Anda di halaman 1dari 7

Kerajaan Aceh

Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada
masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan
Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian
utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya
aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh,
mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya.

Sejarah Awal Mula


Kesultanan Aceh Darussalam memulai pemerintahannya ketika Kerajaan Samudera
Pasai sedang berada di ambang keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan
Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad ke-14, tepatnya pada
1360. Pada masa akhir riwayat kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih
Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas
puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti
Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan
Indrapura (Indrapuri).
Dari penemuan yang dilacak berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang berhasil
ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah
memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota
di Kutaraja (Banda Aceh). Pendiri sekaligus penguasa pertama Kesultanan Aceh adalah
Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 Hijriah
atau tanggal 8 September 1507 Masehi.
Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh Darussalam semakin terkuak
dengan ditemukannya batu nisan yang ternyata adalah makam Sultan Ali Mughayat
Syah. Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam yang berada di Kandang XII
Banda Aceh ini, disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12
Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530. Selain itu, ditemukan juga
batu nisan lain di Kota Alam, yang merupakan makam ayah Sultan Ali Mughayat Syah,
yaitu Syamsu Syah, yang menyebutkan bahwa Syamsu Syah wafat pada 14 Muharram
737 Hijriah. Sebuah batu nisan lagi yang ditemukan di Kuta Alam adalah makam Raja
Ibrahim yang kemudian diketahui bahwa ia adalah adik dari Sultan Ali Mughayat Syah.
Menurut catatan yang tergurat dalam prasasti itu, Raja Ibrahim meninggal dunia pada
21 Muharram tahun 930 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 30 November 1523.
Raja Ibrahim merupakan tangan kanan Sultan Ali Mughayat Syah yang paling berani dan
setia. Ibrahimlah yang memimpin serangan-serangan Aceh Darussalam terhadap
Portugis, Pedir, Daya, dan Samudera Pasai, hingga akhirnya Ibrahim gugur sebagai
pahlawan dalam pertempuran besar itu.
Tanggal-tanggal yang ditemukan di prasasti-prasasti di atas dengan sendirinya
mengandung arti untuk dijadikan pegangan dalam menentukan jalannya catatan
sejarah di Aceh dalam masa-masa yang dimaksud (H. Mohammad Said a, 1981:157).

Raja – raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh :

1. Sultan Ali Mughayat Syah


Adalah raja kerajaan Aceh yang pertama. Ia memerintah tahun 1514 – 1528 M.
2. Sultan Salahuddin
Setelah Sultan Ali Mughayat Wafat, pemeintahan beralih kepada putranya yg
bergelar Sultan Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M,
3. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar
Ia memerintah Aceh dari tahun 1537 – 1568 M.
4. Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh tahun 1607 – 16 36 M.

5. Sultan Iskandar Thani.


Ia memerinatah Aceh tahun 1636 – 1641 M.
6. Sultan Sri Alam (1575-1576).
7. Sultan Zain al-Abidin (1576-1577).
8. Sultan Ala‘ al-Din Mansur Syah (1577-1589)
9. Sultan Buyong (1589-1596)
10. Sultan Ala‘ al-Din Riayat Syah Sayyid al-Mukammil (1596-1604).
11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607)
12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1607-1636).
13. Iskandar Thani (1636-1641).
14. Sri Ratu Safi al-Din Taj al-Alam (1641-1675).
15. Sri Ratu Naqi al-Din Nur al-Alam (1675-1678)
16. Sri Ratu Zaqi al-Din Inayat Syah (1678-1688)
17. Sri Ratu Kamalat Syah Zinat al-Din (1688-1699)
18. Sultan Badr al-Alam Syarif Hashim Jamal al-Din (1699-1702)
19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui (1702-1703)
20. Sultan Jamal al-Alam Badr al-Munir (1703-1726)
21. Sultan Jauhar al-Alam Amin al-Din (1726)
22. Sultan Syams al-Alam (1726-1727)
23. Sultan Ala‘ al-Din Ahmad Syah (1727-1735)
24. Sultan Ala‘ al-Din Johan Syah (1735-1760)
25. Sultan Mahmud Syah (1760-1781)
26. Sultan Badr al-Din (1781-1785)
27. Sultan Sulaiman Syah (1785-…)
28. Alauddin Muhammad Daud Syah.
29. Sultan Ala‘ al-Din Jauhar al-Alam (1795-1815) dan (1818-1824)
30. Sultan Syarif Saif al-Alam (1815-1818)
31. Sultan Muhammad Syah (1824-1838)
32. Sultan Sulaiman Syah (1838-1857)
33. Sultan Mansur Syah (1857-1870)
34. Sultan Mahmud Syah (1870-1874)
35. Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)
Masa Keemasan
Kerajaan Aceh mulai mengalami masa keemasan atau puncak kekuasaan di
bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami peningkatan dalam
berbagai bidang, yakni dalam bidang politik, ekonomi-perdagangan, hubungan
internasional, memperkuat armada perangnya, serta mampu mengembangakan dan
memperkuat kehidupan Islam. Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun
semakin terdesak akibat perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah
pimpinan Sultan Iskandar Muda (Poesponegoro: 2010, 31)
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus
meningkatkan perdagangan rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang
berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun
1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut
merupakan daerah penghasil timah. Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh
mampu menyerang Johor dan Melayu hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia
pun diberi gelar Iskandar Agung dari Timur.

Kehidupan Ekonomi
Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg
subur banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah pantai timur
dan barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa
daerah di Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting
timah dan lada.
Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka yg merupakan jalan dagang internasional.
Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki,
India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dgn Aceh. Barang – barang yg di ekspor Aceh
seperti beras, lada ( dari Minagkabau ), rempah – rempah ( dari Maluku ). Bahan
impornya seperti kain dari Koromendal
( india ), porselin dan sutera ( dari Jepang dan Cina ), minyak wangi ( dari Eropa dan
Timur Tengah ). Kapal – kapal Aceh aktif dalam perdagangan dan pelayaran sampai
Laut Merah.
Kehidupan Sosial
Meningkatnya kekmakuran telah mneyebabkan berkembangnya sisitem
feodalisme & ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan
dalam pemerintahan sipil disebut golongan Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang
peranan penting dlm agama disebut golongan Teungku. Namun antara kedua golongan
masyarakat itu sering terjadi persaingan yg kemudian melemahkan aceh. Sejak
berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12 M s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan
antara aliran Syiah dgn Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pd masa kekuasaan Sultan
Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh perlindungan & berkembang sampai di daera –
daerah kekuasaan Aceh.
Aliran ini di ajarkan oleh Hamzah Fasnsuri yg di teruskan oleh muridnya yg
bernama Syamsudin Pasai. Sesudah Sultan Iskandar Mud wafat, aliran Sunnah wal
Jama’ah mengembangkan islam beraliran Sunnah wal Jama’ah, ia juga menulis buku
sejarah Aceh yg berjudul Bustanussalatin ( taman raja – raja dan berisi adat – istiadat
Aceh besrta ajarn agama Islam )

Kehidupan Budaya
Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh tsb tidak banyak diketahui dlm bidang
kebudayaan. Walupun ada perkembangan dlm bidang kebudaaan, tetapi tdk sepesat
perkembangan dalam ativitas perekonomian. Peninggalan kebuadayaan yg terlihat
nyata adala Masjid Baiturrahman.

Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh


 Setelah Sultan Iskandar Muda wafat tahun 1030, tdk ada raja – raja besar yg
mampu mengendalikan daerah Aceh yg demikian luas. Di bawah Sultan Iskandar
Thani ( 1637 – 1641 ), sebagai pengganti Sultan Iskandar Muda, kemunduran itu
mulai terasa & terlebih lagi setelah meninggalnya Sultan Iskandar Thani.
 Timbulnya pertikaian yg terus menerus di Aceh aantara golongan bangsawan (
teuku ) dgn golongan utama ( teungku ) yg mengakibatkan melemahnya
Kerajaan Aceh. Antara golongan ulama sendiri prtikaian terjadi karena prbedaan
aliran dlmm agama ( aliran Syi’ah dan Sunnah wal Jama’ah )
 Daerah kekuasaannya banyak yg melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perlak,
Minangkabau, dan Siak. Negara – negara itu menjadikan daerahnya sbg negara
merdeka kembali, kadang – kadang di bantu bangsa asing yg menginginkan
keuntungan perdagangan yg lebuh besar.

 Kerajaan Aceh yg berkuasa selama kurang lebih 4 abad, akhinya runtuh karena
dikuasai oleh Belanda awal abad ke-20.

Anda mungkin juga menyukai