PENDAHULUAN
1
5. Bagaimana cara mencegah penyakit gagal ginjal?
6. Bagaimana cara mengetahui kerasional obat bagi penyakit gagal
ginjal?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyakit gagal ginjal.
2. Untuk mengetahui pembagian penyakit gagal ginjal.
3. Untuk mengetahui gejala penyakit gagal ginjal.
4. Untuk mengetahui penyebab penyakit gagal ginjal.
5. Untuk mengetahui pencegahan penyakit gagal ginjal.
6. Untuk mengetahui kerasional obat bagi penderita penyakit gagal ginjal.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar: Gagal ginjal Akut (Acute
Renal Failure/ARF) dan gagal ginjal Kronik (Chronic Kidney
Disaease/CKD).
3
Filtration Rate/GFR) yang terjadi selama beberapa jam hingga beberapa
minggu, disertai dengan terjadinya akumulasi produk buangan, termasuk
urea dan kereatinin. Tenaga medis menggunakan kombinasi nilai
kereatinin serum ( Scr) dengan perubahan pada Scr atau pengeluaran urin (
Urin autoput atau UOP) sebagai kriiteria primer untuk mendiagnosis ARF.
Patofisiologi
ARF dapat di kategorikan sebagai pra-renal (terjadi akibat prefusi
renal), intrinsik (terjadi akibat kerusakan struktural dari ginjal), pasca-
renal ( terjadi akibat opstruksi aliran urin dari tubulus ginjal ke uretra),
dan fungsional (terjadi akibat perubahan hemodinamik pada
glomerulus tanpa penurunan perfusi atau kerusakan struktural).
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari penyakit ini sulit di kenali dan tergantung
pada kondisi pasien. Pasien rawat jalan biasanya tidak mengalami
kondisi akut, sedangkan pasien rawat inap umumnya mengalami ARV
setelah kejadian katastrofik. Gejala pada pasien rawat jalan umumnya
berupa peubahan pada kebiasaan urinasi, berat badan, atau nyeri di sisi
tubuh. Tenaga medis biasanya dapat mengenali gejala sebelum di
keluhkan kepada pasien. Gejala termasuk adema, urin berwarna atau
berbusa, penurunan volume urin, dan terjadi hipotensi ortostatik.
Diagnosis
Melalui riwayat medis dan penggunaan obat, pemeriksaan fisik,
penilaian pada hasil laboratorium dan jika diperlukan, studi pencitraan
(imaging studies) juga dapat menggunakan dalam diagnosis ARV.
SCR dan kadar nitrogen urea darah (Blood Urea Nitrogen / BUN) tidak
dapat di gunakan sebagai parameter tunggal dalam diagnosis ARF
karena kedua parameter tersebut tidak sensitiv terhadap perubahan
GFR dan tidak menggambarkan fungsi ginjal yang sebenarnya.
4
Terapi
Tujuan Terapi
Tujuan utama terapi adalah untuk mencegah ARF. Apa bila terjadi
ARF, tujuan terapi adalah untuk menghindari dan meminimalisasi
kierusakan ginjal lebih lanjut yang dapat menghambat pemulihan dan
untuk menyediakan fungsi penunjang sampai fungsi ginjal kembali
normal.
Pencegahan Gagal Ginjal Akut
Faktor resiko ARF diantaranya peningkatan usia, infeksi akut,
gangguan pernapasan atau kardiovaskular kronik yang sudah ada
sebelumnya, dehidrasi, dan gagal ginjal kronik ( chronic kidney
Disease/CKD). Penurunan perfusi ginjal yang menyertai perasi
bypass abdominal atau kroner, kehilangan darah akut akibat trauma
dan neuropati dan juga asam urat dapat meningkatkan resiko.
Pemberian zat nefrotoksik (seperti media kontraks) sedapat
mungkin di hindari. Apabila pasien memerlukan pewarna kontraks
yang memiliki resiko neuropati terinduksi media kontras, perfusi
renal sebaiknya dimaksimalkan melalui strategi seperti memastikan
pemberian cairan yang cukup menggunakan larutan saline normal
atau natrium bikarbonat dan pemberian asetilsistein secara oral
sebanyak 600 mg setiap 12 jam dalam empat dosis.
Nefrotoksisitas amfoterisin B dapat dikurangi dengan
mengurangi laju pemberian 24 jam atau pada pasien beresiko dapat
dilakukan penggantian amfoterisin B liposomal.
Terapi Non Farmakologi
Tujuan terapi
Penunjang dilakukan diantaranya mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah yang cukup untuk mengoptimalkan
perfusi jaringan ketika fungsi renal di kembalikan ke baselin
pra-ARF.
5
Pengobatan yang terkait penurunan aliran darah renal harus
dihentikan. Penggantian cairan secara tepat sebaiknya
diinisiasi. Menghindari penggunaan zat nefrotoksik penting
dilakukan pada pengaturan kondisi pasien yang mengalami
ARF.
Terapi penggantian ginjal (Renal Replacement Therapy/
RRT), seperti hemodialisis dan dialisis peritoneal, berfungsi
untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit saat
dilakukan ekskresi produk buangan untuk indikasi bagi RRT
pada penderita ARF. Pilihan terapi sementara atau
berkelanjutan memiliki berbagai keuntungan dan kerugian tapi
masing-masing memberikan hasil yang mirip. Akibatnya
optimasi dari pilihan terapi (seperti dialisis efisiensi rendah dan
perpanjangan dialisi harian) dikembangkan agar diperoleh
keuntungan dari keduanya.
RRT dengan jeda (intermitten) seperti hemodialisis memiliki
keuntungan yakni ketersediaan yang meluas dan kenyamanan
yang berlangsung 3 sampai 4 jam. Kerugian terapi ini adalah
sulitnya akses dialisis vena pada pasien hipotensi dan
terjadinya hipotensi akibat pengeluaran cairan dalam jumlah
banyak secara cepat.
Terapi Farmakologi
Diuretik loop belum menunjukan peningkatan pemulihan
pada pasien ARF atau meningkatkan hasil pada pasien.
Meskipun begitu diuretic dapat memfasilitas pengaturan
kelebihan cairan. Diuretik yang paling efektif adalah manitol
dan diuretic loop. (furosemid).
Manitol 20 % biasanya mulai diberikan pada dosis 12,5
sampai 25 g secara IV selama 3-5 menit. Kerugiannya termasuk
pemberian harus dilakukan secara IV, risiko hiperomolaritas
6
dan kebutuhan yang tinggi akan pengawasan karena manitol
dapat berkontribusi terjadinya ARF.
Dosis ekuipoten dan diuretic loop ( furosemid, bumetanid,
torsemid, asam etakrinat) memiliki efikasi yang mirip. Asam
etakrinat digunakan khusus untuk pasien dengan alergi obat
golongan sulfa. Pemberian diuretik secara kontinu melalui
infuse terlihat lebih efektif dan memiliki efek samping yang
lebih sedikit dibandingkan bolus secara intermiten. Dosis
permulaan ( loading dose) IV (setara dengan 40-80 mg
furosemid) sebaiknya di berikan sebelum memulai pemberian
infus kontinu (setara dengan pemberian furosemid 10-20
mg/jam) .
Beberapa strategi dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan umum pada pasien ARF yakni resistensi diuretik.
Obat-obat dari berbagai golongan farmakologi seperti diuretik
yang bekerja pada tubulus distal (tiazida) atau pada duktus
pengumpul (Amilorida, triamteren, spironolakton), dapat
bekerja secara sinergis apabila digunakan bersamaan dengan
diuretik loop. Metolazon umum digunakan karena berbeda
dengan tiazida lain. Metolazon dapat memberikan hasil
deuresis yang positif pada pasein dengan GFR kurang dari 20
mL/menit.
7
yang didefinisikan sebagai penurunan GFR. Sistem klasifikasi ini
diperoleh dari National Kidney Foundation’s Kidney Dialysis Outcomes
and Quality Initiative (K/DOQI), dan memperhitungkan kerusakan
structural dari kerusakan ginjal.
CKD tahap 5 dikenal sebagai penyakit tahap akhir (End Stage Renal
Disease/ESRD), terjadi ketika GFR turun sampai kurang dari 15 mL/Menit
per 1,73 m luas permukaan tubuh pasien yang mengalami CKD tahap 5
memerlukan dialisis berkepanjangan atau transplantasi ginjal untuk
mengurangi gejala uremik.
Patofiologi
Patofisiologi penyakit kronik awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Beberapa susceptibility factor dapat
meningkatkan resikio terjadinya gangguan ginjal, namun faktor
tersebut menyebabkan kerusakan ginjal. Faktor-faktor tersebut di
antaranya usia lanjut, penurunan masa ginjal dan kelahiran dengan
bobot rendah (low birth weight), ras dan etnik minoritas riwayat
keluarga, pendidikan atau pendapat rendah, inflamasi sitemik, serta
dislipidemia.
Faktor inisiasi (initiation factors) yang mengawali kerusakan ginjal dan
dapat dimodifikasi melalui terapi obat.
Faktor progresif (progression Factors) dapat mempercepat penurunan
fungsi ginjal setelah inisiasi gagal ginjal.
Manifestasi Klinik
Perkembangan dan kemajuan CKD tidak dapat diperdiksi, pasien
dengan kondisi CKD tahap 1 atau 2 umumnya tidak mengalami gejala
atau gangguan metabolic yang umumnya dialami pasien CKD tahap 3
sampai 5 yakni anemia, hiperparatiroid sekunder, gangguan
kardiovaskuler, malanutrisi serta abnormalitas cairan dan elektrolit
yang merupakan pertanda kerusakan fungsi ginjal.
8
Tujuan
Tujuan terapi
Tujuan yang diharapkan adalah memperlambat perkembangan CKD
minimalisasi perkembangan atau keparahan komplikasi.
Terapi Non Farmakologi
Diet rendah protein (0,6-0,75 g/kg/hari) dapat membantu
meperloambat perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa
diabetes, meskipun efeknya cenderung kecil.
Terapi Farmakologi
Terapi intensif pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan 2 dapat
mengurangi komplikasi mikrovaskular, termasuk nefropati. Terapi
intensif dapat termasuk insulin atau obat oral dan melibatkan
pengukuran kadar gula darah setidaknya 3 kali sehari. Perkembangan
CKD dapat di batasi melalui control optimal terhadap hiperglikemia
dan hipertensi.
9
Nafsu makan menurun
Bau mulut
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab penyakit gagal ginjal atau
gangguan pada ginjal. Hal itu bisa terjadi karena kebiasaan atau faktor
makanan yang di konsumsi. Dalam hal ini, biasanya penderita
mengabaikan pentingnya minum air dalam jumlah yang cukup, yaitu kira-
kira 8 gelas dalam sehari. Selain itu, penderita biasanya kurang
memperhatikan zat-zat yang terkandung dalam makanan yang
konsumsinya. Sebenarnya hal itu cukup sederhana, namun jika tidak di
control dengan baik maka bisa memicu terjadinya penyakit atau gangguan
pada ginjal. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang bisa memicu
tumbuhnya penyakit tersebut. Penyebab lain yang dimaksud tersebut
diantaranya sebagai berikut.
Nefritis
Glukosuria
Hematuria
Albuminuria
Nefritis Glomerulus
Sistisis
Pielonefritis
Ketosis
Diabetes insipidus
Polisistik
10
Hindari kekurangan cairan atau muntahber dan melakukanya secara
periodi. Hindari minuman berasa yang berupa serbuk karena minuman ini
mengandung pengawet dan pemanis buatan yang bisa memicu kerusakan
pada atal filter ginjal. Adapun pencegahan penyakit ginjal antara lain:
RR = 20 kali/menit Suhu = 38 oC
Data laboratorium :
Hematokrit = 35%
Diberikan obat:
11
Dexametason dan Natrium diklofenat.
Penyelesaian Kasus:
A. Subject
Nama: BT Umur : 65 Tahun
BB : 70 Kg TB : 165 cm
JK : Laki-laki
B. Object
RPD : Anemia dan Hipertensi RPS : Asma dan Hipertensi
TD = 140 / 78 Nadi = 80 kali/menit
RR = 20 kali/menit Suhu = 38 oC
HB = 9,5 g/d Glukosa = 110 mg/dL
Nyeri abdominal, Anoreksia, Nousea, Perut Kembung, Sering
Bersendawa, Sesak Nafas, adanya pembengkakan (oedem) didaerah
kaki.
C. Assesment
Terapi Farmakologi
- Obat Becoride Inhaler (Betametason)
- Obat Voltaren (Natrium Diclofenak)
Untuk Hipertensi:
Untuk GERD
12
b.Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak,
berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol).
c. Menurunkan BB bagi yang gemuk
d. Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan.
e. Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering
f. Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang
berat.
g.Menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES :
antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis
beta adrenergic, progesterone
D. Plant
- Obat Becoride Inhaler (Betametason) dihentikan penggunaannya
karena merupakan golongan kortikosteroid yang merupakan faktor
resiko hipertensi dan GERD (Gastrointestinal Esofagus Refluks
Desease) dan sebenarnya pasien tidak mengalami asma melainkan
hanya gejala dari GRED jadi obat tidak diperlukan.
- Obat Voltaren (Natrium Diclofenak) juga dihentikan penggunaannya
karena dapat meningkatkan kandungan natrium yang memperparah
hipertensi pada pasien.
Obat Furosemide
Diuretik dari gologan Diuretik Kuat
Mekanisme kerja obat Furosemide
Menghambat penyerapan kembali natrium oleh sel tubuh ginjal,
meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, kalium dan tidak
mempengerahui tekanan darah yang normal.
13
Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian
Diberi per-oral 2 x 40 mg p.c
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja adalah dapat membentuk suatu kompleks protein
pada permukaan tukak, yang melindunginya terhadap HCL, pepsin,
dan empedu. Disamping itu, zat ini juga menetralkan asam,menahan
kerja pepsin, dan mengadsorpsi asam empedu. Senyawa alumunium
sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana
asam dan terikat jaringan nekrotik lunak secara selektif.
Dosis, Frekuensi, Durasi, dan Cara Pemberian
Diberi per-oral 3 x 1 p.c dan sebelum tidur
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk
menyaring dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan
menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan
kalium) dalam darah. Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak
dapat menjalankan fungsinya secara normal. Gagal ginjal dibagi menjadi dua
bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal failure = ARF) dan gagal
ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal akut terjadi
penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum
dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
Sedangkan pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara
perlahan-lahan. Proses penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sampai ginjal tidak dapat
berfungsi sama sekali (end stage renal disease).
3.2 Saran
Tetaplah menjaga kesehatan tubuh dengan mengatur pola hidup yang baik
agar tidak terkena penyakit gagal ginjal
15
DAFTAR PUSTAKA
http://angelcristanti.blogspot.co.id/2010/12/farmakoterapi.html
https://www.scribd.com/doc/54590212/makalah-gagal-ginjal
16