A. HAKIKAT SOSIOLOGI
Sosiologi ditelaah dari sudut hakikatny, maka akan dijumpai beberapa petunjuk yang dapat
membantu kita untuk menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu. Hakikat
sosiologi yaitu sebagai berikut:
Sosiologi adalah ilmu sosial karena yang dipelajari adalah gejala-gejala kemasyarakatan.
Sosiologi merupakan ilmu sosial, bukan ilmu alam atau kerohanian.
Sosiologi temasuk disiplin ilmu normatif, bukan termasuk disiplin ilmu kategori yang
membatasi diri pada kejadian saat ini dan bukan apa yang terjadi atau yang seharusnya terjadi.
Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan abstrak dan bukan ilmu pengetahuan konret, artinya yang
menjadi perhatian adalah bentuk dari pola peristiwa dalam masyarakat secara menyeluruh, bukan
hanya peristiwa itu sendiri.
Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan (pure science) dan ilmu pengetahuan terapan (applied
science).
Sosiologi bertujuan menghasilkan pengertian dan pola-pola umum serta mencari prinsip-prinsip
dan hukum-hukum umum dari interaksi manusia, sifat, hakikat, bentuk isi dan struktur
masyarakat manusia.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Hal ini menyangkut metode
yang digunakan.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan umum, artinya sosiologi mempunyai gejala umum yang
ada pada interaksi antar manusia.
B. OBJEK SOSIOLOGI
Sebagai bagian dari ilmu sosial, objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari
hubungan antarmanusiadan proses yang timbul akibat dari hubungan tersebut. Fokus utama
sosiologi dari objek masyarakat tersebut adalah gejala, proses pembentukan, serta
mempertahankan kehidupan masyarakat, juga proses runtuhnya sistem hubungan antarmanusia.
Dengan demikian, objek sosiologi terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1. Objek Material
Objek material sosiologi adalah kehidupan sosial, gejala dan proses hubungan antara manusia
yang memengaruhi kesatuan manusia itu sendiri.
2. Objek Formal
Objek formal sosiologi adalah hubungan manusia dengan manusia lain serta proses yang timbul
dari hubungan manusia didalam masyarakat karena lebih ditekankan pada manusia sebagai
makhluk sosial atau masyarakat. Objek formal sosiologi meliputi:
Pengertian tentang sikap dan tindakan manusia terhadap lingkungan hidup manusia dan kehidupan
sosial melalui penjelasan ilmiah.
Meningkatkan keharmonisan dalam hidup bermasyrakat.
Meningkatkan kerja sama antarmanusia.
Jadi, objek formal sosiologi berfungsi sebagai penuntun adaptasi di masyarakat.
Mengembangkan pengetahuan yang objektif mengenai gejala-gejala kemasyarakatan yang dapat
dimanfaatkan secara efektif untuk memecahkan masalah-masalah sosial (problem solving).
Untuk lebih jelasnya mengenai definisi masyarakat, pahamilah beberapa pendapat tokoh
berikut:
1) Selo Soemardjan
Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
2) Ralp Linton
Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama
sehingga mereka dapat mengatur diri dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial
dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
3) Mac Iver dan Page
Masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang kerja samaantara
berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan
manusia.
4) Gillin dan Gillin
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinudan yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama.
5) Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan keseluruhan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem,
adat istiadat yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa identitas tertentu.
6) Paul B. Horton
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama
cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan
melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.
7) Emile Durkheim
Masyarakat merupakan suatu kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-
anggotanya.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat diketahui bahwa masyarakat memiliki 5 unsur,
antaranya yaitu ada sejumlah orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu.
Meyer F. Nimkoff menyebutkan bahwa lapangan studi sosiologi ada 7 objek besar.
C. METODE-METODE SOSIOLOGI
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai objek kajian mengenai perilaku
sosial yang ada dalam suatu masyarakat. Metode merupakan cara kerja yang digunakan untuk
memudahkan kita dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan, agar tercapai tujuan yang
telah kita tentukan dan harapkan.
