Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek

keperawatan gawat darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang

berkompeten di ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan

meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik aktual yang timbul secara

bertahap maupun mendadak (Dep.Kes RI, 2005).

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian

primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat

dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk

mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah

selanjutnya dilakukan survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi : A:

Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai control

servikal; B: Breathing, mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan

agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai

kontrol perdarahan; D: Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure,

enviromental control, buka baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).

Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau

ketrampilan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat

darurat untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau

potensial mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak

di perkirakan tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat

1
dikendalikan. Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat

tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang

akan menentukan keberhasilan Asuhan Keperawatan pada system

kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian yang baik akan

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang dapat dilihat

dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah kepedulian,

lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan

memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono,

2003).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil adalah “Konsep Pengkajian Gawat Darurat (

Primary Survey ABCD dan Secondary Survey)

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat

2. Tujuan Khusus

Mengetahui tentang konsep pengkajian gawat darurat meliputi : primary

assessment, secondary assessment,

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kegawatdaruratan

Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang

dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau

evaluasi tindakam operasi dengan segera.Berdasarkan definisi tersebut the

American College of Emergency Physicians statesdalam melakukan

penatalaksanaan kegawatdaruratan memilikiprinsip awal, dalam mengevaluasi,

melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang

tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya (Krisanty, 2009).

B. Primary Survey

1. Pengkajian Airway

a. Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan

ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat

berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011).

Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan

ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi

endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada.

Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada

kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

3
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :

a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau

bernafas dengan bebas?

b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:

1) Adanya snoring atau gurgling

2) Stridor atau suara napas tidak normal

3) Agitasi (hipoksia)

4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements

5) Sianosis

c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan

potensial penyebab obstruksi :

1) Muntahan

2) Perdarahan

3) Gigi lepas atau hilang

4) Gigi palsu

5) Trauma wajah

d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien

terbuka.

e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang

berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.

f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien

sesuai indikasi :

4
1) Chin lift/jaw thrust

a) Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke
depan.Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk
memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.
b) Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat!
Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke
bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher
tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat).


dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi
menutupi jalan nafas.

c) Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan
sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

5
2) Lakukan suction (jika tersedia)

3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask

Airway

4) Lakukan intubasi

b. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management)


1) Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual
a) Look, Listen, Feel
1) L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada,
adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
2) L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
3) F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi penolong

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel


(LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk
memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

6
b) Cross Finger

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut


dengan menggunakan teknik cross finger

c) Sapuan jari (finger sweep)


Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda
asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti
gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga
hembusan nafas hilang.

Gambar 3. Tehnik finger sweep

d) Mengatasi sumbatan nafas parsial


Dapat digunakan teknik manual thrust
a. Abdominal thrust
1) Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
2) Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati
(daerah subdiafragma – abdomen).

7
Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

b. Chest thrust
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan
tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira
satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting
susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang,
lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing,
beri nafas buatan
c. Back blow (untuk bayi)
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat.
Bila nafas tidak efektif atau berhenti, lakukan back blow 5
kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

8
2) Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual
a) Pemasangan Pipa (Tube)
Dipasang jalan napas buatan (pipa orofaring, pipa nasofaring). Pipa
orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan nafas dan menahan
pangkal lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan
napas terutama pada pasien-pasien tidak sadar.

Bila dengan pemasangan jalan napas tersebut pernapasan belum juga


baik, dilakukan pemasangan pipa endotrakhea (ETT/endotracheal tube).
Pemasangan pipa endotrakhea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,
menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

b) Penghisapan Benda Cair (Suctioning)


Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair maka dilakukan
penghisapan (suctioning). Penghisapan dilakukan dengan menggunakan
alat bantu pengisap (penghisap manual portabel, pengisap dengan
sumber listrik).

9
2. Pengkajian Breathing (Pernafasan)

a. Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas

dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak

memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:

dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of

open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara

lain

A. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan

oksigenasi pasien.

1) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada

tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail

chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu

pernafasan.

2) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,

subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis

haemothorax dan pneumotoraks.

3) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.

10
B. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika

perlu.

C. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut

mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.

D. Penilaian kembali status mental pasien.

E. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan

F. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau

oksigenasi:

1) Pemberian terapi oksigen

2) Bag-Valve Masker

3) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan

yang benar), jika diindikasikan

4) Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway

procedures

5) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya

dan berikan terapi sesuai kebutuhan.

b. Jenis-jenis Alat Bantu Pernafasan

1) Inhaler

Inhaler merupakan alat yang biasanya digunakan bagi penderita

11
penyakit asma. INhaler bekerja dengan dihirup melalui hidung.
Hal tersebut bertujuan untuk merdakan sesak yang tiba tiba
terjadi dan butuh penanganan cepat yang sulit diredakan oleh
obat lnagsung. Inhaler bekerja langsung pada bronkus dan
melegakan saluran yang menyempit. SEhingga membuat udara
mudah masuk dan menyebbakan penderita tidak sesak napas
lagi
2) Tabung Oksigen

Tabung Oksigen berfungsi menambah oksigen pada saat


seseorang kekurangan oksigen. Hal tersebut biasanya terjadi
pada saat seseorang sedang menjalankan operasi
3) Nebulizer

Nebulizer merupakan alat yang digunakan untuk terapi bagi


penderita asma dan penyakit pernapasan lainnya. Hal tersebut

12
karena nebulizer mampu merubah obat cair menjadi kabut,
sehingga mudah diserap dan dihirup jauh ke dalam paru paru,
sehingga bagi penderita penyakit pernapasan, terapi dengan alat
tersebut dianggap cukup efektif dan membantu
4) Ambubag

Ambu Manual Ventilator yang disingkat dengan nama Ambubag


merupakan alat bantuan pernafasan yang berfungsi untuk
memompa oksigen udara bebas. Alat ini digunakan secara
ekstensif di ruang operasi untuk bantuan pernafasan pasien yang
tidak sadar pada saat sebelum diberikan bantuan pernafasan
mekanik.
5) Suction Pump

Suction Pump merupakan alat yang berfungsi untuk menghisap


cairan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh/cairan yang dapat
merugikan tubuh pada sistem pernapasan.

13
6) Oksigen Cannula

Alat yang digunkana untuk mengalirkan udara kedalam lubang


hidung. Alat ini biasanya bekerja dengan aliran 1-6lt/menit dan
konsentrasi oksigen sebesar 24%-44%.
3. Pengkajian Circulation

Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi


jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma.
Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan
salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan
dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan
pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis.
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2000)

Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan disini adalah volume
darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan
utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur
dapat menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3–4 unit darah dan membuat
syok kelas III. Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah menggunakan
penekanan langsung dan meninggikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami
pendarahan di atas level tubuh. Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan

14
pendarahan secara nyata dengan mengurangi gerakan dan meningkatkan pengaruh
tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang terbuka, penggunaan balut
tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Penggantian cairan yang
agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :

Pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta adanya perdarahan.
Status hemodinamik, warna kulit, nadi serta produksi urin

a. Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari


pemeriksaan sederhana seperti nadi, tekanan darah dan respirasi
b. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan tekanan
darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan
meningkat 20 – 30 kali per menit.
c. Pada perdarahan sedang dan berat , Tekanan darah akan menurun disertai
peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.
1. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
2. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
3. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.Palpasi nadi radial jika
diperlukan:
a) Menentukan ada atau tidaknya

b) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)

c) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)

d) Regularity

4. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia

(capillary refill).

5. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

15
4. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

a. Gunakan GCS dan hafalan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya

ingat akibat trauma pada pasien

Pemeriksaan GCS

Bayi Respons Anak/Dewasa

verbal

Spontan 4 Spontan

Terhadap perintah/suara 3 Terhadap perintah

Terhadap nyeri 2 Terhadap nyeri

Tidak ada respons 1 Tidak ada respons

Verbal

Bergumam/mengoceh 5 Terorientasi

Menangis lemah 4 Bingung

Menangis karena nyeri 3 Kata-kata yang tidak

teratur

Merintih karena nyeri 2 Tidak dapat dimengerti

Tidak ada 1 Tidak ada

Motorik

Spontan 6 Mematuhi perintah

Penarikan karena sentuhan 5 Melokalisasi nyeri

Penarikan karena nyeri 4 Penarikan karena nyeri

16
Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal

Tidak ada respons 1 Tidak ada respons

Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal terbaik dan motorik

terbaik.

b. Pemeriksaan AVPU

ii. A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi

perintah yang diberikan

iii. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang

tidak bisa dimengerti

iv. P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika

ekstremitas bawal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk

merespon)

v. U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus

nyeri maupun stimulus verbal.

5. Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien

diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting

untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada

punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada

pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal.

Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan

17
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan

ulang (Thygerson, 2011).

Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam

jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:

a. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien

b. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien

luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak

stabil atau kritis (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)

6. Foley Cateter

Pemasangan foley cateter adalah untuk evaluasi cairan yang masuk. Input

cairan harus dievaluasi dari hasil output cairan urin. Output urine normal

a. Dewasa: 0.5 cc/kg bb/jam

b. Anak: 1 cc /kg bb/jam

c. Bayi: 2 cc/kg bb/jam

Namun pemasangan cateter tidak dapat dipasang pada penderita dengan

adanya hematoma skrotum, perdaraha di OUE (Orifisium Uretra External),

dan pada Rektal Touch (RT) posisi prostat melayang/tidak teraba.

7. Gastic Tube

Pemasangan kateter lambung dimaksudkan untuk mengurangi distensi

lambung dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah sekaligus mempermudah

dalam pemberian obat atau makanan. Kontraindikasi pemasangan NGT adalah

18
untuk penderita yang mengalami fraktur basis crania atau diduga parah, jadi

pemasangan kateter lambung melalui mulut atau OGT.

8. Hearth Monitro/ECG Monitor

Dapat dipasang untuk klien yang memiliki riwayat jantung ataupun pada

kejadian klien tersengat arus listrik.

C. Secondary Survey

Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki, termasuk re evaluasi

tanda vital. Peluang untuk membuat kesalahan dalam penialain pasien yang tidak

sadar atau cukup besar, sehingga diperlukan pemeriksaan teliti yang menyeluruh.

Pada pemeriksaan secondary survey ini dilakuka pemeriksaan neurologu lengkap,

termasuk mencatat GCS bila belum dilakukan dalam survey primer. Pada

secondary survey ini juga dikerjakan foto rontgen dan pemeiksaan laboratorium.

Evaluasi lengkap dari pasien memerlukan pemeriksaan fisis berulang-ulang.

1. Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang

merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.

Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari

pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi

pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang

terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian.

2. Anamnesis harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan

keluarga

a. A : Alergi, adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,

makanan

19
b. M : Medikasi/obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani

pengobatan ( Hipertensi, kencing manis, Jantung)

c. P : Pertinent medical history riwayat medis pasien seperti penyakit yang

pernah diderita, obatnya apa,berapa dosisnya, penggunaan obat-

obatan herba

d. L: Last meal - obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi

(dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, periode menstruasi

termasuk dalam komponen ini)

e. E: Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera, kejadian

yang menyebabkan adanya keluhan utama

3. Pengkajian Head To Toe

a. Pengkajian kepala, leher dan wajah

1) Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan

jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing

2) Periksa mata, telinga, hidung, mulut.adakah tanda-tanda perdarahan,

benda asing, deformatis, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran.

3) Amati bagian kepal, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,

kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang

4) Kaji adanya kaku leher

5) Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi

vena leher, perdarahan, edema,kesulitan menelan, emfisema

subcutan dan krepitassi pada tulang.

b. Pengkajian dada

20
1) Pernapasan : irama, kedalaman dan karakter pernapasan

2) Pergerakan dinding dada anterior dan posteriopr

3) Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan

4) Amati penggunaan otot bantu napas

5) Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera: petekiae, perdarahan,

sianosis, abrasi dan laserasi.

c. Pengkajian abdomen dan pelvis

Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis

1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,

distensi abdomen, jejas

3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

4) Nadi femoralis

5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

6) Bising usus

7) Distensi abdomen

8) Genitalia dan rectal: perdarahan, cedera pada meatus, ekimosis, tonus,

spinker ani

d. Ekstremitas

Pengkajian di ekstremitas meliputi:

1) Tanda-tanda injuri eksternal

2) Nyeri

3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas

21
4) Sensasi keempat anggota gerak

5) Warna kulit

6) Denyut nadi perifer

d. Tulang belakang

Pengkajian tulang belakang meliputi

1) Jika tidak didapatkan adanya cedera / fraktur tulangbelakang, maka

pasien dimiringkan untuk mengamati

2) Deformitas tulang belakang

3) Tanda-tanda perdarahan

4) Laserasi

5) Jejas

6) Luka

7) Palpasi deformitas tulang belakang

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan meliputi

1) Radiologi dan scaning

2) Pemeriksaan laboratorium : Analisa Gas Darah

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang

dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau

evaluasi tindakam operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the

American College of Emergency Physicians states dalam melakukan

penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi,

melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang

tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya (Krisanty, 2009). Primary

Survey meliputi; pengkajian airway, pengkajian breathing, pengkajian circulation,

pengkajian disabilities, pengkajian expose, pengkajian foley cateter, pengkajian

gastic tube, pengkajian hearth monitor. Sedangkan Secondary survey meliputi ;

alergi, medikasi, pertinen medical history, last meal, even atau sering disebut

pengkajian AMPLE dan head to toe.

B. Saran

Sebagai seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu institusi

Rumah Sakit tentunya kita dapat mengetahui mengenai konsep pengkajian pada

pasien gawat darurat dengan ABCDE). Kelompok mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca, karena manusia tidak ada yang sempurna, agar kelompok dapat

belajar lagi dalam penulisan makalah yang lebih baik. Atas kritik dan saran dari

pembaca, penulis mengucakan terimakasih.

23

Anda mungkin juga menyukai