Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan
lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Kelainan ini terjadi pada sendi
glenohumeral. Keluhan utama yang dialami adalah nyeri , penurunan kekuatan
otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif
atau pasif.
Frozen Shoulder bersifat idiopatik atau penyebabnya tidak
diketahui, Kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder
antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis adesiva, post
immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus . Diantara beberapa faktor
yang menyebabkan frozen shoulder adalah capsulitis adhesiva. Capsulitis
adhesiva disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi
dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan, ditandai
dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan, nyeri yang semakin
tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak.
Pada pasien yang menderita capsulitis adhesiva menimbulkan keluhan
yang sama seperti pada penderita yang mengalami peradangan pada jaringan
disekitar sendi yang disebut dengan periarthritis, Nyeri tersebut terasa pula
saat lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti
gerakan aktif dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif diperiksa
ternyata gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang
disebabkan oleh perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului
oleh adanya rasa nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan
bahu, penderita takut menggerakan bahunya. Akibat immobilisasi yang lama
maka otot akan berkurang kekuatannya
Tanda gejala pada kasus tersebut dapat diatasi oleh fisoterapi. Fisioterapi
berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan luas gerak sendi (LGS)
mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot serta
meningkatkan aktifitas fungsional pasien

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Defenisi
Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu kelainan di mana
terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi
glenohumeral, sehingga sendi tersebut menjadi kaku dan terjadi keterbatasan
gerak dan nyeri yang kronis
2.2. Epidemiologi
Secara epidemiologi Frozen Shoulder terjadi sekitar usia 40-65 tahun. Dari
2-5% populasi sekitar 60% dari kasus Frozen Shoulder lebih banyak mengenai
perempuan dibanding laki-laki. Frozen Shoulder juga terjadi pada 10-20% dari
penderita Diabetes Mellitus yang merupakan salah satu faktor resiko Frozen
Shoulder .
2.3. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum
diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode
immobilisasi yang lama,seperti fraktur lengan,fraktur bahu. ada beberapa
penulis menghubungkan dengan tuberkulosa paru/tumor apeks paru, diabetes
mellitus, penyakit saraf servikal dan juga oleh karena disuse dari sendi bahu
yang sering terjadi pada hemiparesid atau monoparesis dimana lengan terlibat.
Biasanya Frozen Shoulder merupakan akibat setelah terjadinya robekan
“rotator cuff” tendinitis supraspinatus, tendinitis yang mengalami
kalsifikasi,glenohumeral artritis.
2.4.Anatomi
Sendi pada bahu terdiri dari tiga tulang yaitu tulang klavikula, skapula,
dan humerus. Terdapar dua sendi yang sangat berperan pada pergerakan bahu
yaitu sendi akromiklavikular dan glenohumeral. Sendi glenohumeral lah yang
berbentuk “ball-and-socket” yang memungkinkan untuk terjadi ROM yang
luas. Struktur- struktur yang membentuk bahu disebut juga sebgai rotator cuff.
Tulang-tulang pada bahu disatukan oleh otot, tendon, dan ligament. Tendon
dan ligament membantu member kekuatan dan stabilitas lebih.
Muskulotendineus “ rotator cuff “ terdiri atas gabungan tendon dari otot

2
supraspinatus, infraspinatus, teres minor yang berinsersi pada tuberkulum
mayus humeri, dan subskapularis yang berinsersi pada tuberkulum minus
humeri. Subskapularis berfungsi sebagai internal rotator, supraspinatus
sebagai elevator, sedangkan infraspinatus dan teres minor berfungsi sebagai
eksternal rotator. otot pada rotator cuff sangat penting pada pergerakan bahu
dan menjaga stabilitas sendi glenohumeral. Otot-otot pada rotator cuff
menjadi “ball” dalam “socket” pada sendi glenohumeral dan
memberikan mobilitas dan kekuatan pada sendi shoulder.

Gambar 1 . Anatomi bahu

Sendi bahu merupakan salah satu sendi yang paling mobil dan serba guna
karena lingkup gerak sendi yang sangat luas, sehingga berperan penting dalam
0
aktivitas kehidupan sehari-hari. Gerakan pada sendi bahu : fleksi ( 180 ),
ekstensi (60 0 ),abduksi ( 180 0 ), adduksi ( 75 0), endorotasi ( 90 0 ),eksorotasi
( 90 0 ) .
Gerakan lain yang penting adalah gerakan rotasi internal dan rotasi
eksternal. Gerakan rotasi internal merupakan gerakan gelang bahu dimana
tangan dapat mencapai bagian punggung /belakang kepala ( gambar 2 ).
Kedua gerakan ini sangat penting untuk dapat melakukan aktivitas memakai
baju, bersisir.

3
Gambar 2 : Tes Rotasi.
(sumber : Dixon AS)

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis
menyatakan bahwa dasar terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama.
Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan awal kekakuan sendi
bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien
yang apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana
tidak tahan dengan nyeri yang ringan akan membidai lengannya pada posisi
tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis vena dan kongesti
sekunder dan bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan
reaksi timbunan protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis.
Fibrosis akan menyebabkan adhesi antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi
ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon subskapularis dan bisep,
perlekatan kapsul sendi.

Penyebab frozen shoulder mungkin melibatkan proses inflamasi. Kapsul


yang berada di sekitar sendi bahu menebal dan berkontraksi. Hal ini membuat
ruangan untuk tulang humerus bergerak lebih kecil, sehingga saat bergerak
terjadi nyeri.

4
Penemuan makroskopik dari patofisiologi dari frozen shoulder adalah
fibrosis yang padat dari ligament dan kapsul glenohumeral. Secara histologik
ditemukan prolifrasi aktif fibroblast dan fibroblas tersebut berubah menjadi
miofibroblas sehingga menyebabkan matriks yang padat dari kolagen yang
berantakan yang menyebabkan kontraktur kapsular. Berkurangnya cairan
synovial pada sendi bahu juga berkontribusi terhadap terjadinya frozen
shoulder.

Gambar 3 . gambar Adhesive Capsulitis

Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine


dan fibrinogen membentuk protein yang disebut fibrin. Protein tersebut
menyebabkan penjedalan dalam darah dan membentuk suatu substansi yang
melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis
adhesiva pada bahu inilah yang disebut frozen shoulder.

2.6. Gambaran Klinis


a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali
ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur
bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah
beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi,
berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-
angsur pasien dapat bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal.

5
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak
sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Pasien tidak
mampu menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, kesulitan memakai brest
holder (BH) bagi wanita, mengambil dan memasukkan dompet di saku belakang,
gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan
mengangkat bahunya (srugging) .
c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri
dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita
dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan
dengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu
(dalam berbagai tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam
batas normal .
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung
akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.
Gambaran klinis frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :
a. Pain ( freezing )
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10 -36
minggu
.

6
b. Stiffness ( frozen )
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata
dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak
skapula.Fase ini berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata.Fase ini berakhir
selama 6-24 bulan atau lebih.

2.7. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama yang paling sering dirasakan oleh pasien frozen shoulder
adalah nyeri pada bahu. Keluhan ini disertai keterbatasan luas gerak sendi /
kekakuan baik aktif maupun pasif, terutama pada malam hari. Nyeri akan
bertambah bila lengan pada bahu yang sakit digerakkan. Kesulitan berbaring
miring ke arah sisi bahu yang sakit, menyisir rambut, mengambil dompet di saku
belakang, atau mengangkat sesuatu dengan tangan yang sakit. Dan jika kondisinya
lebih berat, nyeri akan dirasakan menjalar ke lengan bawah, cervical, scapula, dan
nyeri ketika istirahat.
b. Pemeriksaan fisik
“ Frozen shoulder “ merupakan gangguan pada kapsul sendi ,maka
gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher,
lengan atas dan punggung, perlu dilihat faktor pencetus timbulnya nyeri.Gerakan
pasif dan aktif terbatas, pertama – tama pada gerakan elevasi dan rotasi interna
lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Pemeriksaan gerakan aktif yang dilakukan seperti fleksi, ekstensi,
aduksi,abduksi, endorotasi, eksorotasi. Pemeriksaan dilakukan sekaligus untuk
menilai range of movement (ROM). Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil yaitu
adanya rasa nyeri pada bahu setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik
gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu,
dan adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak Pada
pemeriksaan fisik, fleksi atau elevasi mungkin kurang dari 90 derajat, abduksi

7
kurang dari 45 derajat,dan rotasi internal dan eksternal dapat berkurang sampai 20
derajat atau kurang. Terdapat pula restriksi pada rotasi eksternal.
Pada pemeriksaan gerakan pasif , dilakukan oleh pemeriksa dengan
menggerakan lengan pasien dengan metode yang sama seperti pemeriksaan gerak
aktif. Untuk menilai kekakuan dan nyeri yang timbul pada saat lengan pasien
digerakan. hasil pemeriksaan ini diperoleh informasi berupa adanya rasa nyeri
pada setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik gerakan fleksi, ekstensi,
endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu, dan adanya keterbatasan
lingkup gerak sendi ke semua arah gerak,
Tes “ Appley scratch “ merupakan tes tercepat untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah angulus
medialis skapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala (
gambar4). Pada frozen shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila
sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas
pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu sebagai penyebab
keterbatasan
Nyeri akan bertambah pada penekanan dari tendon yang membentuk
muskulotendineus “ rotator cuff “. Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu
yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis, karena atrofi otot deltoid,
supraspinatus dan otot “ rotator cuff “lainnya.

Gambar 4 : Tes Appley scracth.

8
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan radiologi (Xray


untuk menyingkirkan arthritis, tumor dan deporit kalsium) dan pemeriksaan MRI
atau arthrogram , dilakukan bila tidak ada perbaikan dalam waktu 6 – 12 minggu
dan pemeriksaan ultrasound.

2.8. Diagnosis Banding


a) Tendinitis bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakian reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada bahu
dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.Pada kasus
tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja keras dengan posisi
seperti tersebut di atas dan secara berulang kali.

Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya


aduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason
disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial
tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di luar
sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberkulum

b) Bursitis Subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping (abduksi
aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi nyeri yang
dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot deltoideus di
tuberositas deltoidea humeri. Nyeri ini merupakan nyeri rujukan dari bursitis sub
acromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan penekanan pada
tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri rujukan.

Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Panfull arc sub acromialis” 700-1200,
tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa nyeri

9
c) Tendinitis Rotator Cuff
Terjadi inflamasi atau pnjepitan pada otot – otot rotator cuff
(supraspinatus, infrasupinatus, subcapsulatis, dan teres minor) di acromion
ligament coracoacromial, sendi acromioclavicular dan prosessus coracoids.
Banyak terjadi pada orang yang melakukan aktivitas bahu melewati kepala.

2.9. Komplikasi
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan
tidak dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama,
maka akan timbul permasalahan yang lebih berat antara lain : Kekakuan sendi
bahu, Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu, Potensial
terjadinya deformitas pada sendi bahu, Atropi otot-otot sekitar sendi bahu ,Adanya
gangguan aktifitas keseharian (AKS).

2.10. Penatalaksanaan
2.10.1 Medikamentosa
Penatalaksanaan dari frozen shoulder berfokus pada
mengembalikan pergerakan sendi dan mengurangi nyeri pada bahu.Biasanya
pengobatan diawali dengan pemberian NSAID dan pemberian panas pada lokasi

nyeri,dilanjutkan dengan latihan latihan gerakan.Pada beberpa kasus dilakukan

TENS untuk mengurangi nyeri.

Langkah selanjutnya biasanya melibatkan satu atau serangkaian suntikan


steroid seperti Methylprednisolone. Pengobatan ini dapat perlu dilakukan dalam

beberapa bulan. Injeksi biasanya diberikan dengan bantuan radiologis, bisa

dengan fluoroskopi, USG atau CT . Bantuan radiologis digunakan untuk


memastikan jarum masuk dengan tepat pada sendi bahu. Kortison injeksikan pada
sendi untuk menekan inflamasi yang terjadi pada kondisi ini.

10
2.10.2.Penatalaksanaan bedah

Operasi dilakukan apabila manipulasi gagal melepaskan kapsul yang mengalami


perlekatan,Tujuan dari operasi untuk Frozen shoulder ialah untuk meregangkan dan
melepaskan kekakuan dari kapsul sendi. Metode paling umum termasuk manipulasi
dibawah anastesi dan arthroscopy bahu.

2.10.3 Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi
Adapun tujuan dari penatalaksanaan fisioterapi pada kasus ini antara
lain:
a. Tujuan jangka pendek yaitu mengurangi nyeri tekan dan gerak, meningkatkan
Lingkup Gerak Sendi (LGS), meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki aktivitas
sehari-hari pasien seperti mengambil barang di atas, menggosok punggung,
memakai maupun melepas bra.

b. Tujuan jangka panjang yaitu memelihara kapasitas fisik dan kemampuan


fungsional pasien semaksimal mungkin.

2. Tindakan fisioterapi
a. Teknologi fisioterapi
Adapun teknologi fisioterapi pada kasus ini yaitu: (1) ultra sound, (2) terapi
manipulasi, (3) terapi latihan berupa latihan free active dan ressisted active.
a. Ultra sound
Pelaksanaannya posisi pasien supine lying, posisi terapis disamping
pasien. Sebelum terapi terapis memberikan penjelasan kepada pasien bahwa efek
dari modalisas ultra sound ini adalah hangat bukan panas. Sebelum terapi terlebih
dahulu berikan gel pada area yang akan diterapi , atur waktu, dan intensitas.
Waktu terapi 7 menit, dan intensitas 2 MHz. Tranduser harus kontak langsung
dengan kulit kemudian klik star dan tranduser digerakkan sirkuler atau memutar
sesuai dengan jarum jam. Apabila pasien merasakan terlalu panas intensitas dapat
diturunkan. Dan setelah terapi alat dimatikan, dirapikan, dan dikembalikan ke
tempat semula.

11
b.Terapi Manipulasi
1) Glide ke arah posterolateral

Pelaksanaannya posisi pasien berbaring dengan posisi lengan di tepi bed,


terapis disamping pasien, sendi glenohumeral dalam posisi rileks. Pegangan
terapis di proksimal lengan atas dan siku pasien diletakkan pada bahu terapis
kemuudian terapis menarik lengan pasien ke arah posterolateral. Dipertahankan
selama 6 detik dan diulangi 8 kali

2) Glide ke arah anterolateral


Pelaksanaan posisi pasien tidur tengkurap dengan posisi lengan di tepi bed,
terapis disamping pasien, sendi glenohumeral dalam keadaan rileks. Pegangan
terapis pada proximal humerus kemudian terapis menarik lengan pasien ke arah
anterolateral. Dipertahankan selama 6 detik dan diulangi 8 kali.

c. Terapi latihan
1) Free active exercise
Pelaksanaannya posisi pasien berdiri atau duduk, terapis disamping pasien,
terapis meminta pasien untuk menggerakkan lengan secara aktif ke arah fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi. Pengulangan 8 kali.

2) Ressisted active exercise


Pelaksanaan posisi pasien berdiri atau duduk, terapis disamping pasien,
pegangan terapis pada lengan bawah kiri pasien. Pasien diminta untuk
menggerakkan ke arah abduksi, fleksi shoulder dengan diberikan tahanan
sepanjang gerakan. Pengulangan 8 kali.

2.11. Prognosis
Pasien dengan frozen shoulder bisa sembuh, namun sebagian besar
penderita frozen shoulder kehilangan sebagian fungsi gerak dari sendi bahu.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Frozen shoulder merupakan suatu kelainan muskuloskletal yang terjadi
akibat inflamasi sendi bahu. Frozen shoulder menyebabkan penderitanya sulit
melakukan aktifitas sehari-hari akibat nyeri yang timbul saat menggerakan sendi
bahu sehingga pergerkan menjadi terbatas. Penatalaksanaan untuk penyakit ini
adalah pemberian analgesic, NSAID, atau kortikosteroid, menjalaini fisioterapi,
atau pembedahan

13
DefinisiArtroskopi
Merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang dilakukan untuk dapat
melihat keadaan sekitar sendi melalui sebuah kamera yang dimasukkan ke dalam
sendit dengan cara membuat celah kecil melalui sayatan kecil pada kulit. Gambar
yang ditangkap oleh kamrera akan diproyeksikan ke monitor televisi melalui suatu
kabel fiber optik. Prosedur artroskopi ini diharapkan mampu untuk memberikan
suatu informasi visualisasi struktur morfologi lebih jelas ke dalam suatu organ
tanpa dilakukan prosedur bedah yang lebih besar dan invasif. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk dapat mendiagnosis beberapa penyakit yang terjadi pada sendi
seperti trauma, kerusakan ligament atau arthritis, kerusakan pada tulang atau
kartilage. Arthroskopi sendiri selain alat diagnostik, pada beberapa kasus juga
dapat langsung sebagai media untuk terapeutik.

Indikasi Artroskopi

Beberapa indikasi untuk dilakukan arthroskopi yakni

1. Diagnosis dan terapi patologis pada sendi intraartikular. Diikuti adanya


salah satu atau lebih dari :
a. Sebagai terapi fraktur
b. Terapi memperbaiki struktur tubuh yang longgar, atau mengeluarkan
benda asing yang terlihat pada pemeriksaan imaging
c. Memperbaiki bahu yang terkunci (frozen shoulder ), dimana terjadi
gangguan lingkup gerak sendi
d. Kegagalan terapi konservatif yang telah dilakukan kurang lebih 8
minggu termasuk
i. Pemberian obat-obatan NSAID
ii. Setidaknya pernah disuntikkan kortikosteroid atau injeksi
hyaluronat
iii. Terapi fisik
e. Saat gejala masih terjadi setelah 8 minggu dilakukan terapi konservatif.
2. Memperbaiki robekan simptomatik tendon yang ditemukan pada
pemeriksaan atau MRI
a. Umur 45 tahun atau lebih yang diikuti

14
i. 8 kali pertemuan terapi fisik
ii. 3 minggu penggunaan NSAID
iii. injeksi kortikosteroid atau hyaluronat
b. robekan akibat trauma akut yang gagal 8 minggu dengan konservatif

Walaupun prosedur ini merupakan minimal invasif beberapa


komplikasi yang dapat terjadi baik selama prosedur berjalan dan
setelahnya seperti infeksi, gumpalan darah ataupun perdarahan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan setelah prosedur ini dilakukan yakni demam,
kemerahan dan hangat disekitar sendi lutut, bengkak yang timbul cepat,
makin lama makin nyeri kemungkinan beberapa komplikasi telah terjadi.

Suntikan steroid

Dasar penggunaan kortikosteroid pada frozen shoulder dikaitkan dengan


kemampuannya mengurangi edema atau inflamasi saraf.

Mekanisme khasiat anti inflamasi kortikosteroid sangat kompleks, dan belum


diketahui secara keseluruhan, diduga :
1.Kortikosteroid dapat mempertahankan keutuhan mikrosirkulasi.
Pada inflamasi , permeabilitas kapiler bertambah menyebabkan cairan edema
dan protein keluar ke daerah inflamasi. Kortikosteroid dapat mencegah gangguan
permeabilitas tersebut, sehingga :
- Pembengkakan dapat ditiadakan atau berkurang.
- Terjadi penghambatan eksudasi sel lekosit dan sel mast.
2.Kortikosteroid dapat mempertahankan keutuhan membran sel dan membran
plasma, sehingga kerusakan sel oleh toksin, enzim proteolitik atau sebab mekanik
dapat diatasi.
3.Kortikosteroid dapat menstabilkan membran , sehingga menghambat
pengeluaran enzim hidrolase, yand dapat menghancurkan isi sel dan menyebabkan
perluasan reaksi inflamasi.
4.Kortikosteroid mempunyai potensi terhadap penimbunan glikogen hati.
5.Kortikosteroid dapat menekan fungsi netrofil dan menghambat proses
fagositosis

15
Teknik injeksi sebagai berikut :
Pasien duduk dengan lengannya secara bebas pada sisi tubuhnya, dengan
sedikit rotasi keluar. Jarum yang digunakan nomornya 25 mm. Jarum disuntikkan
dibawah processus acromion lateralis sampai ujung dari processus coracoid dan
arah medial dari caput humerus, dimana semuanya ini gampang dipalpasi. Secara
passive lengan pasien dirotasikan dengan tangan kiri pemeriksa pada siku pasien,
secara gampang di identifikasi caput humerus. Selalu di injeksikan kearah medial
dari caput humerus dan jarum hanya berada pada capsule sendi bahu. Disuntikkan
bila tidak ada tahanan yang dirasakan pada spuit. Penyuntikan secara anterior
secara ideal untuk subscapularis,supra dan infraspinatus, tendinitis dan frozen
shoulder.
Penyuntikan secara lateral , pasien duduk dengan lengannya secara bebas
pada sisi tubuhnya. Lengan tidak dalam keadaan rotasi. Dipalpasi bagian lateral
dari bahu dan ditandai kulitnya dengan pensil kulit. Jarum digunakan nomor 38
mm dan disuntikkan secara medial dibawah processus acromion dan sedikit
kearah posterior sepanjang garis fossa supraspinosus. Injeksikan cairan saat jarum
masuk 25 mm. Penyuntikan lateral ini baik digunakan untuk bursitis subacromial
dan tendinitis supraspinatus.22
Penyuntikan dari posterior ; pasien duduk dengan membelakangi dokter
yang mempalpasi processus acromion dengan ujung ibu jarinya. Dia kemudian
menempatkan jari telunjuknya kearah anterior dari processus coracoid.Garis
antara ibu jari dan telunjuk ini tanda lintasan dari jarum. Jarum digunakan nomor
25 atau 38 mm. Arahkan jarum dibawah ibu jari ( misalnya dibawah ujung
acromion dan arah medial dari caput humerus ) kira – kira 25 mm kearah jari
anterior yang menunjukkan processus coracoid. Tidak tahanan pada tempat
tersebut untuk

16
DAFTAR PUSTAKA

 Goldfried P Sianturi, 2003. Studi Komparasi Injeksi dan Oral


Triamcinolone Acetonide Pada Sindrome Frozen Shoulder di RSUP
Dr. Kariadi Semarang, Tesis, Program Pendidikan Dokter Spesialis
Bidang Studi Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang
 Kelley J, Martin dkk. 2013. Shoulder Pain and Mobility Deficits:
Adhesive Capsulitis, Clinical Practice Guidelines Linked to the
International Classification of Functioning, Disability, and Health
From the Orthopaedic Section of the American Physical Therapy
Association. America: Orthopaedic Section, American Physical
Therapy Association (APTA)
 Binder AI, Bulgen DY, Hazleman BL, Roberts S. Frozen shoulder: a
long-term prospective study. Ann Rheum Dis. Jun 1984;43(3):361-4.
 American Academy of Orthopaedic Surgeons - Frozen Shoulder.
1995-2013.
 Shaffer B, Tibone JE, Kerlan RK. Frozen Shoulder: A Long-Term
Follow-up. J Bone Joint Surg Am. 1992 Jun;74(5):738-46.
 Morgan William E., Sarah Potthoff. Managing the frozen shoulder.
Walter Reed National Military Medical Center.

17

Anda mungkin juga menyukai