara memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang

ketubuh, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau dengan alat/senjata,

menganiaya, menyiksa dan membunuh.

23
b. Psikologis

Kekerasan psikologis terwujud dalam bentuk pengurangan kemampuan mental

atau otak (rohani) karena perlakuan-perlakuan represif tertentu, misalnya

ancaman, indoktrinasi dan sebagainya.

c. Seksual

Melakukan tindakan yang mengarah pada ajakan seksual seperti menyentuh,

meraba, mencium, atau melakukan tindakan-tindakan lain yang tidak

dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk pornografi, kawin

paksa, ucapan-ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah

pada aspek seks korban.

3. Faktor Penyebab

a. Faktor Internal

1) Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya

dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam

kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi

karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

2) Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang

dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku

‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah

laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah

laku sesuai dengan pengetahuannya.

24
b. Faktor Eksternal

Menurut Kartono dan Sulistyowati (2014) faktor eksternal terbagi menjadi :

1) Keluarga

Lingkungan yang pertama berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara

atau kerabat dekat yang tinggal serumah. Lingkungan keluarga merupakan bentuk

kecil dari masyarakat dan kehidupannya, dimana pandangan anak dalam

masyarakat akan dipengaruhi oleh pola dalam keluarga tersebut. Keluarga

merupakan kunci penting anak dalam berperilaku karena di dalam keluarga inilah

norma dan nilai akan ditanamkan kepada anak. Di dalam keluarga, anak diajarkan

kemampuan untuk menahan perilaku negatif yang akan diterimanya dalam

pergaulan. Perlakuan yang diterima anak dalam keluarga baik dari orang tua

maupun saudara turut membentuk perilaku anak di sekolah maupun masyarakat.

Oleh karena itu, sudah merupakan keharusan untuk membentuk iklim keluarga

yang kondusif bagi pembentukan perilaku anak.

Kualitas rumah tangga atau kehidupan keluarga memainkan peranan

paling besar dalam membentuk kepribadian remaja. Misalnya rumah tangga yang

disebabkan karena kematian ayah atau ibu, perceraian orangtua, keluarga yang

diliputi konflik besar, semua itu merupakan sumber yang memunculkan perilaku

agresif pada remaja.

2) Teman Sebaya

Pengaruh kelompok teman sebaya memberikan pengaruh terhadap tumbuhnya

perilaku kekerasan di sekolah. Teman di lingkungan sekolah idealnya berperan

sebagai “partner” siswa dalam proses pencapaian program-program pendidikan.

25
Namun kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan

memberikan dampak yang negatif bagi sekolah seperti kekerasan, perilaku

membolos, dan rendahnya sikap menghormati kepada sesama teman dan guru.

Perilaku kekerasan yang terjadi di sekolah juga sebagian disebabkan karena

adanya dorongan dari teman-temannya.

4. Dampak

Menurut Soetjiningsih (2010), pertumbuhan dan perkembangan anak yang

mengalami perlakuan salah pada umumnya lebih lambat daripada anak yang

normal, yaitu :

a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya yang

tidak mendapat perlakuan salah.

b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yang meliputi :

1) Kecerdasan

a) Berbagai penelitian melaporkan keterlambatan dalam perkembangan

kognitif, bahasa, membaca dan motorik.

b) Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga

karena malnutrisi.

c) Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh lingkungan anak,

dimana tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.

2) Emosi

a) Terjadi gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif

dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang

lain, termasuk untuk percaya diri.

26
b) Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau

bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik

diri menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh,

kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, temper tantrum dan sebagainya.

3) Konsep Diri

Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelak, tidak dicintai,

tidak dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktivitas

dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.

4) Agresif

Anak yang mendapat perlakuan salah secara badan, lebih agresif trehadap

teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru tindakan orang tua

mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai

hasil miskinnya konsep diri.

5) Hukuman Sosial

Pada anak-anak ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya

atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman, dan suka

mengganggu orang dewasa misalnya dengan melempari batu, atau perbuatan-

perbuatan kriminal lainnya.

2.1.4 Hubungan Karakteristik Lingkungan dengan Perilaku Kekerasan

Keadaan emosi pada masa remaja masih labil karena erat dengan keadaan

hormon. Suatu saat remaja dapat sedih sekali, dilain waktu dapat marah sekali.

Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri sendiri daripada pikiran yang

realistis. Remaja sering mengalami dilema yang sangat. Situasi ini dikenal dengan

27
ambivalensi dan hal ini akan menimbulkan konflik pada diri remaja. Konflik ini

akan mempengaruhi remaja dalam usahanya untuk mandiri, sehingga sering

menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya,

bahkan dalam beberapa kasus tidak jarang remaja menjadi frustasi dan

memendam kemarahan yang mendalam kepada orang tuanya dan orang lain

disekitarnya. Frustasi dan kemarahan tersebut seringkali diungkapkan dengan

perilaku perilaku yang tidak simpatik terhadap orang tua maupun orang lain yang

dapat membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya (Unayah,

2015).

Pada masa pubertas atau masa menjelang dewasa, remaja mengalami

banyak pengaruh-pengaruh dari luar yang menyebabkan remaja terbawa pengaruh

oleh lingkungan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan remaja yang tidak bisa

menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah akan

melakukan perilaku yang maladaptif, seperti contohnya perilaku agresif yang

dapat merugikan orang lain dan juga diri sendiri. Pernyataan diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya remaja dapat

melakukan perilaku maladaptif seperti perilaku agresif (Trisnawati, 2014).

Seperti yang dijelaskan Kartono (2014) dalam bukunya yang berjudul

“Kenakalan Remaja”, lingkungan tidak selamanya baik dan menguntungkan bagi

perkembangan remaja. Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang dewasa serta

anak-anak muda kriminal dan anti-sosial yang bias merangsang timbulnya reaksi

emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesens yang masih labil jiwanya.

Anak remaja cenderung melakukan proses peniruan pada apa yang dilihatnya.

28
Lingkungan merupakan ranah terdekat dalam keseharian para remaja baik

keluarga, teman sebaya, maupun masyarakat. Oleh karena itu, baik buruknya

kondisi lingkungan sangat mempengaruhi seorang remaja dimasa depan.

2.2 Kajian Relavan

1. Sulistyowati Fransiska (2014) dengan judul penelitian “ Pengaruh

Lingkungan Sekolah dan Pengetahuan Terhadap Perilaku Kekerasan di

Kalangan Pelajar”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis

hubungan pengaruh lingkungan sekolah dan pengetahuan terhadap

perilaku kekerasan di kalangan pelajar. Subjek pada penelitian ini adalah

siswa siswa SMK Murni 1 Surakarta. Dari uji yang telah dilakukan dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa baik secara statistik maupun teoritis,

lingkungan sekolah dan pengetahuan tentang perilaku kekerasan

berpengaruh terhadap perilaku kekerasan yang terjadi di kalangan pelajar.

Kerelavanan penelitian ini dengan penelitian yang akan saya lakukan

adalah terdapat persamaan subjek yang kami gunakan yaitu pelajar. Selain

itu kerelavanan juga terdapat pada variabel terikat yaitu perilaku

kekerasan. Namun pada penelitian (Fransiska, 2014) hanya meneliti

pengaruh lingkungan sekolah saja. Hal ini jelas berbeda dengan penelitian

yang akan saya lakukan dimana lingkungkan yang akan saya teliti berupa

lingkungan keluarga dan teman sebaya.

2. Usman, I (2013) dengan judul penelitian “Kepribadian Komunikasi,

Kelompok Teman Sebaya, Iklim Sekolah dan Perilaku Bullying”. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan kepribadian, komunikasi,

29
kelompok teman sebaya dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada

siswa SMA di Kota Gorontalo. Subjek penelitian ini adalah siswa siswi

dari tiga SMA di Kota Gorontalo yang berjumlah 103 siswa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara

kepribadian, komunikasi interpersonal remaja dengan orang tua, peran

kelompok teman sebaya dan iklim sekolah terhadap perilaku bullying pada

siswa SMA di kota Gorontalo.

Penelitian ini memiliki kerelavanan lokasi penelitian dengan penelitian

yang akan saya lakukan, dimana penilitian ini telah dilakukan di

Gorontalo. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Usman ini, hanya

meneliti peranan teman sebaya namun tidak meneliti peranan keluarga.

