Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN KEBUTUHAN


NUTRISI DENGAN DIABETES MELITUS

A. Konsep dasar
Diabetes termasuk dalam gangguan pada kebutuhan nutrisi yang terkait saluran
cerna. Yang lebih tepat nya yaitu system endokrin.
System endorkrin terdiri dari beberapa organ yang memproduksi berbagai zat
kimia (hormone) yg digunakan untuk mengatur fungsi tubuh seperti metabolism.
Organ yg termasuk dalam struktur ini diantaranya: kelenjar pineal,kelenjar
pancreas,kelenjar tiroid,kelenjar hipofisis,ovarium,testis.
Cara kerja endokrin system yaitu negative feedback (mekanisme umpan balik
negative) adalah suatu respon untuk menyesuaikan diri dengan mengurangi atau
menunda suatu rangsangan. Contoh: bila darah kita mengenta maka hipotalamus
akan memproduksi hormone yg dapat menyebabkan darah lebih encer.
Kelenjar pancreas
Bentuk pancreas panjang dan melintang dirongga abdomen diantara ginjal dan
duodenum. Terdiri dari dua tipe jaringan:
1. Jaringan yg memproduksi dan mensekresi enzim pencernaan yg dialirkan
lewat duktus ke usus kecil.
2. Pancreatic islets langerhans ,memproduksi dan mensekresi hormone insulin
dan glucagon langsung kedalam darah. Insulin dihasilkan oleh sel beta dan
glucagon oleh sel apha.
Insulin dikeluarkan bila kadar glukosa darah meningkat yang biasanya
terjadi setelah makan. Insulin mempunya 3 fungsi berbeda:
- Merangsang seluruh sel,khususnya sel lemak,hepar,dan sel-sel otot untuk
mengabsorpsi dan memetabolisme glukosa
- Merangsang hati dan otot untuk menyimpan glukosa sebagai glikogen
- Meningkatkan pembentukan lemak dan protein dan menghambat
penggunaannya sebagai sumber energy,sehingga baru digunakan pada
saat nya missal: ketika sakit atau nafsu makan berkurang.
B. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi/patologis
Diabetes mellitus
a. Definisi

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau


mengalihkan”. Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau
madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan
volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan insulin
atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008).
b. Etiologi
penyebab diabetes didasarkan dari klasifikasi DM, yaitu:
1. DM tipe I (IDDM)
Penyebabnya karena proses imunologik dimana tubuh didapat
memproduksi insulin karena sel beta pancreas dirusak oleh system
imun,selain itu juga karena factor genetic. Pada DM tipe I, penyandang
diabetes sangat tergantung dengan insulin.
2. DM tipe II (NIDDM)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin. NIDDM penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja
insulin (resisten insulin). Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari
sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian
terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan NIDDM terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Umum nya disandang oleh
penyandang usia muda mulai dari remaja hingga hingga dewasa. Factor
yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II diantaranya
adalah: usia,obesitas,riwayat keluarga,kelompok etnik.
c. Patofisiologi
Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup
tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat
menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan
glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut
lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik
(HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi).
Patway

d. Manifestasi klinik
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polifagia
4. Keletihan
5. Kelemahan
6. Malaise
7. Penurunan berat badan
8. Penyembuhan luka lambat
9. Pruritus
10. Kebas ekstremitas
e. pemeriksaan penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi
glukosa > 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
4. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
5. Urine: gula dan aseton positif
6. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi
pernafasan dan infeksi luka.
f. Penatalaksaan medis
1. Medis
Tujuan utama dilakukannya terapi DM ialah agar dapat menormalkan
aktivitas insulin & kadar glukosa darah dalam usaha untuk mengurangi
terjadinya sebuah komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan therapy
terapeutik pada setiap type DM adalah demi mencapai kadar glukosa
darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
serius pada pola aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima komponen penting
dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
Syarat melakukan diet DM seharusnya dapat :
1. Memperbaiki kesehatan umum pada penderita
2. Mengarahkan pada berat badan dalam batas normal
3. Menekan dan menunda timbulnya sebuah penyakit angiopati diabetic
4. Memberikan sebuah modifikasi diit sesuai dengan kondisi pada
penderita
5. Menarik & mudah untuk diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
1. Jumlah sesuai kebutuhan
2. Jadwal diet yang ketat
3. Jenis : yang boleh dimakan / tidak

Penentuan jumlah kalori Diit DM harus disesuaikan oleh status gizi pada
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of
Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :

Laporan Pendahuluan Diabetes Melitus Lengkap

 Kurus (underweight) apabila BBR < 90 %


 Normal (ideal) apabila BBR 90% – 110%
 Gemuk (overweight) apabila BBR > 110%
 Obesitas apabila BBR > 120%

Sebagai sebuah pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi


para penderita DM yg bekerja biasa yakni :

 Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori perharinya


 Normal (ideal) BB X 30 kalori perharinya
 Gemuk (overweight) BB X 20 kalori perharinya
 Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

b. Latihan
Beberapa manfaat melakukan latihan teratur setiap hari bagi para penderita
DM, yakni :

 Meningkatkan kadar kepekaan insulin, jika dikerjakan setiap 1 1/2 jam


sesudah makan, berarti pula mengurangi terjadinya insulin resisten pada
penderita dengan kegemukan/menambah jumlah reseptor insulin &
meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
 Memperbaiki aliran perifer serta menambah suplai oksigen yang ada
 Mencegah kegemukan apabila ditambahkan dengan latihan pagi dan sore
 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
 Kadar glukosa otot & hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
adanya pembentukan glikogen baru.
 Menurunkan kolesterol (total) & trigliserida dalam darah karena adanya
sebuah pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

c. Penyuluhan
Penyuluhan menjadi salah satu bentuk metode pemberian informasi
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara/ bisa
menggunakan media misalnya: leaflet, poster, audio visiual, diskusi
kelompok, dll.
d. Obat

Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

» Insulin
1) Indikasi untuk penggunaan insulin

 DM tipe I
 DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
 DM pada kehamilan
 DM & gangguan faal hati yg berat
 DM & gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
 DM & TBC paru akut
 DM & koma lain pada DM
 DM operasi
 DM patah tulang
 DM & underweight
 DM & penyakit Graves

2) Beberapa cara dalam pemberian insulin

Suntikan insulin subkutan Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada


waktu sekitar 1 – 4 jam. Dosis pemberian insulin disesuaikan dengan kadar
gula dalam darah. Satuan dalam pemberian insulin adalah unit.

g. Komplikasi
Komplikasi yang bias muncul pad diabetes mellitus adalah:
1. Diabetes ketoasidosis
2. Koma hiperosmolar, hiperglikemia, nonketotik.
3. Hipoglikemia
4. Infeksi
5. Penyakit Vaskuler
6. Neuropati
7. Retinopati
7. Nefropati
C. Konsep asuhan keperawatan
a. Pengkajian
DIABETES MELITUS
1. Anamnesa
Keluhan :cemas,lemah,mual,muntah,poliuri,polidipsi,penglihatan
kabur.
Riwayat kesehatan: riwayat kesehatan keluarga,kaji adanya
riwayat penyakit jantung,obesitas,penyakit pancreas,kaji obat
yang diminum sebelumnya.
2. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur.
Tanda : Takikardi dan takipnea pada istirahat atau dengan
aktifitas, letargi.
3. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, kesemutan pada ekstrimitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardi, hipertensi,nadi yang menurun, distritmia,mata
cekung.
4. Integritas Ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain
Tanda : Ansietas, peka rangsang
5. Eliminasi
Gejala : Poliuria, nokturia, Isk berulang
Tanda : Poliuria, urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen
keras
6. Makanan cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah,BB menurun, haus,
peningkatan frekuensi makan.
Tanda : Kulit kering, turgor kulit jelek, distensi abdomen, napas
bau aseton.
7. Neurosensori
Gejala : Pusing, kesemutan, parestesia, gangguan penglihatan
(pandangan mata kabur,tidak bias melihat/buta)
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi aktivitas kejang
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat), pusing,
nyeri tekan abdomen.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati –
hati.
9. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk, dngan atau tanpa
sputum purulen
Tanda : Lapar udara, batuk, frekuensei pernapasan.
10. Kenyamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaporesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,
parestesia/paralysis
11. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impotent pada pria, kesulitan orgasme pada wanita.
b. Diagnose
1. Deficit volume cairan berhubungan dengan dieresis
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat
3. Resiko infeksi berhubungan dengan hiperglikemi
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolic
5. Perubahan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa.
c. Intervensi
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
KH : - Tidak terjadi dehidrasi yang ditandai dengan kesetabilan
TTV
- Turgor kulit dan perfusi jaringan memadai
- Intake dan output seimbang
Intervensi :
a. Kaji TTV
R : hipolemia dpat dimanifestasikan oleh hipotensi takikardi
b. Kaji adanya pernapadan kussmaul atau napas bau aseton
R : berhubungan pemecahan aseton – asetat
c. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane
mukosa
R : merupakan indicator tingkat dehidrasi
d. Kaji suhu,warna kulit atau kelembabannya
R : Mempertahankan rehidrasi/volume sirkulasi
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin
R : meningkatkan kadar insulin
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin,intake tidak kuat.
Tujuan : intake nutrisi terpenuhi
KH : - Berat badan dalam batas normal sesuai dengan usia.
- Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
- Kliendapat mengerti dan menungkapkan penambahan berat
badannya karena proses penyakit, kadar gula darah dalam batas
normal.
Intervensi
a. Tentukan program diet dan pola makan pasien
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpanan dari
kebutuhan teraputik
b. Kaji dan catat adnya keluhan mual
R : Untuk menentukan intervensi
c. Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan
(nutrient)
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar
dan fungsi gastrointestinal baik.
d. Identifikasi makanan yang disukai
R : Untuk menentukan diet
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan
R : Membantu keluarga dalam memahami kebutuhan nutrisi klien
f. Lakukan konsultasi dengan ahli diet
R : Untuk perhitungan dan penyesuaian diet untuk kebutuhan
pasien.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
KH : Mencegah dan mengurangi terjadinya infeksi
Intervensi :
a. Observasi tanda – tanda infeksi dan peradangan seperti demam
kemerahan, dan nyeri.
R : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasannya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis ataudapat mengalami infeksi
nosokomial
b. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah
makan
R : Mencegah tejadinya infeksi nosokomial
c. Pertahankan teknik aseptic pada prosedur infasif
R : Glukosa tinggi dalam darah meempercepat pertumbuhan
bakteri
d. Ajarkan pasien wanita membersihkan perineal dari depan ke
belakang setelah BAB.
R : Mengurrangi resiko terjadinya infeksi saluran kemih.
e. Berikan antibiotic yang sesuai
R : Penanganan lebih awal dapat membantu mencegah timbulnya
sepsis
4. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi
metabolic
Tujuan : Meningkatkan tingkat energi
KH : Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktifitas yang diinginkan
Intervensi :
a. Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktifitas
R : Dapat memberi motipasi dalam aktifitas
b. Beri aktifitas alternative periode istirahat
R : Mencegah kelelahan berlebih
c. Diskusikan cara menghemat kalori selama aktifitas
R : Pasien dapat melakukan banyak aktifitas dengan menghemat
energi
d. Tingkatkan partisipasi pasien dlam melakukan aktifitas sehari
– hari
R : Meningkatkan harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas
pasien
5. Perubahan sensori perceptual (penglihatan) berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa.
Tujuan : Mempertahankan tingkat mental biasanya
KH : Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
Intervensi :
a.Pantau TTV
R : Suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
b. Lindungi pasien dari cidera
R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal timbulnya
cidera
c. Beri tempat yang lembut
R : Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan
kerusakan kulit.
d. Bantu pasien dalam ambulasi
R :Meningkatkan keamanan pasien
e. Berikan obat sesuai indikasi
R : Gangguan dalam proses fikir/potensial terhadap aktivitas
kejang biasanya hilang bila keadaan hiperosmolaritas teratasi.

Daftar pustaka

Sarpini, Rusbandi. 2015. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia, Edisi Revisi. Jakarta: IN
MEDIA
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai