Anda di halaman 1dari 17

PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA


RSUD BIMA
Jln. Langsat No. 1 Raba Telp. (0374) 43142 Bima

IDENTIFIKASI PASIEN

PANDUAN PENGOLAHAN LIMBAH


RUMAH SAKIT
A. LATAR BELAKANG
Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar
rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam
limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada
manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah
harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
Pengelolaan limbah dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan terhadap limbah mulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber
pengangkutan, penyimpanan serta tahap pengolahan akhir yang berarti pembuangan
atau pemusnahan. Tindakan pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan
pengelolaan limbah dari tindakan preventif dalam bentuk pengurangan volume atau
bahaya dari limbah yang dikeluarkan ke lingkungan atau minimasi limbah.
Beberapa usaha minimasi meliputi beberapa tindakan seperti usaha reduksi pada
sumbernya, pemanfaatan limbah,daur ulang, pengolahan limbah, serta pembuangan
limbah sisa pengolahan.
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan
dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif
maupun promotif. Kegiatan dari rumah sakit menghasilkan limbah baik itu limbah
padat, limbah cair maupun gas. Limbah cair rumah sakit merupakan limbah
infeksius yang masih perlu pengelolaan sebelum dibuang ke lingkungan, hal ini
dikarenakan limbah dari kegiatan rumah sakit tergolong limbah B3 yaitu limbah
yang bersifat infeksius, radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar. Selain
itu, karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit menjadi
sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula sebagai
sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan dan dikunjungi oleh
orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. limbah cair yang berisi zat
kimiawi tidak akan mampu dinetralisir dengan baik sehingga sangat membahayakan
warga sekitar rumah sakit.
Kandungan penyakit utamanya meresap melalui tanah dan langsung tertuju
ke dalam sumur yang lazim dijadikan sumber konsumsi air. Pengelolaan limbah cair
rumah sakit mempunyai arti penting dalam rangka untuk mengamankan lingkungan
hidup dari gangguan zat pencemar yang ditimbulkan oleh buangan rumah sakit
tersebut, karena air limbah rumah sakit merupakan buangan infeksius yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Dengan pengelolaan yang baik air limbah
rumah sakit tersebut dapat diminimalkan dan jika dibuang ke lingkungan tidak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan rumah sakit maupun lingkungan
sekitar rumah sakit tersebut.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Sebagai acuan dalam pelaksanaan pengolahan limbah padat dan cair di rumah
sakit.
2. Tujuan Khusus:
1) Menjadi acuan dalam pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD Bima
2) Meningkatkan pengetahuan bagi manajemen RS dalam pengambilan
keputusan pada pemilihan tehknologi pengolahan limbah
3) Untuk mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya limbah
Rumah Sakit.
4) Sebagai acuan dalam mengambil langkah-langkah dalam pengolahan limbah
rumah sakit.

C. PENGERTIAN
1. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah
sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas
2. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat
dan non medis
3. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi
4. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di
rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi
5. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan
6. Limbah gas adalah limbah yang berbentuk gas berasal dari kegiatan pembakaran
di rumah sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan
pembuatan obat citotoksik
7. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan
8. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan
sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang telah
diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius
9. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan
dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup.
10. Minimisasi limbah adalah upaya yang dilkaukan rumah sakit untuk mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce),
menggunakan kembali (reuse), dan daur ulang limbah (recycle).

MACAM-MACAM dan JENIS-JENIS LIMBAH RUMAH SAKIT


Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung didalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a) Limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan pasien yang
memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif), limbah
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik
dan ruang perawatan/isolasi penyakit menular, serta limbah yang berasal dari
kamar bedah.
b) Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan
tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
c) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit
seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan
gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat
menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang
terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
Sedangkan menurut jenis-jenisnya limbah rumah sakit dapat dikategorikan
menjadi beberapa jenis seperti:
 Limbah klinik
Limbah klinik adalah limbah yang dihasilkan selama pelayanan pasien
secara rutin pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin
berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi
umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas
sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi,
jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urine dan produk darah.
 Limbah patologi
Limbah patologi adalah limbah yang juga dianggap beresiko tinggi dan
sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut
harus diberi label biohazard.
 Limbah bukan klinik
Limbah bukan klinik ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong
dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak
menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena
memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan membuangnya.
 Limbah dapur
Limbah dapur ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan hewan pengerat seperti tikus merupakan
gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit.
 Limbah radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di
rumah sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik.

Pemberian kode warna yang berbeda untuk masing-masing sangat membantu


pengelolaan limbah tersebut(Prasojo. D, 2008). Agar kebijakan kodifikasikan
menggunakan warna dapat dilaksanakan dengan baik, tempat limbah diseluruh
rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-
pisahkan di tempat sumbernya.

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu
untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai
limbah klinik

Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

D. RUANG LINGKUP
Lingkup pedoman pengelolaan limbah padat dan cair meliputi tehnologi,
pemeliharaan, pengawasan, dan tatalaksana pengolahan limbah padat dan cair
rumah sakit.

E. TATA LAKSANA
1. PERSYARATAN
a. Limbah medis padat
1) Minimisasi limbah
a) Rumah Sakit Umum Daerah Bima harus melakukan reduksi limbah
dimulai dari sumbernya
b) Rumah Sakit Umum Daerah Bima mengelola dan mengawasi
penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun
2) Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang
a) Pemilahan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah
b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipusahkan dari
limbah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali
c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah harus anti
bocor, anti tusuk dan tidak mudah dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya
d) Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan
kembali
e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi sesuai tabel 1.1.

Tabel 1.1. Metode sterilisasi untuk limbah yang dimanfaatkan kembali


Metode Sterilisasi Suhu Waktu Kontak
 Sterilisasi dengan panas
o Sterilisasi kering dalam oven 160C 120 menit
“POUPINEL” 170 C 60 menit
o Sterilisasi basah dalam otoklaf 121 C 30 menit
 Sterilisasi dengan bahan kimia
o Ethylene oxide (gas) 50-60 C 3-8 jam
o Glutaraldehyde (cair) - 30 menit

f) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan


kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai yang sekali pakai
(disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi pada tabel 1.1.
g) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan
penggunaan wadah dan label seperti pada tabel 1.1
h) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk
pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X
Tabel 1.2. jenis wadah dan label limbah medis padat sesuai kategorinya

i) Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor,


dan diberi label bertuliskan “limbah sitotoksis”
3) Pengumpulan, Pengangkutan, Dan Peyimpanan Limbah Medis Padat Di
Lingkungan Rumah Sakit
a) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan troli khusus yang tertutup
b) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling
lama 24 jam
4) Pengumpulan, pengemasan dan pengangkutan ke luar rumah sakit
a) Pengella harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang
kuat
b) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan
kendaraan khusus
5) Pengolahan dan pemusnahan
a) Limbah medis padat tidak diperkenankan membuang langsung ke
tempat pembuangan akhir domestik sebelum amam bagi
kesehatan
b) Cara dan tehnologi pengolahan limbah medis pada RSUD Bima
menggunakan Insenerator
b. Limbah non medis padat
1) Pemilahan dan pewadahan
a) Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari limbah
medis padat dan ditampung dalam kantong warna hitam
b) Tempat pewadahan
i. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi
kantong plastik warna hitam sebagai pembungkug limbah
padat dengan lambang “ domestik” warna Putih
ii. Bila kepadatan lalat sekitar tempat limbah padat melebihi
2 (dua) ekor per blok grill, perlu dilakukan pengendalian
lalat.
2) Pengumpulan, Penyimpanan, Dan Pengangkutan
i. Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan
lalat lebih dari 20 ekor per-blok grill atau tikus terlihat
pada siang hari
ii. Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian
serangga dan binatang pengganggu lain minimal satu
bulan sekali
3) Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non modis harus dilakukan
sesuai persyaratan kesehatan.
c. Limbah Cair
Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke badan air atau
lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu efluen sesuai Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-58/MENLH/12/1995 atau peraturan
daerah setempat.
d. Limbah Gas
Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah medis padat
dengan insinerator mengacu pada Kepetusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak.
2. TATA LAKSANA
a. Limbah Medis Padat
1) Minimisasi Limbah
i. Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan limbah sebelum
membelinya
ii. Menggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia
iii. Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada secara
kimiawi
iv. Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti dalam
kegiatan perawatan dan kebersihan
v. Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku sampai
menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun
vi. Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan
vii. Menggunakan bahan-bahan yang produksi lebih awal untk
menghindari kadaluara
viii. Menghabiskan bahan dari setiap kemasan
ix. Mengecek tanggal kadaluarsa bahan-bahan pada saat diantar oleh
distributor.
2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali Dan Daur Ulang
a) Dilakukan pemilahan kembali limbah medis padat mulai dari
sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah
benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekana tinggi, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi.
b) Tempat pewadahan limbah medis padat:
i. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air, dan mempunyai permukaan halus pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
ii. Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non medis
iii. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila ¾
bagian telah terisi limbah.
iv. Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat
khusus (safety box) seperti botol atau kanrton yang aman.
v. Tempat pewadahan limbah medis padat infeksius dan sitotoksik
yang tidak langsung kontak dengan limbah harus segera
dibersihkan dengan larutan disinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang
telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak
boleh dipergunakan lagi
c) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi meliputi pisau bedah (Scalpel), jarum hipodermik.
Syringes, botol gelas, dan kontainer
d) Alat-alat yang lain dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui
sterilisasi adalah radionukleida yang telah diatur tahan lama untuk
radioterapi seperti pins, needles, atau seeds.
3) Tempat penampungan sementara
Limbah dibakar selambat-lambatnya 24 jam
4) Transportasi
a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan
pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan
tertutup
b) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia
maupun binatang
c) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat
perlindungan diri yang terdiri dari;
i. Topi/helm
ii. Masker
iii. Pelindung mata
iv. Pakaian panjang (coverall)
v. Apron untuk industri
vi. Pelindung kaki/sepatu boot, dan
vii. Sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty
gloves)
5) Pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah padat
a) Limbah infeksius dan benda tajam
i. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan
agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan
pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini
mungkin. Untuk limbah infeksius lain cukup dengan cara
disinfeksi biasa
ii. Benda tajam harus diolah dengan insenerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah
infeksius lainnya.
iii. Jika insenerasi tidak dapat dilakukan maka dilakukan
kapsulisasi.
iv. Setelah insinerasi/disinfeksi, residunya dapat dibunag ke
tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill jika resiko
sudah aman.
b) Limbah farmasi
i. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dilakukan kapsulisasi
dalam drum logam atau dikubur secara aman
ii. Jika jumlah besar maka dikembalikan kepada distibutor, namun
juka tidak memungkin untuk dikembalikan maka dimusnahkan
di insenerator pada suhu > 1000C
c) Limbah sitotoksik
i. Limbah sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang ke
saluran/pembuangan limbah umum
ii. Pemusnahan dilakukan dengan cara insinerasi dengan suhu
sekitar 1200 C. Insinerasi pada suhu yang lebih rendah dapat
menghaslkan uap yang berbahaya ke udara.
iii. Jika karena sebab kadaluarsa dan kemasan masih utuh maka
harus dikembalikan kepada distibutor dan diberi keterangan
bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi.
iv. Upayakan adanya insinerasi pirolitik dengan 2 tungku
pembakaran pada suhu 1200 C dengan minimum waktu
tinggal 2 detik atau suhu 1000 C dengan waktu tingga 5 detik
di kedua tunggu.
v. Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan pembersih
gas, dan tidak menunggunakan insinerasi 1 tungku.
vi. Pemusnahan dapat juga dilakukan dengan cara degradasi kimia
meliputi oksidasi oleh kalium permanganat (KmnO4) atau
asam sulfat (H2SO4), penghilangan nitrogen dengan asam
bromida, atau reduksi dengan nikel alumunium.
vii. Jika insinerasi atau dgradasi kimia tidak dapat dilakukan,
pemusnahan dapat dilakukan dengan cara kapsulisasi.
d) Limbah Bahan Kimiawi
i. Pembuangan limbah kimia biasa
Limbah kimia yang tidak dapat didaur ulang seperti gula, asam
amino, dan garam tertentu dapat dibunag ke saluran air kotor
dengan memperhatikan konsentrasi bahan pencemar seperti
bahan melayang, suhu, dan pH.
ii. Pembuangan Limbah Bahan Kimiawi dalam jumlah kecil
Tergantung sifat bahaya yang tergnatung dalam limbah. Limbah
tertnentu yang dapat dibakar seperti banyak bahan pelarut dapat
diinsenerasi.
Namun bahan pelarut yang mengandung halogenida yang
mengandung klorin atau florin tidak boleh diinsenerasi kecuali
insineratornya dilengkapi dengan alat pembersih gas.
iii. Yang perlu diperhatikan adalah
 Limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus
dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak
diinginkan
 Limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar tidak boleh
ditimbun karena dapat mencemari air tanah
 Limbah kimia disinfektan dalam jumlah besat tidak boleh
dikapsulisasi karena sifatnya yang korosif dan mudah
terbakar.
 Limbah padat bahan kimia berbahaya cara pembuangannya
harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada instansi yang
berwenang.
e) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi
i. Limbah dengan kandungan mercury atau kadmium tidak boleh
dibakar atau diinsinerasi karena beresiko mencemari udara
dengan upa beracun dan tidak boleh dibunag ke landfill karena
dapat mencemari air tanah
ii. Lakukan kapsulisasi kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila
dalam jumlah kecil dapat dibuang dengan limbah biasa.
f) Kontainer bertekanan
i. Cara terbaik adalah dengan melakukan daur ulang atau
penggunaan kembali
ii. Agen halogenida yang berbentuk cair dan dikemas dalam botol
harus diperlakukan sebagai limbah cair bebahaya untuk
pembuangannya.
iii. Kontainer bertekanan tidak boleh dibakar karena dapat meledak
 Kontainer yang masih utuh
Kontainer yang harus dikembalikan ke penjualnya
adalah:
 Tabung nitrogen oksida yang biasanya disatukan
dengan peralatan anastesi
 Tabung etilin oksida yang biasanya disatukan
dengan perlatan sterilisasi
 Tabung bertekanan untuk gas lain seperti oksigen,
nitrogen, karbon dioksida, udara bertekanan,
siklopropana, hidrogen, gas elpiji, dan asetilin
 Kontainer yang sudah rusak
Jika tidak dapat diisi ulang harus dihancurksn setelah
dikosongkan kemudian baru dibunag jika landfill
 Kaleng aerosol
Kaleng aerosol kecil harus dikumpulkan dan dibunag
bersama dengan limbah biasa dalam kantong plastik
hitam dan tidak dibakar/insinerasi.
Tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kuning karena
akan dibakar dalam insinerator.
b. Limbah padat non medis
1) Pemilahan limbah padat non medis
a) Limbah padat dipisahkan antara yang dapat dimanfaatkan kembali
dengan yang tidak
b) Lakukan pemilahan sampah basah dan sampah kering
2) Tempat pewadahan limbah padat non medis
a) Terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian
dalamnya, misalnya fiberglass
b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
tangan
c) Terdapat minimal 1 buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan
kebutuhan
d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam
atau apabila ¾ bagian kantong telah terisi oleh limbah, maka harus
diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau
binatang pengganggu.
3) Pengangkutan
 Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan ke tempat
penampungan sementara menggunakan troli tertutup.
 Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-
tempat tertentu untuk dikumpulkan
 Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung
dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ke
tempat yang sesuai.
 Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah
bagian Klinik dibawa ke insenerator. Pengangkutan dengan kendaraan
khusus (mungkin ada kerjasama dengan dinas pekerja umum)
kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika
perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan
dengan menggunakan larutan klorin.
4) Tempat penampungan limbah padat non medis sementara
 Tempat penampungan dipisahkan antara limbah yang dapat
dimanfaatkan dengan yang tidak. Tidak menjadi sumber bau dan lalat
bagi lingkungan dilengkapi saluran untuk saluran cairan lindi
 Harus kedap air, tertutup dan selalu dalam keadaan tertutup bila
sedang tidak diisi dan mudah dibersihkan
 Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan pengangkut
 Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24 jam
5) Pengolahan limbah padat
Limbah yang masih dapat dimanfaatkan dimanfaatkan kembali, limbah
organik dapat diolah menjadi pupuk.
6) Lokasi pembuangan limbah padat akhir
Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi pembuangan akhir yang
dikelola pemerintah daerah (Pemda) atau badan lain sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
c. Limbah Cair
Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dab radiologi, volume, dan prosedur penanganan
dan penyimpanannya.
a) Saluran pembunagan limbah harus menggunakan sistem saluran
tertutup, kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta
terpisah dengan saluran air hujan
b) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair
sendirivatau bersama-sama secara kolektif dengna bangunan di
sekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
c) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui
debit harian limbah yang dihasilkan
d) Air limbah dari dapur harus dilengkapi dengan penangkap lemak dan
air limbah harus dilengkapi dengan/ditutup grill.
e) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus dioleh di Instalasi
Pengolah Limbah (IPAL).
f) Frekuensi pemeriksaan lualitas limbah cair terolah (effluent)
dilkaukan setiap bulan sekali untuk swa pantau dan minimal 3 bulan
sekali uji petik sesuai ketentuan yang berlaku
g) Pengolahan limbah cair yang mengandung bahan radioaktif sesuai
dengan ketentuan BATAN
d. Limbah Gas
a) Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat, dan dioksin
dilakukan minimal sekali setahun
b) Suhu pembakaran minimum 1000 C untuk pemusnahan bakteri
patogen, virus, dioksin, dan mengurangi jelaga
c) Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu
d) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang banyak
memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.

Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,


insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500
ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang
dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula
mempertoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit
yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja
memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah
klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang
tidak terpakai lagi.Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat
ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming)
tersebut meliputi sebagai berikut :

1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.


2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm.
3. Tambahkan lapisan kapur.
4. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai
ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
5. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah.

Bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya


kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun
dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam. Limbah
bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU
atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan
sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat
pembuangan sampah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai
dan mengetahui langkh-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi
atau kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung
yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan
mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja
(Moersidik. S.S, 1995). Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat
ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep
pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen
didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan rumah sakit yang
perlu diterapkan. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu
sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan
limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar. Keterlibatan
pemerintah yang memiliki badan yang menangani dampak lingkungan, pihak
manajemen puncak rumah sakit dan lembaga kemasyarakatan merupakan kunci
keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak buangan / limbah rumah
sakit ini.

F. MONITORING DAN EVALUASI


1. Monitoring
Monitoring perlu dilakukan terhadap peralatan pengolah limbah (apsek teknis)
dan limbah yang akan diolah maupun limbah yang telah diolah (apsek
nonteknis)
a) Limbah padat
Pemantauan dilakukan pada aspek teknis IPLP dan aspek nonteknis
terhadap limbah padat yang akan diolah dan hasil olahannya.
Keberhasilan pengolagan limbah padat dapat diukur dari kadar bakteri
(spora) dari B. Steraothermophilus ATCC 12980 dan B.subtilis
(globigii) ATCC 9372, karena kedua bakteri ini dapat bertahan hidup
pada suhu tinggi. Pemantauan dilakukan terhadap abu atau asap hasil
insinerasi.
Selain sifat infeksiusnya perlu dipantau aspek pencemaran lingkungan
berdasarkan acuan PP nomor 18/1999 jo Peraturan Pemerintah nomor
85 V tahun 1999 tentang pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun,
dan keputusan Menteri Kesehatan Lingkungan Hidup No; KEP-
13/MENLH/3/1995 tentang baku emisi sumber tidak bergerak.
b) Limbah Cair
Hasil analisis limbah cair yang diperoleh dari laboratorium lingkungan
perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui kineerja IPAL. Hasil analisis
dibandingkan dengan parameter baku yang berlaku. Apabila konsentrasi
seluruh parameter limbah berada di bawah baku mutu limbah cair, maka
kinerja IPAL dinilai baik.
Hasil pengukuran monitoring rutin digunakan sebagai peringatan dini
(early warning) terhadap kinerja IPAL. Apabila hasil swa pantau
melebihi standar maka perlu adanya upaya perbaikan.

G. DOKUMENTASI
Hasil pengelolaan limbah didokumentasikan dalam format penilaian pemeriksaan
kesehatan lingkungan (Inspeksi Sanitasi) Rumah Sakit sesuai dengan Surat Menteri
Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004.
Dilakukan penyusunan laporan baik secara internal terhadap direksi/manajemen
rumah sakit maupun secara eksternal terhadap instansi terkait, seperti Dinas
Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup/Bapeldada, dll.
Sistem pelaporan dilakukan secara periodik/berkala yang berisi kondisi kualitas dan
kuantitas lingkungan Rumah Sakit selama tahap operasi berserta kegiatan rumah
sakit yang terkait dengan lingkungan.
Pelaporan ditujukan kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi sebagai Instansi
Pembina dengan tembusan kepada Kepala BPLHD dan Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat.
Seluruh dokumentasi kegiatan pengawasan dan pemeliharaan harus disimpan secara
rapi dan teratur sebagai bahan rencana tindak lanjut. Selain itu, data tersebut dapat
dijadikan sebagai bahan analisis kinerja dan barang bukti dalam proses penataan
regulasi.

Daftar Rujukan

1. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Di Indonesia, Depkes , 2000


2. Pedoman Penatalaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Dan Cair Di Rumah Sakit.
Depkes, 2006
3. Pedoman Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit, Dit.Jen.
Yanmedik, 1993.
4. Keputusan Dirjen P2M Dan PLP Depkes RI No.HK 00.06.6.44
5. Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kebersihan
Lingkungan Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai