1690 PPDGJ III
1690 PPDGJ III
I. PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi nomor
dua di Indonesia dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidens ini
meningkat, seperti halnya di negara barat. Angka kejadian kanker payudara di
Amerika Serikat 92/100.000 wanita per tahun dengan mortalitas yang cukup
tinggi 27/100 atau 18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia
berdasarkan “porthological based registration” kanker payudara mempunyai
insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di Indonesia mempunyai insidens minimal
20.000 kasus baru per tahun; dengan kenyataan bahwa lebih dari 50% kasus
masih berada dalam stadium lanjut.
Di sisi lain kemajuan “iptekdok” serta ilmu dasar biomolekuler, sangat
berkembang dan tentunya mempengaruhi tatacara penanganan kanker payudara
itu sendiri dari deteksi dini, diagnostic dan terapi serta rehabilitasi dan follow
up.
Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan, Perhimpunan Ahli
Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) telah mempunyai Protokol Penanganan
Kanker Payudara (tahun 1990). Protokol ini dimaksudkan pula untuk dapat:
1. Menyamakan persepsi penanganan dari semua dokter yang berkecimpung
dalam kanker payudara atau dari Pusat Pendidikan Onkologi
2. Bertukar informasi dalam bahasa yang sama
3. Digunakan untuk penelitian dalam aspek keberhasilan terapi
4. Mengukur mutu pelayanan
Kemajuan iptekdok yang cepat seperti dijelaskan di atas, membuat
PERABOI perlu mengantisipasi keadaan ini dengan sebaik-baiknya melalui
revisi Protokol Kanker Payudara 1998 dengan Protokol Kanker Payudara
PERABOI 2003.
2
II. KLASIFIKASI HISTOLOGI WHO/JAPANESE BREAST CANCLE
SOCIETY
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan:
1. WHO Histological Classification of Breast Tumors
2. Japanese Breast Cancle Society (1984)
3. Histological Classification of Breast Tumors
Malignant (carsinoma):
1. Non invasive carsinoma
a. Non invasive ductal carsinoma
b. Labular carsinoma in situ
2. Invasive carcinoma
a. Invasive ductal carcinoma
1) Papillabular carsinoma
2) Salid-tubular carsinoma
3) Scirrhous carsinoma
b. Special types
1) Mucinous carcinoma
2) Medullary carcinoma
3) Invasive labular carcinoma
4) Adenold cystic carcinoma
5) Squamous cell carcinoma
6) Spindel cell carcinoma
7) Apocrine carcinoma
8) Carcinoma with cartilaginous and or osseous metoplasia
9) Tubular carcinoma
10) Secretory carcinoma
11) Others
c. Paget’s disease
Tipe Histopatologi
In situ carcinoma
NOS (no otherwise specified)
Intraductal
Puget’s disease and intraductal
3
Invasive carinomas
NOS
Ductal
Inflammatory
Medulary, NOS
Medullary with lymphoid stroma
Mucinous
Paplllary (predominantly mircropaplllary pattern)
Tubular
Labular
Paget’s disease and infiltrating
Undifferentlated
Squamous cell
Adenold cystic
Secretory
Cribriform
G : gradasi histologis
Seluruh kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi
histologisnya. Sistim gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut
“The hottingham combined histologic grade” (menurut Elston-Ellis yang
merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson). Gradasinya adalah sebagai
berikut:
Gx : Grading tidak dapat dinilai
G1 : Low grade (rendah)
G2 : Intermediate grade (sedang)
G3 : High grade (tinggi)
4
Tis (DCIS) : Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) : Labural carcinoma in situ
Tis (Paget) : Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor
Catatan:
Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran
tumornya.
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm
T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm
sampai 5 cm
T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm
T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding
dada atau kulit
Catatan:
Dinding dada adalah termasuk iga, otot, interkosialis, dan serratus
anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis.
T4a : Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot paktoralis)
T4b : Edema (termasuk peau d’orange), ulserasi, nodul satelit pada
kulit yang terbatas pada 1 payudara
T4c : Mencakup kedua hal di atas
T4d : Mastitis karsinomatosa
5
N3 : Metastasis pad kgb infraklavikular ipsilateral degan atau tanpa
metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb
mamaria interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb
aksila atau metastasis pad kgb supraklavikula ipsilateral dengan
atau tanpa metastasis pada kgb aksila/mamaria interna
N3a :Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral
N3b :Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila
N3c :Metastasis ke kgb supraklavikular
Catatan:
Terdeteksi secara klinis: terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara
imaging (diluar unifoscintigrafi).
Patologi (pN)
pNx :Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya atau
tidak diangkat)
pN0 :Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi, tanpa
pemeriksaan tambahan untuk “isolated tumor cells” (ITC)
Catatan:
ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan ukuran tidak
lebihdari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan pewarnaan
imunahistokimia (IHC) atau metode molekular lainnya tapi masih dalam
pewarnaan H & E. ITC tidak selalu menunjukkan adanya aktifitas
keganasan seperti proliferas atau reaksi stromal.
pN0(-) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC negatif
pN0(+) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif,
tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm
pN0(mol -) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan
molekular negatif (RT-PCR)
pN0(mol +) :Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, pemeriksaan
molekular positif (RT-PCR)
Catatan:
a :klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan
sentinelnode. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node
tanpa diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node,
contohnya: pN0(+) (sn).
b : RT-PCR : neverse transcriptase/polymerase chain reaction.
6
pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria interna
(klinis negatif) secara mikroskopis yang terdeteksi dengan
sentinel node diseksi
pN1mlc : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm)
pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1-3 bulan
pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna (klinis negatif) secara
mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel node
pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna
secara mikroskopis melaui diseksi sentinel node dan secara
klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila yang
positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan sebagai
pN3b untuk menunjukkan peningkatan besarnya tumor)
pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat
pembesaran kgb mamaria interna tanpa adanya metastasis kgb
aksila
pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang terdapat 1
deposit tumor lebih dari 2,0mm)
pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa
metastasis kgb aksila
pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila; atau infraklavikula
atau metastasis kgb mamaria interna (klinis) pada 1 atau lebih
kgb aksila yang positif; atau pad metastasis mikroskopis kgb
mamaria interna negatif; atau pada kgb supraklavikula
pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurangi satu
deposit tumor lebih dari 2,00mm), atu metastasis pada kg
infraklavikula
pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan
metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis pada
kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis mikroskopis
pada kgb mamaria interna yang terdeteksi dengan diseksi
sentinel node yang secara klinis negatif
pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral
Catatan: tidak terdeteksi secara klinis/klinis negatif: adalah tidak terdetek
dengan pencitraan (kecuali limfoscinligrafi) atau dengan pemeriksaan fisik.
7
M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh
Grup stadium
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium 1 : T1 N0 M0
Stadium IIA : T0 N1 M0
T1 N1 M0
Stadium IIB : T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA : T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IIIB : T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium IIIC : Tiap T N3 M0
Stadium IV : TiapT Tiap N M1
Catatan: T1 : termasuk T1 mic
8
dikelompokkan sebagai N2 jika tidak terdapat metastasis pada kgb aksila,
namun jika terdapat metastasis kgb aksila maka dikelompokkan sebagai N3.
Metastasis pada kgb supraklavikula dikelompokkan sebagai N3.
Stadium klinik (cTNM) harus dicantumkan pada setiap diagnosa KPD atau
suspect KPD, pTNM harus dicantumkan pada setiap hasil pemeriksaan KPD
yang disertai dengan cTNM.
9
6) Riwayat pemakaian obat hormonal
7) Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau
kanker lain
8) Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
9) Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
a. Status generalis, cantumkan performance status
b. Status lokalis:
1) Payudara kanan dan kiri harus diperiksa
2) Masa tumor:
Lokasi
Ukuran
Konsistensi
Permukaan
Bentuk dan batas tumor
Jumlah tumor
Terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit, m.
pektoralis dan dinding dada
3) Perubahan kulit:
Kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit
Pedu d’orange, ulserasi
4) Nipple:
Tertarik
Erosi
Krusta
Discharge
5) Status kelenjar getah bening:
KGB aksila : jumlah, ukuran, konsistensi,
terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar
KGB infraklavikula : idem
KGB supra klavikula : idem
6) Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis:
Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)
B. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging
1. Diharuskan (recommended)
a. USG payudara dan mamografi untuk tumor <3cm
b. Foto toraks
10
c. USG abdomen (hepar)
2. Optional (atas indikasi)
a. Bone scanning atau dan bone survey (bilamana sitologi atau klinis
sangat mencurigai pada lesi >5cm)
b. CT scan
C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Blopsy-sitologi
Dilakukan pad lesi yang secara klinis dan raiologik curiga ganas
Catatan: belum merupakan Gold Standard, Bila mapu, dianjurkan untuk
diperiksa TRIPLE DIAGNOSTIC
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)
Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin.
Bahan pemeriksaan histopatologi diambil melaui:
Care blopsy
Biopsi eksisional untuk tumor ukuran >3cm
Biopsi insisional untuk tumor:
operabel ukuran > 3 cm operasi definitif
inoperabel
Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan kgb
Pemeriksaan Imunohistokimia: ER, PR, c-erbm-2 (HER-2 nou),
cathepsin-D, p53, (situsional)
E. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan
perkiraan metastasis.
V. SCREENING
Metode :
1. SADARI (pemeriksaan payudara sendiri)
2. Pemeriksaan fisik
3. Mammografi
SADARI : Dilaksanakan pada wanita mulai usia subur, setiap 1 minggu
setelah hari pertama menstruasi terakhir.
Pemeriksaan fisik : Oleh dokter secara lige artis.
Mammografi :
pada wanita diatas 35 tahun-50 tahun : setiap 2 tahun
pada wanita diatas 50 tahun : setiap 1 tahun.
11
Catatan:
Pada daerah yang tidak ada mammogarfi 1 USG, untuk deteksi dini dilakukan
dengan SADARI dan pemeriksaan fisik saja.
12
B. Terapi
Ad. 1 Kanker payudara stadium 0.
Dilakukan: - BCS
- Mastektomi simple
terapi definitif pada TD tergantung pada pemeriksaan blok parafin,
lokasi didasarkan pada hasil pemeriksaan Imaging.
Indikasi BCS
a. T: 3 cm
b. Pasien menginginkan mempertahankan payudaranya
Syarat BCS
a. Keinginan penderita setelah dilakukan informed consent.
b. Penderita dapat dilakukan kontrol rutin setelah pengobatan.
c. Tumor tidak terletak sentral.
d. Perbandingan ukuran tumor dan volume payudara cukup baik untuk
kosmetik pasca BCS.
e. Mamografi tidak memperlihatkan mil rokalsifikasi/tanda keganasan
lain yang difus (luas).
f. Tumor tidak multipal.
g. Belum pernah terapi radiasi di dada.
h. Tidak menderita penyakit LE atau penyakit kolagen.
i. Terdapat sarana radioterapi yang memadai.
Ad. 2 Kanker payudara stadium dini/operabel :
Dilakukan:
a. BCS (harus memnuhi syarat di atas)
b. Mastektomi radikal
c. Mastektomi radikal modifikasi
Terapi adjuvant :
a. Dibedakan pada keadaan : Node (-) atau Node (+)
b. Pemberiannya tergantung dari :
1) Node (+) / (-)
2) ER / PR
3) Usia pre menopause atau post menopause
4) Dapat berupa :
Radiasi
Kemoterapi
Hormonal terapi
Adjuvant therapi pada node negative (KGB histopalogi negatif)
13
Menopausal status Hormonal Receptor High Risk
Premenopause RT (+) / PR (+) Ke + Tam / Ov
ER (-) / PR (-) Ke
Post menopause RT (+) / PR (+) Ke + Kemo
ER (-) / PR (-) Ke
Old Age RT (+) / PR (+) Ke + Kemo
ER (-) / PR (-) Ke
14
2) Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster dilakukan
sebagai berikut:
Pada potensial terjadi residif ditambahkan 10Gy (misalnya tepi
sayatan dekat tumor atu post BCS)
Pada terdapat masa tumor atau residu post op (mikroskopik atau
makroskopik) maka diberikan boster dengan dosis 20Gy kecuali
pada aksila 15Gy
b. Khemoterapi
Khemoterapi : Kombinasi CAF (CEF), CMF, AC
Khemoterapi adjuvant : 6 siklus
Khemoterapi paliatif : 12 siklus
Khemoterapi neoadjuvant : - 3 siklus pra terapi primer ditambah
- 3 siklus pasca terapi primer
Kombinasi CAF
Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m2 hari 1
A : Adriamycin = Doxorul in 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
Kombinasi CEF
Dosis C : Cyclophgosfamide 500 mg/m2 hari 1
E : Epirublein 50 mg/m2 hari 1
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1
Interval : 3 minggu
Kombinasi CMF
Dosis C : Cyclophgosfamide 100 mg/m2 hari 1 /d 14
M : Melotrexate 40 mg/m2 hari 1 & 8
F : 5 Fluoro Uracil 500 mg/m2 hari 1 & 8
Interval : 3 minggu
Kombinasi AC
Dosis A : Adriamycin
C : Cyclophospamide
Optional:
- Kombinasi Taxan + Doxorubicin
- Capecitabine
- Gemcitabine
15
c. Hormonal terapi
Macam terapi hormonal
1) Additive : pemberian tamoxi’en
2) Abiative : bilateral oophorectoml (ovarektomi bilateral)
Dasar pemberian :
1) Pemeriksaan Reseptor ER + PR + ; ER + PR - ; ER – PR +
2) Status hormonal
Additive : Apabila :
ER–PR +
ER+PR – (menopause tanpa pemeriksaan ER & PR)
ER–PR +
Abiasi : Apabila
Tanpa pemeriksaan reseptor
Premenopause
Menopause 1-5 tahun dengan efek estrogen (+)
Perjalanan penyakit slow growing & intermediateo growing
16
VII. REHABILITASI DAN FOLLOW UP
A. Rehabilitasi:
Pra Operatif
1. Latihan pernafasan
2. Latihan batuk efektif
Pasca Operatif
Hari 1-2
1. Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari
lengan daerah yang dioperasi
2. Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh
3. Untuk lengan atas bagian operasi latihan isometrik
4. Latihan relaksasi otot leher dan toraks
5. Aktif mobilisasi
Hari 3-5
1. Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap)
2. Latihan relaksasi
3. Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani
Hari 6 dan seterusnya
1. Bebas gerakan
2. Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema
B. Follow up
1. tahun 1 dan 2 kontrol tiap 2 bulan
2. tahun 3 s/d 5 kontrol tiap 3 bulan
3. setelah tahun 5 kontrol tiap 6 bulan
17
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR / KANKER TIROID
I. PENDAHULUAN
Tumor / kanker tiroid merupakan neoplasma system endokrin yang terbanyak
dijumpai. Berdasarkan dari “Pathological BasedRegistration”di Indonesia kanker
tiroid merupakan kanker dengan insidensi tertinggi urutan ke sembilan ;
Penanganan pertama untuk suatu kanker adalah kesempatan terbaik untuk pasien
mencapai tingkat “kesembuhan” optimal. Demikian pula halnya untuk kanker
tiroid.
Untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penatalaksanaan tumor/kanker
tiroid sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran,
perlu merevisi protokol yang telah ada sehingga dapat menjadi panduan bersama
dan dapat :
1. Menyamakan persepsi dalam penatalaksanaan tumor/kanker tiroid,
2. Bertukar informasi dalam bahasa dan istilah yang sama,
3. Menjadi tolak ukur mutu pelayanan,
4. Menunjang pendidikan bedah umum dan pendidikan bedah onkologi,
5. Bermanfaat untuk penelitian bersama.
18
Tumor sekunder dan unclassified tumors
Rosal J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare,
karsinoma folikulare, “hurthle cell tumors”, “clear cell tumors”, tumor sel
skuamos, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk
dan “undifferentiated carcinoma”
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kankertiroid
atas 4 tipe yaitu karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare
dan karsinoma anaplastik.
Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 – 2002
T-Tumor Primer
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : Tidak didapat tumor primer
T1 : Tumor dengan ukuran terbesar 2 cm atau kurang masih terbatas pada
tiroid
T2 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari
4 cm masih terbatas pada tiroid
T3 : Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada
tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid
yang minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak
peritiroid)
T4a :Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke
tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trachea, esophagus,
n. laringeus recurren
T4b : Tumor menginvasi fasia prevertebrata, pembuluh mediastinal atau
arteri karotis
T4a*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas pada
tiroid
T4b*(karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi keluar
kapsul tiroid
Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik Intratiroid – resektabel secara bedah
Karsinoma anaplastik ekstra tiroid – irreektabel secara bedah
19
N : Kelenjar Getah Bening Regional
Nx : Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N0 : Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening
N1a : Metastasis pada kelenjar getah bening cervicallevel VI (pretrakheal
dan paratrakheal, termasuk prelaringeal dan delphian)
N1b : Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral
atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal
atas/superior
M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
M1 : Terdapat Metastasis jauh
Stadium klinis
Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare Umur < 5 Tahun
Stadium I Tiap T Tiap N M0
Stadium II Tiap T Tiap N M1
20
Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)
Stadium IVA T4a Tiap N M0
Stadium IVB T4b Tiap N M0
Stadium IVC Tiap T Tiap N M1
21
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Human thyroglobulin, suatu penanda tumor (“tumor marker”) untuk
keganasan tiroid; jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk
fellow up
b. Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid
c. Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma
medulera
2. Pemeriksaan radiologis
a. Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada
tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral
dengan metode “soft tissue technique” dengan posisi leher
hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya
mikrokalsifikasi
b. Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda
adanya infiltrasike esofagus
c. Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke
tulang yang bersangkutan
3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior
yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai
untuk membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan
untuk penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus
4. Pemeriksaan sidik tiroid
Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap yodium lebih sedikit
dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila
sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) danbila
afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodul dingin. Sekitar 10 – 17%
struma dengan nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tioridharus dihentikan selama 2 –
4 minggu sebelumnya
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada
fasilitasnya tidak usah dikerjakan
5. Pemeriksaan sitologi melalu biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)
Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan bajah tergantung dari 2 hal
yaitu : faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan
22
interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat
bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare
dan papilare hamper mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare
hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous
goiter, adenoma folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama,
tergantung dari gambaran invasike kapsul dan vaskular yang hanya dapat
dilihat dari gambaran histopatologi.
6. Pemeriksaan histopatologi
a. Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah
dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi
b. Untuk kasus inoperable, jaringan yang diperiksa diambil dari
tindakan biopsi insisi
Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila :
1. Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun
2. Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak
3. Disfagia, sesak nafas, perubahan suara
4. Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras
5. Ada pembesaran kelenjar getah bening leher
6. Ada tanda-tanda metastasis jauh
23
a. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.
b. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.
3. karsinoma folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total.
4. Karsionoma medulera
Dilakukan tindakan tiroidektomi total.
5. Karsionoma anaplastik
a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total.
b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna ataukemo-radioterapi.
Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigma dilakukan tindakan FNAB (biopsy
aspirasi jarum halus). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. hasil FNAB suspek maligna, “Foliculare Pattern” dan “Hurtle Cell”.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaaan potong beku
seperti diatas.
2. hasil FNAB benigma
Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi
dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar
sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong
beku seperti diatas.
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong
beku maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan
pemeriksaan blok parafin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat
mengikuti bagan dibawah ini.
24
Bagan Penatalaksanaan Nodul Tiroid
Nodul Tiroid
Klinis
Biopsi Isthmoloekto
Insisi mi
Supresi TSH 6
bulan
Resiko Resiko
Membesar Mengecil
rendah tinggi
tidak ada
perubahan
Debulking
Observasi Tiroidektomi total Radiasi
eksterna/
kemoterapi
Bila di pusat pelayanan kesehatan tidak terdapat fasilitas pemeriksaan potong beku
maupun maka dilakukan tindakan lobektomi/isthmolobektomi dengan pemeriksaan
blok paraffin dan urutan penanganan nodul tiroid dapat mengikuti bagan di bawah ini
25
Nodul Tiroid
Klinis
Inoperabel Operabel
Observasi
Biopsi Insisi Lobektomi
Isthmolobektomi - Gejala penekanan
- Terapi konservatif
supresi TSH gagal
- Kosmetik
Lesi Jinak Ganas -
Operasi selesai
Resiko Resiko
rendah tinggi
Debulking
Observasi Tiroidektomi total
Radiasi eksterna/
kemoterapi
26
Bila kasus tersebut operabel dilakukan panilaian infiltratif kelenjar getah bening
terhadap jaringan sekitar.
Bila tidak ada infiltrasi dilakukan tiroidektomi total (TT) dan “Functional RND”
Bila ada inflitrasi pada mAscesorius dilakukan TT + RND standar.
Bila ada infitrasi pada vena dugularis interna tanpa infiltrasi pada mAscesorius
dilakukan TT + RND modifikasi 1.
Bila ada infiltrasi hanya pada m Sternocleldomastoideus dilakukan TT + RND
modifikasi 2.
Infiltrasi
27
Bagan Penatalaksanaan Kanker Tiroid denan Metastasis Jauh
V. FOLLOW UP
A. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
Empat minggu setelah tindakan TT dilakukan pemeriksaan sidik seluruh
tubuh.
1. Bila masih ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan ablasio dengan I131.
Kemudian dilanjutkan dengan terapi subsitusi / supresi dengan Thyrax
sampai kadar TSHs < 0,1.
2. Bila tidak ada sisa jaringan tiroid normal dilakukan terapi subsitusi /
supresi.
Setelah 6 bulan terapi subsitusi / supresi dilakukan pemeriksaan sidik
seluruh tubuh dengan terlebih dahulu menghentikan terapi substitusi
selama 4 minggu ebelum pemeriksaan.
3. Bila terdapat metatastis jauh, dilakukan radiasi interna I131 dilanjutkan
terapi substitusi / supresi.
4. Bila tidak ada metastasis terapi substitusi / supresi dilanjutkan dan
pemeriksaan sidik seluruh tubuh diulang setiap tahun selama 2 – 3 tahun
dan bila 2 tahun berturut-turut hasilnya tetap negative maka evaluasi
cukup dilakukan 3-5 tahun sekali.
28
Dalam follow up KT diferensiasi baik, pemeriksaan kadar human tiroglobulin
dapat dipakai sebagai patanda tumor untuk mendeteksi kemungkinan adanya
residif tumor.
Tiroidektomi
Total
4 minggu
sidik tiroid
29
Bagan follow up Karsinoma Tiroid Jenis Medulare
Lampiran
1. Karsinoma tiroid berdiferensiasi buruk adalah KT anaplastik dan
medulare
2. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik adalah KT papilare dan folikulare.
Dibedakan atas kelompok resiko tinggi dan resiko rendah berdasarkan
klasifikasi AMES (age, metastatic disease, extrathyroidal extension, size)
Resiko rendah :
a. Laki-laki umur < 41 tahun, wanita < 51 tahun
Tidak ada metastasis jauh
b. Laki-laki umur > 41 tahun, wanita > 51 tahun
Tidak ada metastasis jauh
Tumor primer masih terbatas di dalam tiroid untuk karsinoma
papilare atau invasi kapsul yang minimal untuk karsinoma
folikulare
30
Ukuran tumor primer < 5 cm
Resiko tinggi :
a. Semua pasien dengan dengan metastasis jauh
b. Laki-laki umur < 41 tahun, wanita < 51 tahun dengan invasi kapsul
yang luas pada karsinoma folikulare
c. Laki-laki umur > 41 tahun, wanita > 51 tahun dengan karsinoma
papilare invasi ekstra tiroid atau karsinoma folikulare dengan
invasi kapsul yang luas dan ukuran tumor primer > 5cm.
3. Tiroidektomi totalis, artinya semua kelenjar tiroid diangkat
4. Near total thyroidectomy artinya isthmolobektomi dekstra dan lobektomi
subtotal sinistra dan sebliknya, sisa jaringan tiroid masing-masing satu
sampai dua gram.
5. Tiroidektomi sub total bilateral, artinya mengangkat sebagian besar tiroid
lobus kanan dan sebagian besar lobus kiri, sisa jaringan tiroid masing-
masing 2 sampai 4 gram.
6. Isthmolobektomi artinya mengangkat isthmus juga karena batas isthmus
itu “imaginer” melewati pinggir tepi trakea c.l (kontralateral).
7. Lobektomi artinya mengangkat satu lobus saja atau secara rinci :
a. lobektomi totalis dekstra atau lobektomi totalis sinistra
b. lobektomi subtotal dekstra artinya mengangkat sebagian
besar lobus kanan, sisa 3 gram
c. lobektomi subtotal saja tidak dilakukan sendiri tanpa 7 a
catatan : pada pengangkatan kelenjar tiroid yang disebutkan ke atas
dengan sendirinya bila tumor harus diangkat
Istilah “struektomi” tidak dipakai karena kemungkinan memberikan
pengertian yang salah, seolah-olah hanya benjolan saja yang diangkat.
Istilah “enukleasi” artinya pengangkatan nodulnya saja, dan cara ini
tidak dibenarkan pada pemberian tiroid.
8. RND (Diseksi Leher Radikal) standar : pengangkatan seluruh jaringan
limfoid di daerah leher sisi ybs dengan menyertakan pengangkatan
n.accesorius,v.juularis ekstrena dan interna, m.sternokleidomastoideus
dan m.omohyoideus dan kelenjar ludah submandibularis dan “tail
parotis”.
9. RND modifikasi 1 : RND dengan mempertahankan n.accesorius
10. RND modifikasi 2 : RND dengan mempertahankan n.accesorus dan
v.jugularis interna
31
11. RND functional : RND dengan mmpertahankan n.accesorius, v.jugularis
interna dan m.sternokleidomastoideus.
32
PROTOKOL PENATALAKSANAAN TUMOR/KANKER KELENJAR AIR
LIUR
I. PENDAHULUAN
A. Batasan (Sesuai ICD X)
Neoplasma kelenjar air liur adalah neoplasma jinak atau ganas yang
berasal dari sel epitel kelenjar air liur.
Kelenjar air liur mayor :
- Glandula parotis
- Glandula submandibula
- Glandula sublingual
Kelanjar air liur minor :
- Kelenjar yang tersebar di mukosa traktus aerodigestivus atas (rongga
mulut, rongga hidung, faring, laring) dan sinus paranasalis
B. Epidemiologi
Resiko terjadinya neoplasma parotis berhubungan dengan ekspos
radiasi sebelumnya. Akan tetapi ada faktor resiko lain yang
memepengaruhi terjadinya karsinoma kelenjar air liur seperti pekerjaan,
nutrisi, dan genetik. Kemungkinan terkena pada laki-laki sama dengan
permepuan.
Kelenjar air liur mayor paling sering terkena adalah glandula parotis
yaitu 70-80%, sedangkan kelenjar air liur minor yang paling sering
terkena terletak pada palatum. Kurang lebih 20-25% dari tumor parotis,
35-40% dari tumor submandibula, 50% dari tumor palatum, dan 95-100%
dari tumor glandula sublingual adalah ganas. Insiden tumor kelenjar liur
meningkat sesuai dengan umur, kurang dari 2% mengenai penderita usia
<16 Tahun
Pleomorphic odenoma lebih sering idarita pasien usia rata-rata 40
tahun, permepuan lebih banyak darpada laki-laki. Warthin tumor lebih
sering diderita oleh laki-laki, 10% terjadi bilateral, sering pada kutub
bawah parotis.
33
II. KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI
A. Klasifikasi hispopatologi WHO/AJCC
1. Tumor jinak
Plemorphic odenma (mixed beningn tumor)
Monomorphic adenoma
Papillary cystadenoma lymphomatosum (Warthin’s tumor)
2. Tumor ganas
Mucoepidermoid carcinoma
Acinic cell carcinoma
Adenoid cysctic carcinoma
Adenocarcinoma
Epidermoid carcinoma
Small cell carcinoma
Lyphoma
Malignant mixed tumor
Carcinoma ex pleimorphic adenoma (carcinosarcoma)
B. Kalsifikasi Menurut Grade (WHO/AJCC)
1. Low grade malignancies
Acinic cell tumor
Mucoepidermoid carcinoam (grade I atau II)
2. High grade malignancies
Mucoepidermoid carcinoma(grade III)
Adenocarcinoma, poorly differentiated carcinoma, anaplastic
carcinoma
Squamous cell carcinoma
Malignant mixed tumor
Adenoid cysctic carcinoma
Tumor ganas yang tersering adalah mucoepidermoid dan adenocarcinom,
disusul dengan adenoid cystic carcinoma.
Laporan Patologi Standar
Yang perlu dilaporkan pada hasil pemeriksaan patologi dari hasil spesimen
operasi meliputi :
1. Tipe histologis tumor
2. Derajat diferensiasi (grade)
3. Pemeriksaan TNM untuk mengetahui stadium patologi (pTNM)
T = Tumor primer
Ukuran tumor
34
Adanya infiltrasi ke dalam pembuluh darah/limfe
Radikalitas operasi
N = nodus regional
Ukuran k.g.b
Jumlah k.g.b yang ditemukan
Level k.g.b yang positip
Jumlah k.g.b yang positip
Invasi tumor keluar kapsul k.g.b
Adanya metastasis ekstranodal
M = metastasis jauh
35
>3cam-6
cm,ipsilateral/bilateral/kontralateral
N2a Metastase k.g.b tunggal >3cm-
6cm, ipsilateral
N2b Metastase k.g.b. multiple >6
cm,ipsilateral
N2c Metastase k.g.b >6 cam
bilateral/kontralateral
N3 Metastase k.g.b >6 cm
Mx Metastase jauh tidak dapat
ditentukan
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
36
2. Pemeriksaan fisik
a. Status general
Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki, tentukan :
1) Penampilan (karnofski, WHO)
2) Keadaan umum
3) Adakah anemia,ikterus, periksa T, N, R, t, kepla, thorax,
abdomen, ekstremitas, vertebrae, pelvis
4) Adakah tanda dan gejala metastase jauh (paru, tulang,
tengkorak,dll)
b. Status lokal
1) Inspeksi (termasuk intraoral, adakah pendesakan tonsil/uvula)
2) Palpasi (termasuk palpasi bimanual, untuk menilai konsistensi,
permukaan, mobilitas terhadap jaringa sekitar.)
3) Pemeriksaan fungsi n.VII, VIII, IX, X, XI, XII.
c. Status regional
Palpasi adakah pembesaran kelenjar getah bing ipsilateral dan
kontralateral, bila adapembesran tentukan lokasi, jumlah, ukuran
terbesar dan mobilitasnya.
B. Pemeriksaan radiologis (atas indikasi)
1. X foto polos
X foto mandibula AP/Eisler, dikerjakan bila tumor mendekati tulang
Sialografi, dibuat bila diagnosis banding kista parotis/submandibula
X foto thorax, untuk mencari metastase jauh
2. Imaging
CT Scan/MRI pada tumor yang mobilitasnya terbatas, untuk
mengetahui luas ekstensi tumor lokoregional. CT Scan perlu dibuat
pada tumor parotis lobus profundus untuk mengetahui perluasan ke
orofaring.
Sidikan Tc seluruh tubuh, pada tumor ganas untuk deteksi metastase
jauh
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti dahar , urine, SGPT/SGOT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, globulin, albumin, serum elektrolit, faal
hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan kesiapan operasi.
37
D. Pemerikasaan Patologi
1. FNA
Belum merupakan pemeriksaan yang baku
2. Biopasi insisional
Dikerjakan ada tumor ganas yang inoperabel
3. Biopasi eksisional
a. Pada tumor parotis yang operabel dilakukan parotidektomi
superfisial
b. Pada tumor submandibula yang operabel dilakukan eksisi
submandibula
c. Pada tumor sublingual dan kelenjar air liur minor yang operabel
dilakukan eksisi luas (minimal 1 cm dari batas tumor)
4. Pemeriksaan potong beku
Dikerjakan terhadap spesimen operasi pada biopsi eksisional (ad.3)
5. Pemeriksaan spesimen operasi
Yang harus diperiksa lihat Laporan Patologi Standar
Macam diagnosis yang ditegakkan:
1. Diagnosis utama
a. Diagnosis klinis dari kelenjar air liur
b. Untuk keganasan, sebutkan stadiumnya
2. Diagnosis komlikasi
3. Diagnosis sekunder (co-morbid)
V. PROSEDUR TERAPI
Terapi pilihan utama untuk tumor kelenjar air liur adalah pembedahan.
Radioterapi sebagai terapi adjuvan paska bedah hanya dilakukan atas indikasi,
atau diberikan pada tumor kelenjar air liur yang inoperabel. Kemotarapi hanya
diberikan sebagai adjuvan, meskipun masih dalam penelitian dan hasilnya
belum memuaskan.
Tumor Primer
A. Tumor Operabel
1. Terapi utama (pembedahan)
a. Tumor parotis
1) Parotidektomi superfisial, dilakukan pada : tumor jinak parotis
lobus superfisialis
2) Parotidektomi total, dilakukan pada :
38
a) Tumor ganas parotis yang belum ada ekstensi
ekstraparenkim dan n VII
b) Tumor jinak parotis yang mengenai lobus profundus
3) Parotidektomi total diperluas, dilakukan pada : Tumor ganas
parotis yang sudah ada ekstensi ekstraparenkim dan mengenai
n VII
4) Deseksi leher radikal (RND), dikerjakan pada : ada metastase
k.g.b leher yang masih operabel.
b. Tumor gl. Submandibula
Eksisi gl.submandibula --> Periksa potong beku
1) Bila hasil potong beku jinak --> operasi selesai
2) Bila hasil potong beku ganas -->deseksi submandibula -->
potong beku
a) Bila metastase k.g.b (-) --> op selesai
b) Bila metastase k.g.b (+) --> RND
c. Tumor glandula sublingual atau kelenjar air liur minor
Eksisi luas (1 cm dari tepi tumor).
Untuk tumor yang letaknya dekat sekali dengan palatum, misalnya
palatumdurum, ginggiva, eksisi luas disertai tulang di bawahnya.)
2. Terapi tambahan
Radioterapi paskabedah diberikan pada tumor ganas kelenjar liur
dengan kriteria :
1. High grade malignancy
2. Masih ada residu makroskopis dan mikroskopis
3. Tumor menempel pada saraf (n fasialis, n lingualis, hipoglosus,
dan accecorius)
4. Setiap T3, T4
5. Karsinoam residif
6. Karsinoma parotis lobus profundus
Radioterapi sebaiknya dimulai 4-6 minggu setelah pembedahan untuk
memberian penyembuhan luka operasi yang adekuat, terutama bila
dikerjakan tandur saraf.
Radioterapi lokal dilakukan pada lapanganoperasi meliputi bekas
insisi sebanyak 50 Gy dalam 5 minggu.
Radioterapi regional/leher ipsilateral diberikan pada T3,T4, atau
high grade malignancy.
39
B. Tumor inoperabel
1. Terapi utama
Radioterapi : 65-70 Gy dalam 7-8 minggu
2. Terapi tambahan
Kemoterapi :
a. Untuk jenis adenokarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
1) Adriamisin 50 mg/ m2 iv pada hari 1
2) 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu
3) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
b. Untuk jenis carcinoma sel skuamous ( squamous cell carcinoma,
mucoepidemoid carcinoma)
1) Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3
minggu
2) Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
C. Metastase kelenjar getah bening (N)
1. Terapi utama
a. Operabel : deseksi leher radikal (RND)
b. Inoperabel : redioterapi 40 Gy/+ kemoterapi preoperatif, kemudian
dievaluasi
1) Menjadi operabel --> RND
2) Tetap inoperabel --> radioterapi dilanjutkan sampai 70 Gy
2. Terapi tambahan
Radioterapi leher ipsilateral 40 Gy
D. Metastasis jauh (M)
Terapi paliatif : kemoterapi
1. Untuk jenis adenkarsinoma (adenoid cystic carcinoma,
adenocarcinoma, malignant mixed tumor, acinic cell carcinoma)
a. Adriamisin 50 mg/m2 iv pada hari 1
b. 5 fluorourasil 500 mg/m2 iv pada hari 1 diulang tiap 3 minggu
c. Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2
2. Untuk jenis karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma,
mucoeidemoid carcinoma)
a. Methotrexate 50 mg/m2 iv pada hari 1 dan 7 diulang tiap 3 minggu
b. Sisplatin 100 mg/m2 iv pada hari ke 2.
40
BAGAN PENANGANAN TUMOR PAROTIS OPERABEL DENGAN (N)
SECARA KLINIS NEGATIF
41
BAGAN PENANGANAN TUMOR SUBMANDIBULA OPERABEL DENGAN
(N) SECARA KLINIS NEGATIF
42
Bagan Penanganan Tumor Sublingualis/Kelenjar Liur Minor
43
N positif bilateral : RND dapat dikerjakan satu tahap dengan preservasi
v.jugulasris interna atau dikerjakan 2 tahap dengan jarak waktu 3-4 minggu.
Indikasi radioterapi adjuvan pada leher setelah RND :
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastase > 1 buah
2. Diameter kelenjar getah bening > 3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstrakapsuler
4. High grade malignancy
44
M Positif
Sitostatika
+
Paliatif (bila perlu)
Operasi (trakeotomi, gastrostomi)
Radioterapi
Medikamentosa
45
4. Status penyakit :
a. Bebas kanker
b. Residif
c. Metastase
d. Timbul kanker atau penyakit baru
5. Komplikasi terapi
6. Tindakan atau terapi yang diberikan
46
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT
I. PENDAHULUAN
A. Batasan
Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari
mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.
Batas-batas rongga mulut:
Depan : tepi vermilion bibir atas dan bawah
Atas : palatum durum dan molle
Lateral : bukal kanan dan kiri
Bawah : dasar mulut dan lidah
Belakang : arkus faringeus anterior kanan kiri, dan uvula, arkus
glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah,
papilla sirkumvalata lidah.
Ruang lingkup kanker rongga mulut meliputi daerah spesifik di bawah ini:
1. bibir
2. lidah 2/3 anterior
3. mukosa bukal
4. dasar mulut
5. ginggiva atas dan bawah
6. trigonum retromolar
7. palatum durum,
8. palatum molle
Tidak termasuk kanker rongga mulut ialah:
1. sarkoma dan tumor ganas odontogen pada maksila atau mandibula
2. sarkoma jaringan lunak dan syaraf perifer pada bibir atau pipi
3. karsinoma kulit bibir atau kulit pipi
B. Epidemiologi
1. Insidens dan frekuensi relatif
Berapa besar insidens kanker rongga mulut di Indonesia belum kita
ketahui dengan pasti. Frekuensi relative di Indonesia diperkirakan 1,5-5%
dari seluruh kanker. Insidens kanker rongga mulut pada laki-laki yang tinggi
terdapat di Perancis yaitu 13,0 per 100.000, dan yang rendah di Jepang yaitu
0,5 per 100.000, sedangkan perempuan yang tinggi berada di India yaitu 5,8
per 100.000 dan yang rendah berada di Yugoslavia yaitu 2,0 per 100.000
(Renneker, 1988). Angka kejadian kanker rongga mulut di India sebesar 20-
25 per 100.000 atau 40% dari seluruh kanker, sedangkan di Amerika dan di
Eropa sebesar 3-5 per 100.000 atau 3-5 % dari seluruh kanker.kanker rongga
mulut paling serng mengenai lidah (40%), mulut (15%), dan bibir (13%).
47
2. Distribusi kelamin
Kanker rongga mulut lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada
perempuan dengan perbandingan 3/2-2/1
3. Distribusi umur
Kanker rongga mulut sebagian besar timbul pada usia diatas 40 tahun (70%).
4. Distribusi geografis
Kanker rongga mulut tersebar luas diseluruh dunia. Yang tinggi insidensnya
di Perancis, India sedang yang rendah di Jepang
5. Etiologi dan faktor resiko
Etiologi kanker rongga mulut adalah paparan dengan karsinogenik yang
banyak terdapat pada rokok dan tembakau.
Resiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada perokok,
nginag/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek.
Sebagian besar (±90%) kanker rongga mulut berasal dari mukosa yang berupa
karsinoma epidermoid atau karsinoma se skuamosa dengan differensiasi baik,
tetapi dapay juga berdifferensiasi sedang, jelek, atau anaplastik. Bila gambaran
patologis menunjukan suatu rabdomiosarkoma, fibrosarkoma, malignant
fibrokistoma, ataupun jaringan tumor lunak lainnya, perlu diperiksa dengan teliti
apakah tumor tersebut benar tumor ganas rongga mulut (C00-C06) ataukah suatu
tumor ganas jaringan pipi, kulit, atau tulang yang mengadakan invasi ke rongga
mulut.
B. Derajat Diferensiasi
Derajat differensiasi
Grade Keterangan
G1 DIFFERENSIASI BAIK
48
G2 DFFERENSIASI SEDANG
G3 DIFFERENSIASI JELEK
G4 TANPA DIFFERENSIASI
ANAPLASTIK
49
otot lidah(ekstrinsik/deep), sinus
T4b maksilaris,kulit
Infiltrasi musticator space,
pterygoid plates, dasar tengkorak, a.
Karotis interna
III T3 N0 M0
T1 N1 M0 N0 Tidak terdapat metastase regional
T2 N1 M0 N1 Kgb ipsilateral single, ≤ 3cm
T3 N1 M0 N2a Kgb ipsilateral singel, ≥ 3cm-6cm
N2b Kgb ipsilateral multipel, ≤ 6cm
IV A T4 N0, N1, M0 N2C Kgb bilateral/kontralateral, ≤6cm
TIAP T N2 M0
N3 Kgb > 6cm
IV B TIAP T N3 M0
IV C TIAP T TIAP N M1 M0 Tidak ditemukan metastase jauh
M1 Metastase jauh
50
Tentukan tentang :
1) Penampilan
2) Keadaan umum
3) Metastase jauh
b. Status lokalis
Dengan cara : inspeksi dan palpasi bimanual
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan
palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan dengan
menggunakan lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut
dilihat mulai dari bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga
mulut dilakukan dengan memasukkan 1-2 jari ke salam rongga mulut.
Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil.
Satu- dua jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut
dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut.
Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang
telah diberi kasa 2x2 inchdipegang dengan tangan kiri pemeriksa dan
ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk
melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut, dan
orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi jika menggunakan cermin
pemeriksa.
Tentukan lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa
besar dalam sentimeter, berapa luas infiltrasinya, bagaimana
operabelitasnya.
c. Status regional
Palpasi apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening
leheripsilateral atau kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan
lokasinya, jumlahnya, ukurannya (yang terbesar), dan mobilitassnya
B. pemeriksaan radiografi
1. X-foto polos
a. X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramic, oklusal, dikerjakan
pada tumor ginggiva mandibula, atau tumor yang melekat pada
mandibula
b. X-foto kepala lateral, waters, oklusal, dikerjakan pada tumor ginggiva,
maksila, atau tumor yang melekat pada maksila
c. X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum
d. X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru
2. Imaging (dibuat hanya atas indikasi)
a. USG hepar untuk melihat metastase di hepar
b. Ct-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional
c. Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang
51
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali
fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis,
untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi.
D. Pemeriksaan patologi
Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga sebagai kanker rongga
mulut harus diperiksa patologis dengan teliti. Specimen harus diambil dari
biopsy tumor
Biopsy jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan
pada tumor primer atau pada tumor metastase kelenjar getah bening leher.
Biopsy eksisi bila tumor kecil, 1cm, atau kurang eksisi yang dikerjakan adalah
eksisi luas seperti tindakan opersi definitive (1cm dr tepi tumor). Biopsy insisi
atau biopsy cakot ( punch biopsy) menggunakan tang alligator, bila tumor besar
atau inoperable.
Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologi ialah tipe, differensiasi,
dan luas invasi dari tumor.
Tumor besar yang diperkirakan operable :
Biopsy sebaiknya dikerjakan dengan anestesi umum dan sekaligus dapat
dikerjakn eksplorasi bimanual untuk menentukan luas infiltrtif tumor (staging)
Tumor besar yang diperkirakan inoperable:
Biopsy dikerjakan dengan anestesi blok local pada jarigan normal di sekitar
tumor. (anestesi infiltrasi pada tumor tidak boleh dilakukan untuk mencegah
penyebaran sel kanker.
Macam diagnosis yang ditegakkan :
1. diagnosa pertama: gambaran makroskopis penyakit kankernya sendiri, yang
merupakan diagnosa klinis.
2. diagnosa komplikasi: penyakit lain yang diakibatkan oleh kanker itu.
3. diagnosa sekunder: penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker
yang diderita, tetapi dapat mempengaruhi pengobatan, atau prognosa
4. diagnosa patologi : gambaran mikroskopis dari kanker tersebut.
V. PROSEDUR TERAPI
Penanganan kanker rongga mulut sebaiknya dilakukan secara multidisiplin
yang melibatkn beberapa bidang spesialis, yaitu:
1. Oncologic surgeon
2. Plastic and reconstructive surgeon
3. Radiation oncologist
4. Medical oncologist
5. Dentist
6. Rehabilitation specialists
52
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga
mulut ialah dengan eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut
serta aspek kosmetik/penampilan penderita.
Beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi
adalah :
1. umur penderita
2. keadaan umum penderita
3. fasilitas yang tersedia
4. kemampuan dokternya
5. pilihan penderita
Untuk lesi kcil (T1-T2), tindakan operasi atau radiasi saja dapat memberikan
angka kesembuhan yang tinggi. Dengan catatan bahwa radioterapi saja pada T2
memberikan angka kekembuhan yang cukup tinggi daripada tindakan operasi.
Untuk T3-T4 trapi kombinasi operasi dan radioterpi memberikan hasil yang
paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterpi dan atau kemoterapi sebelum
tindakan operatif dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3-T4).
Radioterapi dapat diberikan secara interstitial atau eksternal, tumor yang
eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang
endofitik dengan ukuran besar.
Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak,
dalam tahap penelitan, kemoterapi hanya dipakai sebagai neo-adjuvant preoperatif
atau adjuvant post operative untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikrometastase.
Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut:
Anjuran Terapi Untuk Kanker Rongga Mulut
ST T.N.M OPERASI RADIOTERAPI KEMOTER
API
I T1N0M0 Eksisi radikal atau Kuratif, 50-70 Gy Tidak
dianjurkan
53
RESIDIF LOKAL Operasi u/ residif RT u/ residif post op CT
post RT
METASTASE Tidak dianjurkan Tidak dianjurkan CT
1. Karsinoma bibir
T1 : eksisi luas atau radioterapi
T2 : eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan kesembuhan
dengan fungsi dan kosmetik lebih baik
T3 : eksisi luas +deseksi suprahioid+radioterpi pasca bedah
a. Karsinoma dasar mulut
T1 : eksisi luas atau radioterapi
T2 : tidak lekat dengan periosteum → eksisi luas
Lekat dengan periosteum → eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3,4 :eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+
radioterapi pasca bedah
2. Karsinoma lidah
T1,2 : eksisi luas dan radioterapi
T3,4 : eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
3. Karsinoma bukal
T1,2 : eksisi luas bila mengenai komisura, radioterapi akan memberikan
kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik lebih baik
T3,4 : eksisi luas + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
4. Karsinoma ginggiva
T1,2 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3 : eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+
radioterapi pasca bedah
T4(Infiltrasi tulang/ cabut gigi setelah ada tumor) : eksisi luas dengan
mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
5. Karsinoma palatum:
T1 : eksisi luas sampai periosteum
T2: eksisi luas sampai tulang dibawahnya
T3 : eksisi luas sampai tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid+ radioterapi
pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) : maksilektomi infrastruktural parsial/total tergantung luas lesi +
diseksi supraomohioid+ radioterapi pasca bedah
Untuk karsinoma rongga mulut T3,T4 penanganan N0 dapat dilakukan diseksi leher
selektif atau radioterapi regional pascabedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada
setiap T harus dilakukan diseksi leher radikal. Bila memungkinkan eksisi luas tumor
primer dan diseksi leher tersebut harus dilakukan secara end-blok.
54
Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis
metastase kelenjar getah bening tersebut(jumlah kelenjar getah bening yang positif
metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ekstra getah bening)
1. Terapi Kuratif
Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut
stadiumI,II,III.
a. Terapi utama
Terapi utama untuk stdium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang
masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sedangkan untuk
stadium III, IV yang masih operable ialah kombinasi antara operasi dengan
radioterapi pasca bedah.
Pada terapi kuratif harus diperhatikan :
menurut prosedur yang benar, karena jika salah maka hasilnya tidak
menjadi kuratif
fungsi mulut untuk bicara, minum, makan, menelan, bernafas tetap baik
kosmetis cukup untuk diterima
1) operasi
Indikasi operasi :
a) kasus operabel
b) umur relatif muda
c) keadaan umum baik
d) tidak terdapat ko-morbiditas yang berat
Prinsip dasar operasi tumor rongga mulut:
a) pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruhbtumor
dengan ekstensinya
b) eksplorasi tumor, untuk menilai luas ekstensi tumor
c) eksisi luas tumor
tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor
menginvasi tulang eksisi luas disertai reseksitulang yang terinvasi
d) diseksi KGB regional (RND = radical neck Disection atau
modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini
dikerjakan secara enblok dengan tumor primer jika memungkinkan.
e) tentukan radikalitas opersi durante operasi dar tepi sayatan dengan
pmeriksaan potong beku. Kalau tidak radikal buat garis sayatan baru
yang lebih luas sampai bebas tumor
f) rekonstruksi defak yang terjadi
2) radioterapi
indikasi radioterapi :
a) kasus operabel
b) T1,2 tempat tertentu ( lihat diatas)
55
c) kanker pangkal lidah
d) umur relatif tua
e) menolak operasi
f) ada ko-morbiditas yang berat
radioterapi dapat diberikan engan cara:
60
a) Teleterapi memakai ortovoltase, cobalt , Linec dengan dosis
5000-7000rads
b) Brakiterapi , sebagai booster dengan implantasi intratumoral,
jarum irridium192 atau radium 224 dengan dosis 2000-3000rads
b. Terapi tambahan
1) radioterapi
Radioterapi tambahan diberikan pada kasus dengan terapi utamanya
operasi.
a) radioterapi pasca bedah
diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat
dilakukan eksisi radikal, radikalitas diragukan atau terjadi
kontaminasi lapangan operasi dengan sel kanker.
b) radioterpi pre-bedah
radioterpi pre-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya
diragukan atau yang inoperabel.
2) operasi
operasi dilakukan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang
setelah operasi radioterapi menjadi operabel atau timbul esidif setelah
radioterapi
3) kemoterapi
kemoterapi dilakukan pada kasus kontaminasi lapangan operasi oleh sel
kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan
atau radioterapi.
c. terapi komplikasi
1) terapi komplikasi penyakit
Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi
dapat menjadi komplikasi karena terapi.
Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misal:
a) nyeri; analgetik
b) anemia; hematinik
c) infeksi; antibiotik
d) dll
2) Terapi komplikasi terapi
a) komplikasi operasi; menurut jenis komplikasi
b) komplikasi radioterapi; menurut jenis komplikasi
56
c) komplikasi kemoterapi; menurut jenis komplikasi
d. terapi bantuan
Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb
e. terapi sekunder
Kalau ada penyakit sekunder, diberikan terapi sesuai jenis penyakitnya
2. Terapi Paliatif
Terapi paliatif adalah untuk memperbaiki kualitas hidup penderrita dan mengurangi
keluhannya terutama untuk penderita yang tidak dapat disembuhkan lagi.
Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang :
a. stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh
b. terdapat komordibitas yang berat dengan haprapan hidup yang pendek
c. terpi kuratif yang gagal
d. usia sangat lanjut
keluhan yang harus dipaliasi antara lain:
a. loko regional
1) ulkus di mulut atau di leher
2) nyeri
3) sukar makan, minum, menelan
4) mulut berbau
5) anoreksia
6) fistula oro-kutan
b. sistemik
1) nyeri
2) batuk
3) sesak nafas
4) BB menurun
5) Sukar berbicara
6) Badan lemah
a. Terapi utama
1) tanpa meta jauh, radioterp dengan dosis 5000-7000rads, kalau perlu
kombinasi dengan operasi
2) ada metastase jauh, kemoterapi
kemoterapi yang dapat dilakukan adalah
a) karsinoma epidermoid
obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, methotrexate, bleomycin,
Cyclophosphamide, adryamycin dengan angka remisi 20-40 % misal:
o Obat tunggal : metrotrexate 30 mg/m2 2xseminggu
57
o Obat kombinasi:
V : Vincristin : 1,5 mg/m2 hl
B : Bleomycin: 12 mg/m2 hl diulang tiap 2-3 minggu
2
M : Metrotrexate : 20 mg/m h3, 8
b) adenokarsinoma:
obat-obat yang dapat dipakai antara lain: Flourouracil, Mithomycin-C,
Ciplatin, Adyamycin, dengan angka remisi 20-30%. Misal:
Obat tunggal : Flourouracil
dosis permulaan : 500 mg/m2
dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu
Obat kombinasi:
F : flourouracil : 500 mg/m2 h1,8,14,28
A : adryamycin : 50 mg/m2 h1,21 diulang tiap 6 minggu
M : Metrotrexate : 10 mg/m2 h1
b. Terapi tambahan
Kalau perlu: operasi, kemoterapi, radiasi
c. Terapi komplikasi
1) nyeri; analgetik sesuai dengan ”Step Ladder WHO”
2) sesak nafas; trakeostomi
3) sukar makan; gastrostomi
4) infeksi; antibiotik
5) mulut berbau; obat kumur
6) dsb
d. Terapi bantuan
1) nutrisi yang baik
2) vitamin
e. Terapi sekunder
Jika terdapat penyakit sekunder maka terapinya sesuai penyakit yang
bersangkutan
Leukoplakia/ Eritroplakia
Klas 1
klas II klas III klas IV Klas V
3bln
Ulangan sitologi
Bila 2x ulangan sitologi biopsy
Hasil tetap klas I –III
58
Suspek Karsinoma Rongga Mulut, N0, M0
< 1 cm < 1 cm
Re-eksisi/
Radiotherapi Operabel Inoperabel/
lokal meragukan
T1 T2 T3,
4a
Kemo dan/ radiotherapy
local preoperatif
Tak Radikal
radikal Eksisi luas +
deseksi KGB leher selektif*/
radiotherapy lekoregional
Re-eksisi/
Radiotherapi
lokal
Radiotherapi
lekoregional
Meta KGB Meta KGB +
(+) (-) sitostatika
N. POSITIP
N 1,2 N3
T di operasi T di radiotherapi
Sisa (+) Sisa (-)
60
M POSITIF
Sitostatika
+
Paliatif (bila perlu)
Operasi (trakeostomi,
gatrostomi)
Radioterapi
medikamentosa
TUMOR
RESIDIF
radiologis
Rekonstruks
i
62
PROTOKOL PENATALAKSANAAN KANKER KULIT
Kanker kulit dibedakan menjadi kelompok melanoma dan kelompok non melanoma.
Kelompok non-melanoma dibedakan menjadi karsinoma sel basal, karsinoma sel skuamosa,
dan karsinoma adneksa kulit. Dalam penatalaksanaan kanker kullit harus pula diketahui lesi
pra kanker antara lain actinik keratosis, kerati acantoma, bowen’s disease, erytroplasia of
Queyrat, xeroderma pigmentosum.
63
T2b: melanoma dengan tebal 1,01 - 2,0 mm, dengan ulserasi
T3 : melanoma dengan tebal 2,01 - 4,0 mm, dengan atau tanpa ulserasi
T3a: melanoma dengan tebal 2,01 - 4,0 mm, tanpa ulserasi
T3b: melanoma dengan tebal 2,01 - 4,0 mm, dengan ulserasi
T4 : melanoma dengan tebal ≥ 4,0mm, dengan atau tanpa ulserasi
T4a: melanoma dengan tebal ≥ 4,0mm, tanpa ulserasi
T4b: melanoma dengan tebal ≥ 4,0mm, dengan ulserasi
64
Tiap T N3 M0 St. IIIB PT1-4b N1a M0
Stadium IV Tiap T tiap N M1 PT1-4b N2a M0
PT1-4a N1bM0
PT1-4a N2b M0
PT1-4a/b N2c M0
PT1-4b N1b M0
St. IIIC
PT1-4b N2b M0
Tiap PT N3 M0
Tiap PT tiap N M1
St. IV
Klasifikasi clark
Tingkat 1 : sel melanoma terletak diatas membrana basalis epidermis (insitu)
Tingkat 2 : invasi sel melanoma sampai ke lapisan papila dermis
Tingkat 3 : invasi sel melanoma sampai ke perbatasan antara lapisan papilaris dengan
retikularis dermis
Tingkat 4 : invasi sel melanoma sampai ke lapisan retikularis dermis
Tingkat 5 : invasi sel melanoma sampai ke lapisan jaringan subkutis
Klasifikasi Breslow
Golongan 1 : Kedalaman (ketebalan) tumor < 0,76 mm
Golongan 2 : Kedalaman (ketebalan) tumor 0,76-1,5 mm
Golongan 3 : Kedalaman (ketebalan) tumor > 1,5mm
65
b. Atas indikasi : X foto tulang di daerah lesi dan CT-scan
2. sitologi : FNA, inprint sitologi
3. patologi :
a. biopsi : jenis histologi dan differensiasi sel
b. pemeriksaan spesimen operasi:
1) tumor primer : besar tumor, jenis histopatologi,derajat differensiasi sel,
luas dan dalamnya infiltrasi, radikalitas operasi
2) nodus regional : jumlah kelenjar yang ditemukan dan yang positif, infasi
tumor ke kapsul atau ke ekstra nodul, tinggi level metastase
4. biopsi, prinsip harus komplit. Dilakukan biopsi terbuka oleh karena dibutuhkan
informasi mengenai kedalaman tumor, biopsi tergantung dari anatomical sitenya.
1).Bila diameter > 2Cm
Bila secara anatomi sulit, (terutama didaerah wajah) dilakukan insisional
biopsi
2). Bila < 2cm dilakukan eksisi tumor, dengan savety margin 1 cm, Spesimen
dikirimkan dengan mapping dengan diberi tanda-tanda sayatan
V. PROSEDUR TERAPI :
A. Lesi Primer
Tindakan : Eksisi luas
Bila kelenjar getah bening teraba secara klinis dan terbukti metastasis secara
PA, dilakukan tindakan limfadenektomi atau diseksi radikal, sebagai berikut:
66
Bila lesi primer 0,76 . 1,5 mm dianjurkan diseksi kelenjar getah bening
regional
Bila fasilitas memungkinkan, dapat dilakukan diseksi kgb selektif
dengan bantuan sentinel node mapping
C. Kasus Rekuren
Lesi primer :
Operabel reeksisi
Inoperabel radiasi
Metastasis regional : radiasi
Adjuvant terapi : pada stadium III dapat diberikan berupa raditerapi,
kometarapi atau imunoterapi
Metastasis jauh : diberikan terapi paliatif
D. In Transit Metastasis
Lokasi tersering di ekstremitas bawah
Terapi yang dianjurkan :
IN TRANSIT
METASTASIS
SOLITER MULTIPEL
E. Metastasis Jauh
Terapi tergantung dari tempat metastasis
Tempat metastasis Tindakan
Paru-paru Reseksi
Gastro intestinal Operasi paliatif
Tulang Radioterapi paliatif
Otak kortikosteroid
67
– Dacarbazine + IFN . 2b
– Cisplatin / Vinblastine / Dacarbazine
b. – IL-2
– IFN . 2b
– Vaksinasi “melanosomal proteins”
68
M. diperiksa dengan pemeriksaaan fisik dan imaging
Staging :
Stadium TNM T Tumor Primer
O TNM T Tidak dapat dievaluasi
T0 Tidak ditemukan
I T Kanker insitu
T1 Tumor ukuran terbesar < 2 cm
II T2 Tumor ukuran 2 s/d 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor menginvasi struktur
ekstradermal dalam, misalnya
kartilago, otot skelet atau tulang
III N Nodus regional
N Tidak dapat diperiksa
N0 Tidak ada metastasis nodus regional
N1 Ada nodus regional
IV M Metastasis jauh
M Tidak dapat diperiksa
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh
69
mencekung (gambaran klinik, seperti sikratik), kadang tertutup krusta
yang melekat erat (jarang ulserasi).
d. Jenis Superficial
Lokasi : badan, leher, kepala.
Lesi : bercak kemerahan dengan skuama halus, tepi meninggi seperti
kawat. Dapat meluas secara lambar, ulserasi (.) biasanya multiple.
e. Jenis Fibroepitelial
Lokasi : punggung.
Lesih : soliter, nodul keras, sering bertangkal pende.
Permukaan halus, sedikit kemerahan (mirip fibroma).
f. Sindroma karsinoma sel basal nevoid (sindroma Gorlin Galzt).
Autosomal dominan, sindroma terdiri dari :
1) Kelainan kulit :
- Ca sel basal multiple jenis nevoid
- Cekungan (pits) pada telapak tangan dan kaki.
- Milia, lipoma, fibroma.
2) Kelainan tulang :
- Kista pada rahang
- Kelainan tulang iga dan tulang belakang (scoliosis, spinabifida)
3) Kelainan system saraf :
- Perubahan neurologik (EEG abnormal, cerebeller
meduloblastoma)
- Retardasi Mental
4) Kelaninan mata : katarak buta congenital.
5) Lain-lain :
- Kalsifikasi falks serebri
- Fibroma ovary denga kalsifikai
- Kista limfatik di mesenterium
g. 1). Jenis “linier and generalized follikuler basal cell nevi” (jarang).
Sejak lahir.
Lesi : jenis linier, berupa nodul + komedo dan kista
epidermal tersusun seperti garis unilateral.
Lesi ttap dengan bertambah usia.
2). Jenis “Generalized follikuler” : ada kerontokan rambut terhadap akibat
kerusakan folikerl rambut karena pertumbuhan tumor
70
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos di daerah lesi untuk melihat infiltrasi, kalau perlu dilakukan CT
Scan
2. Biopsy insisi/eksisi untuk menentukan diagnosisi histopatologis.
V. PROSEDUR TERAPI
Dalam penatalaksanaan basalioma, kita harus mencapai
1. Eksisi lesi primer yang radikal
2. Rekonstruksi dengan memperhatikan fungsi dan kosmetik yang di daerah
wajah
Terapi yang dianjurkan adalah eksisi luas dengan safety margin 0,5 – 1 cm bila
radikalitas tidak tercapai, diberi terapi adjuvant radioterapi. Unutk lesi di daerah
canthus, naslabial fold, peri orbital dan peru auricular, dianjurkan untuk
melakukan Mohs micrographic surgery (MMS). Bila tidak ada dapat diberikan
radioterapi.
Rekonstruksi daerah lesi dapat dikerjakan dengan :
1. Penutupan primer
2. Penutupan dengan tandur kulit secara STSG / FTSG (split / full tchicknees
skin graft)
3. Pembuatan flap
Untuk lesi rekuren dianjurkan tindakan eksisi luas. Atau bila memungkinakan
dilakukan MMS
LESI PRIMER
BCC
Radioterapi
Eksisi
luas
LESI REKUREN
BCC
MMS
71
PENATALAKSANAAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA
I. PENDAHULUAN
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna dari keratinizing cull
dengan karakterisk anaplasia, tumbuh cepat, invasi lokal dan berpotensi
metastasis.
Patogeneisis karsinoma sel skuamosa sama seperti karsinoma sel basal
yaitu : adanya erpan paparan sinar ultraviolet sinar matahari yang mebyebabkan
terjadinya mutasi gen supresor, disamping itu terdapat pula peran imunosupresi
bakar, yang disebut sebagai marjolin ulcer.
Yang berisiko tinggi untuk mendapat kanker kulit adalah penderita
kelainan pre kanker (xeroderma pigmentosium, kertosis senilis, compound nevus,
multiple dysplatic nevi), bangsa kulit putih, terbakar sinar matahari, terpaar sinar
pengion, arsen, jelaga, keloid luka bakar, penderita dengan fistula, immune
superesi, dsb.
Insidens tertinggi pada usia 50 – 70 tahun, paling sering pada kulit
berwarna di daerah tropic. Laki-laki banyak dari wanita, lesi dapat timbul dari klit
normal atau dari lesi prakanker, pada orang kulit putih hal ini diduga akibat
ransangan sinar ultraviolet, karsinogen kimia (coal tar, arsen, hidrokarbon
polisklik). Sedangkan pada kulit berawarna : pradisposisi trauma, ulkus kronik,
jaringan parut dan dapat pula terjadi dari fistel yang tidak sembuh-sembuh.
Predileksi : kulit yang terpapar sinar matahari, membrane mukosa, lokasi
terbanyak (orang kulit putih : wajah, ekstremitas atas, kulit berwarna : ekstremitas
bawah badan, dapat pada bibir bawah, dorsum manus).
72
Tis Karsinoma insitu
T1 Tumor dengan ukuran terbesar < 2 cm
T2 Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d < 5 cm
T3 Tumor dengan ukuran terbesar >5cm
T4 Tumor menginvasi struktur esktradermal dalam, seperti kartilago, otot, skelet
atau tulang
M : Metastasis jauh
Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksa
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
Stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2, T3 N0 M0
Stadium III T4 N0 M0
Tiap T N1 M0
Stadium IV Tiap T Tiap N M1
IV. PROSEDUR DIAGNOSTIK
A. Anamnesis
1. Anamnesis
Penderita mengeluh adanya lesi di kulit yang tumbuh menonjol, mudah
berdarah, bagian atasnya
2. Pemeriksaan Fisik
Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofilik, endofilik, infiltratif, tumbuh
progresif, mudah berdarah dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan
bau yang khas.
Selain pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya
metastasis regional dan tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll.
73
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi: x-fot toraks, x-foto tulang di daerah lesi, dan CT Scan/MRI
atas indikasi
2. Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi :
- Lesi < 2 cm dilakukan biopsi eksisional
- Lesi > 2 cm dilakukan bipsi insisional
V. PROSEDUR TERAPI
Terapi untuk SCC hampir sama dengan basalioma. Jenis tindakan tergantung dari
ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi, gradasi histopatologi dan riwayat
terapi.
Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi primer dan rekonstruksi penutupan
defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan cara penutupan primer, tandur
kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan, untuk eksisi luas
dengan safety margin 1 – 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan
radioterapi adjuvant.
Untuk lesi di daerah cantus, nasolabial fold, peri orbital dan aurikular, dianjurkan
untuk mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan maka
dilakukan eksisi luas.
Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau kartilago dan belum
bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi.
Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas, radioterapi
tidak memberikan respon yangbaik. Untuk kasus inoperable dapat diberikan
radioterapi preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS.
Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan diseksi kgb, yaitu diseksi
inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level II atau diseksi leher modifikasi
radikal.
LESI PRIMER
SCC
74
PENATALAKSANAAN SARKOMA JARIGAN LUNAK
I. PENDAHULUAN
Sarkoma jaringan lunak SJL tergolong keganasan yang relatif jarang
ditemukan. Di Amerika angka kejadian 7800 kasus baru per tahun dan hampir
50% meninggal akibat penyakitnya. Di Indonesia belum ada data tentang SJL,
baik yang berbasis Rumah Sakit maupun yang berbasis populasi.
Sampai saat ini penyebab pasti SJL belum diketahui pasti tetapi
diperkirakan terdapat peran faktor radiasi, bahan kimia, riwayat trauma dan mutasi
genetik pada “stem cell mesenchymal”.
Hampir 50% kasus terjadi di ekstremitas terutama bawah dan 30% kasus
terjadi di visceral dan retropreitoneal. Kelakuna klinis tipe-tipe SJL hampir sama
dan dibedakan dari letak anatomis, ukuran gambaran spesifik hispatologi dan
gradasi hispatologi.
75
- Malignant extra renal
rhabdoid tumor
- Desmoplastic small cell
tumor
Gradasi hispatologi
Termasuk dalam penilaian gradasi adalah “
1. Tingkat selularitas
2. Diferensiasi
3. Pleomorfi
4. Nekrosis
5. Jumlah mitosis
American Joint Commision on Cancer (AJCC) dan Memorial Sloan-
Kettring Cancer Center (MSKCC) membedakan atas gradasi rendah dan tinggi.
Disamping gradasi, diperlukan pula informasi pemeriksaan hispatologi berupa :
1. Ukuran tumor
2. Tipe dan sub-tipe
3. Batas sayatan (margin)
4. Invasi
M : Distant Metastasi
M0 No distant metastasi
76
M1 Distant metastasi
G: Histopatologic grade
Low grade
High grade
Stage Grouping (TNM System 6th edition, 2002)
Stage IA Low grade T1a N0 M0
Low grade T1b N0 M0
Stage IB Low grade T2a N0 M0
Low grade T2b N0 M0
Stage IIA High grade T1a N0 M0
High grade T1b N0 M0
Stage II B High grade T2a N0 M0
Stage III High grade T2b N0 M0
Stage IV Any Any T N1 M0
Any Any T Any N M1
77
o Tanda-tanda infiltrasi, sehingga perlu diperiksa fungsi motorik
/ sensorik dan tanda-tanda bendungan pembuluh darah.
Obstruksi usus, dan lain-lain sesaui dengan lokasi lesi.
2) Metastasi regional
Perlu diperiksa ada atau tidaknya pembesaran kgb regional.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos untuk menilai ada tidaknya infiltrasi pada tulang.
2. MRI / CT Scan untuk menilai infiltrasi pada jaringan sekitarnya.
3. Anglografi atas indikasi
4. Foto thorakss untuk menilai metastasi paru
5. USG hepar / sidik tulang atas indikasi untuk menilai metastasi
6. Untuk SJL retroperitoneal perlu diperiksa fungsi ginjal.
7. Biopsi :
a. Tidak dianjurkan pemeriksaan FNAB (sitologi)
b. Sebaiknya dilakukan “core biopsy” atau ‘tru cut biopsy” dan lebih
dianjurkan untuk dilakukan biopsi terbuka, yaitu bila ukuran tumor <
3 cm dilakukan biopsi eksisi dan bila > 3 cm dilakukan biopsi insisi.
c. Untuk kasus-kasus tertentu bila pemeriksaan histo PA meragukan,
dilakukan pemeriksaan imunohistokimia.
Setelah dilakukan pemeriksaan di atas diagnosis klinis onkologis telah
dapat ditegakkan, selanjutnya ditentukan stadium klinik SJL sesuai tabel di
atas kasus SJL tersebut kurabel atau tidak, resektabel atau tidak dan harus
dipastikan modalitas apa yang dimiliki (operasi, radiasi, khemoteraphi)
serta kemungkinan tindakan rehabilitasi.
78
V. PROSEDUR TERAPI
Dibedakan atas lokasi SJL, yaitu :
1. Ekstremitas
2. Visceral / retroperitoneal
3. Bagian tubuh lain
4. SJL dengan metastase jauh
1. Ekstremitas
Pengelolaan SJL daerah ekstremitas sedapat mungkin haruslah dengan
tindakan “the limb-sparring operation” dengan atau tanpa terapi adjuvant
(radiasi/khemoterapi). Tindakan amputasi harus ditempatkan sebagai pilihan
terakhir. Tindakan yagn dapat dilakukan selain tindakan operasi adalah
dengan khemoterapi intra arterial atau dengan hypertotmia dan “limb
perfusion”
a. SJL Pada Ekstramitas yang Resektabel
Setelah diagnosis klinis onkologi dan diagnosis histopatologi ditegakkan
secara blopsi inchi/eksisi, dan setelah ditentukan gradasi SJL serta stadium
klinisnya, maka dilakukan tinakan eksisi luas. Untuk SJl yang masih
operabel/resentabel, eksisi luas yang dilakukan adalah eksisi dengan
curative wide margin yaitu eksisi pada jarak 5 cm atau lebih dari zona
reaktif tumor yaitu daerah yang mengalami perubahan warna disekitar
tumor yang terlihat secara inspeksi, yang berhubungan dengan jaringan
yang vasular, degenerasi otot, edema dan jaringan sikatrik.
1) Untuk SJL ukuran < 5 cm dan gradasi rendah, tidak ada tindakan
ajuvants setelah tindakan eksisi luas
2) Bila SJL ukuran > 5 cm dan gradasi rendha, perlu ditambahkan
radioterapi eksterna sebagai terapi ajuvan
3) Untuk SJL ukuran 5-10 cm dan gradasi tinggi perlu ditambahkan
radioterapi eksterna atau brakhiterapi sebagai terapi ajuvan
4) Bila SJL ukuran > 10 cm dan gradasi tinggi perlu dipertimbangkan
pemberian khemoterapi preoperatif dan pasca operatif disamping
pemberian radioterapi eksterna atau bralhiterapi.
79
Bagan Pengelolaan SJL Ekstremitas Resektabel
Diagnosis Klinis
Onkologis Diagnosis
Histopatologis
Gradasi/Stadium
Khemoterapi BT : Brakhiterapi
pre/pos op RE : Radiasi Eksterna
Bila terdapat metastasis pada kgb regional, dilakukan diseksi kgb regional
80
Bagan Pengelolaan SJl pada Ekstremitas yang Tidak Resektabel
Diagnosis Klinis
Onkologis Diagnosis
Histopatologis
Gradasi/Stadium
Neoajuvan khemoterapi
81
dan sebagainya, sehingga tindakan yang dilakukan tidak radikal dan terbatas
pada pseudo kapsul. Untuk kasus yang demikian perlu dipikirkan terapi
ajuvan, berupa khemoteapi dan atau radioterapi.
Bagan Pengelolaan SJL Viseral/Retroperitoneal
Diagnosis Klinis,
Pemeriksaan Penunjang =
SJl Viseral/retroperitoneal
Observasi
82
d. Pada SJL di kepala dan leher yang tidak mungkin dilakukan eksisi luas
maka dapat diberikan khemoradiasi.
83
PENATALAKSANAAN SARKOMA JARINGAN LUNAK PADA ANAK
I. PENDAHULUAN
Sarkoma jaringan lunak pada anak (SJLA) termasuk kasus yang jarang, yaitu
sekitar 7,4% dari seluruh keganasan anak. Jenis SJLA yang sering dijumpai
adalah Rhabdomyosarcoma yaitu ± 40% dari kasus SJLA.
Faktor Prognostik tergantung dari beberapa hal yaitu: stadium, ukuran, letak
anatomi, umur dan tipe histologis.
II. RHABDOMYOSARKOMA
A. Epidemiologi dan Etiologi
Rhabdomyosarcoma merupakan jenis SJLA yang tersering ditemukan,
yaitu ± 60% pada SJLA dibawah 5 tahun dan ± 23% pda anak 15-20 th,
dan ditemukan sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki.
Faktor etiologi adalah multifaktor dan faktor familial telah diteliti
peranannya karena Rhabdomyosarcoma pada anak sering dihubungkan
dengan Li-Fraumeni syndrome, Beckwith-Weidsmann syndrome dan
Neurofibromatosis-1 (NF-1).
B. Tipe Histopatologi
Rhabdomyosarcoma pada anak dibedakan atas:
1. embryonal rhabdomyosarcoma
2. alveolar rhabdomyosarcoma
3. spindle cell rhabdomyosarcoma
4. botryoid rhabdomyosarcoma
5. undifferentiated rhabdomyosarcoma
6. rhabdomyosarcoma with rhabdoid features
C. Stadium Klinik
Berdasarkan stadium preterapi TNM
D. Prosedur Diagnostik
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan lokasi
tersering rhabdomyosarcoma anak, termasuk pemeriksaan pada kgb
regional dan metastasi jauh. Lokasi tumor diretrobulbar dapat berupa
protopsis atau benjolan dengan kulit di atasnya normal, dapat tanpa
keluhan atau didesrtai nyeri. Pemeriksaan penunjang meliputi foto polos
atau CT scan di tumor primer dan di tempat metastasis jauh. Kalau perlu
dilakukan pula biopsi aspirasi pada bone marrow. Diagnosis pasti adalah
biopsi insisi/eksisi.
E. Prosedur Terapi
84
Tergantung dari lokasi tumor primer dan berhubungan dengan tipe
histopatologi dan dianjurkan untuk melakukan terapi dengan
multimodalitas dan multidisiplin, tidak dianjurkan melakukan mutilasi
yang agresif.
1. Lokasi di orbita dan parameningen termasuk telinga tengah dan
nasofaring. Dilakukan radioterapi sampai 5000 cGy atau kemoterapi
dengan kombinasi Vincristine, Dactinomycin dan Doxorubin.
2. Lokasi di non orbita dan non parameningen meliputi regio
parois, laring, palatum, tonsil, glotis/lidah, buccal/pipi, nasal/hidung,
kepala dan leher. Bila memungkinkan harus dilakukan eksisi
dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant sampai 4000-5000 cGy atau
diberikan kemoterapi dengan Vincristine, Dactinomycin dan
Cyclophosphamide (VAC).
3. Lokais di dinding thoraks, intrathoraks, dinding abdomen,
paraspinal dan retroperitoneal. Terapi utama adalah eksisi kalau
perlu diberikan adjuvant radioterapi bila tipe embryonal.
4. Lokasi di ekstremitas. Dianjurkan untuk eksisi radikal samapai
batas sayatan bebas mikroskopis. Tidak dianjurkan untuk tindakan
amuptasi atau eksisi kompartemen atau eksisi grup otot. Bila perlu
dapat diberikan adjuvant radioterapi sampai 5000 cGy. Kemoterapi
tidak dianjurkan karena respon kurang baik.
5. Lokasi di genitor-urinari. Bila memungkinkan dilakukan
reseksi radikal, bila tidak mungkin dilakukan reseksi terbatas
dilanjutkan dengan radioterapi adjuvant. Bila tidak dapat dilakukan
reseksi, dpat dilakukan radioterapi preoperatif atau nonadjuvan
kemoterapi dengan Vincristin+Dactinomycin dilanjutkan dengan
reseksi.
85