Anda di halaman 1dari 36

BORANG PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RS BHAYANGKARA

TULUNGAGUNG
KASUS ILMU PENYAKIT SARAF

Topik : CVA Hemorrhagic


Presenter :
Tanggal MRS : 18 Agustus 2016
dr. Wijayanti
Tanggal Periksa : 18 Agustus 2016
Pendamping :
Tanggal Presentasi :
dr. Yuyun Widyawati
Tempat Presentasi : RS Bhayangkara Tulungagung
Objektif Presentasi : Keilmuan, Masalah, Diagnostik
□ Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Pasien pria, 75 tahun datang ke igd RS Bhayangkara dengan diantar keluarganya
□ Deskripsi :
dalam keadaan lemas dan tidak bisa bicara sejak pukul 12:00.
Memaparkan kasus kegawatan yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan
□ Tujuan : referensi ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus
yang dihadapi dengan solusi yang terbaik
Bahan
 Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan :
Cara  Presentasi dan
 Diskusi  E-Mail  Pos
Membahas : Diskusi
Data Pasien : Tn N/laki-laki/75 tahun No. Regitrasi : 107607
Terdaftar sejak:18 Agustus
NamaRS :RS Bhayangkara Tulungagung Telp :
2016
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran Klinis:
Pasien pria, 75 tahun datang ke igd RS Bhayangkara dengan diantar keluarganya dalam
keadaan lemas dan tidak bisa bicara sejak pukul 12:00. Pasien mengalami penurunan
kesadaran tiba-tiba. Pasien ditemukan saat di kamar. Pasien tidak dapat merespon dengan
baik saat dipanggil dan dibangunkan . Sebelumnya pasien tidak terdapat muntah. Pasien
juga sering mengeluhkan nyeri kepala sebelum terjadi penurunan kesadaran, tidak ada
kejang, dan akhirnya dibawaa ke RS Bhayangkara
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat darah tinggi

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit :


Riwayat hipertensi dan juga riwayat cva lama

4. Riwayat Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit yang sama
5. Riwayat pekerjaan:
Pasien sudah tidak beekerja

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :


Pasien tinggal bersama istri dan memiliki dua anak

Daftar Pustaka :

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : August, 22 2016
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC, Jakarta.
2006. Available at :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/11015/10604. Accesed on
August, 22 2016
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003. Available at :
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf. Accesed
on August, 22 2016
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005. Available at : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/352/341.
Accesed on August 22,2016
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.Available at :
http://www.dexamedica.com/sites/default/files/Medicinus%20Desember%202014.pdf.
Accesed on August 22, 2016
7. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.
Accessed on : August, 22 2016
8. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13
PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html. Accesed on August 22, 2016
9. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFb
xtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927.
Accesed on August 22, 2016

10. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Accesed on August 22, 2016

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis CVA
2. Manejemen CVA
3. Penatalaksanaan CVA
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga


orang yangmengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia
45 tahun ke atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 – 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain menyatakan 8 – 18% dari
stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
platelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan


k o m b i n a s i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga
penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang
lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan kembali kemandirian
fungsionalnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak

3.2. Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, d a n s e p e r t i g a s i s a n ya d a p a t s e m b u h k e m b a l i
s e p e r t i s e m u l a . D a r i k e s e l u r u h a n d a t a d i d u n i a , t e r n ya t a s t r o k e s e b a g a i
p e n ye b a b k e m a t i a n m e n c a p a i 9 % ( s e k i t a r 4 j u t a ) d a r i t o t a l k e m a t i a n p e r
t a h u n n ya .
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada
s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n itu ada sekitar 40-80%
a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita
dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
lakimenunjukkan outcome yang lebih buruk.

3.3 Etiologi Stroke Hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:


 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan
fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti koagulan,
hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi
a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

3.4 Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam table berikut :
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematocrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik

A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam


waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.[7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah penderita,
serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua,
sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan pada
saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma. Individu
harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut:
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah
dan dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti
kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau
memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak.
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. [10]
Sistem grading yang dipakai antara lain :

 Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage


Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala deselerasi
awal
V Koma

 WFNS SAH grade


WFNS grade GCS Score Major facal deficit
0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -

Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain

Siriraj Hospital Score

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.

Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) –
(3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic
Stroke : 90.3%. banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
dapat didiagnosa
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik

A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
 Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
 Tidak dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
 Dioperasi bila:
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

B. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis
6-12 g/hari.

6. Antihipertensi
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu diberikan
NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan
tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.

9. Hidrosefalus
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan


a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Tn N
Usia : 75 tahun
No. RM : 107607
Alamat : Desa Banyuurip, Tulungagung
Tanggal MRS : 18 Agustus 2016 (16:29 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2016 (16:29 WIB)
Pembiayaan : Umum
B. Subjective:
 Anamnesis :
 Keluhan Utama :
Lemas dan tidak bisa bicara sejak pukul 12:00 WIB

 Riwayat Keluhan Sekarang:


Pasien pria, 75 tahun datang ke igd RS Bhayangkara dengan diantar keluarganya
dalam keadaan lemas dan tidak bisa bicara sejak pukul 12:00. Pasien mengalami
penurunan kesadaran tiba-tiba. Pasien ditemukan saat di kamar. Pasien tidak dapat
merespon dengan baik saat dipanggil dan dibangunkan . Sebelumnya pasien tidak
terdapat muntah. Pasien juga sering mengeluhkan nyeri kepala sebelum terjadi
penurunan kesadaran, tidak ada kejang, dan akhirnya dibawaa ke RS Bhayangkara
 Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu diketahui pasien, tidak terkontrol
Riwayat stroke , pasien pernah dirawat di rs dengan keluhan lemas setengah badan.
 Riwayat keluarga:
Riw. Kejang disangkal, Riw. Asma/alergi disangkal.
 Kondisi lingkungan sosial
Pasien merupakan kepala keluarga. Pasien tinggal bersama dengan istri
dan memiliki dua anak. Pasien sudah tidak bekerja.
C. Obyektif
1. Pemeriksaan fisik
 BB : tidak diukur
 TB : tidak diukur
 Keadaan Umum : lemah
 Kesadaran : koma
 GCS : 3-1-2
 Vital Sign :
o Tensi : 200/140 mmHg
o Suhu : 37 °C
o Nadi : 120 x/menit, regular, lemah
o Nafas : 20 x/menit
o Kepala/leher :
o Conjungtiva anemis (-/-)
o sklera ikterik (-/-), Sianosis (-), nafas cuping hidung (-/-), mata cowong (-
/-)
o pembesaran KGB (-), faring hiperemis (-), tonsil hiperemi (-), kripte lebar
(-), detritus (-)
o Thorax :
o Pulmo :
 Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
 Palpasi : Ekspansi dinding dada simetris
 Perkusi : Sonor/Sonor
 Auskultasi : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
o Cor :
 Inspeksi : Batas jantung normal,
 Palpasi : Ictus cordis teraba di MCL sinistra ICS 5,
 Perkusi : Ukuran jantung membesar
 Auskultasi : Suara jantung 1-2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
o Abdomen :
o Inspeksi : perut terlihat supel
o Auskultasi : Bising usus (+)
o Palpasi : nyeri tekan (-)
o Perkusi : Timpani, meteorismus
o Ekstremitas :
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

o Edema : tidak didapatkan


o Akral : hangat
o Motoric :
4 1
4 1

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemerksaan Labiratorium Tanggal 28 Mei 2015
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 14.3 12.00-16.00 g/DL
Hematokrit 45.0 37.00-43.00 %
Leukosit 11.3 4-10 x10^3uL
Trombosit 660 120-380 x10^3uL
Eritrosit 4.70 3.90-5.50 x10^6uL
PDW 17.80 9.0-17.0 %
MPV 4.20 5-10 fL
PCT 0.280 0.108-0.282 %
MCV 95.7 80.0-97.0 fL
MCH 30.4 27.0-32.0 pg
MCHC 31.8 32.0-36 g/DL
Neutrophil 87.6 42-85 %
Basofil 0.8 0.0-2.0 %
Eosinofil 0.3 0-6 %
Limfosit 7.1 11-49 %
Monosit 4.2 0-9.0 %
Glukosa darah 113 <125 mg/dl
sewaktu
Ureum 94.8 15-50 mg/dl
Kreatinin 2.39 0.90-1.30 mg/dl
Asam urat 6.9 2.7-7.0 mg/dl
SGOT 43 0-35.00 u/l
SGPT 19 0-43.00 u/l
Gamma GT 19 11-50 u/l
Kolesterol total 192 80-200 mg/dl
Trigliserida 81 >150 mg/dl
HDL cholesterol 62 35-55 mg/dl
LDL cholesterol 114 >150 mg/dl

EKG
D. Problem List
Subyektif
1. Pasien datang dengan penurunan kesadaran
2. pasien tidak bisa bicara sejak pukul 12:00
3. Pasien sebelumnya mengeluh nyeri kepala
4. Pasien memiliki riwayat darah tinggi
5. Pasien pernah mengalami gejala cva sebelumnya dan sempat dirawat karena
lemah pada ekstremitas kiri

Obyektif
1. Kesadaran koma
2. GCS 3-1-2
3. TD : 200/140 mmHg
4. nadi 120 x/mnt
5. motoric
4 1
4 1

3. leukosit 11,3 uL
4. ureum : 94.8 mg/dl
5. kreatinin : 2.39 mg/dl
6. ekg menunjukkan af moderate pada semua lead , lvh dari penjumlahan lead
Gelombang S V2 + Gelombang R V5 > 35 mV

E. Assesment :
CVA Hemorragic
E. Planning:
o Planning Dx : DL serial
o Planning Terapi di IGD :
o Infus PZ life line
o Pasang O2 nasal kanul 4 lpm
o Pasang sonde
o Program manitol 6 jam setelah onset (mulai 200 cc dilanjutkan 6 x 100 cc)
o Injeksi citicolin 2 x 250 mg
o Injeksi antrain 3 x1 amp iv
o Injeksi ulceranin 2 x1 amp iv
o Konsul jantung : tekanan darah diturunkan s/d systole ≤180
o Masuk icu
o Terapi selanjutnya sesuai advise dr Jenar Sp S
o Planning Monitoring :
o Keluhan subjektif
o Keadaan umum dan Kesadaran
o Observasi TTV/1jam, produksi urine
o Edukasi:
Menjelaskan kepeda keluarga mengenai kondisi pasien dan penyakitnya,
menjelaskan mengenai tatalaksanana yang akan dilakukan, serta menjelaskan
komplikasi yang dapat terjadi.
Follow up
18 Agustus 2016 -20 Agustus 2016
18 Agustus 18:00 Pasien masuk icu dengan KU lemah dan kesadaran
2016 menurun (GCS 1-1-1). Monitor dan O2 terpasang.
Infus pz life line terpasang
Tekanan Darah : 210/70
Suhu : 37 C
Nadi 106 kali per menit regular, lemah
Program manitol 200 cc
20:00 Observasi tanda vital
Pasien masuk icu dengan KU lemah dan kesadaran
menurun (GCS 1-1-1). Monitor dan O2 terpasang.
Infus pz life line terpasang
TD : 190/130
Suhu : 37.3 C
Nadi : 116 x/mnt
21:00 Observasi TTV
TD : 200/140
Nadi : 112 x/mnt
Suhu : 36 C
22:00 Program manitol 100 cc
21:30 Dr Arif spJP visit : Program perdipine 1 ampul s/d TD
: 140/90 mmHg
21:45 Terpasang perdipine 1 ampul/15 tpm
22:00 TD : 180/100 ; perdipine 20 tpm , manitol 100 cc
masuk
23:00 TD : 180/100 ; perdipine 25tpm
23:30 TD : 170/100 ; perdipine 30 tpm
24:00 TD : 170/100 ; perdipine 35 tpm
19 agustus 00:30 TD : 170/100 ; perdipine 40 tpm
2016
01:00 TD : 140/90 ; perdipine STOP
02:00 TD : 190/110 ; perdipine 30 tpm
Program manitol 100 cc
03:00 TD : 140/90 ;perdipine STOP
03:30 TD : 170/100 ;perdipine 15 tpm
04:30 TD : 151/100 ;perdipine 25 tpm
05:00 TD : 194/100 ;perdipine 20 tpm
05:30 TD : 160/100 ;perdipine 20 tpm
06:00 TD : 160/100 ;perdipine 25 tpm
KU lemas ; GCS 2-1-2
Saturasi O2 turun ganti O2 NRB, DC (+) , infus pz
lifeline (+)
Program manitol 100 cc
08:00 TD : 160/100
Injeksi citicolin 2 x 250
Injeksi antrain 3 x 1
Injeksi ulceranin 2 x 1
08:10 Memasukkan injeksi
08:30 Dr Arief visite ; nicardipine habis stop ganti per oral
10:00 TD : 180/100
Program manitol 100 cc
12:00 Memasukkan diet sonde 50 cc spirolatab
KU lemah . GCS : 3-1-2. SpO2 87%
Infus paracetamol 3 x 1
14:00 Program manitol 100 cc
15:00 TD 200/140 Suhu 37 C Nadi 150x/mnt
16:00 Memasukkan injeksi
Sonde masuk 50 cc
Dr arie visit
Injeksi ulceranin 2 x 1
17:25 Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Kimia
Ureum 102.7 15-50
Kreatinin 2.09 0.60-1.10
Elektrolit
Natrium 144.7 135-148
Kalium 4.64 3.7-5.3
Calcium 4.76 4.7-5.6
Chlorida 102.9 98-109
18:00 TD : 210/140 . Nadi 160 x/mnt
Program manitol 100 cc
20:00 Lapor dr Arie hasil lab ; therapi manitol stop
TD : 210/140 . Suhu 39 C. Nadi 160 x/mnt
GCS 1-1-1 SpO2 86
Injeksi citicolin 2 x 250
Bisoprolol 1-0-0
21:00 Amlodipine 0-0-1
Ceftriaxone 2x1 gr
22:00 TD : 200/140 Suhu 41 C. N : 140 x/mnt
Infus paracetamol 3 x1
23:00 TD : 110/70 /. Suhu 40 C. N : 144 x/mnt
20 Agustus 00:00 TD :110/70. Suhu 40 C. N : 144
2016 Injeksi antrain 3x1
00:30 TD :80/palpasi.
00:45 T:0 ;N:0; RR:0
RJP tidak berhasil
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : August, 22 2016

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,


Jakarta. 2006. Available at :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/11015/10604. Accesed on
August, 22 2016

4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003. Available at :


http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf. Accesed on
August, 22 2016

5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology. Edisi 8. BAB
4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York.2005. Available at : http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/viewFile/352/341. Accesed
on August 22,2016

6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.


Thieme Stuttgart. 2000.Available at :
http://www.dexamedica.com/sites/default/files/Medicinus%20Desember%202014.pdf.
Accesed on August 22, 2016

7. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:

http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.

Accessed on : August, 22 2016

8. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh


dari:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/13P
erjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html. Accesed on August 22, 2016
9. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:

http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAAFbxt
PE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927. Accesed
on August 22, 2016

10. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan perdarahan
intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. Accesed on August 22, 2016

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapsus Diare
    Lapsus Diare
    Dokumen7 halaman
    Lapsus Diare
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Portofolio DHF
    Portofolio DHF
    Dokumen21 halaman
    Portofolio DHF
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen27 halaman
    1
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen27 halaman
    1
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Referat Keratitis
    Referat Keratitis
    Dokumen2 halaman
    Referat Keratitis
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat
  • Psikoterapi
    Psikoterapi
    Dokumen40 halaman
    Psikoterapi
    Yanti Wijaya
    Belum ada peringkat