Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI
 Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6
minggu.
(Rukiyah, 2010 : 2)
 Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu.
(Mochtar, 2013 : 87)
 Puerperium ialah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan, yang lamanya 6 minggu.
(Wirakusumah, 2012 : 187)
 Masa pascapartum merupakan suatu masa antara pelahiran sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan sebelum masa hamil. Berbagai perubahan anatomi dan fisiologis yang
nyata terjadi selama masa pascapartum ini seiring dengan proses yang terjadi selama masa
kehamilan dikembalikan.
(Reeder, 2011 : 4)

II. TAHAPAN MASA NIFAS


Beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut :
1) Puerperium dini
Yaitu kepulihan di mana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan
aktivitas layaknya wanita normal lainnya.
2) Puerperium intermediate
Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3) Puerperium remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama
hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
(Dewi, 2013 : 4)

III. PERUBAHAN FISIOLOGIS PADA MASA NIFAS


1) Perubahan Sistem Reproduksi
 Perubahan Kelenjar Mammae
Pada hari kedua postpartum sejumlah kolostrum, cairan yang disekresi oleh payudara
selama 5 hari pertama setelah kelahiran bayi, dapat diperas dari putting susu.
Kolostrum mengandung banyak protein, mineral, sedikit gula dan lemak. Meskipun
demikian kolostrum mengandung globul lemak agak besar disebut korpuskel
kolostrum. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar 5 hari, dengan perubahan
bertahap menjadi susu matur. Antibodi ditemukan di dalam kolostrum.
 Uterus
Dalam masa nifas, uterus akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan uterus ini dalam keseluruhannya disebut involusi. Involusi
disebabkan oleh :
 Pengurangan estrogen plasenta
 Iskemia miometrium
 Otolisis miometrium
Tinggi fundus uteri dan berat uterus menurut masa involusi terlihat :
Waktu Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat – simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

 Afterpains
Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus
terlalu teregang. Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini
karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
 Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa
nifas. Biasanya berlangsung selama 2 minggu setelah bersalin, namun penelitian
terbaru mengindikasikan bahwa lochea menetap hingga 4 minggu dan dapat berhenti
hingga 56 hari setelah bersalin.
Perbedaan masing-masing lochea :
 Lochea rubra
Pada hari 1-2 pascapersalinan, berwarna merah mengandung darah dan sisa
selaput ketuban.
 Lochea sanguinolenta
Pada hari 3-7 pascapersalinan, berwarna merah kuning dan berisi darah lendir.
 Lochea serosa
Pada hari 7-14 pascapersalinan, berwarna kecoklatan mengandung lebih banyak
serum.
 Lochea alba
Pada 2-6 minggu pascapersalinan, berwarna putih kekuningan mengandung
leukosit.
 Lochea purulenta
Keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk.
 Lochiostatis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
 Perubahan di Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Setelah selesai kala III persalinan, serviks dan segmen bawah uterus menjadi struktur
yang tipis, kolaps, dan kendur. Mulut serviks mengecil perlahan-lahan. Selama
beberapa hari setelah persalinan, mulut serviks dapat dimasuki 2 jari, pada akhir
minggu pertama menjadi sempit sehingga sulit untuk memasukkan 1 jari. Setelah
minggu pertama, serviks mendapatkan kembali tonusnya pada saat saluran kembali
terbentuk dan tulang internal menutup.
 Perubahan pada Vulva, Vagina, dan Perineum
Selama proses persalinan, vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor.
Rugae timbul kembali pada minggu ke 3. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan
dalam proses pembentukan. Perubahan pada perineum pascamelahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat secara spontan dan atau
dilakukan episiotomi atas indikasi tertentu. Latihan otot perineum dapat
mengembalikan tonus otot.
 Perubahan di Peritoneum dan Dinding Abdomen
Ketika miometrium berkontraksi dan beretraksi setelah kelahiran, dan beberapa hari
sesudahnya, peritoneum yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi
lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih
kendor dari pada kondisi tidak hamil, dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk
kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan
tersebut.
2) Perubahan Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos.
Pascamelahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan pada sistem pencernaan, antara lain :
 Nafsu makan
Pemulihan nafsu makan diperlukan 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal.
 Motilitas
Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir.
 Pengosongan usus
Ibu sering mengalami konstipasi pascamelahirkan disebabkan tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum.
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan sebagai
respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema
leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang
pubis selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat perubahan ototlitik
di dalam uterus.
4) Perubahan Sistem Musculoskeletal / Diastasis Rectie Abdominis
Sistem muskuloskeletal pada ibu selama masa pemulihan atau postpartum termasuk
penyebab relaksasi dan kemudian hipermobilitas sendi serta perubahan pada pusat
gravitasi. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke 6 sampai ke 8 setelah
wanita melahirkan.
5) Perubahan Tanda-Tanda Vital
 Suhu Badan
Pascamelahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan
normal. Kurang lebih pada hari ke 4 postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini
diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun
kemungkinan infeksi.
 Nadi
Denyut nadi dan curah jantung tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir.
Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke 8
sampai 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
 Tekanan Darah
Tekanan darah normal adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80
mmHg. Pascamelahirkan, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan
darah menjadi lebih rendah pascamelahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan.
Sedangkan tekanan darah tinggi pada postpertum karena pre-eklampsia.
 Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada
ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal.
6) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume darah
kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin
kembali normal pada hari ke 5. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang
sangat besar, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi dari pada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada
ambulasi dini.
7) Perubahan Sistem Hematologi
Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan kehilangan volume plasma dari pada
sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktuplasma dari
pada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel darah pada waktu kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan haemoglobin pada hari ketiga sampai
tujuh hari setelah persalinan.
8) Perubahan Sistem Endokrin
Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu estrogen dan progesteron yang menurun.
Hormon-hormon Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu estrogen dan progesteron
yang menurun. Hormon-hormon pituitary mengakibatkan prolaktin meningkat. FSH
menurun, dan LH menurun. Produksi ASI mulai pada hari ke 3 postpartum yang
mempengaruhi hormon prolaktin, oksitosin, reflek let Down dan reflek sucking. Selama
proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-
hormon yang berperan pada proses tersebut : hormon plasenta, hormon pituitary,
hipotalamik pituitary ovarium, hormon oksitosin, hormon estrogen dan progesteron.
(Rukiyah, 2010 : 50)

IV. PERUBAHAN ADAPTASI PSIKOLOGIS PADA IBU MASA NIFAS


Adaptasi psikologis postpartum oleh Rubin dibagi dalam 3 periode, yaitu :
1) Periode Taking In
 Berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan
 Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik.
Ibu menjadi sangat bergantung pada orang lain, serta mengharapkan segala sesuatu
kebutuhan dapat dipenuhi orang lain. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan
perubahan tubuhnya. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika
melahirkan secara berulang-ulang. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu
dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, kurangnya nafsu
makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan.
2) Periode Taking Hold
 Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan.
 Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi. Ibu
menjadi sangat sensitif, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu
membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat. Saat ini merupakan saat
yang baik bagi ibu unuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya. Dengan begitu, ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada periode
ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil
atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk atau jalan,
serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya.
3) Periode Letting Go
 Berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu
kembali ke rumah.
 Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat bayi meningkat. Ada kalanya, ibu
mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby
blues.
(Mansur, 2014 : 135)

V. PERAWATAN DAN KEBUTUHAN PADA MASA NIFAS


1) Ambulasi Dini
Tujuan dari ambulasi dini untuk membantu menguatkan otot-otot perut, mengencangkan
otot dasar panggul sehingga mencegah atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh
tubuh.
2) Nutrisi dan Cairan
Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil
zat besi diminum selama 40 hari pascapersalinan, minum kapsul kapsul vitamin A
(200.000 unit).
3) Kebersihan Diri (Puerperium)
Hal-hal yang harus diperhatikan :
 Mengajarkan bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, dari
arah depan ke belakang.
 Mengganti pembalut minimal 2x/ hari.
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
 Jika ada luka episiotomi/ laserasi, hindari menyentuh luka.
4) Istirahat
Pada ibu nifas, istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan. Kurang
istirahat akan mempengaruhin jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
involusi tersebut, dan memperbanyk perdarahan
5) Seksual
Aman untuk melakukan hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu tidak
merasakan ketidaknyamanan. Waktu-waktu yang tepat untuk memulai misalnya setelah
40 hari/ 6 minggu setelah persalinan, tergantung pada pasangan yang bersangkutan.
6) Latihan/ Senam Nifas
Untuk mengembalikan otot-otot perut dan anggul kembali normal.
(Rukiyah, 2010 : 76)
7) Keluarga Berencana (KB)
Pada masa pascapersalinan adalah waktu yang paling baik untuk menawarkan
kontrasepsi. Pil kombinasi dapat mempengaruhi sekresi air susu. Biasanya ditawarkan
IUD, kontrasepsi suntik, susuk, atau sterilisasi.
8) Suhu
Harus selalu diawasi, terutama dalam 6 minggu pertama karena kenaikan suhu adalah
tanda pertama infeksi.
(Wirakusumah, 2012 : 194)
9) Perawatan Payudara
Perawatan harus dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu lemas, tidak keras, dan
kering sebagai persiapan untuk menyusu. Apabila bayi meninggal, laktasi harus
dihentikan dengan cara pembalutan sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk
supresi LH.
10) Pemeriksaan Pascapersalinan
Pemeriksaan dilakukan pada 6 minggu setelah pesalinan apabila ibu dalam keadaan
normal. Pemeriksaan tersebut seperti pemeriksaan secara umum, keadaan umum,
payudara, dinding perut, perineum, kandung kemih, rektum, sekret yang keluar, keadaan
alat-alat kandungan.
11) Miksi
Hendaknya buang air kecil (BAK) dilakukan secepatnya. Wanita terkadang mengalami
kesulitan berkemih karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spsme akibat
iritasi selama persalinan. Juga karena edema kandung kemih yang terjadi selama
persalinan. Apabila kandung kemih penuh dan sulit berkemih, sebaiknya dilakukan
katerisasi.
12) Defekasi
Buang air besar (BAB) harus dilakukan 3-4 hari paascapersalinan. Apabila masih sulit,
dan terjadi obstipasi apalagi keras, dapat diberikan obat laksatif per oral/ per rektal. Jika
belum bisa, dilakukan klisma.
(Mochtar, 2011 : 88)

VI. KUNJUNGAN PADA MASA NIFAS


Untuk memulai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk mencegah, mendeteksi, dan
menangani masalah yang terjadi antara lain sebagai berikut kunjungan yang dilakukan:
1) 6-8 jam setelah persalinan
 Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
 Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.
 Memberikan konseling pada ibu/ anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan
masa nifas.
 Pemberian ASI awal.
 Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
 Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
2) 6 hari setelah persalinan
 Memastikan involusi uterus berjalan normal.
 Menilai adanya tanda demam, infeksi, dan perdarahan abnormal.
 Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan istirahat.
 Memastikan ibu menyusu dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda penyulit.
 Memberikan konseling pada ibu mengenai asupan bayi baru lahir.
3) 2 minggu setelah persalinan
Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba bagian rahim.
4) 6 minggu setelah persalinan
 Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ibu/ bayi alami.
 Memberikan konseling untuk KB secara dini. (Dewi, 2013 : 4)
LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI
 Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada dinding
abdomen dan uterus.
(Oxorn, 2010 : 634)
 Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, di mana janin dilahirkan melalui insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat
janin di atas 500 gram.
(Wiknjosastro, 2011 : 133)
 Sectio caesarea adalah persalinan janin melalui insisi di dinding abdomen (laparotomi)
dan dinding uterus (histerektomi).
(Gant, 2011 : 466)

II. INDIKASI
 Bagi ibu :
1) Panggul sempit absolut
2) Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi
3) Stenosis serviks/ vagina
4) Plasenta previa
5) Disproporsi sefalopelvik
6) Ruptura uteri membakat
 Bagi janin :
1) Kelainan letak
2) Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada :
1) Janin mati
2) Syok, anemia berat, sebelum diatasi
3) Kelainan kongenital berat (monster)
(Wiknjosastro, 2011 : 133)

III. TIPE-TIPE SECTIO CAESAREA


1) Segmen Bawah : Insisi Melintang
Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesicouterina peritoneum (bladder
flap) yang terletak dekat sambungan segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat
melintang, lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung kemih
didorong ke bawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan pandangan.
2) Segmen Bawah : Insisi Membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi melintang.
Insisi membujur dibuat dengan skalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindarkan cedera pada bayi. Insisi membujur mempunyai keuntungan, yaitu kalau
perlu luka insisi bisa diperlebar ke atas. Salah satu kerugiannya adalah perdarahan dari
tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot.
3) Sectio Caesarea Klasik
Insisi longitudinal di garis tengah dibuat dengan skalpel ke dalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan ke atas serta ke bawah dengan gunting berujung tumpul. Diperlukan luka
insisi yang lebar karen abayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta plasenta
dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan 3 lapis. Indikasi untuk prosedur teknik atas
adalah kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmen bawah.
4) Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan extraperitoneal dikerjakan untuk menghindari perlunya histerektomi pada
kasus-kasus yang mengalami infeksi luas dengan mencegah peritonitis generalisata yang
sering bersifat fatal. Ada beberapa metode sectio caesarea extraperitoneal, seperti metode
Wates, Latzko, dan Norton.
5) Histerektomi Caesarea
Pembedahan ini merupakan sectio caesarea dilanjutkan pengeluaran uterus. Kalau
histerektomi harus dikerjakan lengkap (histerektomi total). Akan tetapi, maka
pembedahan subtotal menjadi prosedur pilihan kalau terdapat perdarahan hebat dan
pasiennya shock atau kalau pasien dalam keadaan jelek akibat sebab lain. Pada kasus
semacam ini, pembedahan adalah menyelesaikannya secepat mungkin.
(Oxorn, 2010 : 640)

IV. FAKTOR PENDUKUNG SECTIO CAESAREA


1) Kemampuan teknik operasi
2) Anestesia
3) Antibiotik bervariasi
4) Transfusi darah
5) Perawatan pascaoperasi lebih tinggi
Ternyata SC dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
(Manuaba, 2010 : 510)
V. UPAYA MENURUNKAN TINDAKAN SECTIO CAESAREA
1) Memberikan kesempatan pasien SC sebelumnya mengalami persalinan pervaginam.
2) Evaluasi periodik indikasi.
3) Mempertajam indikasi sectio caesarea untuk meningkatkan tanggung jawab moral
profesional.
4) Meningkatkan honor persalinan pervaginam.
(Manuaba, 2010 : 510)

VI. MANAJEMEN PERIPATUM


1) Perawatan Praoperasi
Peempuan yang dijadwalkan menjalani kembali sectio caesarea biasanya dimasukkan ke
rumah sakit sehari sebelum operasi dan dievaluasi oleh ahli obstetri yang akan melakukan
anestesi. Hematokrit diperiksa ulang. Jika uji Coombs indirek positif, harus disiapkan
1000 ml darah lengkap yang cocok atau ekuivalennya dalam fraksi-fraksi darah. Dapat
diberikan suatu sedativa, misalnya sekorbabitol 100 mg pada amalam hari sebelum
operasi. Asupan oral dihentikan paling tidak 8 jam sebelum operasi.
2) Cairan Intravena
Kebutuhan cairan intravena, termasuk darah selama dan setelah SC, dapat sangat
bervariasi. Perempuan berukuran tubuh rata-rata dengan hematokrit 33% atau lebih dan
ekspansi volume darah dan volume cairan ekstrasel yang normal biasanya dapat
menoleransi kehilangan darah sampai 1500 ml tanpa kesulitan. Cairan yang diberikan
secara IV terdiri dari RL/ larutan sejenis dan dekstrosa 5% dalam air. Biasanya diberikan
selama dan segera setelah operasi.
3) Ruang Pemulihan
Di ruang pemulihan, jumlah perdarahan dari vagina harus dipantau dengan ketat, dan
fundus harus diperiksa dengan palpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi
kuat. Setelah pasien sadar penuh, perdarahan minimal, tekanan darah memuaskan, dan
aliran urine paling tidak 30 ml per jam, pasien dapat dipulangkan ke kamarnya.
4) Perawatan Selanjutnya
a. Analgesia
Untuk perempuan dengan ukuran tubuh rata-rata, diberikan meperidin, 75 mg, atau
morfin, 10 mg secara IM sampai sesering mungkin tiap 3 jam untuk menghilangkan
rasa tidak nyaman.
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah, nadi, jumlah urine dan status fundus uterus diperiksa paling tidak
setiap jam selama 4 jam. Suhu diperiksa setiap jam.
c. Terapi Cairan dan Makanan
Tidak diperlukan pemberian cairan IV dalam jumlah besar selama dan setelah
pembedahan untuk menggantikan cairan ekstrasel yang mengalami sekuestrasi.
d. Kandung Kemih dan Usus
Kateter umumnya dapat dilepas dari kandung kemih 12 jam setelah operasi. Bising
usus biasanya tidak terdengar pada hari pertama pembedahan, samar-samar pada hari
kedua, dan aktif pada hari ketiga.
e. Ambulasi
Pasien harus turun sebentar dari tempat tidur setelah pembedahan dengan bantuan
paling tidak 2x. Dengan ambulasi dini, trombosis vena dan embolisme paru berkurang.
f. Perawatan Luka
Insisi diperiksa setiap hari. Jahitan kulit biasanya diangkat pada hari ke 4 setelah
pembedahan. Pada hari ke 3 pascapersalinan, mandi pancuran tidak berbahaya bagi
jahitan.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit secara rutin diukur pada pagi hari setelah pembedahan. Hematokrit
diperiksa lebih dini jika terjadi pengeluaran darah berlebihan/ terjadi oliguria/ tanda-
tanda lain yang mengisyaratkan hipovolemia.
h. Perawatan Payudara
Menyusui dapat dimulai sehari setelah pembedahan.
5) Pemulangan dari Rumah Sakit (RS)
Ibu dapat dipulangkan pada hari ke 4 atau ke 5 pascapersalinan, kecuali jika terjadi
penyulit selama masa nifas. Aktivitas ibu selama minggu berikutnya harus dibatasi pada
perawatan diri dan bayinya dengan bantuan. Evaluasi pascapersalinan pertama sebaiknya
dilakukan 3 minggu setelah persalinan.
(Gant, 2011 : 468)

Anda mungkin juga menyukai