3. Wawomeo, Aris (2009) dengan penelitiannya yang berjudul “ Hubungan

Pola Asuh Keluarga, Pengaruh Teman Sebaya, dan Karakteristik Remaja

Dengan Perilaku Kekerasan Pada Remaja Di Kelurahan Pancoran Mas Kota

Depok”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hubungan

pola asuh orangtua dan pengaruh teman sebaya dengan perilaku kekerasan.

Penelitian ini sangat relavan dengan penelitian yang akan saya lakukan

dimana terdapat kesamaan antara variabel bebas yaitu teman sebaya dan

keluarga, serta terdapat kesamaan variabel terikat yaitu perilaku kekerasan.

Namun terdapat perbedaan lokasi dalam penelitian ini.

30
2.3 Kerangka Berpikir dan Kerangka Konsep

2.3.1 Kerangka Berpikir

Remaja

Remaja Awal Remaja Tengah Remaja Akhir

Bentuk perilaku
Karakteristik Remaja
menyimpang remaja
a. Perkembangan fisik
b. Perkembangan kognitif Perilaku Kekerasan

c. Perkembangan emosi
d. Perkembangan sosial Faktor internal Faktor eksternal:

e. Perkembangan moral Lingkungan


f. Perkembangan (keluarga dan
teman sebaya)
kepribadian

Dampak Perilaku Kekerasan :

a. Gangguan kejiwaan.
b. Retardasi mental dapat diakibatkan trauma.
c. Terjadi gangguan emosi pada perkembangan
konsep diri yang positif dalam mengatasi
sifat agresif.
d. Merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak
dikehendaki, muram tidak bahagia, tidak
mampu menyenangi aktivitas dan bahkan
ada yang mencoba bunuh diri.

31
2.3.2 Kerangka Konsep

Kondisi Lingkungan Perilaku Kekerasan

Keterangan :

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

2.4 Hipotesis

Ada hubungan antara karakteristik lingkungan dengan perilaku

kekerasan pada siswa SMKN 3 Gorontalo.

32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di SMKN 3 Gorontalo.

Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2018.

3.2 Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey analitik yaitu

metode yang menekankan adanya hubungan antara satu variabel dengan variabel

lainnya. (Swarjana, 2012) .

Adapun tehnik pengambilan data yaitu dengan pendekatan cross sectional.

Penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan

antara faktor resiko (independent) dengan faktor efek (dependent), dimana

melakukan observasi atau pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu

yang sama (Riyanto, 2011).

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut. Kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015).

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.3.1 Variabel Bebas (Independen)

Variabel bebas atau independent adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang nilainya menentukan variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi,

diamati dan diukur untuk diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap

33
variabel lain. Dalam ilmu keperawatan variabel independent biasanya merupakan

stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk

mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2016). Adapun variabel bebas pada

penelitian ini adalah karakteristik lingkungan.

3.3.2 Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependent adalah faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel independent

(Nursalam, 2016). Variable dependen dalam penelitian ini adalah perilaku

kekerasan.

3.3.3 Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan

terikat. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah karakteristik

lingkungan dan variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah perilaku

kekerasan. Selanjutnya akan dijelaskan pada definisi operasional variabel.

Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan diteliti secara

operasional dilapangan. Definisi operasional bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti

serta untuk pengembangan instrument. Dengan definisi operasional yang tepat

maka ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diteliti menjadi

terbatas dan penelitian akan lebih fokus (Riyanto, 2011) berikut penjabarannya

pada tabel 3.1 :

34
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Karakteristik Keadaan disekitar Kuesioner Baik = Ordinal
Lingkungan individu yang > 50 %
mempengaruhi Kurang =
perkembangan ≤50%
individu baik
secara langsung
maupun tidak
langsung.
Lingkungan yang
dimaksud adalah
lingkungan
keluarga dan
teman sebaya.
2. Perilaku Perilaku negatif yang Kuesioner Pernah = Nominal
Kekerasan pernah dialami >50%
maupun dilakukan Tidak =
oleh seseorang yang ≤50%
bertujuan untuk
menyakiti seseorang
dalam keadaan tidak
nyaman yang
dilakukan oleh
individu atau
kelompok dan
biasanya terjadi
berulang-ulang dalam
bentuk fisik maupun
non-fisik.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh objek yang diteliti dan memenuhi

karakteristik yang ditentukan (Riyanto A. , 2011). Adapun Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa SMKN 3 Gorontalo, jumlah populasi yang

akan diteliti sejumlah 1.559 siswa.

