Batu Saluran Kemih

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia
dan zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan
batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang
penduduk di seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia.
Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di
negara-negara berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran
kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas
pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita
penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk
yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan salah satu dari
tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih
dan pembesaran prostat benigna 1.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi
terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang
pasti dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto
Mangunkusumo dari tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997
menjadi 847 pasien pada tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar
disebabkan mulai tersedianya alat pemecah batu ginjal non-invasif ESWL
(Extracorporeal shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86%
dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).1
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering
muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting
perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang

1
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit
maupun daerah.7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya. 7
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal,
batu ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada
umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam
urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan
senyawa lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk
membentuk batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri
dari matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu
triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal
yang berkenaan dengan batu saluran kemih serta penanggulangan dan
pencegahannya. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengetahui
penatalaksanaan batu saluran kemih, serta penanggulangan dan
pencegahannya sehingga diharapkan dapat melakukan usaha-usaha promosi,
preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang bedah.

2
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi 1,2,3
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas
iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah
korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut
saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

3
 Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calix major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan
percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi

4
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.

b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal,
masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,
lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan

5
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.

c. Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,


merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri
atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai
tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat
tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica
urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular).
Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum
vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-
segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian
ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam
keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.

6
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis
dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor,
n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun
persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang
berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan
aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m.
sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat.
Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis
melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh
m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).

7
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan
bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali
somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.

8
B. Fisiologi 4

Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam


pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin
adalah :

1. Proses Filtrasi ,

Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah


bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh
simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat,
bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut
filtrate gromerulus.

2. Proses Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari


glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya
terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan
pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat
bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.

3. Proses sekresi.

Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal


dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar

9
BAB III

BATU SALURAN KEMIH

A. Definisi 5
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan
nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di
dalam kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut
urolithiasis

B. Etiologi 6,7
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

10
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

C. Epidemiologi 8
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit
batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan
pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat
disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.

11
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih
relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu
saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat
banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa.
Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih sangat jarang,
misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak
kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar
12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan
pada wanita daripada pria.

D. Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu,
karakteristik x-ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu.
Klasifikasi ini penting dalam menatalakasanakan pasien karena daoat
mempengaruhi terapi dan juga prognosis.
1) Lokasi batu
 Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli
hingga calyx ginjal.
 Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
 Cystolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
 Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra

2) Karakteristik radiologi
 Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
monohidrat, kalsium fosfat.
 Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit,
sistein.
 Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8
dihidroxy-adenine.
3) Etiologi
 Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.

12
 Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit,
ammonium urat.
 Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.

4) Komposisi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-
amonium-fosfat 15%, sistin, silikat dan senyawa lain 1%.

Gambar 3.3 Gambaran bentuk batu kalsium oksalat

Gambar 3.4 Gambaran bentuk batu struvit

13
Gambar 3.5 Gambaran bentuk batu asam urat

Gambar 3.6 Gambaran bentuk batu sistin

E. Patogenesis9,10,11
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau
infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi
(free stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat
dan sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak,
kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat
jelas dimengerti.
Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang
terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal yang saling
mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi
Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup
membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel
pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi kristal. dengan
mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat tersebut
hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih.

14
Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran
urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah
terbentuk dalam suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat
cenderung terformasi dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran
kemih terdiri atas batu kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat,
fosfat membentuk batu kalsium fosfat dan kalsium oksalat.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :


1. 75 % kalsium.
2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
3. 6 % batu asam urat.
4. 1-2 % sistin (cystine).

Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kandung kemih


(Vesikolitiasis) adalah
1. Hiperkalsiuria
Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari
250-300 mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),
hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau
kelebihan kalsium.

15
2. Hipositraturia
Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I
(lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.
3. Hiperurikosuria
Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu
pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.
4. Penurunan jumlah air kemih
Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.
5. Jenis cairan yang diminum
Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus
apel dan jus anggur.
6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini
disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium
intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu.
7. Ginjal Spongiosa Medula
Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium
idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik).
8. Batu Asam Urat
Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah,
dan hiperurikosuria (primer dan sekunder).
9. Batu Struvit
Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih
dengan organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi
lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan
kaliks ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease
dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea
menjadi amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1

16
Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya
adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu
triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat
pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,


ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun
fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.
Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal
dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah
urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan
infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah
urea.1

F. Manifestasi Klinis8,10,11
Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat
karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat
bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala

17
batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak
batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada
pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises
ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran
kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya
meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf yang memberikan
sensasi nyeri.
Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat
saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah sering
menyertai keadaan ini.
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena
terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi
urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.
Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu,
ukuran dan penyulit yang telah terjadi:
 Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul
ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan
ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka
ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal
mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.
 Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu.
Nyeri kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen
karena usaha gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat

18
terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang
disebabkan oleh batu.
 Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi
sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi
badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan
sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga dapat merasakan
perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena
pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis
nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
Jika terjadi komplikasi seperti hidronefrosis ataupun infeksi
maka gejala obstruksi saluran kemih bagian atas seperti demam dan
mual muntahpun dapat dirasakan oleh pasien.

G. Diagnosis12
a. Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari
tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria,
hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan
penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu,
menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus
terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih,
kelainan anatomi, renal insuffciency,dll.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada
letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk
khusus urologi dapat dijumpai :
 Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan
pembesaran ginjal
 Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli penuh
 Genitalia eksterna : teraba batu di uretra

19
 Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan
palpasi bimanual
c. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit,
ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis
disebabkan oleh infeksi dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.
d. Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya didukung dengan prosedur pencitraan
yang tepat. Pemeriksaan rutin yang dilakukan yaitu foto polos perut
dengan pemeriksaan ultrasonografi atau dengan intavenous
pyelography atau spiral CT.
Pada pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien
berikut ini:
 Dengan alergi kontras
 Dengan level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl
 Dengan pengobatan metformin
 Dengan myelomatosis

Gambar 3.7 Temuan Radiologi Pada Nefrolitiasis

H. Diagnosis Banding8,10,11
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena

20
itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan,
perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu,
atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan
adneksitis.
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan
keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga
diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan
terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan
dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan
kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor
Grawitz.

I. Pemeriksaan Penunjang12.14
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis dan rencana terapi antara lain:
1. Foto Polos Abdomen
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium
oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran kemih
seperti pada tabel 1.
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV
belum dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya

21
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli
(yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengkerutan ginjal.
4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai
fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,
fosfatase alkali serum.

J. Penatalaksanaan8,13,14
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih
secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih
berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus
diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih
yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah
menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit
seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki
resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang
bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus
dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

22
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
c. α - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi.

23
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,


hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.

24
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya
sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3
cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan
kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Batu
yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan
perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh
penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan
fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih
(obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan
batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara

25
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir


pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra
dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung
batu ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu
seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan
jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman
masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

26
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan


selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari

27
timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-
rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.

K. Pencegahan14
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan
unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
Pada umumnya pencegahan itu berupa :
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine
dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.

L. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder
yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan
transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah.
Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter,
trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak,

28
emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi
ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan
migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi
dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan
lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan
sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca
operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau
tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,
termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya
infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat
setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi.
Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi
yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup
dapat menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan
PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau
perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang,
namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau

29
mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat
urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca
ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara
yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka
panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi
urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi
operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam
(24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan
batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi
terbuka.

M. Prognosis13
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan
jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien
yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil
yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.

30
BAB IV
KESIMPULAN

1. Batu saluran kemih adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di
sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,
penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.
2. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,
dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap
(idiopatik).
3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis
dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra Vena
(PIV), Ultrasonografi, pemeriksaan mikroskopik urin, Renogram, analisis
batu, kultur urin, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit.
4. Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang
menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,
serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta
5. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses
tanggal 28 September 2011.
6. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto:
Jakarta
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
8. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
9. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal
28 September 2011.
10. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher.
11. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
12. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
13. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589
14. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-
Tract.pdf. akses tanggal 28 September 2011.

32

Anda mungkin juga menyukai