M.Tuberculosis.: Bab I Pendahuluan
M.Tuberculosis.: Bab I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1
penyakit ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri dan
janin.6,7
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya
perjalanan TB, sehingga banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.
Pengaruh TB paru pada wanita yang sedang hamil bila diobati dengan
baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Infeksi TB pada neonatus
dapat terjadi melalui intrauterin, selama persalinan, maupun pasca natal
oleh ibu pengidap TB aktif. Kejadian TB kongenital sangat jarang.Di
seluruh dunia kasus TB kongenital hanya tercatat 329 kasus.4,7
2
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
No. RM : 858442
Umur : 28 tahun
Suku bangsa : Melayu Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT.08 jln. N.KH. A Majid kel. Tahtul Yaman
MRS : 27 oktober 2017 pukul 14:42 WIB
Nama suami : Tn .R
Umur : 29 tahun
Suku bangsa : Melayu Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT.08 jln. N.KH. A Majid kel. Tahtul Yaman
3
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lengan dan tungkai serta jari-jari tangan dan kaki sulit digerakkan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke rumah sakit umum daerah raden mattaher jambi
pada 27 oktober 2017 atas rujukan dari rumah sakit TK.IV.Dr.Bratanata
dengan diagnosis susp spondylitis TB + TB Paru + hamil 37-38 minggu.
Os mengeluhkan lengan dan tungkai sulit digerakkan sejak 5 bulan
yang lalu, keluhan tersebut semakin lama semakin memberat hingga
sampai saat ini. Saat 5 bulan yang lalu os didiagnosis tb paru dan
spondylitis tb. Os diberikan obat untuk 6 bulan tetapi os tidak minum obat
secara tuntas. Os hanya minum obat selama 2 bulan dengan alasan takut
kalau obat-obat tersebut berakibat buruk pada bayi yang dikandungnya.
Pada tiga tahun yang lalu os juga pernah di diagnosis tb paru dan
os minum obat selama 6 bulan dan telah dinyatakan sembuh oleh dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-) TB(+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+), DM (-), Asma (-), PJK (-), Tumor (-), Kista (-) TB(+)
4
Siklus : 28 hari
Dismenorrhea : Tidak
Warna : Merah segar
Bentuk perdarahan : Encer
Bau haid : Anyir
Flour albous : Sebelum
Lama : 1 hari
Warna : Putih kental
Jumlah : Sedikit
Riwayat Pernikahan
Status perkawinan : Kawin
Berapa kali : 1 kali
Usia : 27 tahun
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas
5
IV. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
TD : 120/90 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36,3˚ C
Tinggi badan : 150 cm
Berat Badan : 76 kg
a. Kepala
Wajah : Pucat (-) Sianosis (-)
Rambut : tidak rontok
Cloasma Gravidarum : (-)
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : putih
Mulut dan gigi : sianosis (-), lidah kotor (-)
Telinga : dalam batas normal
b. Leher : Pembesaran Kelenjar Tiroid (-), pembesaran KGB (-)
c. Dada :
Inspeksi : bekas luka (-), retraksi (-)
Perkusi : sonor +/+
Palpasi : pengembangan dada simetris +/+
Auskultasi :
Cor : BJ I/II reguler, murmur (+), gallop (-)
6
Pulmo : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
d. Abdomen
Inspeksi : Simetris, bekas luka operasi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defance
musculare (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)
e. Genitalia Eksterna : labia mayora/minora : simetris,
pembesaran kelenjar bartholini (-),
f. Ekstremitas : simetris, akral dingin (-), edema (-)
Motorik: 4/4
2/2
STATUS OBSTETRI
Pemeriksaan Leopold
Leopold I : TFU 30 cm, teraba bagian yang lunak, tidak
melenting.
Leopold II : punggung kanan
Leopold III : teraba bagian keras, bundar, dan melenting.
Leopold IV : konvergen.
TBJ : (30 - 12) x 155 = 2790 gram
Auskultasi : DJJ = 150x/i
Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
7
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
27 Oktober 2017 pukul 03.14 WIB
Parameter Hasil Satuan Harga Normal
WBC 10.32 103/mm3 4.0 – 10.0
RBC 3.77 106/mm3 3.5 – 5.5
HGB 10.6 g/dl 11.0 – 16.0
HCT 31.6 % 35.0 – 50.0
PLT 291 103/mm3 100 – 300
VI. DIAGNOSIS
G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum impartu + tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
VII. PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 10 gtt/i
- Inj.ceftriaxone 2x1 gr IV
- Dexametason 3 x 1 amp
- Ranitidine 2 x 1 amp
PO :
- Mecobalamin 2 x 1
- Calcium 3 x 1
- Rifampisin 1 x 450
- Pyrazinamide 1 x 1000mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Tablet merah 1 x 1
8
LAPORAN OPERASI
Nama operator : dr. Hanif M Noor, Sp.OG
Tanggal : 31 Oktober 2017 (pukul 09.30)
1. Pasien dalam stadium narkose dilakukan tindakan insisi dinding
perut secara pf anennstial
2. Dinding perut dibuka lapis demi lapis
3. Segmen bawah rahim dibuka, dilebarkan secara tumpul
4. Kepala dilusir diekstraksi
5. Bayi dilahirkan dengan eksplorasi perabdominal
Jenis kelamin : perempuan PB : 45 cm
BB : 2100 gram AS :7
6. Plasenta dilahirkan perabdominal lengkap
7. Segmen bawah rahim dan dinding perut ditutup lapis demi lapis
8. Dinding perut ditutup
9. Tindakan selesai
DIAGNOSA POST OP
P1A0 Post operasi Sectio Caesarea a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
Instruksi Post op
- Observasi TTV dan perdarahan setiap 15 menit
- Posisi tidur terlentang dengan bantal
- Minum bertahap
- Rawat ruang HCU
9
Terapi Post Op :
- Inj. cefotaxime 3x1 gram
- Alinamin tab 3x1
- Kaltopren supp 3x1
- Ketorolac 3 x 2 amp
10
- Calcium 3 x 1
- Rifampisin 1 x 450
- Pyrazinamide 1 x 1000mg
- Isoniazid 1 x 300 mg
- Tablet merah 1 x 1
28-10-2017 S Lemah,kaki dan tangan sulit digerakkan
O Tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 100/70 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 19 x/i; T: 36,4oc; SPO2: 100%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
Hasil laboratorium 28-10-2017
SGOT: 31 SGPT: 24
BT: 2 Menit CT: 3 Menit
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum impart + tetraplegia JTH
intrauterin Preskep
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein
Pronalges sup
OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
Rencana SC Elektif tanggal 31 oktober 2017
11
29-10-2017 S Sulit menggerakkan kaki dan tangan
O Kesadaran compos mentis
TD: 120/80 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc; SPO2: 99%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum impart + tetraplegia JTH
intrauterin Preskep
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein
Pronalges sup
OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
30-10-2017 S Sulit menggerakkan kaki dan tangan
O Kesadaran compos mentis
TD: 120/80 mmHg; HR: 82 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc; SPO2: 99%
DJJ: 150x/i TFU: 30cm
Motorik: 4/4
2/2
A G1P0A0 Gravida 37-38 minggu belum impart + tetraparese JTH
intrauterin Preskep
P IVFD RL 10gtt/i
N acetilsistein Pronalges sup OAT: RHZ 600/400/1500
Vit B6
Konsul anestesi:
Siapkan prc 2 kolf Siapkan HCU/ICU
12
31-10-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan sulit digerakkan
O Pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 131/78 mmHg; HR: 72 x/i; RR: 18 x/i; T: 36,5oc SPO2: 100%
HB : 12.2 HT : 36.1
WBC : 18.41 PLT : 317
RBC : 4.3
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke I a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
P O2 2L/I IVFD RL 20ttg/i
Inj. cefotaxime 3x1 gram Alinamin tab 3x1
Kaltopren supp 3x1 Ketorolac 3 x 2 amp
Dexametason 3 x 1 amp Mecobalamin 2 x 500mg
Ranitidin 2 x 1 amp RHZ 600/400/1500
1-11-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan sulit digerakkan
O Pasien tampak sakit berat, kesadaran compos mentis
TD: 130/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke II a/i tetraparesis e.c Susp
spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
P O2 2L/I IVFD RL 20ttg/i
Inj. cefotaxime 3x1 gram Alinamin tab 3x1
Kaltopren supp 3x1 Ketorolac 3 x 2 amp
Dexametason 3 x 1 amp Mecobalamin 2 x 500mg
Ranitidin 2 x 1 amp RHZ 600/400/1500
2-11-2017 S Nyeri bekas operasi, kaki dan tangan terasa berat
O Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
13
TD: 133/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke III a/i tetraparesis e.c
Susp spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
P IVFD RL + ketorolac 20gtt/i
Inj ranitidine 2 x 1 amp
Inj. Dexametason 3 x 1 amp
Kaltropen sup 3 x 1
PO: Alanin 3 x 1
RHZ 600/400/1500
3-11-2017 S Kaki dan tangan terasa berat
O Tampak sakit sedang, kesadaran composmentis
TD: 133/79mmHg; HR: 70x/i; RR:18x/i; T: 36,3oc SPO2: 100%
A P1A0 Post operasi Sectio Caesarea hari ke IV a/i tetraparesis e.c
Susp spondylitis TB + TB Paru JTH intrauterin Preskep
P Ganti verban
Bagian kebidanan tidak ada kelainan
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
15
bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk atau bersin akan
menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang berukuran
kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini
mengandung basil TB yang akan melayang-layang di udara, jika droplet
nuclei ini hinggap di saluran penapasan yang besar, misalnya trakea dan
bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia selaput
lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini berhasil masuk
sampai ke dalam alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus,
droplet nuclei akan menetap dan basil TB akan mendapat kesempatan
untuk berkembang biak.10
3.1.4 Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik
(droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman
16
TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian
kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan
kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag
yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.11
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 2,11
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada
proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman
hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12
minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai
17
jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler. 11
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi
pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya
belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB
primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons
positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh
terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem
imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman
TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 11
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini. 11
18
3.1.5 Diagnosis
Gejala Klinis
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, penurunan
tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan.2
Pemeriksaan Laboratorium
dinyatakan positif jika sedikitnya dua dari tiga spesimen sputum Sewaktu,
Pagi, Sewaktu (SPS) hasilnya positif. Jika hanya satu spesimen yang
sputum ulang. Jika hasil rontgen toraks mendukung kearah TB, maka
diulang.12
19
Jika gejala klinis mengarah TB tetapi hasil pemeriksaan ketiga
pemeriksaan sputum SPS ulang. Jika hasil SPS positif, maka didiagnosis
sebagai penderita TB BTA positif. Jika hasil SPS tetap negatif, lakukan
20
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk
21
siang dan malam mengurus anak yang baru lahir dan faktor-faktor sosial
ekonomi.13
Sejak ditemukannya obat-obat anti tuberkulosis, kontroversi
pengaruh kehamilan terhadap tuberkulosis paru dianggap tidak begitu
penting. Pasien tuberkulosis aktif dengan kehamilan dan mendapat
kemoterapi adekuat mempunyai prognosis yang sama seperti pasien
tuberkulosis paru tanpa kehamilan. Kecepatan dalam diagnosis dan
tatalaksana sangat berperan dalam prognosis penyakit tuberkulosis.
Mortalitas wanita hamil yang baru diketahui menderita tuberkulosis paru
sesudah hamil adalah 2x lipat dibandingkan wanita hamil yang telah
diketahui menderita tuberkulosis paru sebelum dia hamil. Pasien-pasien
yang tidak mendapat kemoterapi adekuat, yang resisten terhadap terapi,
sesudah melahirkan karena diafragma turun mendadak, komplikasi yang
sering dijumpai adalah hemoptisis atau penyebaran kuman secara
hematogen atau tuberkulosis milier. 13
22
pengobatan selama 6-9 bulan semasa kehamilan maka kematian janin 6
kali lebih besar dan insidens dari: prematuritas, KMK ( kecil untuk masa
kehamilan), BBLR (berat badan lahir rendah) (<2500g) adalah 2 kali lipat.
Pengaruh tidak langsung tuberkulosis terhadap kehamilan ialah efek
teratogenik terhadap janin karena obat anti tuberkulosis yang diberikan
kepada sang ibu. Efek samping pasien yang mendapat terapi anti
tuberkulosis yang adekuat adalah gangguan pada traktus genitalis dimana
traktus genitalis terinfeksi dari fokus primer TB paru. Tuba falopii
biasanya merupakan tempat pertama yang terinfeksi terutama tuba falopii
bagian distal. bila infeksinya menyebar maka tuba falopii bagian proximal
dan bahkan uterus dapat terinfeksi. Infeksi jarang mengenai cervix atau
tractus genitalia bagian bawah. Tidak seperti TB paru, infeksi pada genital
biasanya tidak menunjukkan gejala yang berarti, memerlukan beberapa
tahun bisa menimbulkan kerusakan yang besar dan terjadinya
perlengketan pada rongga pelvis, walaupun pasien dengan TB pelvis
biasanya steril, tetapi kadang-kadang dapat terjadi konsepsi tetapi
implantasinya lebih sering terjadi pada tuba daripada intra uterin.13,14,15
23
Pada infeksi intra uteri (pranatal/kongenital) terjadi penyebaran
M.tuberculosis secara hematogen oleh ibu TB primer yang sistemik.
M.tuberculosis akan menempel dan membentuk tuberkel pada plasenta
karena adanya sawar plasenta. Bila tuberkel pecah, akan terjadi
penyebaran melalui vena umbilikalis mencapai hati yang mengakibatkan
fokus primer di hati serta melibatkan kelenjar getah bening periportal.
M.tuberculosis dalam hati dapat masuk ke dalam peredaran darah
kemudian mencapai paru membentuk focus primer dalam bentuk dorman.4
Tuberkel pada plasenta yang pecah tersebut dapat pula menginfeksi cairan
amnion. Cairan amnion yang terinfeksi M.tuberculosis terhisap oleh janin
selama kehamilan sehingga kuman dapat mencapai paru dan menyebabkan
fokus primer di paru. Namun bila cairan amnion tersebut tertelan, kuman
akan mencapai usus yang menyebabkan fokus primer di usus. 4
24
3.1.9 Tatalaksana
25
2. Bila radiologi suspek TB periksa sputumsputum BTA (+)
INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2 kali seminggu 5-8
bln Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan .Rifampisin sebaiknya tidak
diberikan pada kehamilan trimester pertama.
Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang
diperlukan perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan
pendidikan. Perlu diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan
pengobatan yang cukup lama dan ketekunan serta ada kemauan untuk
berobat secara teratur. Penyakit akan sembuh dengan baik bila pengobatan
yang diberikan dipatuhi oleh penderita. Penderita dididik untuk menutup
mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Pengobatan terutama
dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperlukan tindakan operasi. TBC
paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi
kehamilan.
Masa kehamilan trimester II dan III 4
Pada penderita TB paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak
perlu dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, hendaknya jangan
dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal dan
ketika mendekati persalinan sebaiknya dirawat di rumah sakit; dalam
kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah penularan, untuk menjamin
istirahat dan makanan yang cukup serta pengobatan yang intensif dan
teratur. Dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk
mencegah timbulnya resistensi kuman. Untuk diagnosis pasti dan
pengobatan selalu bekerja sama dengan ahli paru-paru.3-5
Penatalaksanaan sama dengan masa kehamilan trimester pertama tetapi
26
pada trimester kedua diperbolehkan menggunakan rifampisin sebagai
terapi. Medikamentosa: (Dilakukan atas konsultasi dengan Internest)
PPD (+) tanpa kelainan radiologis maupun gejala klinis:
- INH 400 mg selama 1 tahun
TBC aktif (BTA +) :
- Rifampisin 450-600 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 600 mg 2x
seminggu selama 5-8 bulan
- INH 400 mg/hr selama 1 bulan, dilanjutkan 700 mg 2x seminggu
selama 5-8 bulan Etambutol 1000 mg/hr selama 1 bulan
Masa Persalinan4
Pasien yang sudah cukup mendapat pengobatan selama kehamilan
biasanya masuk kedalam persalinan dengan proses tuberkulosis yang
sudah tenang. Persalinan pada wanita yang tidak mendapat pengobatan
dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada
mereka yang masih aktif, penderita ditempatkan dikamar bersalin tertentu
( tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan kala
II dipercepat misalnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep, dan
sedapat mungkin penderita tidak mengedan, diberi masker untuk menutupi
mulut dan hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.
Sedapat mungkin persalinan berlangsung pervaginam. Sedangkan sectio
caesarea hanya dilakukan atas indikasi obstetrik dan tidak atas indikasi
tuberkulosis paru.
Masa Nifas 4
Penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengaruh kehamilan terhadap
tuberkulosis paru justru menonjol pada masa nifas. Hal tersebut mungkin
karena faktor hormonal, trauma waktu melahirkan, kesibukan ibu dengan
27
bayinya dll. Tetapi masa nifas saat ini tidak selalu berpengaruh asal
persalinan berjalan lancar, tanpa perdarahan banyak dan infeksi. Cegah
terjadinya perdarahan pospartum seperti pada pasien-pasien lain pada
umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat diruang
observasi selama 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan
langsung. Diberi obat uterotonika, dan obat TB paru diteruskan, serta
nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka lakukan. Penderita yang
tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di ruang isolasi.
3.2 Spondilitis TB
3.2.1 Defenisi
3.2.2 Patofisiologi
28
anak, sumber infeksi biasanya berasal dari fokus primer di paru,
sedangkan pada orang dewasa berasal dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil). Dari paru-paru, kuman dapat sampai ke tulang belakang
melalui pleksus venosus paravertebral Batson.5
Lesi tuberkulosis pada tulang belakang dimulai dengan infl amasi
paradiskus. Setelah tulang mengalami infeksi, hiperemia, edema sumsum
tulang belakang dan osteoporosis terjadi pada tulang. Destruksi tulang
terjadi akibat lisis jaringan tulang, sehingga tulang menjadi lunak dan
gepeng terjadi akibat gaya gravitasi dan tarikan otot torakolumbal.
Selanjutnya, destruksi tulang diperberat oleh iskemi sekunder akibat
tromboemboli, periarteritis, endarteritis. Karena transmisi beban gravitasi
pada vertebra torakal lebih terletak pada setengah bagian anterior badan
vertebra, maka lesi kompresi lebih banyak ditemukan pada bagian anterior
badan vertebra sehingga badan vertebra bagian anterior menjadi lebih
pipih daripada bagian posterior. Resultan dari hal-hal tersebut
mengakibatkan deformitas kifotik. Deformitas kifotik inilah yang sering
disebut sebagai gibbus. 5
Beratnya kifosis tergantung pada jumlah vertebra yang terlibat,
banyaknya ketinggian dari badan vertebra yang hilang, dan segmen tulang
belakang yang terlibat. Vertebra torakal lebih sering mengalami
deformitas kifotik.14 Pada vertebra servikal dan lumbal, transmisi beban
lebih terletak pada setengah bagian posterior badan vertebra sehingga bila
segmen ini terinfeksi, maka bentuk lordosis fisiologis dari vertebra
servikal dan lumbal perlahan-lahan akan menghilang dan mulai menjadi
kifosis. 5,17
29
Cold abscess terbentuk jika infeksi spinal telah menyebar ke otot
psoas (disebut juga abses psoas) atau jaringan ikat sekitar. Cold abscess
dibentuk dari akumulasi produk likuefaksi dan eksudasi reaktif proses
infeksi. Abses ini sebagian besar dibentuk dari leukosit, materi kaseosa,
debris tulang, dan tuberkel basil. Abses di daerah lumbar akan mencari
daerah dengan tekanan terendah hingga kemudian membentuk traktus
sinus/fi stel di kulit hingga di bawah ligamentum inguinal atau region
gluteal.12 Adakalanya lesi tuberkulosis terdiri dari lebih dari satu fokus
infeksi vertebra. Hal ini disebut sebagai spondilitis TB non-contiguous,
atau “skipping lesion”. Peristiwa ini dianggap merupakan penyebaran dari
lesi secara hematogen melalui pleksus venosus Batson dari satu fokus
infeksi vertebra. Insidens spondilitis TB non-contiguous dijumpai pada 16
persen kasus spondilitis TB. 5
Defisit neurologis oleh kompresi ekstradural medula spinalis dan
radiks terjadi akibat banyak proses, yaitu: 1) penyempitan kanalis spinalis
oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan
granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps vertebra,
6) abses epidural atau 7) invasi duramater secara langsung. Selain itu,
invasi medula spinalis dapat juga terjadi secara intradural melalui
meningitis dan tuberkulomata sebagai space occupying lesion. 5
Bila dibandingkan antara pasien spondylitis TB dengan defi sit
neurologis dan tanpa defisit neurologis, maka defi sit biasanya terjadi jika
lesi TB pada vertebra torakal. 5
Defisit neurologis dan deformitas kifotik lebih jarang ditemukan
apabila lesi terdapat pada vertebra lumbalis.19 Penjelasan yang mungkin
mengenai hal ini antara lain: 1) Arteri Adamkiewicz yang merupakan
30
arteri utama yang mendarahi medula spinalis segmen torakolumbal paling
sering terdapat pada vertebra torakal 10 dari sisi kiri. Obliterasi arteri ini
akibat trombosis akan menyebabkan kerusakan saraf dan paraplegia. 2)
Diameter relatif antara medula spinalis dengan foramen vertebralisnya.
Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakal
10, sedangkan foramen vertebrale di daerah tersebut relatif kecil. Pada
vertebra lumbalis, foramen vertebralenya lebih besar dan lebih
memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. 5,17
31
Nyeri lokal dan nyeri radikular disertai gangguan motorik, sensorik
dan sfi ngter distal dari lesi vertebra akan memburuk jika penyakit tidak
segera ditangani. Menurut salah satu sumber, insiden paraplegia pada
spondylitis TB (Pott’s paraplegia), sebagai komplikasi yang paling
berbahaya, hanya terjadi pada 4 – 38 persen penderita. Pott’s paraplegia
dibagi menjadi dua jenis: paraplegia onset cepat (early-onset) dan
paraplegia onset lambat (late-onset). Paraplegia onset cepat terjadi saat
akut, biasanya dalam dua tahun pertama. Paraplegia onset cepat
disebabkan oleh kompresi medula spinalis oleh abses atau proses infeksi.
Sedangkan paraplegia onset lambat terjadi saat penyakit sedang tenang,
tanpa adanya tanda-tanda reaktifasi spondilitis, umumnya disebabkan oleh
tekanan jaringan fibrosa/parut atau tonjolan-tonjolan tulang akibat
destruksi tulang sebelumnya. Gejala motorik biasanya yang lebih dahulu
muncul karena patologi terjadi dari anterior, sesuai dengan posisi
motoneuron di kornu anterior medula spinalis, kecuali jika ada
keterlibatan bagian posterior medula spinalis, keluhan sensorik bisa lebih
dahulu muncul. 5
32
3.3.2 Indikasi
Beberapa indikasi pelahiran Caesar adalah:19
- Distosia
- Gawat Janin
- Presentasi bokong
- Riwayat pelahiran Caesar
Indikasi Ibu
Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power
(tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim),
passageway (keadaan jalan lahir), passanger (janin yang dilahirkan) dan
psikis ibu. Mula mula indikasi seksio sesarea hanya karena ada kelainan
passageaway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan terjadinya trauma
persalinan pada jalan lahir atau pada anak, sehingga kelahirannya tidak
bisa melalui jalan vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power
dan pasanger. Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya seksio
sesarea, misalnya mengejan lemah, ibu sakit jantung atau penyakit
menahun lainnya mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan passenger
diantaranya makrosemia, anak kelainan letak jantung, primigravida > 35
tahun dengan janin letak sungsang, persalina tak maju, dan anak
menderita fetal distress syndrome (denyut jantung janin melemah).
33
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Permasalahan pada pasien:
1. Ibu mengalami spondylitis TB:
-Tetraplegi : Lengan Dan tungkai serta jari0jari Tangan dan kaki
tidak bias digerakan
2. Penatalaksanaan
- Secsio sesarea
Indikasinya adalah adanya masalah pada power ibu, yaitu ibu
tidak mampu untuk mengejan dengan benar.
34
BAB V
KESIMPULAN
35
DAFTAR PUSTAKA
36
12. Hopewell PC. Tuberculosis and Other Mycobacterial Disease. In:
Textbook of Respiratory Medicine. 4th Ed. USA: Saunders, 2005.
979-1043
13. Suryawan A.Manajemen TBC Dalam Kehamilan.JKM Vol 6 No.2.
Manado.2007
14. Tjandra Yoga Aditama. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi dan
Masalahnya. Edisi IV. 32-5
15. 13. Robert J Sokol, Sean C Blackwell. Tuberculosis In Sciarra J.
John. Editor Gynecology and Obstetric. Revised Edition. Vol
2.2003:1-6
16. Starke JR, Munoz F. Tuberculosis In: Behrman. Nelson Textbook
of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia. WB Saunders Company,
2000.h.886-97
17. Vitriana. Spondilitis tuberculosis
18. Cunningham et al. Obstetri Williams. Jakarta: EGC, 2014
19. Andaya S. Proporsi Seksio Sesarea dan Faktor yang Berhubungan
dengan Seksio Sesarea di Jakarta.Jakarta.2014
37