Metode sekurang-kurangnya memiliki beberapa ciri pokok, yaitu:
Ada permasalahan yang akan dikaji atau diteliti.
Ada hipotesis
Ada usulan mengenai cara kerja atau cara penyelesaian permasalahan dari hipotesis yang ada.
Untuk mempelajari objek yang menjadi kajian, sosiologi memiliki metode yang terbagi atas 2
jenis, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode kualitatif mengutamakan bahan atau hasil pengamatan yang sukar diukur dengan angka
atau ukuran yang matematis meskipun kejadian itu nyata dalam masyarakat. Ada beberapa
metode kualitatif, yaitu:
Metode historis, yaitu metode pengamatan yang menganalisis peristiwa-peristiwa masa silam
untuk merumuskan prinsip-prinsip umum.
Metode komparatif, yaitu metode pengamatan dengan membandingkan bermacam-macam
masyarakat serta bidang-bidangnya untuk memperoleh perbedaan dan persamaan sebagai
petunjuk tentang perilaku suatu masyarakat pada masa lalu dan masa mendatang.
Metode studi kasus, yaitu suatu metode tentang suatu keadaan, kelompok, masyarakat setempat,
lembaga-lembaga ataupun individu-individu.
2. Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif adalah metode statistik yang bertujuan untuk menggambarkan dan meneliti
hubungan antarmanusia dalam masyarakat secara kuantitatif.
Metode kuantitatif mengutamakan bahan-bahan keterangan dengan angka atau gejala-gejala
yang diteliti dan dapat diukur dengan skala, indeks, tabel dan formula. Termasuk dalam metode
ini adalah metode statistik dimana gejala-gejala dalam masyarakat sebelum dianalisis harus
dikuantifitasi terlebih dahulu.
Data kuantitatif adalah informasi hasil penelitian yang berupa angka-angka, gejala-gejala yang
diteliti diukur dengan skala, indeks (daftar), tabel, atau formula (rumus) dan kemudian diuji
dengan rumus-rumus hitung statistik.
3. Metode Lain
Disamping metode-metode tersebut, masih ada metode-metode lain, yaitu:
Metode deduktif, yaitu metode yang dimulai dari kaidah-kaidahyang berlaku umum untuk
kemudian dipelajari dalam keadaan yang khusus.
Metode induktif, yaitu metode yang mempelajari suatu gejala khusus untuk mendapatkan
kesimpulan yang lebih luas atau bersifat umum.
Metode empiris, yaitu suatu metode yang mengutamakan keadaan-keadaan nyata di dalam
masyarakat.
Metode rasional, yaitu suatu metode yang mengutamakan penalaran dan logika akal sehat untuk
mencapai pengertian tentang masalah kemasyarakatan.
Metode fungsional, yaitu metode yang digunakan untuk menilai kegunaan lembaga-lembaga
sosial masyarakat masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sosiologi
1.1. Definisi Sosiologi dan Sifat Hakikatnya
Merumuskan suatu definisi (batasan makna) yang dapat mengemukakan keseluruhan pengertian,
sifat, dan hakikatnya yang dimaksud dalam beberapa kata dan kalimat merupakan hal yang
sangat sukar. Oleh sebab itu, suatu definisi hanya dapat dipakai sebagai suatu pegangan
sementara saja. Sungguhpun penyelidikan berjalan terus dan ilmu pengetahuan tumbuh kearah
pelbagai kemungkinan, masih juga diperlukan suatu pengertian yang pokok dan menyeluruh.
Untuk patokan sementara, akan diberikan beberapa definisi sosiologi sebagai berikut.
a. Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari:
1) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala social (misalnya
antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral, hokum dengan ekonomi, gerak
masyarakat dengan politik dan lain sebagainya);
2) Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala social dengan gejala-gejala nonsosial
(misalnya gejala geografis, biologis, biologis, dan sebagainya);
3) Cirri-ciri umum semua jenis gejala-gejala social
b. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.
c. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff berpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadap interaksi social dan hasilnya yaitu organisasi social.
d. J.A.A van Doorn dan C.J. Lammers berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu pengetahuan
tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang stabil.
e. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu
masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur social dan proses-proses social, temasuk
perubahan-perubahan social.
Apabila sosiologi ditelaah dari sudut sifat hakikatnya, maka akan dijumpai beberapa petunjuk
yang akan dapat membantu untuk menetapkan ilmu pengetahuan macam apakah sosiologi itu.
Sifat-sifat hakikatnya adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi merupakan suatu ilmu social dan bukan merupakan ilmu pengetahuan alam
ataupun ilmu pengetahuan kerohanian. Pembedaan tersebut bukanlah pembedaan mengenai
metode, tetapi menyangkut pembedaan isi, yang gunanya untuk membedakan ilmu-ilmu
pengetahuan yang bersangkut-paut dengan gejala-gejala alam dengan ilmu-ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan gejala-gejala kemasyarakatan. Khususnya, pembedaan tersebut di atas
membedakan sosiologi dari astronomi, fisika, geologi, biologi dan ilmu pengetahuan alam lain
yang dikenal.
b. Sosiologi bukan merupakan disiplin yang normatif tetapi merupakan suatu disiplin yang
kategoris, artinya sosiologi membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini dan bukan mengenai
apa yang terjadi atau seharusnya terjadi. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, sosiologi membatasi
diri terhadap persoalan penilaian. Artinya sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu
seharusnya berkembang dalam arti memberikan petunjuk-petunjuk yang menyangkut
kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut.
c. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Perlu dicatat bahwa dari sudut
penerapannya, ilmu pengetahuan dipecah menjadi dua bagian, yaitu ilmu pengetahuan murni.
Ilmu pengetahuan murni adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membentuk dan
mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak hanya untuk mempertinggi mutunya, tanpa
mengguanakannya dalam masyarakat. Ilmu pengetahuan terapan adalah ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan terseut dalam masyarakat
dengan maksud membantu kehidupan masyarakat. Tujuan sosiologi adalah untuk mendapatkan
pengetahuan yang sedalam-dalamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan
pengetahuan tersebut terhadap masyarakat.
d. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan yang kongret. Artinya, bahwa yang diperhatikannya adalah bentuk dan pola-pola
peristiwa dalam masyarakat, tetapi bukan wujudnya yang kongret.
e. Sosiologi bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum.
Sosiologi meneliti dan mencari apa apa yang menjadi prinsip atau hokum-hukum umum dari
interaksi antar manusia dan juga perihal sifat hakikat, bentuk, isi, dan struktur masyarakat
manusia.
f. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang empiris dan rasional. Ciri tersebut
menyangkut soal metode yang dipergunakannya yang selanjutnya akan diterangkan pada bab
mengenai metode-metode sosiologi.
g. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang umum dan bukan merupakan ilmu
pengetahuan yang khusus. Artinya, sosiologi mempelajari gejala yang ada pada setiap interaksi
antar manusia. Didalam semua bidang atau gejala kehidupan, apakah bidang ekonomi, politik,
agama dan lain-lainnya, unsur-unsur a,b,c, ada. Unsur-unsur tersebut merupakan factor-faktor
yang dipunyai bidang-bidang kehidupan tadi secara umum. Factor-faktor social tadi itu yang
diselidiki oleh sosiologi. Hal ini bukan berarti bahwa sosiologi merupakan dasar ilmu social atau
bahwa sosiologi merupakan ilmu social yang umum, tetapi sosiologi menyelidiki factor-faktor
social dalam bidang kehidupan apa pun juga. Pusat perhatian sosiologi mungkin bersifat khusus,
sebagaimana halnya setiap ilmu pengetahuan, tetapi lapangan penyelidikannya bersifat umum
yakni kehidupan bersama manusia
Sebagai kesimpulan, sosiologi adalah ilmu social yang kategoris, murni, abstrak, berusaha
mencari pengertian-pengertian umum, rasional dan empiris, serta bersifat umum.
2. Hukum
2.1. Definisi Hukum
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial
antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan
cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara
perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau
kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara
berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan
militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari
pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."
Sebagaimana dalam suatu agama dikenal adanya Tatanan Pengertian, Tatanan Hukum pun
demikian dan yang di dalamnya ditetapkan semua norma dan aturan. Aturan-aturan dan asas-asas
dalam hokum ini tidak lahir begitu saja atau hasil serta merta pemikiran manusia.Namun, aturan-
aturan hokum ini berkaitan erat dengan norma-norma dan nilai-nilai (non hokum) serta pendapat-
pendapat, yang berlaku dalam masyarakat mengenai persoalan-persoalan tentang baik dan buruk.
3. Sosiologi Hukum
3.1. Definisi Sosiologi Hukum
Istilah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Anzilotti (orang Italia) pada
tahun 1882” (Soekanto, 1993:13). Sosiologi hukum mengkaji pengaruh timbal balik antara
hukum dengan gejala social lainnya (Salman, 1985; Soekanto, 1993:11). Sosiologi hukum
mengkaji hukum mengkaji hukum dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat : law as it is
observed in the daily life in society (wignjosoebroto,1994). Dalam hubungannya dengan sesama,
anggota masyarakat berpedoman pada kaidah-kaidah yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat. Kaidah tersebut dapat sesuai dengan aturan tertulis (hukum positif) dan dapat
pula tidak. Karena itu, sosiologi hukum mempunyai fungsi untuk mengkaji apakah hukum dan
peraturan perundang-undangan berfungsi dalam masyarakat (Soekanto, 1993:18). Dengan kata
lain, sosiologi hukum merupakan studi terhadap hukum yang tertuju pada masalah efektivitas
hukum maupun akibat-akibat yang tidak diperhitungkan dalam proses legislasi (lihat Soekanto,
1993:24).
Berikut adalah beberapa pengertian sosiologi hukum yang dikutip oleh Soekanto (1993):
1) Sosiologi hukum merupakan suatu disiplin teoritis dan umum, yang mempelajari
keteraturan dan berfungsinya hukum. Tujuan utama dari sosiologi hukum adalah untuk
menyajikan sebanyak mungkin kondisi-kondisi yang diperlukan agar hukum dapat berlaku
secara efisien (Adam Podgorecki);
2) Sosiologi hukum merupakan kegiatan-kegiatan ilmiah untuk menemukan kondisi-kondisi
social yang sesuai atau pun tidak sesuai dengan hukum, serta cara-cara untuk menyesuaikannya
(Selznick);
3) Pusat perhatian sosiologi hukum adalah pengembangan suatu teori umum tentang hukum,
yang membahas semua jenis pengendalian social yang dilakukan oleh pemerintah. Teori harus
membahas hubungan antara hukum dengan lain-lain aspek kehidupan social, seperti misalnya,
stratifikasi, lain-lain bentuk pengendalian social, pembagian kerja, integrasi social, dan
seterusnya (Black).
Soekanto (1993:24) mengatakan bahwa study terhadap hukum haruslah tertuju pada masalah
efektivitas hukum maupun akibat-akibat yang tidak diperhitungkan dalam proses legislasi.
Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi hukum berkembang atas dasar suatu anggapan bahwa
proses hukum berlangsung didalam suatu jaringan atau system social yang dinamakan
masyarakat. Artinya, hukum hanya dapat dipahami dengan jalan memahami system social
terlebih dahulu dan hukum merupakan suatu proses.
Kajian normatif terhadap hukum ini dapat dilihat dari hal-hal berikut, yaitu adanya
infentarisasi hukum positif, penelitian asas hukum, menemukan hukum konkrit, adanya
sistematika hukum, adanya sinkronisasi dan harmonisasi, perbandingan hukum serta sejarah
hukum.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum adalah bagian dari filsafat umum.
Oleh karena itu, setiap uraian tentang arti (definisi) dari filsafat sudah tidak mengandaikan suatu
titik tolak kefilsafatan, maka untuk mengetahui filsafat hukum, kita harus mengetahui terlebih
dahulu filsafat secara umum.
Tujuan utama kajian filosofis ini adalah ingin memahami secara mendalam hakikat dari hukum.
Ini bararti, filsafat hukum ingin memahami hukum sebagai tampilan atau menifestasi dari suatu
asas yang melandasinya. Karna itu, filsafat hukum, mengadaikan teori
pengetahuan(epistemology) dan etika.
3) Kajian Empiris
Kajian ini memandang hukum sebagai kenyataan yang mencakup kenyataan social, kultur.
Kajian ini bersifat deskriptif. Jika dilihat dari peralihan zaman dari abad ke-19 ke abad ke-20,
metode empiris ini lahir disebabkan karena metode atau kajian hukum secara normative, tidak
lagi mendapat tempat. Pendekatan hukum melalui kajian empiris yang lahir di awal abad ke-20
ini bersamaan lahirnya dengan ilmu baru yang oleh A. Comte (1798-1857) diberi nama
sosiologi. Olehnya, sosiologi disebut sebagai ilmu tentang tatanan social dan kemajuan social.
Ketiga pendekatan terhadap hukum itu, merupakan langkah awal bagi kita (hamba hukum)
untuk memahami apakah hukum itu? Berlainan dengan tiga pendekatan itu, namun masih
memiliki karakteristik yang sama, Achmad Ali dalam pidatonya ketika menerima jabatan guru
besar tetap pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, memberikan suatu pencerahan
terhadap pendekatan hukum sebagai berikut.
Pertama, beggriffenwissenchaft adalah ilmu tentang asas-asas yang fundamental di bidang
hukum, termasuk di dalamnya mata kuliah pengantar ilmu hukum, filsafat hukum, logika hukum,
dan teori hukum.Kedua, Normwissenchaft adalah ilmu tentang norma, termasuk didalamnya
adalah sebagian besar mata kuliah yang diajarkan fakultas-fakultas hukum di Indonesia, seperti
Hukum Pidana, Hukum Perdata dan Hukum Tata Negara. Ketiga, Tatsachenwissenchaft adalah
tentang kenyataan hukum, termasuk di dalamnya Sosiologi Hukum, Hukum & Masyarakat,
Antropologi Hukum dan Psikologi Hukum.
Dari berbagai macam pendekatan terhadap hukum tersebut di atas, hukum dapat dapat
ditafsirkan sebagai sebuah konsep. Soetandyo Wigjosoebroto, mengatakan tak ada konsep yang
tunggal mengenai apa yang disebut dengan hukum itu. Menurut pendapatnya, dalam sejarah
pengkajian hukum, tercatat sekurang-kurangnya ada tiga konsep. Pertama, hukum dikonsepkan
sebagai asas moralitas atau asas keadilan yang bernilai universal dan menjadi bagian inheren
system hukum alam. Kedua, hukum dikonsepkan sebagai kaidah-kaidah positif yang berlaku
pada suatu waktu dan tempat tertentu, sebagai produk eksplisit suatu sumber kekuasan politik
tertentu yang berlegitimasi. Ketiga, hukum dikonsepkan sebagai institusi social yang riil dan
fungsional dalam system kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini hukum berperan dalam proses
pemulihan ketertiban, penyelesaian sengketa, maupun dalam proses pengarahan dan
pembentukan pola-pola perilaku yang baru.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa ini.
Bahkan kebanyakan penelitian hukum saat ini di Indonesia dilakukan dengan menggunakan
metode yang berkaitan dengan sosiologi hukum. Pada prinsipnya, sosiologi hukum (Sosiology of
Law) merupakan derivatif atau cabang dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum.
Memang, ada studi tentang hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang
dari ilmu hukum, tetapi tidak disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai
sociological jurispudence.
Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi terhadap perkembangan sosiologi hukum
mengingat sosiologi bertugas hanya untuk mendeskrisipkan fakta-fakta. Sedangkan ilmu hukum
berbicara tentang nilai-nilai dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu sosiologi
sejak semula. Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan dijerumuskannya
ilmu sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-nilai.
Sebagaimana diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali bukan urusan
ilmu sosiologi. Meskipun begitu, terdapat juga aliran dalam sosiologi hukum, seperti
aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau, suka tidak suka, sosiologi
hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga menelaah masalah-
masalah normatif yang sarat dengan nilai-nilai.
Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan
keadaan masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan
berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih
berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial
yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi
lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah :
1. Apakah definisi Sosiologi Hukum secara umum dan menurut para ahli?
2. Bagaimana latar belakang terbentuknya Sosiologi Hukum?
3. Apa sajakah ruang lingkup Sosiologi Hukum?
4. Bagaimana karakteristik Sosiologi Hukum dalam masyarakat?
3. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Sosiologi Hukum secara umum dalam masyarakat mulai pada awal
perkembangannya hingga saat ini.
2. Bagaimana pendapat para ahli mengenai Sosiologi Hukum dalam masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Sosiologi Hukum
Dari sudut sejarah sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh seorang Itali
yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum pada hakekatnya lahir dari hasil-
hasil pemikiran para ahli baik di bidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi1[1].
Sosiologi hukum saat ini sedang berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan
hukum positif yang berlaku, dimana isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat,
dengan bantuan faktor kemasyarakatan. Adapun pengertian dari sosiologi hukum itu sendiri
antara lain:
a. Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala
lainnya.
b. Satjipto Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku
masyarakat dalam konteks sosial.
c. R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan
gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
d. H.L.A. Hart
H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi hukum. Namun, definisi yang
dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep
tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu
di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu
sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan
(secondary rules).2[2] Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-
kewajiban warga masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup
sedangkan aturan tambahan terdiri atas :
i. Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan
berdasarkan hierarki urutannya;
ii. Rules of change, yaitu aturan yang men-sahkan adanya aturan utama yang baru;
iii. Rules of adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan
untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama
dilanggar oleh warga masyarakat.
e. Piritim Sorokin3[3]
Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari :
i. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya
antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak
masyarakat dengan politik, dsb)
ii. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial
(misalnya gejala geografis, biologis, dsb)
iii. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Dalam beberapa literatur hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk
praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam
tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah
terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah preskiptif dan teknis. Sedangkan
sosiologi memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.4[4] Meskipun demikian,
kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-
hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang menentukan hubungan mana yang
signifikan seringkali sama, yang berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi
relevansi kebijakan yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum, bahwa Roscue Pound
menunjukan studi sosiologi hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai
alat pengendalian sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu
deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat hukum
dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem sosial dan alat untuk
mengendalikan serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif, yaitu terletak pada
kegiatannya. Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada kajian law in books, sementara
sosiologi hukum lebih mengkaji kepada law in action5[5]. Sosiologi hukum lebih menggunakan
pendekatan empiris yang bersifat deskriptif, sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat
preskriptif. Dalam jurisprudentie model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk
kebijakan atau produk aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada
struktur sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan
metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang menjadi
objek sosiologi hukum adalah :
a. Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social Control. Dalam
hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan, guna
menegakkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga masyarakat sebagai
mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada dalam
masyarakat.
A. Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu
Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum,
ilmu hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum.
a. Filsafat hukum
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht”
atau hukum bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang
lebih atas derajatnya. Dimana urutannya yaitu :
1. Grundnorm (dasar social daripada hukum)
2. Konstitusi
3. Undang-undang dan kebiasaan
4. Putusan badan pengadilan
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya
sosilogi hukum, diantaranya:
1. Mazhab sejarah
Tokohnya Carl Von Savigny, menurut beliau hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan
berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan dari
kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan masyarakat
sederhana ke masyarakat modern.\
2. Mazhab utility
Tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai
hidup bahagia). Dimana manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
penderitaan dan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-
warga masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu hukum
merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)
3. Aliran sociological jurisprudence
Tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di
dalam masyarakat atau living law).
4. Aliran pragmatical legal realism
Tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering), Karl Llewellyn, Jerome Frank,
Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan membentuk
hukum)
B. Ilmu hukum
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum
itu adalah gejala sosial.
Max Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :
a. Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan keputusan-keputusannya semata-
mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun)
b. Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar
akan, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan)
c. Rasional materil (keputusan-keputusan para pembentuk undang-undnag dan hakim menunjuk
pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau ideologi)
d. Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu
hukum)
Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah dua hal besar yang mempengaruhi sosiologi
hukum. Akan tetapi, hukum alamlah yang merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum.
Seorang tokoh yang terkemuka dari mazhab sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861)
berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist).
Ia berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan dari
pembentuk undang-undang6[6]. Ia menantang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan
badan legislatif, menurutnya membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan
kesadaran hukum masyarakat.
Di abad ke-18 analisis rasional terhadap hukum tampil dengan sangat kuat, demikian pula
dengan pengikatan kepada asas-asas dalam hukum. gabungan antara keduanya melahirkan cara
berfikir dedukatif yang mengabaikan kenyataan sejarah dengan kekhususan yang ada pada
bangsa-bangsa. Analisis hukum yang sedemikian itu mengabaikan lingkungan sosial
hukum.7[7] Beberapa prinsip yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya
adalah sebagai berikut :
a. Hukum itu tidak dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan hukum itu pada hakikatnya
merupakan proses yang tidak disadari dan organik. Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu
institusi yang berdiri sendiri, melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku masyarakat
sendiri. Hanya kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu institusi yang terpisah dengan
semua atribut dan konsep otonominya. Apa yang sekarang disebut sebagai hukum adalah
putusan arbiter yang dibuat oleh badan legislatif.
b. Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada masyarakat primitif
sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam peradaban modern. Kendati demikian,
perundang-undangan dan para ahli hukum hanya merumuskan hukum secara tekhnis dan tetap
merupakan alat dari kesadaran masyarakat (poular consciousness).
c. Hukum tidak mempunyai keberlakuan dan penerapan yang universal. Setiap bangsa memiliki
habitat hukumnya, seperti mereka memiliki bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa dari rakyat) itu akan
tampil sendiri dalam hukum suatu bangsa.
Aliran sejarah memiliki kelemahan yang terletak pada konsepnya mengenai kesadaran
hukum yang sangat abstrak. Pengkajian yang menolak untuk melihat hukum berdasarkan
peraturan, tetapi lebih melihatnya berdasarkan masyarakat sebagaimana dianut oleh aliran
sajarah, tetap tenggelam dibawah arus normatif-positivistis yang kuat diabad ke-19. Lain halnya
dengan fisafat hukum yang memiliki fahamnya sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum.
Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus
mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tuntas (ultimate). Oleh karena itu, filsafat
hukum jauh mendahului sosiologi hukum apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum
positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh
karena scara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak filsafat, menggugat sistem hukum
perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai dari titik yang jauh yang tidak
secara langsung menggugat hukum positif.8[8] Seperti yang dilakukan oleh Gutav Radbruch
dengan tesis “tiga nilai dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum.
Pengaruh yang khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada kegiatan untuk menetralkan atau
merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih diletakan bereaksinya atau berprosesnya
hukum (law in action).9[9] Roscou Pound berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses
yang mendapatkan bentuknya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan
hakim atau pengadilan. Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk
mengarahkan dan membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan yang
terlalu besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain Pound, Cardozo
berpendapat, bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan perundang-undangan. Pad
hukum berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial yang hidup dalam masyarakat. Secara
filosofis, fungsi dari sosiologi hukum adalah menguji apakah benar peraturan perundang-
undangan yang dibuat dan berfungsi dalam masyarakat.
Sosiologi hukum berkembang atas suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di
dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. O.W. Holmes, seorang
hakim di Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika,
melainkan pengalaman.11[11]
a. Dasar-dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat disebut
misalnya: Hukum nasional di Indonesia dasar sosialnya adalah pancasila dengan ciri-ciri: gotong
royong, musyawarah, dan kekeluargaan.
b. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagai contoh dapat disebut misalnya:
ii. Undang-undang No 22 Tahun 1997 dan undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang
Narkotika dan Narkoba terhadap gejala konsumsi obat-obat terlarang dan semacamnya.
iii. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya.
v. Dan sebagainya.
Adapun ruang lingkup sosiologi hukum secara umum, yaitu hubungan antara hukum dengan
gejala-gejala sosial sehingga membentuk kedalam suatu lembaga sosial ( social institution) yang
merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia yang hidup dimasyarakat dan atau dalam lingkup proses
hukumnya ( law in action) bukanlah terletak pada peristiwa hukumnya ( law in the books).
Sedangkan menurut Purbacaraka dalam bukunya Sosiologi Hukum Negara, bahwa ruang
lingkup sosiologi hukum adalah “Hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara
hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya (yang dilakukan secara analitis dan empiris)”. Yang
diartikan sebagai hukum dalam ruang lingkup tersebut adalah suatu kompkles daripada sikap
tindak manusia yang mana bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup. Namun
Menurut Soerjono Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi:
a. Sampai sejauh manakah hukum yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan atau apakah hokum
yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan tersebut.
b. Hukum dan pola-pola perilaku sebagai ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial.
Dengan berpedoman pada persoalan-persoalan yang disoroti sosiologi hukum, maka dapat
dikatakan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis
analitis dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum, dan
sebaliknya.13[13] Perihal perspektif daripada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua
pendapat utama sebagai berikut (J van Houtte 1970:57).
a. Pendapat-pendapat yang menyatakan, bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan suatu
fungsi yang global. Artinya, sosiologi hokum harus menghasilkan suatu suntesa antara hukum
sebagai sarana organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsinya itu, maka
hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, di dalam
mengidentifikasikan konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
b. Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah justru dalam
bidang pengkaedahan ( J van Houtte 1970:59)14[14]
Perihal proses pengkaedahan, maka sosiologi hukum dapat mengungkapkan data tentang
keajegan-keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum (baik
melalui keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari para warga masyarakat).
Dari batasan ruang lingkup maupun perspektif sosiologi hukum sebagaimana dijelaskan
diatas, maka dapatlah dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah
sebagai berikut:15[15]
a. Sosiologi hukum berguna untuk memberikan kemampuan-kemampuan bagi pemahaman
terhadap hukum didalam konteks sosial.
b. Penguasaan konsep-konsep sosiologi hukum dapat memberikan kemampuan-kemampuan untuk
mengadakan analisa terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana
pengendalian sosial, sarana untuk merubah masyarakat dan sarana mengatur interaksi social,
agar mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu.
c. Sosiologi hokum memberikan kemungkinan-kemungkinan serta kemampuan untuk mengadakan
evaluasi terhadap efektivitas hukum didalam masyarakat. (Soerjono Soekanto)
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan, baik itu proses sosial,
interaksi sosial masyarakat, lembaga sosial masyarakat, perubahan gaya hidup, struktur sosial
masyarakat, mobilitas sosial, gender, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi
sosial, keluarga dan sebagainya.
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang
menetapkan hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi
sebagian atau seluruh anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan
suatu tata yang dikehendaki oleh penguasa tersebut.
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari,
menjelaskan secara analiti sempiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan fenomena-
fenomena lain dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial
lainnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum. Jadi, titik
tekan Sosiologi hukum ini lebih mengarah kepada pola perilaku masyarakat dalam memandang
hukum yang terjadi disekitar mereka. Bagaimana suatu masyarakat mentaati hukum, dan
melanggar hukum, dan menjalani hukum tersebut. Sosiologi hukumpun sangat dibutuhkan oleh
masyarakat karena sosiologi hukum ini akan memberi penjelasan dari setiap objek yang
dipelajarinya,
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan,
sehingga mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun agar penulis mendapatkan membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat
menjadi tempat mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
http://nandoxodnan.blogspot.com/2013/09/makalah-sosiologi-hukum-pendahuluan.html
http://indahandblog.blogspot.com/2014/03/makalah-hakikat-objek-dan-metode-metode.html
http://cacaha.blogspot.com/2013/10/makalah-sosiologi-tentang-obyek-obyek.html
http://pendidikansrg.blogspot.com/2018/04/contoh-makalah-sosiologi-hukum.html
http://bloghukums.blogspot.com/2014/05/teori-dan-metode-dalam-sosiologi-hukum_31.html