Anda di halaman 1dari 30

I.

Defenisi1

Pada bagian atas dari kanalis ani terdapat bantalan dari jaringan submukosa yang
mengandung jaringan konektif yang terdapat vena dan otot polos. Umumnya hanya
terdapat tiga bantalan, yaitu bagian lateral kiri, anterior kanan, dan posterior kanan.
Susunan anatomi ini berfungsi sebagai pelindung sewaktu dinding anus sewaktu
kontinensia dan berkontribusi dalam penutupan anal. Hemoroid berarti istilah patologi
yang digunakan untuk mendeskripsikan turunnya Anal Cushion (bantalan anus), yang
menyebabkan vena yang dikandung didalamnya mengalami dilatasi.

II. Epidemiologi1,3

Jumlah penderita hemoroid di Amerika mencapai 4.4% dari total populasi. Pasien
yang menderita hemoroid lebih sering ditemukan pada ras kaukasian, dari golongan
sosioekonomi yang tinggi.

Berdasarkan jenis kelamin belum diketahui, walaupun laki-laki lebih umumnya lebih
sering datang berobat. Tapi perlu diketahui, kehamilan dapat menyebabkan perubahan
fisiologis yang menjadi predisposisi gejala hemoroid pada wanita.

Berdasarkan umur hemoroid eksterna lebih sering terjadi pada usia muda dan umur
pertengahan dibandingkan dengan usia lebih lanjut. Prevalensi hemoroid bertambah
seiring bertambahnya umur, dimana puncaknya pada umur 45-65 tahun.

III. Etiologi1,4

Penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi menjadi 2, yaitu: Hemoroid akibat


obstruksi organik pada aliran vena hemoroidalis superior. Contohnya: sirosis hepatis,
trombosis vena porta, tumor intra abdomen (tumor ovarium, tumor rectum). Hemoroid
idiopatik tanpa obstruksi organik aliran vena. Faktor-faktor yang mungkin berperan
adalah keturunan/ herediter (dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding
pembuluh darah dan bukan hemoroidnya), anatomi (vena di daerah mesenterium tidak
mempunyai katup sehingga darah mudah kembali, menyebabkan meningkatnya tekanan
di pleksus hemoroidalis), pekerjaan (orang yang pekerjaannya banyak berdiri karena gaya
gravitasi akan mempengaruhi timbulnya hemoroid, misalnya polisi lalu lintas, ahli bedah,
tekanan intra abdomen yang meningkat secara kronis (misal: mengedan, batuk kronis).
Pada seorang wanita hamil terdapat 3 faktor yang mempengaruhi timbulnya hemoroid,
yaitu: adanya tumor intraabdomen, kelemahan pembuluh darah sewaktu hamil akibat
pengaruh perubahan hormonal, mengedan waktu partus.

IV. ANATOMI ANUS dan REKTUM2

IV.1 ANUS

Anus adalah outlet dari saluran gastrointestinal. Dia dapat melebar sesuai dengan
ukuran dan bentuk dari isi kotoran, dan biasanya diameter akan bervariasi 1,2-3,5 cm
setiap kali defekasi. Struktur anus dikelilingi oleh otot subkutaneus dari sphincter
externa. Serat otot ini bergabung dengan otot longitudinal, bagian fibroelastisnya
memanjang dan menembus hingga bagian subpekten bersama kelenjar, kelenjar limfe
dan kaplier. Struktur ini berperan dalam proses supuratif pada anorektal.
Ini adalah zona anastomose dari pleksus hemorrhoid superior dan inferior. Anastomosis
dari pembuluh darah pekten mengalir bebas ke salah satu sistem portal atau kava.
Perubahan dari innervasi dan drainase limfatik juga terjadi pada zona ini. Pekten
menandai area penyempitan terbesar pada area ini.

Gambar 1. Gambaran umum


struktur anorektal (dikutip dari
kepustakaan 2)
IV.1.1 Anorektal line
Anorektal line (dentate, pectinate,
valvular, papillary dll) menandai
bagian atas dari pekten, bagian ini
berhubungan dengan kolumna dari Morgagni. Ujung-ujung dari papilla ini menonjol
keatas disebut sebagai papilla anal.

Gambar 2.
Gambaran struktur anorektal line (Dikutip dari kepustakaan 2)

IV.1.2 Katup Anus (Anal Valve)


Merupakan lipatan mukosa yang menghubungkan kolum anus yang bersebelahan
dari bagian dinding yang bebas dari kripte. Secara histologis, katup akan menebal
atau cornfined epidermis yang selanjutnya akan berhubungan dengan epitel kolumner
rektum yang terproyeksi pada bagian distal antara celah anus hingga titik ujung dari
kripte.

IV.1.3 Fasia
Bagian anterior dari kanalis anus pada pria berhubungan dengan bagian perineal
dan akumulasi fasia pada bagian ini. Dari atas hingga ke bawah, meliputi lapisan
fasia superficial, profunda, fasia Colle, pada perlekatannya dengan margin superior
dari ligamentum triangularis. Dimana terdapat penyatuan dari muskulus perineal
transversus supervicial dengan bagian bulbus dari urethra, lapisan superficial dan
profunda dari ligamentum triangularis, dan muskulus retrourethralis yang kemudian
semuanya akan membentuk dasar dari ruang prerektum.
Pada wanita kanalis ani terletak pada posterior yang berhubungan dengan
muskulus sfingter vaginae (bulbocavernosis) dan bagian margin posterior dari
ligamentum triangularis, muskulus rektovaginal, yang kemudian membentuk dasar
dari spatium rektovaginal atau spatium prerektal. Bagian lateral,kanalis ani, dilapisi
oleh fasia yang masuk ke dalam yang kemudian berikatan dengan matriks
fibroseluler fossa ischirektal. Pada bagian posterior kanalis ani, berhubungan dengan
anocoxygeal.

IV.2 Rektum
Rektum dapat digambarkan memanjang dari level setinggi vertebra sakrum ketiga
hingga linea anorektal. Vertebra sakrum ketiga berhubungan dengan ujung pada
mesenterium, ini menandai titik dimana terjadi perubahan suplai vaskuler, yang terletak
dimana tinea dari sigmoid menyebar untuk memperkuat lapisan otot longitudinal. Ini
berkaitan dengan tempat menyempitnya rektum dan kemudian bergabung dengan
sigmoid. Ini ditandai dengan perubahan warna. Rektum dapat dibagi menjadi dua
bagian yakni bagian sfingter dan bagian ampulari. Bagian sfingter ini berhubungan
dengan anulus hemorroidalis, dikelilingi oleh levator ani dan fasia collar dari fasia
supra anal. Bagian ampulari memanjang mulai vertebra sakral ketiga hingga diafragma
dari pelvis pada bagian insersi dari levator ani.

Gambar 3.
Struktur Kolumna Morgagni (Dikutip
dari kepustakaan 2)

IV.2.1 Kolumna Morgagni


Struktur lipatan longitudinal
yang tersusun atas mukosa
dari bulbus analis dari rektum primitif dan bertahan sebagai kolumna morgagni.
Bagian ini mengakomodir kontraksi dan dilatasi dari lubang anus dan bagian sfingter
dari rektum. Secara histologis dibentuk oleh mukosa muskularis yang padat dan kaya
akan jaringan limfatik,vaskularisasi, dan innervasi.

IV.2.2 Lapisan dari rektum


Rektum tersusun dari 4 lapisan yaitu:
a. Lapisan mukosa : mukosa dari rektum lebih gelap dan lebih tebal dan
vaskularisasinya lebih banyak dibandingkan lapisan mukosa dari gastrointestinal
yang lainnya. Lebih elastis dan memiliki kelenjar mucin (Lieberkuhn). Epitel dari
mukosa rektum ditutupi oleh lapisan sel kolumnair bertingkat. Mukosa juga
banyak berisi folikel limfe yang terletak diantara glandula Liberkuhn.
b. Lapisan Submukosa : pada regio ini lapisan yang mendasarinya adalah kolumna
Morgagni, bulbus terminalis dari arteri hemorrhoid superior dan cabang dari vena-
vena yang disokong oleh jaringan elastis dan konektif, yang kemudian
membentuk pleksus hemoroid internal atau superior. Susunan ini memungkinkan
mobilitas yang cukup luas dari area ini, dan pada waktu yang sama merupakan
predisposisi untuk dilatasi arteriovenosus dan redundansi.
c. Lapisan Muskuler : rektum sama halnya dengan kolon yang mengandung lapisan
otot longitudinal dan otot sirkuler. Pada ekstremitas yang lebih bawah, sekitar 3-4
cm dari margin anus, muskulus internal menjadi lebih tebal dan berakhir sebagai
sfingter ani interna, dimana struktur ini melingkari bagian dalam dari sfingter
externa. Tunika longitudinal bagian luar dari rektum dibentuk oleh ekspansi dari
tinea kolon pada ujung kolon sigmoid. Ekspansi dari tinea ini membentuk
pembungkus fibromuskular yang difusa, dan berlanjut ke bawah ke rektum.
Bagian ini menjadi lebih muskuler pada anorektal dan menyatu dengan
retrococcygeus, retrouretrhalis, dan rektovaginalis. Pada levator-rektal junction,
otot longitudinal menyatu dan memperkuat ekstensi fibroelastik dari levator yang
kemudian membentuk perhubungan otot longitudinal.
d. Lapisan serosa : pembungkus peritoneal mengandung pembungkus ini yang
berlanjut dari sigmoid. Bagian ini direfleksikan pada permukaan anterior dari
rektum dan dalam interval antara vesica urinaria dan uterus, memberntuk kantung
rektovesikal atau uteri. Pada bagian lateral lipatan peritoneal direfleksikan
diagonal keatas dan ke bawah untuk membentuk fossa pararektal dan
meninggalkan mesorektum dan sigmoid. Pada bagian anterior membentuk fossa
paravesikular.

Gambar 4.
Lapisan-lapisan dari rektum (Dikutip dari
kepustakaan2)

IV.2.3 Sfingter externa


Sfingter externa terbentuk atas
tiga lapis otot yaitu:
a. Otot subkutaneous: terletak
tepat dibawah transisi
antara kulit anus. Sebagian besar
otot berbentuk anuler yang letaknya sebidang longitudinal dengan sfingter interna.
Struktur ini membentuk dinding dasar dari lubang anus. Bagian anteriornya
berhubungan dengan bulbokavernosis dan retraktor skrotum. Pada wanita bagian
depannya berlanjut menjadi sfingter vagina.
b. Otot superficialis : otot ini mencakup saluran anus pada tingkat sfingter internal.
Bagian ini merupakan bagian yang terkuat, terpanjang, dan terbesar. Originnya
berasal dari sisi koksigeus dan membentuk komponen otot pada anokoksigeal,
potongannya divergen mengelilingi lubang anus. Pada pria, bagian anteriornya otot
ini berkumpul dan menginsersi rafe tendineus sentralis. Pada wanita, otot ini
menyatu dengan sfingter vaginae. Bagian depannya juga melintang ke fasia shelf
dan melekat pada tuberositas ischium dan fasia yang berdekatan.
c. Otot profunda : bagian sfingter externa ini terletak tepat diatas sfingter externa.
Bentuk seratnya bersifat anuler. Terkadang otot ini menyilang ke bagian posterior
untuk mencapai ligamentum anokoksigeal. Bagian anterior otot ini membentuk
margin atas dari cincin otot anorektal.

IV.2.4 Sfingter interna


Bagian ujung dari pembungkus otot dari rektum umumnya menebal untuk
membentuk komponen yang disebut sfingter interna. Otot ini dikelilingi oleh bagian
dari sfingter externa dan membentuk semua lapisan otot pada dinding saluran anus.
Sfingter interna terpisah dari tepi atas subkutaneus oleh insersi dari otot
longitudinalis, dan membentuk septum intramuskuler dari linea intersfingterik.
Bagian atas dari sfingter interna adalah pekten, dilapisi oleh epitel skuamos dengan
jaringan aerolar yang mengandung banyak limfatik, kripte, vaskuler dan nervus.

IV.3 Vaskularisasi Anorektal


Secara umum ateri hemoroid inferior memperdarahi bagian lateral dan posterior
dari otot-otot dan kulit yang berdekatan dengan cabang superficial dan profunda.
Sementara cabang perineal yang terpisah, yang umumnya berasal dari cabang
pubendus yang independen, memvaskularisasi bagian anterior.
Arteri hemoroid inferior berasal dari pubenda, menyilang pada bagian
posterolateral fossa ischirektal, menututupi refleksio fasia pelvis.
Arteri hemoroid inferior umumnya terbagi dalam tiga cabang. Yang pertama
mengarah langsung ke posterior dan keatas untuk menyuplai bagian yang berdekatan
dari otot obturator internus, gluteus maximus, dan levator ani. Yang kedua mengarah
ke aspek posterior dari otot-otot anus. Kemudian bercabang menjadi tiga cabang
yang kecil, yang pertama menyuplai otot dan ligamentum anokoksigeal, yang kedua
menyuplai aspek dari otot anorektal dan sampai ke kanalis ani pada interval antara
subkutaneus dan hanya bagian lateral dari otot superfisialis hingga komisura
posterior. Yang ketiga dan cabang yang besar mengarah ke mediolateral dari sfingter
ani, yang akhirnya sampai ke otot subepiteliel dan beranastomose dengan cabang dari
hemoroidalis superior dan media.
Arteri sakralis media, menuju kebawah, menyuplai aspek medial dari sakrum
melalui fasia profunda hingga ligamentum koksigeal.

Gambar 5.
Vaskularisasi Anorektal (Dikutip
dari kepustakaan 2)

IV.4 Vaskularisasi Daerah Rectum


Vaskularisasi daerah
rektum secara signifikan disuplai
oleh konsepsi arteri hemoroid
interna. Arteri mesentrika, dibawah
pangkal sigmoid, berlanjut ke rektum sebagai hemoroid superior. Arteri hemoroid
berjalan di fasia subserous dari mesorektum. Mencapai dinding rektum setinggi
vertebra sakral kedua hingga ke submukosa.
Arteri hemoroid superior kemudian bercabang dua, menyuplai dinding rektum
bagian lateral dan kemudian bercabang di daerah atas rektum hingga menembus lapisan
muskulernya.
Cabang utama dari sisi kanan berlanjut kebawah dan menembus otot-otot rektal
sekitar 2 inci dibawah garis anorektal. Setelah mencapai submukosa, kemudian
bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Bagian anterior kemudian berlanjut
menjadi anulus hemoroidalis. Sementara bagian posteriornya setelah mencapai anulus
hemoroidalis dari kuadran posterior, kemudian bercabang dua. Salah satunya mencapai
aspek midlateral dan yang lainnya bagian midline posterior dari anulus hemoroidalis.
Cabang utama dari sisi kiri juga menembus dinding rektum dan mencapai mukosa,
kemudian bercabang menjadi dua cabang terminal. Cabang anterior mencapai anulus
hemoroidalis pada kuadran anterior kiri. Cabang posteriornya mencapai anulus
hemoroidalis pada kuadran posterior kiri.
Cabang-cabang dari vena mengikuti aliran dari arteri yang berdekatan. Pada rektum
terminalis, mereka bergabung membentuk anastomose kapiler arteriovenosus. Bersama-
sama dengan inokulasi dari pleksus inferior dan sedikit dari vena hemoroid media,
membentuk pleksus hemoroid interna atau superior.

IV.4.1 Suplai Vena pada Rektum


Meskipun vena mengikuti aliran dan percabangan dari arteri,mereka perlu
penjelasan tambahan, hal ini terkait dengan kejadian hemoroid dan hematoma
perianal atau eksternal. Pada daerah anus, vena hemoroid inferior menonjol dan
membentuk susunan fleksiform yang terbatas, yang biasa dikenal dengan pleksus
hemoroid eksternal. Cabang terminal dari pleksus ini, beranastomose dengan pekten
dari kanalis ani dengan pleksus vena hemoroid superior secara radikal.
Gambar 6.
Sistem Drainase dari Limfatik daerah Anorektal (Dikutip dari kepustakaan 2)

IV.5 Aliran Limfe


IV.5.1 Daerah Anorektal
Pada daerah ini terbagi menjadi tiga grup yaitu :
a. Grup perineal : bagian ini mengalirkan bagian superficial dan lapisan dalam dari
kulit perineal. Cabang aferennya mengikuti secara umum, perineoskrotal atau
lipatan labium, dan berakhir pada grup limfatik pada daerah inguinal.
b. Grup anorektal :
- Porsi anal : tiga pleksus dari kanalis ani dan bagian sfingter dari rektum,
mereka adalah bagian mukosa, submukosa, dan intermuskuler. Bagian
mukosa dan submukosa berlanjut dengan bagian rektum dan memanjang
melalui kanalis ani yang kemudian beranastomose dengan pleksus perineal.
Cabang submukosa sangat banyak pada daerah kolumna morgagni. Pleksus
intermuskuler terletak pada pembungkus otot sirkuler dan longitudinal,
kemudian meluas hingga ke fossa ishiorektal.
- Porsi rektal : pleksus ini bergabung dengan grup limfatik ekstrarektal. Sinus
limfe dari rektum dan pleksus submukosa mempunyai hubungan yang
penting dengan fasia superficial dari pelvis pada spatium supralevator dan
retrorektal. Saluran limfatik aferen dan eferen dari pleksus ini meluas hingga
grup extrarektal.
- Porsi extrarektal : zona ke bawah termasuk limfatik aferent, yang muncul di
dalam kanalis ani, ampula rekti, dan meluas hingga ke lateral dan ke bawah,
dapat melibatkan sfingter ani atau jaringan dari fossa ishiorektal. Mereka
menyebar sepanjang ramifikasi pembuluh darah hemoroid inferior, dan
kemudian sampai ke fasia obturator dan nodus hipogastrik. Zona lateral
mencakup seluruh ramifikasi dari fasia subserosa atau superficial diantara
dinding pelvis, levator dan peritoneum diatas.

V. Persarafan Anorektal
V.1 Persarafan Wilayah Atas Anorektal
Secara umum, pasokan saraf dibagi menjadi dua sistem; sistem somatik atau
serebrospinal.Memasok inervasi saraf ke otot rangka, dan saraf persarafan sensorik ke
sendi, kulit, dan kulit kepala, dan sistem otonom. Sistem otonom ini dibagi menjadi tiga
kelompok; kelompok meduler (kraniobulbar), torakolumbalis, dan kelompok
sakral.Gorsch mengatakan bahwa segment torakolumbal adalah simpatis, sementara
bagian meduler dan subgrup dari sakral adalah parasimpatis.

Dari pandangan praktisi, bagian simpatis menstimulasi otot polos,


vasokonstriksi pembuluh darah, kontraksi dari sfingter, dan menginhibisi
peristaltik. Pada vesica urinaria dan rektum dapat menyebabkan kontraksi
sfingter dan inhibisi dari otot detrusor.

Bagian meduler (kraniobulbar) dan bagian dari sakrum menyebabkan


sekremotor dari glandula, pergerakan otot-otot pada usus, menghambat kerja
jantung, pilorus, dan sfingter ileosekal. Sebagian besar melalui nervus vagus.
Serat aferen menyampaikan sensibilitas vesikel dari saluran pencernaan ke
nodosum ganglion dari vagus. Persarafan parasimpatis dari sakral menginervasi
serat otot dari kolon distal dan rektum, daerah rektosigmoid dan menginhibisi
sfingter interna anus. Persarafan simpatis mengikuti jalur persarafan
cerebrospinal. Pada pelvis, persarafan simpatis yang utama terdiri atas pleksus
hipigastrikus yang bercabang menjadi segmen superior, media, dan inferior.
Gambar 7.

Skematik persarafan daerah Anorektal (Dikutip dari kepustakaan 2)

Pleksus superior sering juga disebut sebagai saraf presakral. Pleksus


ini merupakan kelanjutan dari nervus intermesentrikum, ditambah dengan
cabang dari rantai simpatis dari lumbar. Memanjang dari bifurkasio aorta hingga
setinggi promontorium dari sakrum. Kemudian berlanjut hingga ke pelvis,
pleksus ini bercabang menjadi cabang hipogastrik/pleksus media (Yang
mengikuti arteri hipogastrika) kemudian berakhir di Pleksus sekunder (pleksus
inferior). Ini terletak dimana arteri hemoroid superior meninggalkan hipogastrik
pada aspek lateral dari spatium pelvirektal. Pleksus sekunder kemudian berlanjut
dan bergabung dengan rantai ganglion sepanjang sakrum dan koksigis, yang
kemudian membentuk ganglion impar. Serat yang berasal dari pleksus
mesentrika inferior berbaur dengan yang diatas.
Saraf parasimpatis (nervi erigentes) mencapai pelvis melalui nervus spinalis
sakrum dua, tiga, dan empat. Ujung aktual dari serat ini dapat ditentukan pada
dinding viseral, akan tampak ujung simpatis pada glandula dan parasimpatis
akan berujung pada ganglia kecil pada otot dari visera.

Inervasi dari kanalis ani dan otot-ototnya berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari serebrospinalis.

Inervasi serebrospinalis, sensoris dan motorik, berasal dari filamen kecil


spinal koksigis dan sakral (dua,tiga,dan empat). Persarafan ini akan mencapai
otot-otot,epitel, dan jaringan disekeliling kanalis ani melalui nervus hemoroidalis
inferior, nervus sfingter anterior, cabang perineal dari nervus sakralis ke empat
dan filament koksigeus.

Nervus hemoroidalis inferior adalah cabang dari pubendus, and mengikuti


distribusi dari cabang arteri. Menyuplai sfingter eksternal dan filamen terminal
pada kulit, atau berlanjut ke anorektal.

Nervus sfingter anterior berasal dari pubendus, berjalan transversal dan


menyuplai aspek anterolateral otot-otot anus dan jaringan disekitar anus.

Cabang perineal dari nervus sakrum ke empat menembus otot koksigeus dan
menginervasi kulit perianal.

Filamen spinal dari koksigeus menjalar kearah anterior dan posterior. Cabang
posterior sepanjang kulit dan dan bergabung dengan cabang dermal dari nervus
sakralis ke empat. Cabang filamen anterior menuju badan dari anokoksigeus dan
kulit.
Inervasi simpatis menuju bagian bawah dan kanalis ani, serta otot-ototnya
berasal dari tiga sumber utama :

1. Dari pleksus hipogastrik (nervus presakral) melalui pleksus hipogastrik


inferior, serat simpatis mengikuti cabang dari arteri hemoroidalis media yang
kemudian akan menginervasi daerah anorektal. Cabang visceral dari nervus
spinalis, juga mencapai pleksus hipogastrikus inferior dan superior, serta
mempunyai distribusi yang sama dengan nervus viserosakral

2. Serat simpatik dari pleksus mesentrika inferior juga didistribusikan dengan


ujung dari cabang arteri hemoroidalis superior mencapai anulus hemoroidalis
dari bagian bawah rektum, dan berlanjut melalui pekten untuk mencapai
kanalis ani dan kulit perianal.

3. Serat simpatik, yang juga dibawa oleh nervus hemoroidalis inferior, adalah
simpatis parietal yang muncul dari sakrum dan ganglion koksigeus. Saraf ini
menginervasi glandula dan pembuluh darah dari kulit yang mengelilingi
kanalis ani.

