Disusun Oleh:
Abizar Afif Arrihza
Ach.Muhaimin Irzan
M.Syahrul R.A.S
M.Vicky Syahputra
M.Zaydan Dwi S
M.Andhi Arya
M.Alby Nur
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat
ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
MAKALAH KERAJAAN ISLAM DI JAWA ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Sejarah indonesia .
Dorongan dari orang tua kami dan juga tidak
lupa dukungan dan kerja sama dari teman-teman
kami yang begitu besar sehingga kami bisa
menyelesaikan tugas Makalah Kerajaan Islam Di
Jawa ini dengan tepat waktu. Sehingga penulis
mengucapkan banyak terimakasih untuk semuanya.
Penulis sadar bahwa Makalah Kerajaan Islam
ini, masih jauh dari kata sempurna, maka saran dan
kritik yang membangun dari pembaca amatlah
penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipakai
sebagai bahan referensi yang dapat memberikan
wawasan luas dalam dunia pendidikan.
1 Februari 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I KERAJAAN DEMAK
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang.
1.2 Tujuan Penulisan Makalah
1.3 Metode Penulisan Makalah
2. Pembahasan
2.1 Awal Kerajaan Demak
2.2 Letak Kerajaan Demak
2.3 Kehidupan Politik Kerajaan Demak
2.4 Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak
2.5 Kehidupan Sosial-budaya Kerajaan Demak
2.6 Keruntuhan Kerajaan Demak
2.7 Demak Dibawah Kekuasaan Raja – Raja Mataram
3. Kesimpulan
BAB II KERAJAAN MATARAM
A. Kerajaan Mataram Islam
B. Peta Kerajaan Mataram
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.
Sebelumnya kerajaan Demak merupakan keadipatian vazal dari kerajaan
Majapahit. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1500 hingga
tahun 1550 (Soekmono: 1973). Raden patah adalah bangsawan kerajaan
Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang
secara resmi menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi
Bintara.
(Muljana: 2005). Raden Patah menjabat sebagai adipati kadipaten
Bintara, Demak..Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu
menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan
Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai adipati Islam
di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena kondisi
Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan
munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses Islamisasi hingga
mencapai bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan Demak
juga dipercepat dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri,
akibat pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan
keluarga raja-raja.( Poesponegoro: 1984).
Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak
sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan
Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat
penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara,
Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di
samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting
seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkembang
menjadi pelabuhan transito (penghubung).
2. PEMBAHASAN
2.1 Awal Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan
berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya
kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna
hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau
selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan
saudagar Islam.Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran
Jimbun. Menurut sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang
terakhir dari garwa Ampean, dan Raden Fatah dilahirkan di
Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden
Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat
beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk
memperdalam ilmu agama di bawa asuhan Raden Rahmat dan
akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah
menetap di Demak (Bintoro). Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden
Fatah mulai melaksanakan perintah gurunya dengan jalan
membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah tersebut.
Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan
dengan sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai
dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu
pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat
peradagangan bahkan akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam
pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkemabangannya kemudian
karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan nama
Bintoro Demak.
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal
kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa
Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.Pada sebelumnya, daerah Demak
bernama Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan
pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya
menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai). Letak Demak sangat
menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah
Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu
rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat
mengambil jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan
pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.Pada abad XVI agaknya Deamak telah menjadi gudang
padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut.
Konon, kota Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar
1500. Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih,
panglima besar kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan peralawanan
terakhir kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa
tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah
ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut
Jawa antara Demak dan Jepara.Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman
dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula,
persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh
para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di
pedalaman Pegging dan Pajang.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati dan Grobongan yang pada 1589 telah bersikap
sebagai taklukan yang patuh itu, sama dengan mereka yang telah mengakui Sultan Pajang, yang
sudah tua dan meninggal pada 1587, sebagai penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri
di Demak, setelah mengalami penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih berhasil
memerintah tanah asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak raja-raja Jawa Timur, yang mulai melancarkan
serangan terhadap kerajaan Mataram yang belum sempat berkonsolidasi. Serangan tersebut
dapat dipatahkan, tetapi panglima perang Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke
Mataram gugur dalam pertempuran dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki
Mas Sari sebagai adipati di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya
tidak memuaskan atau ternyata tidak dapat dipercaya.Tumenggung Endranata I di Demak ini
pada tahun-tahun kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh plitik pesisir yang
berlawanan dengan kepantingan Mataram di Pedalaman. Pada tahun 1627 ia terlibat dalam
pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II dan Sultan Agung. Ia di bunuh dengan keris
sebagai pengkhianat atas perintah Sultan Agung.
