Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

“VENTILASI TAMBANG”

DISUSUN OLEH

BAGUS EKO NUGROHO D1101141014

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2017
A. Alat- Alat Yang Dapat Mendeteksi Gas-Gas Beracun Pada Tambang
Bawah Tanah

1. CARBON DIOKSIDA (CO2)


Karbon dioksida (rumus kimia: CO2) atau zat asam arang adalah

sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat

secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Ia berbentuk gas pada

keadaan temperatur dan tekanan standar dan hadir di atmosfer bumi.

Rata-rata konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387

ppm berdasarkan volume walaupun jumlah ini bisa bervariasi

tergantung pada lokasi dan waktu. Gas ini tidak berwarna, tidak berbau,

tidak mendukung nyala api. Bukan merupakan gas beracun, dan apabila

dalam konsentrasi tinggi mempunyai rasa asam. Gas ini lebih berat

daripada udara. Dalam udara normal kandungan CO2 adalah 0,03 %.

Dalam tambang bawah tanah sering terkumpul pada bekas

penambangan dan daerah tambang yang tidak terkena aliaran ventilasi.

Oleh karena itu, harus dibiasakan agar sangat hati-hati bila melakukan

kegiatan penambangan pada daerah tersebut yang tidak

memungkinkan inspeksi. Teknik pengambilan contoh jarak jauh selalu

digunakan untuk menguji lingkungan sebelum penggalian.

Sumber dari CO2 berasal dari lapisan batuan, pembakaran,

peledakan dan hasil pernafasan. Pada kandungan CO2 = 0,5% laju

pernafasan manusia mulai meningkat pada kandungan CO2 = 3% laju

pernafasan menjadi dua kali lipat dari keadaan normal, pada kandungan
CO2 = 10% manusia hanya dapat

bertahan beberapa menit. Campuran

CO2 dan udara dalam penambangan

disebut dengan “blackdamp”. Alat


MG-811
yang dapat mendeteksi gas CO2

MQ-135
adalah sensor MG-811 dan sensor gas

MQ-135.. Selain kedua jenis alat diatas,

terdapat juga beberapa alat yang

digunakan khusus untuk mendeteksi gas

CO2 ini antara lain gas detektor

kitagawa yangmana mampu

mendeteksi gas CO2 , H2, Propilen dan

asetilen dengan tingkat presentase yang

berbeda, serta Gas detector type CO2


dan O2 yangmana mampu mendeteksi gas
Gas Detektor Kitagawa
CO2 dan O2 yang terdiri dari 2 perangkat
untuk masing-masing detektor dalam
kondisi lingkungan hampa gas metan.
Pada zaman dahulu, para

penambang menggunakan

burung kenari untuk mendeteksi

Gas detector type CO2 dan O2 ada atau tidaknya gas beracun

pada pertambangan bawah tanah.

Burung kenari akan cepat bereaksi

dengan gas beracun yang berada di

sekitarnya dibanding dengan jenis

binatang lainnya.
2. Hidrogen Sulfida (H2S)
Hidrogen sulfida, H2S, adalah gas yang tidak berwarna, beracun,

mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul

dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam

keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran

pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari

aktivitas gunung berapi dan gas alam.

Hidrogen sulfida juga dikenal dengan nama sulfana, sulfur

hidrida, gas asam (sour gas),


Multi Gas Detektor BX615
sulfurated hydrogen, asam

hidrosulfurik, dan gas limbah

(sewer gas). IUPAC menerima

penamaan "hidrogen sulfida" dan

"sulfana"; kata terakhir digunakan

lebih eksklusif ketika menamakan

campuran yang lebih kompleks.

Alat yang dapat mendeteksi gas H2S

adalah multi gas detektor BX615 dan MQ-135

MQ-135. Alat pengukur multi gas

detektor BX615 memiliki jangkauan 0-

100ppm dan memiliki resolusi 1ppm, alat

ini juga memiliki akurasi hingga ±5% dan

memiliki response time 6o detik. Pada zaman dahulu, para penambang

menggunakan burung kenari untuk

mendeteksi ada atau tidaknya gas

beracun pada pertambangan bawah

tanah. Burung kenari akan cepat


bereaksi dengan gas beracun yang berada di sekitarnya dibanding

dengan jenis binatang lainnya.

3. Methane (CH4)
Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak

berbau, dan tak beracun. Metan terdapat di semua lapisan batubara,

terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri. Di

tambang batubara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15%

metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena

percikan api. Jumlah metan dalam suatu lapisan amat bervariasi.

Konsentrasi metan akan meningkat seiring peningkatan kualitas

batubara dan kedalaman cadangan.

Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi

disana. Saat lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di

pori lantas terlepas. Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal

dari lapisan yang sedang ditambang. Sebagian besar metan berasal dari

lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum ditambang.

Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di

pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan

(lebih rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan

tekanan lebih rendah. Di awal perkembangan tambang batubara,

sirkulasi udara yang tidak cukup, kegagalan deteksi atas keberadaan

metan, penggunaan api, merokok, atau penggunaan bahan peledak

(black powder) yang tidak tepat, menjadi penyebab utama ledakan di

tambang batubara bawah tanah.


Cara yang paling umum digunakan untuk mengurangi kadar

metan adalah dengan merancang suatu sistem sirkulasi udara (ventilasi)

yang baik. Udara yang cukup dan sirkulasi yang lancar diharapkan

mampu mengurangi kadar gas

berbahaya ini. Hanya saja, terkadang

ventilasi saja tidak mencukupi. Ada

kalanya jumlah udara yang melimpah

tetap tidak mampu mengurangi

kadar metan. Jika ini yang terjadi,

pengurangan kandungan metan

mesti dilakukan sebelum Multi Gas Detektor BX615

penambangan itu sendiri dimulai. Alat yang dapat mendeteksi gas CH4

adalah multi gas detektor BX615 dan gas detector CH4. Multi gas

detektor BX615 memiliki jangkauan 0-100% LEL dan memiliki resolusi

0,1 %, alat ini juga memiliki akurasi ±

5% dan memiliki response time 40

detik. Sedangkan gas detector CH4

hanya mampu mendeteksi gas


gas detector CH4 metan hingga konsentrasi

maksimum 10%, sehingga kadar

konsentrai metan melebihi parameter

10%, maka alat tidak akan

menunjukkan angka apapun. Selain


Gas detector model
itu, terdapat juga alat detektor gas alarm

metan model alarm, yang mana

detektor ini mampu mendeteksi gas

metan pada tingkat maksimum yang


kita inginkan. Model detektor ini memiliki beberapa fitur yang sangat

menonjol antara lain memiliki akurasi yang tinggi, sinyal suara keras dari

80 db pada mode alarm serta ideal pada lingkungan khusus. Pada

zaman dahulu, para penambang menggunakan burung kenari untuk

mendeteksi ada atau tidaknya gas

beracun pada pertambangan bawah

tanah. Burung kenari akan cepat

bereaksi dengan gas beracun yang

berada di sekitarnya dibanding dengan

jenis binatang lainnya.

4. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun mematikan yang

perlu diwaspadai di tambang bawah tanah. Indera manusia sulit

mendeteksi keberadaan gas ini karena sifatnya yang tak berbau dan tak

berasa. Karbon monoksida terbentuk dari pembakaran yang tidak

sempurna karena kurangnya kadar oksigen.

Di tambang bawah tanah, gas ini timbul akibat emisi pembuangan

alat-alat berbahan bakar BBM atau gas sisa hasil peledakan. Karbon

monoksida dalam jumlah besar akan dihasilkan ketika terjadi kebakaran

bawah tanah.

Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah

lebih mudah mengikat gas ini dibanding oksigen. Dalam satu literatur

disebutkan bahwa hemoglobin mengikat karbon monoksida 230 kali

lebih mudah daripada oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut

CO, maka suplai oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu
organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat

menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian.

Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam

berbagai konsentrasi:

 35 ppm (0.0035%) Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam

 100 ppm (0.01%) Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam

 200 ppm (0.02%) Pusing dalam rentang 2-3 jam

 400 ppm (0.04%) Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam

 1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.

 3,200 ppm (0.32%) Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian

dalam 30 menit.

 6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang

dari 20 menit.

 12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian

dalam 3 menit.

Untuk melindungi pekerja tambang bawah tanah dari resiko

keracunan gas ini, mereka dilengkapi dengan alat yang dinamakan Self-

Contained Self-Rescuer (SCSR). Saat diaktifkan, alat ini mampu

menyediakan oksigen selagi si pekerja mencari jalan keluar. Selama di

dalam tambang, SCSR tidak boleh terpisah dari pekerja. Biasanya alat ini

dicantelkan di pinggang, bersebelahan dengan batere lampu kepala.

Selain SCSR, perusahaan juga diwajibkan menyediakan refuge

chamber (ruang pengungsian). Refuge chamber berbentuk mirip

kontainer yang dapat menampung belasan hingga beberapa puluh

orang. Alat ini mempunyai sistem pensuplai oksigen plus cadangan

makanan dan P3K, bahkan toilet. Pekerja yang terjebak dapat berlindung

disana hingga tim penolong datang.


Pengukuran kadar karbon monoksida juga diperlukan setelah

peledakan. Pengukuran dilakukan untuk memastikan pekerjaan

selanjutnya dapat dilakukan dengan aman tanpa ancaman keracunan.

Alat yang digunakan untuk mendeteksi gas CO adalah array


sensor TGS 2442 (kiri) dan TGS 2600 (kanan) serta multi detektor BX

615. Multi detektor BX-615 mampu mendeteksi gas CO denga

jangkauan 0-1000 ppm dan

memiliki resolusi 1 ppm, serta

memiliki akurasi hingga ±5% dan

memiliki response time 40 detik

Pada zaman dahulu, para

penambang menggunakan

burung kenari untuk mendeteksi


Multi Gas Detektor BX615 ada atau tidaknya gas beracun

pada pertambangan bawah tanah. Burung

kenari akan cepat bereaksi dengan gas

beracun yang berada di sekitarnya

dibanding dengan jenis binatang lainnya.


5. Sulfur Dioksida (SO2)
Gas sulfur dioksida (SO2) atau disebut juga gas belerang terbentuk

dari proses peledakanatau pembakaran bahan-bahan yang

mengandung sulfur (sulfida). Gas SO2 sangat beracun, tidak berwarna,

berbau belerang. Jika terhirup dalam

jumlah yang cukup banyak, dapat

menimbulkan sesak nafas dan pusing-

pusing atau mual. Alat yang digunakan

untuk mendeteksi gas ini adalah sensor

gas MQ 135. Pada zaman dahulu, para penambang menggunakan

burung kenari untuk mendeteksi ada atau tidaknya gas beracun pada

pertambangan bawah tanah. Burung

kenari akan cepat bereaksi dengan

gas beracun yang berada di

sekitarnya dibanding dengan jenis

binatang lainnya.

6. Nitrogen Oksida NOX

Gas nitrogen oksida sebenarnya merupakan gas yang ‘inert’,

namun pada keadaan tekanan tertentu dapat teroksidasi dan dapat

menghasilkan gas yang sangat beracun. Terbentuknya dalam tambang

bawah tanah sebagai hasil peledakan dan gas buang dari motor bakar.

NO2 merupakan gas yang lebih sering terdapat dalam tambang dan

merupakan gas racun. Harga ambang batas ditetapkan 5 ppm, baik


untuk waktu terdedah singkat maupun

untuk waktu 8 jam kerja. Oksida notrogen

yang merupakan gas racun ini akan

bersenyawa dengan kandungan air dalam

array sensor TGS 2201 udara membentuk asam nitrat, yang

dapat merusak paru-paru apabila terhirup

oleh manusia. Alat yang digunakan untuk mendeteksi gas ini adalah

array sensor TGS 2201. Pada zaman dahulu, para penambang

menggunakan burung kenari untuk mendeteksi ada atau tidaknya gas

beracun pada pertambangan bawah

tanah. Burung kenari akan cepat

bereaksi dengan gas beracun yang

berada di sekitarnya dibanding dengan

jenis binatang lainnya.


B. Bahan Galian Tambang Bawah Tanah yang
Menghasilkan/Mengandung Debu Silika
Kegiatan pertambangan bawah tanah merupakan salah satu

pekerjaan yang sangat membahayakan, selain bekerja dengan

kekhawatiran akan terjadi keruntuhan pada dinding tambang bawah

tanah, penyakit-penyakit yang berbahaya juga akan menghantui para

penambang, salah satunya adalah penyakit silikosis. Penyakit silikosis

dihasilkan dari bahan galian tambang bawah tanah yang menghasilkan

debu silika sehingga debu tersebut masuk kedalam paru-paru. Bahan

galian tambang bawah tanah yang mengandung atau menghasilkan

debu silika antara lain adalah batubara dan timah putih serta pada

penampang bijih besi.

Silicosis merupakan penyakit yang ditandai dengan napas


pendek, demam, dan cyanosis (kulit yang berwarna kebiruan). Silicosis

terjadi karena partikel silika yang terhirup tidak dapat dikeluarkan lagi

dari paru-paru. Adanya benda asing membuat jaringan paru-paru

membengkak. Silika dan unsur ikutan lain juga menjadi senyawa racun

yang kemudian merusak jaringan paru-paru.

Debu batubara merupakan material batubara yang berbentuk

bubuk (powder), yang berasal dari hancuran batubara ketika terjadi

pemrosesan (breaking, blending, transporting, and weathering). Debu

batubara dapat meledak apabila debu itu terambang di udara sekitar

dan dipicu dengan kegiatan yang menghasilkan api. Debu batubara

merupakan salah satu partikel padat yang terbentuk karena proses

pembakaran batu bara. Ketika proses pembakaran tersebut, kandungan

silika yang terdapat pada batu bara akan ikut terlepas dan mengisi
udara sekitar. Batu bara merupakan salah satu bahan bakar fosil yang

terbentuk oleh batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari

endapan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan terbentuk

melalui proses pembatubaraan. Unsur utamanya terdiri dari karbon,

hidrogen dan oksigen. Silika yang terkandung dalam batu bara hanya

sebagian saja dan hanya beberapa batu bara saja yang mengandung

silika.

Anda mungkin juga menyukai