Distribusi terminal dari simpatis untuk rektum terdiri atas dua pleksus
Auerbach dan Meissner. Cabang pleksus dari Auerbach (pleksus intermuskuler)
berjalan diantara otot sirkuler dan berlanjut pada otot longitudinal untuk
mencapai kulit perianal (simpatis).

Pleksus Meissner (pleksus Submukosa) berjalan melalui dan menginervasi


apparatus dari mukosa. Kemudian bercabang pada lapisan submukosa dari
rektum dan berkumpul disekitar glandula. Kemudian berjalan kebawah untuk
mencapai kelenjar keringat, sebasea, dan glandula apokrin dari kulit perianal
(parasimpatis)

V. Klasifikasi5

Hemoroid diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu: hemoroid interna dan hemoroid


eksterna. Hemoroid interna terletak di sebelah atas linea dentata, pada bagian yang
dilapisi oleh epitel sel kolumner. Secara klinis hemoroid interna dibagi atas 4 derajat:

1. Hemoroid interna derajat I: Ini merupakan hemoroid stadium awal. Hemoroid hanya
berupa benjolan kecil di dalam kanalis anal pada saat vena-vena mengalami distensi
ketika defekasi.
2. Hemoroid interna derajat II: Hemoroid berupa benjolan yang lebih besar, yang tidak
hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun kearah lubang anus. Benjolan
ini muncul keluar ketika penderita mengejan, tapi secara spontan masuk kembali
kedalam kanalis anal bila proses defekasi telah selesai.
3. Hemoroid interna derajat III: Benjolan hemoroid tidak dapat masuk kembali secara
spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah dikembalikan dengan tangan ke dalam
anus.
4. Hemoroid interna derajat IV: Hemoroid yang telah berlangsung sangat lama dengan
bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak dapat dikembalikan dengan baik
ke dalam kanalis anal.

Tabel 1.
Pembagian derajat hemoroid interna (Dikutip dari kepustakaan 5)

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi


I + - -
II (+) + spontan
III (+) + manual
IV (+) tetap tidak dapat
Sedangkan hemoroid eksterna terletak di sebelah bawah linea dentata, pada bagian yang
dilapisi oleh kulit. Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.

1. Hemoroid eksterna akut. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag itu berupa satu atau lebih lipatan kulit
anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.

VI. MANIFESTASI KLINIS1,3,5,6


Manifestasi klinis dari hemoroid dapat berupa:
1. Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri khas adanya darah segar
pada kertas toilet, feses, atau air dalam toilet. Darah dapat menetes keluar dari anus
beberapa saat sesudah defekasi.
2. Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala utama yamg kedua.
Massa ini mula-mula dapat kembali lagi secara spontan sesudah defekasi, tetapi
kemudian harus dimasukkan secara manual dan akhirnya tak dapat dimasukkan lagi.
3. Pengeluaran lendir dialami oleh beberapa pasien yang menderita hemoroid yang
prolapsus.
4. Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya daerah itu oleh
discharge hampir selalu menyertai hemoroid derajat III yang besar.
5. Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat dari perdarahan
hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa sesak nafas bila bekerja, pusing bila
berdiri, lemah, pucat.
VII. DIAGNOSIS4,6
Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan:
1. Inspeksi
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di regio anal yang
dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan
mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit
dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, terutama sekali
pada posisi anterior kanan. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat
dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian luarnya
ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
2. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan pelebaran vena yang
lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah
hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna tersebut dapat diraba
sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar rektum
bagian bawah. Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang kemudian berkelok-
kelok dan seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada istilah hemoroid sirkuler.
Ketiga tempat tersebut disebut “primary piles/ sites of Morgan” dan berada pada jam
3, 7, dan 11.
3. Anoskopi
Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.

4. Proktosigmoidoskopi Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan


oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat tinggi.

VIII. DIAGNOSIS BANDING7,8

- Anal tags

Banyak pasien yang salah mengira anal tags . Anal tags merupakan
protruberensia pada batas antara anodermis dan kulit perianal. Asal mulanya
masih belum diketahui, namun dicurigai karena drainase dari limfatik lokal yang
tidak teratur.

Gambar 8.

ANAL TAGS (dikutip dari kepustakaan 6)

- Polip fibroepiteliel

Bentuknya seperti club-like protruberence dari linea dentate dan terlihat


seperti papilla anal yang hipertrofi. Hal ini terjadi karena obstruksi limfatik.

- Fissura

Pasien umumnya mengeluhkan adanya tonjolan yang gatal juga sakit. Rasa
nyeri seperti terbakar pada fissura pada saat defekasi dan rasa gatal sangat
berbeda bila dibandingkan dengan gejala dari hemoroid. umumnya rasa nyeri
bermula pada saat 30 menit setelah defekasi dan berlanjut 2 jam kemudian.
Gambar 9.