Sesudah dia masih ada lagi seorang tumenggung Endranata II yang menjadi bupati di
Demak. Tumenggung ini seorang pengikut setia Susuhunan Mangkurat II di Kartasura yang
memerintah Jawa Tengah pada perempat terakhir abad XVII. Pada tahun 1678 disebutkan
adanya Tumenggung Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota Demak sudah tidak berarti pada akhir abad XVI.
Sebagai produsen beras dan hasil pertanian lain, daerah Demak masih lama mempunyai
kedudukan penting dalam ekonomi kerajaan raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak
daerah tanah Jawa rasa hormat pada masjid Demak dan makam-makam Kadilangu masih
bertahan di antara kaum beriman, kota Demak dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang
terutama menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping
nama Majapahit.
3.1 KESIMPULAN
Kerajaan ini hanya berumur pendek. Namun, para rajanya merupakan pahlawan-
pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama mereka adalah Raden Fatah, yang berhasil
menjadikan negerinya sebagai sebuah negara independen pada masanya. Setelah itu anaknya,
Patih Yunus (Adipati Unus) berkuasa. Dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan.
Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian
wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada tahun 938 H/1531 M, memerintahlah raja paling
terkenal dari kerajaan ini yaitu Raden Trenggono (Sultan Trenggana). Dia adalah seorang
mujahid besar yang di antara hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah
Jawa Barat. Dia wafat pada tahun 953 H/1546 M.
Kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak bercorak Islam. Hal tersebut
tampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya berupa masjid, makam, batu nisan, kitab suci
Al-Quran, kaligrafi dan karya sastra. Sampai sekarang pun Demak di kenal sebagai pusat
pendidikan agama Islam.
BAB II KERAJAAN MATARAM
A. KERAJAAN MATARAM ISLAM
Pada tahun 1629, Sultan Agung mencoba lagi melakukan serangan kedua. Serangan
ini pun ternyata mengalami kegagalan
pasukan-pasukan Mataram mulai bergerak pada akhir Mei, tetapi pada bulan Juli
kapal-kapal VOC berhasil menemukan dan menghancurkan gudang-gudang beras dan perahu-
perahu di Tegal dan Cirebon yang disiapkan untuk tentara Sultan Agung.
Penyerangan terhadap Batavia hanya bertahan selama beberapa minggu, pihak Sultan
Agung banyak mengalami penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kelaparan. Pada
tahun 1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di situs pemakaman di puncak bukit tertinggi
di Imogiri, yang ia buat sebelumnya.
Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya, Amangkurat I (1647-1677).
Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran karena masuknya pengaruh
Belanda. Amangkurat I dan pengganti-pengganti selanjutnya bekerja samadengan VOC dan
penguasa Belanda. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai tanah Jawa
yang subur. Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755 dilakukanPerjanjian
Giyanti, yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua wilayah kerajaan, yaitu:
1. Daerah kesultanan Yogyakarta yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta
Hadiningrat dipimpin oleh Mangkubumi sebagai rajanya dengan gelar Sultan
Hamengkubuwono I.
2. Daerah Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono. Campur
tangan Belanda mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi menjadi beberapa bagian, sehingga
pada tahun 1813 terdapat empat keluarga raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan,
yaitu: Kerajaan Yogyakarta,Kasunanan Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
BAB III
KESULTAN CIREBON
Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda dan
Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya adalah sebuah dukuh
kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah
desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena di sana
bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan
mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang.
Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah sebagai
nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di
sepanjang pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan
terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai-rebon (Bahasa Sunda:,
air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.
Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman,
Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting di
pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusantara
maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat
penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
1. Perkembangan awal
A. Ki Gedeng Tapa
Ki Gedeng Tapa (atau juga dikenal dengan nama Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah
seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati, Cirebon. Ia mulai membuka hutan ilalang dan
membangun sebuah gubug dan sebuah tajug (Jalagrahan) pada tanggal 1 Syura 1358 (tahun
Jawa) bertepatan dengan tahun 1445 Masehi. Sejak saat itu, mulailah para pendatang mulai
menetap dan membentuk masyarakat baru di desa Caruban.
B. Ki Gedeng Alang-Alang
Kuwu atau kepala desa Caruban yang pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu
adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai Pangraksabumi atau wakilnya, diangkatlah Raden
Walangsungsang, yaitu putra Prabu Siliwangi dan Nyi Mas Subanglarang atau Subangkranjang,
yang tak lain adalah puteri dari Ki Gedeng Tapa. Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat,
Walangsungsang yang juga bergelar Ki Cakrabumi diangkat menjadi penggantinya sebagai kuwu
yang kedua, dengan gelar Pangeran Cakrabuana.
C. Pangeran Cakrabuana
2. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan
mengenai Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Namun, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan, karena melihat masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih
mendalam dalam makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA