TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari
atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang
dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun
fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini
sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi
atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan
disebut dengan “dead space”. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti
proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.
Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring,
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus
konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus
sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai
belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan
bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua
percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi. Secara rinci dapat
bronkiolitis.18,19
menyeluruh pada satu atau beberapa lobus. Seringkali bilateral di basal sebab ada
kecenderungan sekret untuk turun karena gravitasi ke lobus bawah. lesi yang telah
berkembang penuh agak meninggi, kering granuler, abu-abu merah, sampai kuning,
dan memiliki batas yang tidak jelas. Ukuran diameter bervariasi antara 3 sampai
4 cm. pengelompokan fokus ini terjadi pada keadaan yang lebih lanjut (florid) yang
terlihat sebagai konsolidasi lobular total. Daerah fokus nekrosis (abses) dapat terlihat
edematosa, tetapi daerah yang luas diantaranya pada umumnya normal. Pleuritis
fibrinosa atau supuratif terjadi bila fokus peradangan berhubungan dengan pleura,
tetapi ini tidak biasa. Dengan meredanya penyakit, konsolidasi dapat larut bila tidak
ada pembentukan abses, atau dapat menjadi terorganisasi meninggalkan sisa fokus
fibrosis.
Secara histologis, reaksi itu terdiri dari eksudat supuratif yang memenuhi
bronki, bronkioli dan rongga alveolar yang berdekatan. Netrofil dominan dalam
eksudasi ini dan biasanya hanya didapatkan sejumlah kecil fibrin. Seperti yang
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur.20 Bakteri seperti Diplococus
tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus
Mycoplasma pneumonia.5
organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan
infeksi penyakit.
nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan
permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di
antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
Pada stadium II, disebut hepatisasi merah karena terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah
Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag sehingga
penyakit yang disurvei (ISPA, infeksi saluran nafas kronik, hipertensi, kulit, dan
sendi), dengan prevalensi tinggi pada golongan bayi (39%) dan balita (42%). ISPA
merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan balita dengan CFR masing-
masing (27,6%), dan (22,8%). Angka kematian bayi dan balita menjadi indikator
Nasional) 2001 masih sangat tinggi yaitu 38,7% pada umur dibawah 1 tahun dan
42,2% umur 1-4 tahun. Cause Specific Death Rate (CSDR) pneumonia pada anak
umur <1 tahun laki-laki 940 per 100.000 penduduk dan perempuan 652 per 100.000
penduduk, pada anak umur 1-4 tahun laki-laki 44 per 100.000 penduduk dan
perempuan 40 per 100.000 penduduk. Proporsi kematian balita akibat ISPA 28%
artinya dari 100 balita yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA.22
perempuan (24%) daripada laki-laki (23%).12 Menurut hasil penelitian Taisir (2005)
menggunakan desain Cross Sectional, berdasarkan jenis kelamin IR ISPA balita pada
Baru dengan menggunakan desain Cross Sectional, diketahui bahwa kelompok umur
demikian juga kasus ISPA terbanyak pada kelompok umur ini, yaitu 280 kasus
(65,6%). Namun bila dihitung angka Age Specific Morbidity Rate tertinggi adalah
pernapasan pada bayi sebesar 23,9% di Jawa Bali, 15,8% di Sumatera, dan 42,6% di
Kawasan Timur Indonesia. Pada balita sebesar 16,7% di Jawa Bali, 29,4% di
lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan (22%). Prevalensi ISPA untuk kawasan
Sumatera 20%, sementara untuk kawasan Jawa-Bali adalah 23% dan kawasan KTI
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, pneumonia yang terjadi pada balita
adalah provinsi Nusa Tenggara Barat 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan Kepulauan
Sulawesi Selatan tahun 2004 prevalensi ISPA (97,9 %) dan di kota Makasar
(29,47%).22
a. Faktor Host
a.1. Umur
negara sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan
kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun setiap tahunnya, sebanyak dua pertiga
kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda). Hampir seluruh kematian
karena ISPA pada bayi dan balita disebabkan oleh Infeksi Saluran Pernafasan bawah
balita.4 Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko kematian pada bayi dan balita
menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA balita pada kelompok umur 0-11
bulan (59,1%) lebih tinggi daripada kelompok umur 12-59 bulan (33,7%).23
terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Selain umur, jenis kelamin merupakan
determinan perbedaan kedua yang paling signifikan di dalam peristiwa kesehatan atau
desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan jenis kelamin berhubungan
adalah kelompok bayi dan balita.30 Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap
aktivitasnya.31
melihat kriteria yaitu : Berat Badan per Umur (BB/U), Tinggi Badan per Umur
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor risiko yang penting untuk
gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering mendapat
pneumonia. Disamping itu adanya hubungan antara gizi buruk dan terjadinya campak
dan infeksi virus berat lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh balita terhadap
infeksi.31
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA
dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.
Penyakit infeksi akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan status gizi
berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita (p=0,013) dan
pneumonia kemungkinan 6,04 kali lebih besar mempunyai riwayat gizi kurang
dibandingkan gizi baik atau sedang. Status gizi berhubungan dengan daya tahan
tubuh, makin baik status gizi makin baik daya tahan tubuh, sehingga memperkecil
risiko pneumonia.29
angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita, sekitar 38% dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif. Imunisasi yang tidak lengkap
pneumonia.33
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan sembuh akan mendapat
kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat
imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi
faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan
(p=0,009), dan diperoleh nilai OR=1,758 (CI 95%=1,375-2,883), maka balita yang
campak berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur
9-59 bulan (OR = 2,307; p=0,003), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 2,3 kali lebih besar tidak diimunisasi campak dibandingkan
b. Faktor Agent
Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, Virus sitomegalik. Jamur
penyebab pneumonia paling sering (95-98%) dari semua pneumonia yang dirawat di
rumah sakit, dan menyebabkan kematian pada 60% penderita pneumonia dengan
bakteriemia dan pada 20% penderita pneumonia non bakteriemia. Kini, hanya 62%
non bakteriemia.35
sebagai penyebab kedua yang paling sering. Pneumonia sebab gram negatif tetap
maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah menyebabkan orang tua sulit
menyediakan fasilitas perumahan yang baik, perawatan kesehatan, dan gizi balita
yang memadai. Rendahnya kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh
510.000,00).4
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah juga merupakan faktor risiko
pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan oleh ibu kepada anak
akhir ibu berhubungan bermakna dengan pengetahuan tentang ISPA (p<0,05). Dilihat
dari pengetahuan ibu bayi/anak balita masih terdapat : tidak mengetahui istilah ISPA
(70%), tidak tahu istilah pneumonia (76,2%), tidak tahu adanya hubungan antara
penyakit ISPA dan pneumonia (75,0%), tidak tahu penyebab penyakit ISPA (72,6%),
secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur 9-59 bulan, dapat
dikatakan bahwa balita yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,04 kali lebih
Orang tua yang menerapkan pola asuh secara tepat artinya pola asuh yang
diterapkan orang tua bersifat dinamis, sesuai, konsisten, penerapan pola asuh yang
kompak antara kedua orang tua, serta adanya contoh perilaku yang positif dari kedua
orang tua. Pola asuh yang dinamis artinya pola asuh yang diterapkan sejalan dengan
usia balita misalkan pemberian jenis makanan pada anak yang berumur 1 tahun tentu
berbeda dengan jenis makanan anak yang berumur 5 tahun, pola asuh bersifat sesuai
artinya orang tua menerapkan pola asuh sesuai dengan kondisi balita itu sendiri