Anal Fissure/Fissura ani (Dikutip dari kepustakaan 7)

- Hematoma perianal

Lesi ini sangat nyeri dan munculnya secara tiba-tiba. Bila lesi ini tidak
diinsisi, selalunya akan hilang sendiri (ruptur atau absorpsi). Kantung ini berasal
dari vena yang terdistensi karena pembekuan darah.

Gambar 10.

Hematoma perianal (Dikutip dari kepustakaan 6)


- Prolaps rekti

Prolaps rekti yang masih awal sangat sulit dibedakan dengan hemoroid.
pasien umumnya tidak dapat mendeskripsikan ukuran dari protrusio.

Gambar 11

Prolaps rekti (Dikutip dari kepustakaan 10)

VIII. KOMPLIKASI5,6

Komplikasi dari hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan
strangulasi. Hemoroid yang mengalami strangulasi adalah hemoroid yang mengalami
prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani. Keadaan trombosis dapat
menyebabkan nyeri yang hebat dan dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit
yang menutupinya.

IX. DIAGNOSIS BANDING8

Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna juga terjadi
pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis ulserosa.

X. TERAPI1,3,4,5,6,7
Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan. Pada prinsipnya terapi hemoroid
terdiri atas 2 macam, yaitu:
1. Non Operatif.
a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar.
Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan
lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makanan. Makanan sebaiknya terdiri
atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun
lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya
dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan
kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan
hangat dapat meringankan nyeri.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin
tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai
antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan
digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume
tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan
kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau
kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S
dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya
Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal
dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah.

4. Obat penyembuh dan pencegah serangan


Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap
gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Terapi non farmakologis


a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.
b) Intervensi non pharmakologis
1. Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan
prolaps.
2. Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b
tidak mengedan.
3. Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.
4. Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan
rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman.
d. Skleroterapi.
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya
5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam
jaringan areolar yang longgar dibawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Terapi
suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi
yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II.

Gambar 12.
Teknik skleroterapi pada hemoroid (dikutip dari kepustakaan 5)

e. Ligasi dengan gelang karet.


Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskopi, mukosa diatas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat disekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa
bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal
hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid,
sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi.
Perdarahan dapat terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis , biasanya setelah
tujuh sampai sepuluh hari.

Gambar 13
Ligasi dengan karet (Dikutip dari kepustakaan 4)

d. Krioterapi
Terapi ini menggunakan nitrogen cair. Nitrogen cair ini diberikan pada kantung
hemoroid selama 3 menit dan kantung ini akan mengalami cold necrosis. Selama
terapi diberikan anastesi lokal bila diperlukan.

e. Terapi Laser
Evaporasi dari laser juga digunakan untuk eksisi dari hemoroid, dengan hasil yang
lebih bagus. Keuntungan menggunakan terapi ini adalah kerusakan yang minimal
pada jaringan residu.
2. Operatif, yaitu8 :
Hemoroidektomi:
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada
penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara
terapi lainya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
trombisis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Ada 2
prinsip dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:
a). Pengangkatan pleksus dan mukosa.
b). Pengangkatan pleksus tanpa mukosa.

Gambar 14.
Teknik hemoroidektomi (Dikutip dari kepustakaan 7)
Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 4 metode:
a. Metode Langen-beck (eksisi + jahitan primer radier) Semua sayatan di
tempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu memanjang dari
rektum. Keuntungannya berapa banyak varisespun dapat diangkat. Bila,
sayatan ini kemudian dijahit tidak menimbulkan stenosis. Umumnya
dengan metode ini mukosa turut diangkat bersama varises. Kelihatannya
lebih kasar, tetapi penyembuhannya lebih baik. Waktu untuk
mengerjakan metode ini kira-kira 15 menit.
b. Metode White-head (eksisi + jahitan primer longitudinal).Sayatan
dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol.
Keuntungannya setelah varises diangkat mukosa,dikembalikan ke
tempatnya sehingga hasil operasi kelihatan rapi. Tetapi dengan metode
ini bahaya striktur lebih besar, sehingga sebelum menjadi sempit sekali
harus selalu dilakukan dilatasi dengan “bougie”. Cara lain adalah
hemoroid dilepaskan tetapi mukosa tidak dibuang (eksisi dan ligasi).
Dengan demikian bahaya striktur dapat dihindari.
c. Metode Morgan-Milligan. Dengan metode ini semua “primary piles”
diangkat, sehingga tidak timbul residif.
d. Teknik Ferguson Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr. Ferguson
pada tahun 1952. Ini merupakan modifikasi dari tehnik MilliganMorgan,
dengan jalan insisi tertutup total atau sebagian dengan jahitan running
absorbable.
Penarikan kembali digunakan untuk membuka jaringan hemoroidal, yang mana lebih
dari menghilangkan dengan pembedahan. Jaringan yang tersisa adalah jahitan atau efek
koagulasi dari pembedahan. Caranya benjolan hemoroid ditampakkan melalui anoskopi
kemudian dilakukan eksisi dan ligasi pada posisi anatomik hemoroid tersebut. Metode ini
sering digunakan di Amerika Serikat. Bedah beku Hemoroid dapat pula dibekukan dengan
pendinginan pada suhu yang rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai
secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Dalam melakukan
operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ani harus benar-benar lumpuh. Pada
orang-orang tua, penderita tuberkulosis dan penyakit saluran pernafasan lainnya, dapat
dipakai anastesi lumbal, dimana orangnya tetap sadar tetapi relaksasi sfingter baik. Hemoroid
derajat I dan II dapat diobati dengan terapi non-operatif, tetapi bila sudah mencapai derajat III
dan IV hemoroid tidak akan sembuh dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan
hemoroid yang telah mati tetap bisa keluar akibat adanya terombus di situ. Akibatnya
hemoroid tidak mengalami perubahan apa-apa.

Gambar 15.
Teknik Operasi
Hemoroidektomi
(Dikutip dari kepustakaan 8)

Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak boleh segera dilakukan
operasi. Harus diusahakan agar menjadi derajat III terlebih dahulu dengan cara: Setiap 2 hari
sekali penderita duduk berendam dalam larutan PK 1/10.000 selama 15 menit. Kemudian
dikompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema akan hilang dan semua kotoran
terserap keluar.
Biasanya setelah 2 minggu benjolan yang keluar itu mengeriput/kempes hingga
dapat dimasukkan/didorong kembali (ini derajat III). Bila telah berada pada derajat
III, baru dilakukan hemoroidektomi. Perlu diperhatikan bahwa pada hemoroidektoni
selalu terjadi infeksi dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya
menimbulkan fibrosis. Ini terjadi karena dalam traktus gastrointestinal banyak
kumannya. Tidak dibutuhkan imunisasi tetanus, karena meskipun banyak kuman,
traksus gastrointestinal bukan port d’entre kuman tetanus.

XI. KOMPLIKASI9,10
Dalam tindakan operatif pada kasus hemoroid terdapat beberapa komplikasi yang sering
terjadi :

a. Refleks Vasovagal

b. Perdarahan

Jaringan pada tindakan eksisi dapat menyebabkan terjadinya perdarahan sekunder.


Hal ini sangat jarang terjadi, namun bila terjadi harus diwaspadai. Perdarahan ini
umumnya dapat berhenti secara spontan. Pemberian fraksi kecil flavonoid dari
Diosmin dan Hesperidin (Daflon) dapat mengurangi perdarahan secara signifikan.
Dari pengalaman dari 12 pasien yang mengalami perdarahan sekunder pasca
hemoroidektomi, injeksi submukosa dari epinefrin 1:10.000 melalui protoskop dapat
mengontrol hemostasis.

c. Infeksi

Sepsis merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi. Sepsis umumnya terjadi pada
pasien dengan defisiensi imun.

DAFTAR PUSTAKA
1. Norman S., William. Bailey Surgical Textbook (E-book). Lippincolt : England. 2002

2. Noll, Carlton M[online] 2010. Anatomy Anus and Rectum.[cited March 14th,2010],
Available on URL : http://www.hemorrhoid.net/anatomy.php

3. Greenfield. Essential of Surgery: Scientific Principles and Practice 2 nd Edition.


Lippincolt.1997

4. Peter J., Moris. Oxfrod Textbook of Surgery 2nd Edition Volume 2.Oxford
press:England.2000

5. Courtney M.,Townsend. Townsend:Sabiston Textbook of Surgery 16th Edition. Mosby:


New York.2002

6. Seymour I., Swartz. Principles of Surgery, Companion Handbook 7th Edition.McGraw-


Hill : Philadelphia. 1998

7. Gerard M., Doherty.Washington Manual of Surgery.Lippincolt-Williams: Washington.


1999.

8. Haile T. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and Management.Springer: New


York.2004

9. Kyle R Perry, MD[online 2010]. Hemorrhoids.[Cited September 9th,2009]. Available


from URL : http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview

10. Scott C Thornton, MD [online 2010]. Hemorrhoids.[Cited March 16th, 2009]. Available
From URL : http://emedicine.medscape.com/article/195401-overview

BAGIAN ILMU BEDAH REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2010


UNIVERSITAS HASANUDDIN

HEMOROID

Disusun Oleh :

Wayan Sulaksmana Sandhi P.

(C1105014)

Pembimbing :

dr. Arie Geomitra H.

Supervisor :

Dr. Mappincara, SpB-KBD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2010

Anda mungkin juga menyukai