35
3.4.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

Dengan kata lain, sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih

berdasarkan data yang mewakilinya (Setiadi, 2013).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling. Pada pengambilan sampel digunakan kriteria inklusi dan eksklusi

sebagai berikut :

1. Kriteria Inklusi

a. Siswa yang tinggal/pernah tinggal dengan orangtua.

b. Siswa yang hadir pada saat penelitian dilaksanakan.

c. Siswa yang bersedia menjadi responden.

2. Kriteria Eksklusi

a. Siswa yang tidak berada ditempat saat dilaksanakan penelitian.

b. Siswa kelas 3.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian

dan teknik instrumen yang digunakan (Nursalam, 2016).

3.5.1 Jenis Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari

sumbernya melalui beberapa pertanyaan dengan cara mengisi atau memilih

36
opsi jawaban yang sudah disediakan. Data primer pada penelitian ini

didapatkam melalui kuisioner penelitian yang akan disebarkan pada siswa yang

meliputi data demografi, karakteristik lingkungan serta perilaku kekerasan

siswa SMKN 3 Gorontalo.

2. Data Sekunder

Data sekunder digunakan sebagai penunjang data primer dimana data

sekunder pada penelitian ini diperoleh dari data bagian kesiswaan dan

bimbingan konseling di sekolah-sekolah atau SMA/SMK sederajat yang

terpilih menjadi sampel penelitian. Selain itu datas sekunder lainnya diperoleh

dari beberapa instansi yang terkait seperti Dinas Pendidikan Kebudayaan dan

Olahraga Provinsi Gorontalo (Dikbudpora) dan Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional Provinsi Gorontalo.

3.5.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini kami menggunakan dua kuesioner yaitu kuesioner

A (kuesioner sikap perilaku kekerasan) dan kueisoner B (kuesioner pengaruh

teman sebaya dan keluarga).

Kuesioner sikap perilaku kekerasan diambil dari penelitian pada tahun

2017 dengan judul “Pengaruh Pelatihan Pencegahan Bullying Terhadap

Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Bullying” yang dilakukakn oleh Serly

Widya Ningsih. Terdapat 21 butir soal pada kuesioner ini. Kuesioner ini

menggunakan skala Gutman dengan pilihan jawaban “Ya” dan “Tidak”.

Kuesioner pengaruh teman sebaya dan keluarga diambil dari penelitian

yang sudah ada terlebih dahulu yang dilakukan oleh Afifah Alawiyah pada

37
tahun 2015 dengan judul penelitian “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Bullying Terhadap Teman”. Dalam kuesioner ini terdapat 5 butir pertanyaan

untuk pengaruh teman sebaya dan 5 butir soal untuk pengaruh hubungan

keluarga. Kuesioner ini menggunakan skala Gutman dengan pilihan jawaban

“Ya” dan “Tidak”.

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

3.6.1 Teknik Pengolahan Data

Menurut (Notoatmodjo, 2015) kegiatan pengumpulan dan pengolahan data

dalam penelitian selalu berhubungan. Dalam pengumpulan data digunakan alat

pengumpul data atau sering disebut instrumen penelitian. Langkah-langkah

pengolahan tergantung pada bentuk instrumen atau kuesioner yang digunakan

untuk pengumpulan data.

Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus

ditempuh, diantaranya :

1. Editing (Penyunting data)

Setelah data terkumpul peneliti akan memeriksa kelengkapan data menurut

karakteristiknya masing-masing.

2. Coding (Pemberi kode)

Data yang telah dikumpulkan diberi kode menurut pengamatan yang

dilakukan.

3. Skoring (Penilaian)

Pada tahap ini peneliti memberi nilai pada data sesuai dengn skor yang telaah

ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah diisi oleh responden.

38
4. Data Entry (Memasukkan data)

Kegiatan ini memasukkan data dalam program komputer untuk dilakukan

analisa selanjutnya.

5. Processing

Setelah diedit dan diberi kode, data diproses melalui program komputer.

6. Tabulating

Untuk memudahkan analisa data maka data dikelompokkan kedalam tabel

sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan peneliti.

7. Pembersihan Data

Apabila semua dat dari setiap responden selesai dimasukkan, perlu dicek

kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.

3.6.2 Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-

square.

3.7 Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2014) etika penelitian terbagi sebagai berikut :

3.7.1 Informed Consent

Informent consent adalah bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden dengan memberikan lembar persetujuan yang tujuannya agar subyek

mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui dampaknya. Jika subyek

bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden

tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.

39
3.7.2 Anonimity (Tanpa Nama)

Tanpa nama adalah masalah etika yang ditunjukan untuk memberikan

jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan

kode pada lembar pengumpulan data.

3.7.3 Confidentaly (Kerahasiaan)

Masalah etika ini adalah untuk memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian baik informasi maupun masalah lainnya. Semua informasi yang

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

3.8 Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik adalah pernyataan atau dugaan mengenai keadaan populasi

yang bersifat sementara atau lemah tingkat kebenarannya (Sugiyono,2014).

Berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis statistik dalam penelitian ini

adalah:

H0 : Tidak ada hubungan pada karakteristik lingkungan dengan perilaku

kekerasan pada siswa SMKN 3 Gorontalo.

H1 : Ada hubungan pada karakteristik lingkungan dengan perilaku kekerasan

pada siswa SMKN 3 Gorontalo.

40
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P. (2008). Meredam Bullying 3 Cara Efektif Meredam Kekerasan Pada


Anak. Jakarta: Grasindo.

Muliyana, Ahmad, A., & Yuhasriati. (2016). Perkembangan Perilaku Dari


Keluarga Yang Bercerai. Jurnal Ilmiah Pendidikan Anak Usia Dini .

Papilia. (2009). Perkembangan Manusia edisi 10. Jakarta: Salemba Humanika.

Kartono, K. (2014). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta : Rajawali Pers

Monks. (2009). Tahap Perkembangan Masa Remaja. Jakarta: Grafindo.

Nursalam, (2016). Metode Penlitian Ilmu Keperawatan, Pendekatan Praktis Edisi


4. Jakarta : Salemba.
Sarwono, S. W. (2015). Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.
Setiadi. 2013. Konsep Dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan Edisi 2.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soetjiningsih. (2010). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Sulistyowati, F. (2014). Pengaruh Lingkungan Sekolah Dan Pengetahuan
Terhadap Perilaku Kekerasan Di Kalangan Pelajar. Tesis. Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Sunarto. (2009). Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: Kompas.

Tanamal, D. (2017). Kekerasan, Penganiayaan Seksual, dan Pembunuhan Intai


Jutaan Anak di Dunia.

Trisnawati, J. (2014). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Agresif


Remaja Di SMK Negeri 2 Pekanbaru. JOM PSIK,VOL 1,NO.2 .

Unayah, S. (2015). Fenomena Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Sosio


Informa,Vol.1,No.2 .

Usman, I. (2013). Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim


Sekolah, dan Perilaku Bullying. Humanitas , 51.

41
Wawomeo, A. 2009. Hubungan Pola Asuh Keluarga, Perilaku Teman Sebaya, dan
Karakteristik Remaja Dengan Perilaku Kekerasan Pada Remaja Di
Kelurahan Pancoran Mas Kota Depok. Tesis. Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Wiyani, N. (2012). Save Our Childern From School Bullying. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.

Wong, D. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1. Jakarta:


EGC.

Yusuf, P. D. (2017). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya Offset.

42
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth.

Calon Responden Penelitian

Di-
Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi

Sarjana Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo.

Nama : Diesy Ayu Rachman

NIM : 841414038

Alamat : Jl. Rusli Datau I, Kecamatan Kota Utara

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Karakteristik

Lingkungan Dengan Perilaku Kekerasan Pada Siswa SMK Negeri 3

Gorontalo”. Untuk keperluan tersebut saya memohon kesediaan dari

Saudara/Saudari untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Data tersebut akan

dijamin kerahasiaannya. Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam

penelitian ini, saya mohon Ibu, Saudari untuk menanda tangani lembar

persetujuan yang telahsaya sediakan. Atas partisipasi dan kebijakan

Saudara/Saudari, kami ucapkan terima kasih.

Peneliti,

(Diesy Ayu Rachman)

43
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Memberikan persetujuan untuk menjadi responden penelitian yang

berjudul “Hubungan Karakteristik Lingkungan Dengan Perilaku Kekerasan

Pada Siswa SMK Negeri 3 Gorontalo” yang akan dilakukan oleh DIESY AYU

RACHMAN, Mahasiswi Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Negeri

Gorontalo.

Saya telah mendapatkan penjelasan tentang prosedur dari penelitian ini

dan mengetahui manfaat serta tujuannya. Persetujuan yang saya tanda tangani

menyatakan bahwa saya berpartisipasi dalam penelitian ini.

Responden,

(…………………………….)

44
Kuesioner A

Nama / Inisial :

Umur :

Jenis Kelamin :

Tinggal bersama (boleh lebih dari satu) :


1. Ayah
2. Ibu
3. Kakek
4. Nenek
5. Paman
6. Bibi
7. Kakak/Adik
8. Lainnya (………………….) *diisi

Status Orang Tua :

1. Orang Tua Kandung


2. Orang Tua Angkat
3. Orang Tua Wali
4. Lainnya (…………………) *diisi

Jawablah pertanyaan berikut secara jujur dengan member tanda checklist (...) pada

kolom yang disediakan !

NO. PERNYATAAN YA TIDAK

1. Saya pernah meninju teman saya tanpa sebab.

2. Saya pernah ditendang teman saya dengan

sengaja.

3. Bagi kami dorong-mendorong tanpa sebab

adalah hal biasa.

4. Dengan niat yang kurang baik, boleh

45
menyentuh bagian tubuh teman seperti

mencolek, mengelus, dan mencubit.

5. Di lingkungan sekolah diperbolehkan untuk

merusak barang teman dengan sengaja.

6. Memanggil teman dengan julukan atau dengan

panggilan yang membuat teman jengkel atau

marah.

7. Boleh menghina apabila melihat teman di

sekolah memiliki bentuk wajah yang kurang

baik.

8. Antar sesama teman boleh mengintimidasi

atau mengancam.

9. Dengan sengaja menyuruh teman melakukan

tindakan yang tidak dikehendaki olehnya.

10. Meminta uang atau barang kepada teman

dengan cara memaksa.

11. Dengan niat buruk mengadu domba teman

agar dijauhi teman lainnya.

12. Dalam bergaul boleh mengacuhkan teman

tanpa sebab tertentu.

13. Dengan niat kurang baik sengaja menuduh

teman melakukan sesuatu hal yang buruk yang

tidak dia lakukan.

46
14. Dengan sengaja menjauhi atau mengucilkan

teman yang tidak disenangi.

15. Diizinkan melalui media sosial mengirimkan

ancaman dengan kata-kata ejekan kepada

teman melalui hp/internet.

16. Diizinkan melalui media sosial mengirimkan

ancaman dengan kata-kata kasar kepada teman

melalui hp/internet.

17. Saya sengaja menyebarkan berita kurang baik

yang belum jelas kebenarannya melalui

hp/internet.

18. Meminjam alat komunikasi teman seperti

handphone dengan niat mengejek.

19. Saya melakukan terror dengan niat yang buruk

melalui hp/internet.

20. Jika teman melakukan kesalahan langsung

menertawakan didepan teman-teman lainnya.

21. Saya sengaja memberikan benda-benda yang

membuat teman saya takut.

47
Kuesinoer B

NO. PERTANYAAN YA TIDAK

1. Apakah anda emosi dan marah ketika melihat ayah

dan ibu bertengkar?

2. Apakah anda kurang mendapatkan perhatian dari

orangtua?

3. Apakah orang tua selalu memanjakan anda dan

memberikan apapun yang anda minta?

4. Apakah anda sering dipukuli oleh ayah dan ibu?

5. Apakah anda selalu disalahkan oleh orang tua

walaupun anda telah melakukan hal yang baik?

6. Apakah anda ikut-ikutan ketika teman melakukan

kekerasan terhadap teman lain?

7. Apakah anda sering disuruh oleh teman sekelompok

anda untuk mengejek teman lain?

8. Apakah anda mempunyai kelompok atau geng di

sekolah yang ditakuti oleh anak lain?

9. Apakah anda sering diajak teman untuk menjahili

teman yang lain?

10. Apakah anda sering ikut teman untuk memalak

teman lain?

48
49

Anda mungkin juga menyukai