Anda di halaman 1dari 3

Dinamika sosial memang terkadang membawa hal positif dan negatif yang akan masuk dalam lingkungan

sosial budayamasyarakat, meliputi sosial, politik , budaya bahkan agama, itulah tatanan kehidupan
manusia di dunia, tak pernah terlepas dari aspek sosial tersebut. Perubahan sosial yang terjadi, kadang
dapat mengakibatkan disintegrasi dalam kehidupan masyarakat. Banyak sekali cara masyarakat
menunjukkan pola perilaku yang mencerminkan persepsinya terhadap perubahan sosial. Dampak dari
perubahan sosial atau dinamika sosial itu sendiri tak jarang mendatangkan konflik sosial dalam
kehidupan masyarakat, dan dari konflik tersebut, sering pula terbentuk kelompok sosial yang mempunyai
pendapat berbeda – beda dalam menyikapi perubahan sosial itu sendiri, antarakelompok yang pro dan
kelompok yang kontra terhadap perubahan sosial tersebut.

Dewasa ini, kita cukup banyak menemui konflik – konflik sosial yang terjadi di lingkungan kita. Konflik –
konflik tersebut adalah bentuk apresiasi manusia terhadap perubahan sosial. Belakangan ini, negara kita
Indonesia kerap kali terjadi aksi anarkis dari sekelompok orang – orang tertentu yang berusaha merusak
ketentraman masyarakat Indonesia. Seperti yang sering kita dengar dan lihat di media masa, bahwa saat
ini banyak sekali terjadi peledakan bom di tempat – tempat umum yang merupakan fasilitas publik
bahkan di tempat – tempat ibadah yang sering mengundang rasa resah bagi masyarakat sekitar.
Tindakan – tindakan anarkis yang menebarkan ketakutan lewat teror bom tersebut sudah pasti dilakukan
oleh oknum – oknum tertentu yang punya tujuan tertentu dalam melancarkan aksinya. Tindakan
berbahaya yang terkesan sukar dilakukan tersebut sudah pasti terorganisir lebih dahulu.

Rangakaian kejadian teror bom yang melanda tanah air Indonesia yang beruntun tersebut banyak
menimbulkan persepsi di lingkungan kita. Diantaranya ada yang berpendapat bahwa teror bom yang
ditebarkan adalah bentuk aksi yang dimunculkan dalam masyarakat dalam rangka mengalihkan
perhatian masyarakat Indonesia dari situasi politik yang sedang runyam saat ini. Namun, mayoritas orang
berpendapat bahwa aksi bom yang telah terjadi tersebut adalah karena isu – isu agama yang sudah lama
terdengar selentingannya di masyarakat. Hal tersebut terjadi karena sering kali terjadi pengeboman yang
berlokasi di tempat – tempat ibadah. Contohnya adalah, aksi teror bom yang baru – baru ini terjadi di
Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Solo. Aksi tersebut menimbulkan persepsi bagi masyarakat umum
bahwa pelaku pengeboman tersebut dilakukan oleh umat Islam Radikal yang bertujuan menghancurkan
ketentraman agama lain. Aksi tersebut mengakibatkan banyak orang – orang berpendapat bahwa Islam
adalah agama yang bertindak keras terhadap perbedaan yang terjadi dalam hal kepercayaan. Hal ini
mengakibatkan nama Islam tercoreng dan seringkali dianggap sebagai agama teroris, apalagi memang
setelah kasus ini diselidiki lebih dalam, sindikat teroris yang berkeliaran saat ini adalah orang – orang
Islam yang menentang keras terhadap liberalisme, sekularisme, kapitalisme dan globalisasi yang
menurut aliran Islam radikal sangat bertentangan dengan ajaran Islam dan menganggap perubahan
tersebut sebagai ancaman bagi agama Islam. Dalam beberapa pandangan kelompok Islam Radikal,
perubahan yang saat ini terjadi merupakan hal yang dianggap bid’ah, tidak sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad. Hal ini merupakan salah satu alasan yang dijadikan tujuan golongan
Islam Radikal dalam melancarkan aksinya melakukan tindakan pengeboman. Tindakan yang telah
dilakukan oleh anggota Islam radikal tersebut cenderung memunculkan statement yang buruk terhadap
agama Islam itu sendiri, khususnya bagi orang Islam yang berpakaian serba tertutup yang diklaim
masyarakat sebagai ciri khas umat Islam yang mempunyai radikalisme terhadap globalisasi saat ini.
Banyak sekali muslimah yang memakai baju yang serba besar dan menutup muka atau bercadar
dianggap sebagai anggota teroris atau penganut Islam radikal, muslimah seperti ini sering sekali
dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat sekitar. Padahal, kalau ditelusuri lebih lanjut, mereka belum tentu
termasuk penganut faham jihad yang keras. Pandangan tersebut saat ini telah mengakar di lingkungan
masyarakat umum yang belum tahu menahu seluk beluknya. Sebenarnya, kaum muslim yang berpakaian
seperti itu sendiri adalah orang – orang muslim yang konsisten terhadap apa yang diajarkan Nabi
Muhammad, namun perlu diketahui bahwa Islam itu sendiri tidak mengekang umatnya untuk terus
apatis terhadap perubahan, namun mengajarkannya untuk terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada akidah Islam yang telah diajarkan.

Menrut Karl Marx, “agama adalah candu bagi rakyat”,menurutnya karena ajaran agamalah maka rakyat
menerima saja nasib buruk dan tidak tergerak untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki
keadaan.Pandangan ini ditentang oleh ahli sosiologi lain, yang menunjukkan bahwa dalam masyarakat
kaum agama merupakan kekuatan revolusioner yang memimpin gerakan sosial untuk mengubah
masyarakat. Dalam setiap agama pasti mendorong umatnya untuk terus berubah dan berkembang sesuai
dengan kaidah nilai – nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, khususnya kaidah nilai dan norma
beragama. Agama tidak pernah melarang umatnya untuk berubah dan bekembang, karena pada
hakekatnya agama menyadari bahwa manusia adalah pelaku kehidupan yang menciptakan banyak
budaya hasil dari berpikirnya. Manusia menciptakan budaya yang dianggapnya mempunyai nilai bagi
kehidupan. Agama itu sendiri juga adalah hasil dari faham kepercayaan yang dianut manusia dalam
rangka mencukupi kebutuhan spiritualnya, bahkan agama itu sendiri melahirkan budaya atau malah
sebaliknya, dan agama itu sendiri adalah hal yang mempunyai esensi nilai dan norma yang mulia.
Sebagaimana pendapat Kroeber dan Kluchon bahwa kebudayaan terdiri atas berbagai pola, tingkah laku,
pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol – simbol dari suatu
kelompok yang juga termasuk di dalamnya perwujudan benda – benda materi, pusat esensi kebudayaan
yang terdiri atas paham dan nilai – nilai.

Peristiwa pengeboman yang terjadi yang mengakibatkan persepsiburuk masyarakat terhadap Islam
radikal itu sendiri adalah bentuk dari hasil pemikiran manusia bahwa pengeboman yang telah terjadi
tersebut sudah melanggar nilai dan norma yang berlaku di Indonesia. Tindakan tersebut merupakan
perusakan nilai hubungan antar umat beragama , selain itu tindakan teror tersebut sama saja dengan
penyimpangan sosial yang melanggar nilai kehidupan bersama dalam keanekaragaman di dunia. Cara –
cara yang telah dilakukan oleh para teroris tersebut merupakan cara yang salah kaprah yang tak
berpedoman pada ajaran Islam yang mengajarkan kedamaian, bukan cara kekerasan.
Sikap antipati masyarakat terhadap Islam radikal adalah bentuk dari pola pikirnya terhadap apa yang
dilihat tampak oleh mata kasatnya. Hal inilah yang menjadi konflikbagi masyarakat dalam hidup antar
kelompok. Dalam teori konflik itu sendiri, Dahrendorf mengemukakan bahwa asumsi – asumsi utama
teori konflik adalah, 1. Setiap masyarakat tunduk pada proses perubahan, perubahan ada dimana –
mana 2. Disensus dan konflik terdapat diamana – mana 3. Setiap unsur masyarakatmemberikan
sumbangan pada disintegrasi dan perubahan masyarakat dan 4. Setiap masyarakat didasarkan pada
paksaan beberapa orang anggota terhadap anggota lain. Sikap antipati itu pulalah yang dijadikan
masyarakat sebagai bentuk sanksi terhadap pelaku tindak kejahatan atas penyimpangan nilai dan norma
yang berlaku. Untuk itu, kita sendiri hendaknya lebih teliti dan berhati – hati dalam menilai suatu
tindakan dan kejadian yang telah terjadi di lingkungan kita.

Anda mungkin juga menyukai