Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bidang pendidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu Negara,
oleh sebab itu perubahan dan peningkatan mutu pendidikan perlu mendapat perhatian
dari berbagai pihak. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan peningkatan
mutu pendidikan antara lain perbaikan perangkat pendidikan, pengadaan sarana dan
prasarana pendidikan, peningkatan kualitas guru, dan pembaharuan pendekatan
pembelajaran.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin berkembang pesat


mempunyai dampak yang sangat besar terhadap konsep dan metode proses belajar
mengajar karena kehidupan manusia yang makin berkembang pula. Dengan demikian
pendidikan berlangsung terus menerus seumur hidup.

Pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai


seperangkat fakta-fakta yang harus dihapal. Belajar akan lebih bermakna jika siswa
mengalami apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan
materi terbukti berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tetapi gagal
dalam membekali anak memecahkan persoalan jangka panjang.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke


dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai
dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi
individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu
yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama
dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan
perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar- benar
dapat mengubah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak
paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik.

Mengajar bukan semata menceritakan bahan pembelajaran kepada siswa. Juga


bukan merupakan konsekuensi otomatis penuangan ke dalam benak siswa. Belajar
memerlukan keterlibatan mental dan perbuatan siswa sendiri. Penjelasan dari guru

Pendekatan berbasis Kontekstual 1


semata tidak akan membuahkan hasil belajar yang optimal. Hasil belajar yang
optimal hanya akan diperoleh jika proses pembelajaran yang dilakukan banyak
melibatkan siswa untuk beraktifitas. Pembelajaran konvensional bukan tidak cocok
lagi digunakan, namun dalam pelaksanaannya sebaiknya lebih disempurnakan lagi
dengan pendekatan pembelajaran yang lain.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Latar Belakang Lahirnya Pendekatan Konstektual ?


2. Bagaimana Pengertian Pendekatan Konstektual ?
3. Apa Saja Komponen – Komponen Yang Ada Dalam Pendekatan Konstektual ?
4. Bagaimana Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Konstektual ?
5. Apa Sajakah Kekurangan Dan Kelebihan Pendekatan Konstektual ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Latar Belakang Lahirnya Pendekatan Konstektual ?
2. Mengetahui Pengertian Pendekatan Konstektual ?
3. Mengetahui Komponen – Komponen Yang Ada Dalam Pendekatan Konstektual ?
4. Mengetahui Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Konstektual ?
5. Mengetahui Kekurangan Dan Kelebihan Pendekatan Konstektual ?

Pendekatan berbasis Kontekstual 2


BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Lahirnya Pendekatan Konstektual


Ada dua teori yang melatarbelakangi lahirnya CTL, yaitu teori progresivisme
John Dewey dan teori kognitif. Menurut Nurhadi (2003:8) poKok-pokok pandangan
progesivisme antara lain:
1. siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat meng- konstruksi
sendiri pemahaman me- reka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
2. Anak harus bebas agar bisa ber- kembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui peng- alaman langsung untuk merangsang belajar.
4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat.
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.

Teori kognitif menegaskan bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila mereka
terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk menemukan
sendiri. Hasil belajar yang diperoleh oleh siswa dapat berupa apa yang mereka ketahui
dan apa yang yang dapat mereka lakukan. Berpijak pada kedua teori tersebut, pandangan
konstruktivisme berkembang. Melalui landasan pandangan konstruktivisme, CTL
dijadikan sebagai alternatif strategi belajar yang baru.

B. Pengertian Pendekatan Kontekstual (CTL)


Johnson (2002:25) merumuskan pengertian CTL sebagai berikut: ”The CTL system
is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material
they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives,
that is, with the context of their personal, social, and cultural circum- stances. To achieve
this aims, the system encompasses the following eight components: making meaningful
connections, doing significant work, self regulated leraning, collaborating, critical and
creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic
assessment.”
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003:5) menyatakan: “Pendekatan
kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

Pendekatan berbasis Kontekstual 3


siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh
komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya
(Authentic Assessment).” Jadi, pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang
mengaitkan antara materi pelajaran dengan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa dituntut menemukan dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru se-
suai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Dengan demikian, siswa akan lebih
memahami dan lebih memaknai pengetahuannya itu

C. Komponen-Komponen CTL
CTL terdiri atas tujuh komponen utama yaitu, konstruktivisme (Constructivism),
bertanya (Questioning), mene- mukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Mo- deling), refleksi (reflection) dan penilaian sebenarnya
(Authentic Assessment). Berikut jabaran masing-masing komponen.
1. Konstruktivisme.
Konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri (von
Glasersfeld dalam Betten- court, 1989). Komponen ini merupakan landasan berpikir
CTL yaitu bahwa pe- ngetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya di- perluas melalui kontek yang terbatas. Dalam pandangan ini, strategi
memperoleh lebih diutamakan diban- dingkan seberapa banyak siswa mem- peroleh
dan mengingat pengetahuan. Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa
harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain
dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Selain itu, siswa
harus mengkonstruksi pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
2. Bertanya
Bertanya adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk
menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan (Nurhadi, 2003:45). Pada semua
aktivitas belajar, bertanya dapat diterapkan: antara siswa dengan siswa, antara guru
dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain yang
didatangkan ke kelas dan sebagainya.

Pendekatan berbasis Kontekstual 4


3. Menemukan
Menemukan adalah salah satu cara dalam mendapatkan sesuatu. Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran menggunakan CTL. Guru harus
selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Ada beberapa
langkah yang harus dilakukan untuk kegiatan menemukan, yaitu: merumuskan
masalah, mengamati atau melakukan observasi, menganalisis dan menyajikan hasil
(berupa tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan karya lainnya) dan
mengkomunikasikan (pada pembaca, teman sekelas, guru atau yang lainnya).
4. Masyarakat belajar
Masyarakat belajar adalah kegiatan belajar yang terjadi melalui kerjasama
dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komuni- kasi
dua arah dan tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi tersebut. Prakteknya
dalam pembelajaran ter- wujud dalam bentuk kelompok kecil, kelompok besar,
mendatangkan ahli ke kelas, bekerja dengan kelas sederajat, bekerja kelompok dengan
kelas di atasnya, bekerja dengan masyarakat dan sebagainya.
5. Pemodelan
Model adalah contoh yang dapat ditiru. Dalam CTL, guru bukan satu- satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Model juga dapat
didatangkan dari luar.
6. Refleksi
Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang hal-hal yang telah dilakukan pada masa lalu. Dengan metoda ini,
siswa akan mampu berpikir ulang dan menganalisa ilmu pengetahuan yang baru
didapatnya.
7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)
Assessment adalah proses pe- ngumpulan berbagai data yang bisa memberikan
gambaran perkembangan siswa. Dengan cara ini, guru dapat me- mastikan bahwa
siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Jadi, inti dari penilaian yang
sebenarnya adalah “Apa- kah siswa telah belajar” bukan apa yang telah diketahui
siswa. Siswa tidak hanya dinilai kemampuannya dari ulangan saja, namun penilaian
dilakukan dengan ber- bagai cara, misalnya PR, kuis, karya siswa, presentasi atau
penampilan siswa, laporan dan lain-lain. Ott (1994:3) mengemukakan bahwa:
Alternative assessment techniques consists of observing students working in class,
asking questions, and listening to their answers. They involve student pre- sentations,

Pendekatan berbasis Kontekstual 5


extended projects, and performance tasks. The creation of portfolios and written
journals that show and describe student’s work are very useful techniques. Other less
frequently used but viable techniques are the use of interviews, conferences, and
student- constructed tests.

Menurut Newmann & Wehlage (1993) dalam Johnson (2002:166) keuntungan penilaian
autentik bagi siswa adalah :
 Fully reveal how well they under- stand academic material.
 Reveal and strengthen their command of SCANS competencies such as gathering
information, using resour- ces, handling technology, and thinking systematically.
 Connect learning with their own experience, their own world, and the larger
community.
 Sharpen higher order thinking skills as they analyze, synthesize, identify
problems, create solutions, and follow cause effect connections.
 Accept responsibility and make choices.
 Relate to others, collaborating on tasks.
 Learn to evaluate their own level of performance.

D. Langkah-Langkah Penerapan Pendekatan Konstektual

Setiap pendekatan, model, atau teknik pembelajaran memiliki prosedur pelaksanaan


yang terstruktur sesuai dengan karakteristiknya. Begitupun dengan pendekatan
kontekstual, berikut ini langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran yang dikemukakan oleh Trianto (2010: 111), yaitu:
1. Kembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bertanya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya (authentic assesment) dengan berbagai cara.

Pendekatan berbasis Kontekstual 6


Pendapat selaras dikemukakan oleh Mulyasa (2013: 111), bahwa terdapat lima
elemen yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pendekatan kontekstual, yakni:
a. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta
didik.
b. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagianbagiannya secara
khusus (dari umum ke khusus).
c. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: menyusun konsep
sementara
d. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain

Berdasarkan paparan pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-langkah


dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan pengonstruksian pengetahuan yang
dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan dikaitkan dengan konteks dunia nyata.
Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan bertanya. Adanya model sebagai alat bantu
penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa
dengan guru, maupun sesama siswa. Hasil dari proses ini dipresentasikan melalui diskusi
kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan pembelajaran yang telah dilakukan.

E. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Kontekstual


Kelebihan dan kelemahan selalu terdapat dalam setiap model, strategi, atau metode
pembelajaran. Namun, kelebihan dan kelemahan tersebut hendaknya menjadi referensi untuk
penekanan-penekanan terhadap hal yang positif dan meminimalisir kelemahan-kelemahannya
dalam pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2006: 111) kelebihan pendekatan kontekstual adalah sebagai berikut:
a. Menempatkan siswa sebagai subjek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
b. Dalam pembelajaran kontekstual siswa belajar dalam kelompok, kerjasama, diskusi, saling
menerima dan memberi.
c. Berkaitan secara riil dengan dunia nyata.
d. Kemampuan berdasarkan pengalaman.
e. Dalam pembelajaran kontekstual perilaku dibangun atas kesadaran sendiri.
f. Pengetahuan siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.
g. Pembelajaran dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan kebutuhan.

Pendekatan berbasis Kontekstual 7


h. Pembelajaran kontekstual dapat diukur melalui beberapa cara, misalnya evaluasi proses,
hasil karya siswa, penampilan, observasi, rekaman, wawancara, dll.
Selanjutnya, kelemahan pendekatan kontekstual menurut Komalasari (2010: 15), yaitu :
(a) jika guru tidak pandai mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa,
maka pembelajaran akan menjadi monoton,
(b) jika guru tidak membimbing dan memberikan perhatian yang ekstra, siswa sulit untuk
melakukan kegiatan inkuiri, dan membangun pengetahuannya sendiri.

Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa


pendekatan kontekstual merupakan pendekatan dengan konsep belajar mengajar yang
mengaitkan antara materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia nyata siswa, dan
mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan nyata.
Komponen dalam kontekstual meliputi proses konstruktivis, melakukan proses berpikir
secara sistematis melalui inkuiri, kegiatan bertanya antara siswa dengan guru maupun sesama
siswa, membentuk kerjasama antarsiswa melalui diskusi, adanya peran model untuk
membantu proses pembelajaran, melibatkan siswa dalam melakukan refleksi pembelajaran,
serta penilaian sebenarnya yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai
diperoleh hasil belajar.
Adapun langkah-langkah dalam penerapan pendekatan kontekstual, diawali dengan
pengonstruksian pengetahuan yang dimiliki siswa dengan materi yang akan dipelajari, dan
dikaitkan dengan konteks dunia nyata. Mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan
bertanya. Adanya model sebagai alat bantu penyampaian materi. Dilanjutkan dengan proses
inkuiri melalui kegiatan diskusi antara siswa dengan guru, maupun sesama siswa. Hasil dari
proses ini dipresentasikan melalui diskusi kelas dan diakhiri dengan refleksi berdasarkan
pembelajaran yang telah dilakukan. Penilaian keseluruhan kegiatan pembelajaran dilakukan
menggunakan penilaian autentik.

Pendekatan berbasis Kontekstual 8


BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Ada dua teori yang melatarbelakangi lahirnya CTL, yaitu teori progresivisme
John Dewey dan teori kognitif. Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
hubungan antara pngetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,
yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri),
masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi (reflection)
dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment)

b. Saran

Pendekatan berbasis Kontekstual 9


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. JakartA

Arifin, M, dkk. 2005. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Universitas Negeri Malang. Malang.

Megawati. 2007. Pengaruh Pendekatan Kontekstual Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa
Kelas X SMAN 3 Makassar (Studi materi pokok bahasan larutan
Elektrolit dan Reaksi Reduksi Oksidasi). Skripsi. Jurusan Kimia
FMIPA UNM. Makassar.

Djamarah, S. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Pendekatan berbasis Kontekstual 10

Anda mungkin juga menyukai