karena pola asuh pada balita yang memiliki ganaguan kesehatan tentu berbeda dengan
pola asuh pada balita normal. Pola asuh yang baik yaitu pola asuh yang bersifat
konsisten dalam penerapan pola asuh cenderung bersifat tetap sebagai contoh balita
boleh bermain asal ditempat yang bersih dan saat tiba waktu makan balita harus
berhenti bermain dulu unuk makan, berbagi dan berkasih sayang dengan saudara dan
anggota keluarga yang lain, lama kelamaan balita akan terbiasa dengan hal tersebut
dan pada akhirnya balita akan mengerti hal mana yang boleh atau baik dan hal mana
Pada orang tua yang melakukan pola asuh tidak tepat, artinya pola asuh
yang diterapkan orang tua bersifat terlalu over protektif dimana balita tidak diberi
kepercayaan sama sekali seperti tidak memperbolehkan bermain diluar rumah dan
harus didalam rumah terus membuat anak stres sehingga dapat membuatnya sakit,
segala sesuatu tanpa menuntut seperti saat si balita tidak mau makan dibiarkan saja
padahal balita tersebut perlu nutrisi yang kuat untuk meningkatkan kualitas gizinya
sehingga pada akhirnya status gizi si balita semakin buruk dan orang tua tidak
Adapun faktor lain adalah ekonomi keluarga yang tidak yang terlihat pada
pendapatan keluarga yang kurang dan ditambah lagi faktor jumlah anak.Bagi orang
tua yang memiliki anak tunggal, secara ekonomis menguntungkan. Orang tua tidak
perlu bersusah payah mencari penghasilan yang besar karena tanggung jawab untuk
memberi atau memenuhi kebutuhan fisik anaknya relatif tidak besar. Berlainan bila
yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya seperti kebutuhan akan kesehatan,
kebutuhan perumahan atau tempat tinggal yang lebih luas, dan kebutuhan lainnya.
digarap, memang benar bahwa banyaknya anak akan berarti banyaknya tanah yang
dapat digarap dan berarti pula penghasilan akan bertambah. Berlainan dengan
pekerjaan cukup besar, hal ini tidak menjadi persoalan. Tetapi realitas ternyata
berpendapat lain.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa dengan memiliki anak banyak, maka
persoalan yang harus diatasi menjadi banyak pula. Apakah hal ini berarti juga
harus dihadapi oleh keluarga atau orang tua tersebut. Secara ekonomis mungkin
Dengan hanya memiliki seorang anak atau anak tunggal, maka perhatian
orang tua memang akan terfokus kepada anak tersebut seperti dalam hal kasih sayang,
perhatian, kebutuhan kesehatan, dan kebutuhan lain. Anak tidak akan merasa
kekurangan kebutuhan yang diinginkan daripada orang tua yang memiliki banyak
anak, maka orang tua harus membagi kasih sayang, perhatian, dan memenuhi
kebutuhan yang lebih banyak karena setiap anak berbeda kebutuhan termasuk
kesehatan anak. Anak yang memiliki banyak saudara harus bisa saling berbagi
dengan saudara yang lainnya berbeda dengan anak tunggal sehingga anak tungga
sering tidak bisa berbagi, egois dan ini merupaka permasalahan yang harus dihadapi
oleh orang tua yang memiliki anak tunggal. Pembentukan kepribadian dan kesehatan
anak sangat bergantung kepada pola asuh orang tua yang baik, dinamis,konsisten, dan
sesuai.
Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat mendukung
saluran nafas.37 Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan dapur
terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang tempat bayi dan balita
rumah bersama-sama ibunya sehingga lebih sering terhirup udara yang pencemaran
Rumah kecil yang tidak memiliki sirkulasi udara memadai yang penuh asap
yang berasal dari asap anti nyamuk bakar, asap rokok, dan asap hasil pembakaran
bahan bakar untuk memasak akan mendukung penyebaran virus atau bakteri, dengan
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan asap anti
nyamuk bakar berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita
(p=0,003) dan diperoleh nilai OR=2,310 (CI 95%=1,379-3,870), maka balita yang
mengalami pneumonia kemungkinan 2,31 kali lebih besar tidur di kamar yang
memakai anti nyamuk bakar dibandingkan yang tidak memakai anti nyamuk bakar.29
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap
rokok berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada anak umur
<1 tahun (p=0,039) dan diperoleh nilai OR=2,348 (CI 95%=1,045-5,277), maka anak
umur <1 tahun yang mengalami pneumonia kemungkinan 2,35 kali lebih besar
tinggal di dalam rumah dengan ada anggota keluarga merokok dibandingkan yang
Tapak Tuan Aceh Selatan dengan menggunakan desain Cross Sectional, IR ISPA
dalam ruang rumah perhari yaitu 1-9 batang rokok perhari (38,3%), 10-20 batang
menggunakan desain Case Control, hasil analisis statistik menunjukkan polusi asap
dapur berhubungan secara bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita umur
9-59 bulan (OR=2,99; p=0,002), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 2,99 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki polusi
minimal menempati luas kamar tidur 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat
penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan
mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan
adalah karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah
terserang penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota
keluarga lainnya.40
9-59 bulan (OR=3,247; p=0,0005), dapat dikatakan bahwa balita yang mengalami
pneumonia kemungkinan 3,25 kali lebih besar tinggal di rumah yang memiliki
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnue,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, pada awalnya berupa batuk kering
tahipnue, dispnue, sianosis sekitar hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung,
distensi abdomen, retraksi sela iga, batuk semula nonproduktif menjadi produktif,
serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Palpasi : suara redup pada sisi yang sakit,
hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan
nadi mungkin mengalami peningkatan (tachicardia). Perkusi : suara redup pada sisi
terdengar stridor.
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar
mengeras.
2.8. Klasifikasi ISPA Pada Balita dengan Gejala Batuk dan atau Kesukaran
Bernafas Berdasarkan Pola Tatalaksana Pemeriksaan, Penentuan Ada
Tidaknya Tanda Bahaya, Penentuan Klasifikasi Penyakit, Pengobatan dan
Tindakan. 25
pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat
dada.
2.8.2. Klasifikasi Gejala ISPA Untuk Golongan Umur 2 bulan – <5 tahun
nafas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
nafas cepat sesuai umur. Batas nafas cepat ( fast breathing) pada anak umur 2
dada.
ke rumah sakit setelah dirawat inap pertama kali, termasuk bagi penderita
bronkopneumonia sangat bervariasi. Hal ini bergantung dari status pasien, apabila
pasien berstatus sembuh dapat kembali lagi dikarenakan pasien tersebut menderita
kembali penyakit tersebut (rekurens), sehingga perlu dirawat inap kembali. Status
pulang berobat jalan dapat kembali lagi dikarenakan perlu memeriksa, mengontrol,
mengambil obat guna perbaikan keadaan pasien, namun setelah pemeriksaan pasien
dapat dirawat inap lagi dikarenakan tidak memungkinkan unutuk berobat jalan. Status
pulang atas permintaan sendiri dapat kembali dirawat inap dikarenakan tidak dapat
ditangani di rumah.
Penentuan lama rawatan pada pasien rawat inap, termasuk bagi penderita
bronkopneumonia sangat bervariasi. Hal ini tergantung dari jenis penyakit, tindakan
Medan tahun 1999-2000 lama rawatan penderita pneumonia pada balita yang dirawat
Menurut penelitian Marbun (2009) di Rumah Sakit Dr.Pirngadi Medan Tahun 2004-
2007 lama rawatan rata-rata penderita pneumonia pada balita adalah 4,5 hari.42
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.
Secara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan
pencegahan khusus.
a. Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada
usia 2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B
b. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
c. Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di
luar ruangan.
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya
penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :26
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap
hari.
a. Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b. Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika