Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Anemia merupakan kondisi kurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam
tubuh seseorang. Anemia dapat terjadi karena kurangnya haemoglobin yang
berarti juga minimnya oksigen ke seluruh tubuh. Apabila oksigen dalam tubuh
berkurang maka orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah.
Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah
bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa
mulut.Menurut WHO (1997) seseorang dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin
pada laki-laki dewasa < 13 g/dl, pada anak umur 12-13 dan wanita dewasa tidak
hamil < 12 g/dl, pada umur 6 bulan sampai 5 tahun dan wanita hamil < 11 g/dl.
Pada anak umur 5-11 tahun dinyatakan anemia bila kadar hemoglobin < 11.5 g/dl.
Anemia dalam kehamilan paling sering dijumpai adalah anemia akibat
kekurangan zat besi (Fe). Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang intake
unsur zat besi ke dalam tubuh melalui makanan, karena gangguan absorbsi,
gangguan penggunaan atau terlalu banyak zat besi yang keluar dari badan,
misalnya pada perdarahan. Keperluan zat besi akan bertambah dalam kehamilan,
terutama dalam trimester II hal ini disebabkan meningkatnya kebutuhan janin
yang dikandung oleh ibu.
Anemia gizi adalah keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb), hematokrit,
dan sel darah merah lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi
salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial. Anemia gizi disebabkan
oleh defisiensi zat besi, asam folat, dan/atau vitamin B12.

B. Etiologi
Penyebab dari anemia antara lain :
1. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi
karena
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
c. Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
d. Inflitrasi sum-sum tulang
2. Kehilangan darah
a. Akut karena perdarahan
b. kronis karena perdarahan
c. Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit
( h e m o l i s i s ) y a n g d a p a t t e r j a d i karena
a. Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
b. Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
4. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari
anemia dimana t e r j a d i kekurangan zat gizi yang diperlukan
untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan asam folat.

Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:

1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin


B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan.
Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia karena kekurangan zat
besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki cukup persediaan
zat besi.

3. Kehamilan.
Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu.
Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran pencernaan
seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu.
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung (aspirin, anti infl
amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan zat
besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi).
Ini dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan
vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis
Contoh penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat
menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah
merah.
8. Anemia juga dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

C. Klasifikasi
Berdasarkan Sudoyo, et al (2010) anemia diklasifikasikan menurut beberapa hal,
yaitu:
1. Klasifikasi menurut etiopatogenesis
a. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
1) Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia defisiensi asam folat
c) Anemia defisiensi vitamin B12
2) Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a) Anemia akibat penyakit kronis
b) Anemia sideroblastik
3) Anemia defisiensi vitamin B12
a) Anemia aplastic
b) Anemia mieloptisik
c) Anemia pada keganasan hematologi
d) Anemia diseritropoietik
e) Anemia pada sindrom mielodisplastik
b. Anemia akibat hemoragi
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1) Anemia hemolitik intrakorpuskular
a) Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat
defisiensi G6PD
c) Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati): thalassemia
dan hemoglobinopati structural
2) Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimun
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik
d. Anemia dengan penyebab yang tidak
diketahui atau dengan pathogenesis yang kompleks

2. Klasifikasi berdasarkan gambaran


morfologi
a. Anemia hipokromik mikrositer: bila MCV
<80 fl dan MCH <27 pg.
b. Anemia normokromik normositer: bila
MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg.
c. Anemia makrositer: bila MCV >95 fl.
3. Klasifikasi berdasarkan derajat keparahan
Berikut adalah klasifikasi menurut WHO (2014)
Tabel. Level hemoglobin di atas permukaan laut (gr/dL).
Anemia

Populasi
Non-Anemia Ringan Sedang Berat

Anak-anak usia 6 - 59 11,0 atau lebih 10,0-10,9 7,0-9,9 < 7,0


bulan
Anak-anak usia 5 - 11 11,5 atau lebih 11,0-11,4 8,0-10,9 < 8,0
tahun
Anak-anak usia 12 - 14 12,0 atau lebih 11,0-11,9 8,0-10,9 < 8,0
tahun
Wanita tidak hamil 12,0 atau lebih 110-119 8,0-10,9 < 8,0
(15 tahun keatas)
Wanita hamil 11,0 atau lebih 10,0-10,9 7,0-9,9 < 7,0
Pria (15 tahun keatas) 13,0 atau lebih 11,0-12,9 8,0-10,9 < 8,0

Sumber: WHO. 2014. WHA Global Nutrition Targets 2025: Low Birth Weight
Policy Brief. Switzerland.

Sedangkan menurut Manuaba (2010), berikut adalah klasifikasi


anemia berdasarkan derajat keparahan.

Tabel. Klasifikasi derajat keparahan anemia pada kehamilan:

Klasifikasi Angka Hemoglobin

Ringan 9,0-10,0 gr/dL

Sedang 7,0-8,9 gr/dL

Berat < 7,0 gr/dL

Sumber: Manuaba, I.B.G. & Bakta, I.M. “Gangguan


Hematologik” in Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2.
Jakarta: EGC, 2010, Bab XVII.

D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik
atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk
dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1
mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera (Smeltzer
& Bare, 2002).

Pathways

Kegagalan
E.
Defisiensi B12, produksi SDM o/ Destruksi SDM
F.
asam folat, besi sum-sum tulang berlebih Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM Kompensasi jantung

Beban kerja dan curah


Hb berkurang jantung meningkat

Anemia Ketidakefektifan perfusi


jaringan perifer
Suplai O2 dan nutrisi ke Ketidakefektifan
sesak
jaringan berkurang pola nafas
Risiko
ketidakefe
ktifan
Penurunan Reaksi antar perfusi jar.
G.kerja GI saraf berkurang otak
H.

I. Gastro Hipoksia SSP


J. Nyeri
Mekanisme an aerob

Makanan Asam laktat


Peristaltik Kerja Energy untuk
susah Intoleransi Pusing
As. Lambung
lambung membentuk
menurun
Konstipasi
dicerna aktivitas
meningkat
menurun Kelelahan
ATP berkurangantibodi
Resiko infeksi
berkurang
K.

L.
Anoreksia

mual
E. Manifestasi Klinik
MenurutKetidakseimbangan
Tarwoto, dkk (2010), tanda-tanda Anemia meliputi:
1. nutrisi
Lesu, Lemah,
kurang dariLetih, Lelah, Lalai (5L).
2. kebutuhan
Sering mengeluh
tubuh pusing dan mata berkunang-kunang.
3. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak
tangan menjadi pucat.

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:

1. Gejala umum anemia


Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic
syndrome. Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang
timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun
sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia
organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ
yang terkena adalah:
a. Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
napas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
b. Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin
pada ekstremitas.
c. Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,
serta rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah
sebagai berikut:
a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
b. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tandatanda infeksi.

3. Gejala Akibat Penyakit Dasar


Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul
karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia
defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat akan
menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami.

Menurut Briawan (2013) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan,


sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada
defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :

1. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap


karena papil lidah menghilang.
2. Glositis : iritasi lidah.
3. Keilosis : bibir pecah-pecah.
4. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dilakukan secara sistematik dan menyeluruh, perhatian khusus
diberikan pada :
a. Warna kulit : pucat, sianosis, ikterus, kulit telapak tangan kuning
seperti jerami
b. Kuku : koilonychias (kuku sendok)
c. Mata : ikterus, konjugtiva pucat, perubahan pada fundus
d. Mulut : ulserasi, hipertrofi gusi, atrofi papil lidah
e. Limfadenopati, hepatomegali, splenomegaly
2. Pemeriksaan laboratorium hematologi
a. Tes penyaring
1) Kadar hemoglobin : Jumlah Hb lebih rendah dari normal ( 12 –
14 g/dl)
2) Indeks eritrosit (MCV,MCH, dan MCHC)
3) Hapusan darah tepi ; Terlihat retikulositosis dan sferositosis
pada apusan darah tepi
4) Kadar Ht menurun ( normal 37% - 41% )
5) Peningkatan bilirubin total ( pada anemia hemolitik )
6) Terdapat pansitopenia, sumsum tulang kosong diganti lemak
( pada anemia aplastik )
7) Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit
menurun.
8) Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik);
MCV (molume korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin
korpuskular rerata) menurun dan mikrositik dengan eritrosit
hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia (aplastik).
9) Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP),
meningkat (respons sumsum tulang terhadap kehilangan
darah/hemolisis).
10) Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan
bentuk (dapat mengindikasikan tipe khusus anemia).
11) LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi,
misal : peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit
malignasi.
12) Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan
diagnosa anemia, misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah
mempunyai waktu hidup lebih pendek.
13) Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
14) SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah
(diferensial) mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
15) Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB);
normal atau tinggi (hemolitik)
16) Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur
hemoglobin.
17) Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP, hemolitik).
b. Pemeriksaan rutin
1) Laju endap darah
2) Hitung deferensial
3) Hitung retikulosit
c. Pemeriksaan sumsum tulang
d. Pemeriksaan atas indikasi khusus
1) Anemia defesiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferrin
2) Anemia megaloblastik : asam folat darah/eritrosit, vitamin B12
3) Anemia hemolitik : tes Coomb, elektroforesis Hb
4) Leukemia akut : pemeriksaan sitokimia
5) Diatesa hemoragik : tes faal hemostasis
3. Pemeriksaan laboratorium non hematologi
Pemeriksaan faal ginjal, hati, endokrin, asam urat, kultur bakteri
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
a. Biopsy kelenjar à PA
b. Radiologi : Foto Thoraks, bone survey, USG, CT-Scan
c. Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia
sehubungan dengan defisiensi masukan/absorpsi
d. Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
e. TBC serum : meningkat (DB)
f. Feritin serum : meningkat (DB)
g. Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
h. LDH serum : menurun (DB)
i. Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
j. Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB)
k. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP).
l. Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe
anemia, misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan
penurunan sel darah (aplastik)
m. Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI (Doenges, 1999).
G. Komplikasi
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan penyebabnya
yaitu
1. Anemia Aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi immunosupresif dengan
antithimocyte globulin (ATG) yang diperlukan melalui jalur sentral selama 7-
10 hari. Prognosis buruk jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila
diperlukan dapat diberikan RBC rendah leukosit dan platelet (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
2. Anemia pda penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat.
Jika tersedia dapat diberikan eritropin rekombinan (Nurarif dan Kusuma,
2015).
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan
penanganan untuk anemianya. Dengan menangani kelainan yang
mendasarinya maka anemia akan terobati dengan sendirinya (Nurarif dan
Kusuma, 2015).
4. Anemia pada defisiensi besi dan asam folat
Menurut Amalia dan Tjiptaningrum (2016), penatalaksanaan anemia
defisiensi zat besi yaitu:
a. Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental diberikan
dibagi dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua dosis, 30
menit sebelum sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat besi diberikan
selama 1 sampai 3 bulan dengan lama maksimal 5 bulan. Enam bulan
setelah pengobatan selesai harus dilakukan kembali pemeriksaan kadar Hb
untuk memantau keberhasilan terapi.
b. Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat dipertimbangkan
bila respon pengobatan oral tidak berjalan baik, efek samping dapat
berupa demam, mual, urtikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artragia,
bronkospasme sampai relaksi anafilaktik.
c. Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko
terjadinya gagal jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah
yang diberikan berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara serial
dengan tetesan lambat.

Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3 x 5 mg/hari (Nurarif
dan Kusuma, 2015).
5. Anemia megaloblastik
a. Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12. Bila
defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak tersedianya faktor
intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM
b. Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus
diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau
malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
c. Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan absorbsi,
penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari secara
IM (Nurarif dan Kusuma, 2015).
6. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan transfusi darah dan plasma. Dalam keadaan darurat
diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa saja yang tersedia (Nurarif
dan Kusuma, 2015).
7. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang hemolisis
(Nurarif dan Kusuma, 2015).

Daftar Pustaka

Amalia, A., & Tjiptaningrum, A. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Anemia


Defisiensi Besi. Majority, 5(5):166-169.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan


diagnosa medis dan nanda nic-noc edisi revisi jilid 2. Yogyakarta:
Mediaction.

Sudoyo A, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI; 2010.

Smeltzer, C.S.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.
Edisi 8. Jakarta : EGC
Tarwoto, Ns. dkk. 2010. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta :
Salemba Medika.

Handayani, W dan Haribowo, A.S 2008. “Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Hematologi”. Salemba medika: Jakarta.

Briawan. 2013. “Anemia : masalah gizi pada remaja wanita”. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai