Anda di halaman 1dari 27

JNH, Vol. 2, No.

3, Juli 2014

HUBUNGAN KONSUMSI KARBOHIDRAT, KONSUMSI TOTAL ENERGI,


KONSUMSI SERAT, BEBAN GLIKEMIK DAN LATIHAN JASMANI DENGAN
KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

Association Between Carbohydrate intake, Total Energy Intake, Fiber Intake, Glycemic
Load And Exercise With Blood Glucose Levels In Patients With Type 2 Diabetes Mellitus

Fitri R. I * , Yekti Wirawanni **

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Abstrak

Latar Belakang : Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 meningkat secara epidemologis
di seluruh dunia. Pola makan dan pola hidup santai merupakan faktor resiko Diabetes Mellitus
Tipe 2.
Tujuan: Menjelaskan hubungan konsumsi karbohidrat, konsumsi total energi, konsumsi
serat, beban glikemik, frekuensi latihan jasmani dan durasi latihan jasmani dengan kadar
glukosa darah puasa dan kadar glukosa darah 2 jam postprandial.
Metode: penelitian belah lintang dengan 46 pasien DM sebagai subyek penelitian. Subyek
penelitian ini terdiri atas 17 orang laki – laki dan 29 orang perempuan. Penelitian ini
dilaksanakan di rumah sakit DR. Kariadi Semarang selama bulan Febuari – Maret 2008. Data
konsumsi makanan diperoleh dengan formulir frekuensi makan semi kuantitatif dan recall.
Data latihan jasmani diperoleh dengan kuesioner. Data kadar glukosa darah diperoleh dari
rekam medik. Analisis data menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan Regresi
Linear Berganda.
Hasil: Sebagian besar (76,1%) subyek mempunyai kadar glukosa darah puasa termasuk
kategori tinggi. Sebagian besar (78,3%) subyek mempunyai kadar glukosa darah 2 jam
postprandial termasuk kategori tinggi. Terdapat hubungan bermakna dengan kadar glukosa
darah puasa pada konsumsi karbohidrat (r: 0,638, p: 0,000), konsumsi total energi (r: 0,539,
p:0,000), konsumsi serat (r: -0,670, p:0,000), beban glikemik (r: 0,345, p:0,019) , frekuensi
latihan jasmani (r: -0,561, p:0,000) dan durasi latihan jasmani (r: -0,393, p:0,007). Terdapat
hubungan bermakna dengan kadar glukosa darah 2 jam postprandial pada konsumsi total
energi (r: 0,673, p:0,000), konsumsi serat (r: -0,638, p:0,000), beban glikemik (r: 0,775,
p:0,000) , frekuensi latihan jasmani (r: -0,482, p:0,001) dan durasi latihan jasmani (r: -0,393,
p:0,007).
Kesimpulan: Konsumsi karbohidrat berhubungan positif dengan kadar glukosa darah puasa.
Konsumsi total energi dan beban glikemik berhubungan positif dengan kadar glukosa darah
puasa dan kadar glukosa darah 2 jam postprandial. Konsumsi karbohidrat, konsumsi total
energi, konsumsi serat, beban glikemik, frekuensi latihan jasmani dan durasi latihan jasmani
secara bersama – sama mempengaruhi 69,7% kadar glukosa darah puasa. Konsumsi total
energi, konsumsi serat, beban glikemik, frekuensi latihan jasmani dan durasi latihan jasmani
secara bersama – sama mempengaruhi 71,3% kadar glukosa darah 2 jam postprandial.
Kata Kunci: Konsumsi karbohidrat, total energi, serat, beban glikemik, latihan jasmani,
kadar glukosa darah, Diabetes Mellitus Tipe 2.

1
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Abstracts

Backgrounds: The Worldwide prelavence of type 2 diabetes mellitus is increasing at


epidemic proportion. Dietary patterns and sedentary lifestyle are risk factors of type 2
diabetes mellitus.
Objective: The objective was to examine the association between carbohydrate intake, total
energy intake, fiber intake, glycemic load, frequency of exercise and duration of exercise with
fasting blood glucose levels and with 2-h postprandial blood glucose levels.
Methods: In this observational study with crossectional approach, 46 adults with type 2
diabetes mellitus. The subjects consisted of 17 male and 29 female. This study was performed
at Dr. Kariadi Hospital during Febuari – Maret 2008. Data on food consumption was obtained
using Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire (FFQ) and recall. Data on exercise
was obtained using questionnaire. Data on blood glucose level was obtained using
questionnaire from medical recods. Data analysis used Pearson Product Moment and Multiple
Regression to test this associations.
Result: Most (76,1%) subjects were have high fasting blood glucose levels. Most (78,3%)
subjects were have high 2 h blood glucose levels. In bivariat analysis, a significant association
with fasting blood glucose level was observed for carbohydrate intake (r: 0,638, p: 0,000),
total energy intake (r: 0,539, p:0,000), fiber intake (r: -0,670, p:0,000), glycemic load (r:
0,345, p:0,019), frequency of exercise (r: -0,561, p:0,000), and duration of exercise (r: -0,393,
p:0,007). a significant association with 2h postprandial blood glucose level was observed for
total energy intake (r: 0,673, p:0,000), fiber intake (r: -0,638, p:0,000), glycemic load (r:
0,775, p:0,000), frequency of exercise (r: -0,482, p:0,001), and duration of exercise (r: -0,393,
p:0,007).
Conclusion: Carbohydrate intake was positively associated with fasting blood glucose levels.
Total energy intake and glycemic load were positively associated with fasting blood glucose
levels and with 2h postprandial blood glucose levels. Fiber intake, frequency of exercise and
duration of exercise were negatively associated with fasting blood glucose levels and with 2h
postprandial blood glucose levels. Carbohydrate intake, total energy intake, fiber intake,
glycaemic load, frequency of exercise and duration of exercise influenced 69,7%. fasting
blood glucose levels. Total energy intake, fiber intake, glycaemic load, frequency of exercise
and duration of exercise influenced 71,3% 2h blood glucose levels.
Keywords: carbohydrate intake, total energy, fiber, glycaemic load, exercise, blood glucose
levels, type 2 diabetes mellitus.

PENDAHULUAN dilakukan untuk mengetahui kekerapan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di berbagai
Diabetes Mellitus Tipe 2 ditandai
wilayah Indonesia. Kekerapan Diabetes
dengan peningkatan kadar glukosa darah.
Mellitus di daerah urban kelurahan kayu
Faktor makanan, penurunan aktivitas fisik
putih tahun 1993 sebesar 5,69 %.
dan latihan jasmani serta pola hidup yang
Penelitian terakhir di daerah Depok (2001 -
tidak sehat mempercepat peningkatan
2005) kekerapan Diabetes Mellitus Tipe 2
kadar glukosa darah pada Diabetes
sebesar 14,7%. 1
Mellitus Tipe 2. Berbagai penelitian

2
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

9
Beban glikemik memberikan menurunkan kadar glukosa darah.
gambaran tentang respon kadar glukosa Konsumsi serat sebanyak 25 gram per hari
darah terhadap makanan, terutama jumlah dianjurkan bagi pasien Diabetes Mellitus di
dan jenis karbohidrat tertentu di dalam Indonesia. 5
makanan.2 Jumlah konsumsi karbohidrat Latihan jasmani berperan pada
dari makanan utama dan selingan pengaturan kadar glukosa darah bagi
mempengaruhi paningkatan kadar glukosa pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Latihan
3
darah. Studi crossectional pada penduduk jasmani meningkatkan sensitivitas insulin
hawai keturunan Jepang menunjukan sehingga membantu penurunan kadar
adanya hubungan positif antara konsumsi glukosa darah. Latihan jasmani secara
karbohidrat monosakarida yang tinggi teratur 3 sampai 5 kali per minggu dengan
dengan peningkatan kadar glukosa darah. 4 durasi lebih dari 30 menit dianjurkan pada
Anjuran konsumsi karbohidrat sebesar 45 – Diabetes Mellitus Tipe 2. Hasil penelitian
65 % dari total energi pada pasien Diabetes Suminarti dkk, pelaksanaan senam dapat
Mellitus Tipe 2. 5 menurunkan berat badan dan kadar glukosa
Konsumsi makanan padat energi darah puasa dan 2 jam postprandial. Rata –
(tinggi lemak dan gula) dan rendah serat rata penurunan kadar glukosa darah puasa
berhubungan dengan kadar glukosa darah. 1,06 ± 47,74 dan sebesar 41,94 ± 75,17
Studi crosectional pada pasien Diabetes pada kadar glukosa darah 2 jam
10
Mellitus Tipe 2 dilaporkan bahwa postprandial.
konsumsi energi berhubungan dengan Berdasarkan data di Rumah Sakit
kadar glukosa darah.6 Makanan tinggi Pusat Dr Kariadi Semarang jumlah pasien
energi berhubungan dengan obesitas, Diabetes Mellitus rawat jalan di Poli Gizi
resistensi insulin sehingga dapat memacu pada bulan Januari – Desember 2007
7
peningkatan kadar glukosa darah. sebanyak 333 orang. Pasien Diabetes
Konsumsi serat memberikan efek Mellitus merupakan penyakit dengan
yang positif terhadap kadar glukosa darah kunjungan terbanyak di Poli Gizi Rumah
pada Diabetes Mellitus Tipe 2. Serat Sakit Dr Kariadi semarang. 11
makanan memperlambat proses Berdasarkan uraian tersebut
pengosongan lambung dan penyerapan maksud dari penelitian ini adalah
8
glukosa oleh usus halus. Studi pada mengetahui sejauh mana hubungan antara
penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di konsumsi karbohidrat, konsumsi total
Texas melaporkan diet tinggi serat akan energi, serat, beban glikemik, ferkuensi

3
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

dan durasi latihan jasmani dengan kadar kadar glukosa darah puasa dan kadar
glukosa darah puasa dan kadar glukosa 2 glukosa darah 2 jam postprandial.
jam postprandial. Pengumpulan data konsumsi makan
menggunakan formulir frekuensi makan
METODA dan recall. Data frekuensi latihan jasmani
dan durasi latihan jasmani dikumpulkan
Jenis penelitian ini adalah
dengan kuesioner. Data kadar glukosa
observasional dengan pendekatan belah
darah puasa dan kadar glukosa darah 2 jam
lintang. Penelitian ini dilaksanakan di Poli
postprandial berasal dari buku rekam
Penyakit Dalam dan Poli Gizi Instalasi
medik.
Rawat Jalan Rumah Sakit Dr Kariadi
Konsumsi karbohidrat puasa
Semarang pada bulan Febuari – Maret
merupakan perbandingan antara jumlah
2008. Subyek penelitian ini sebanyak 46
total energi dalam kalori yang berasal dari
orang. Pengambilan subyek dengan metode
12 karbohidrat dengan total kebutuhan energi
kuota sampling. Hal ini disebabkan
kemudian dikali seratus persen. Konsumsi
metode tersebut merupakan cara
karbohidrat termasuk kategori kurang
pengambilan subyek non probabilitas yang
apabila ≤ 45%, cukup antara 45 sampai
paling mendekati kondisi sebenarnya.
Subyek penelitian merupakan pasien 65%, tinggi apabila ≥ 65%. 5

Diabetes Mellitus Tipe 2 yang sudah Konsumsi total energi merupakan

berpuasa pada saat pemeriksaan kadar jumlah energi dalam Kkal yang

glukosa darah dan berkunjung setiap hari dikonsumsi oleh subyek pada keadaan

Kamis hingga terpenuhi jumlah subyek puasa dan 2 jam postprandial. Konsumsi

penelitian. total energi puasa termasuk kategori

Konsumsi karbohidrat, total energi, kurang apabila lebih rendah dari kebutuhan

serat, beban glikemik, frekuensi latihan energi, cukup apabila sesuai dengan

jasmani dan durasi latihan jasmani kebutuhan energi dan lebih apabila lebih

merupakan variabel bebas pada keadaan tinggi dari kebutuhan energi. Konsumsi

puasa. Variabel bebas 2 jam postprandial total energi 2 jam postprandial termasuk

adalah konsumsi total energi, serat, beban kategori kurang apabila ≤ 20% dari

glikemik, frekuensi latihan jasmani dan kebutuhan total energi, cukup antara 20 –
durasi latihan jasmani. Variabel terikat 25% dari kebutuhan total energi dan lebih
pada keadaan puasa dan kadar glukosa apabila ≥ 20% dari kebutuhan total energi.
13
darah 2 jam postprandial (2 JPP) adalah

4
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Konsumsi serat merupakan jumlah cukup apabila ≥ 3 kali dalam satu minggu.
17
gram serat yang dikonsumsi oleh subyek
pada keadaan puasa dan 2 jam Durasi latihan jasmani merupakan
postprandial. Konsumsi serat puasa jumlah menit latihan jasmani, selain
termasuk kategori kurang apabila < 25 termasuk aktivitas fisik yang dilakukan
gram, cukup antara 25 sampai 30 gram, oleh subyek dalam satu kali latihan
baik apabila ≥ 30 gram. 13
Konsumsi serat jasmani. Durasi latihan jasmani termasuk
termasuk kategori kurang apabila < 5 kategori sangat kurang apabila < 10 menit,
gram, cukup apabila ≥ 5 gram. 5 kurang antara 10 sampai 19 menit, cukup
Beban glikemik merupakan jumlah antara 20 sampai 29 menit dan baik apabila
nilai beban glikemik pada keadaan puasa ≥ 30 menit. 17
dan 2 jam postprandial. Beban glikemik Kadar glukosa darah puasa dan
makanan diperoleh dari jumlah beban kadar glukosa darah 2 jam postprandial
glikemik dari konsumsi karbohidrat dalam merupakan hasil pemeriksaan glukosa
satu hari. Hal ini dapat dihitung dengan darah pada keadaan puasa dan kadar
cara hasil perkalian antara persentase indek glukosa darah 2 jam postprandial dengan
glikemik, jumlah gram karbohidrat di metode enzimatis yang tercatat pada buku
dalam makanan dan frekuensi makan rekam medik. Kadar glukosa darah puasa
dalam satu hari.4 Persentase indek glikemik termasuk kategori baik apabila antara 80 –
14,15,16
diperoleh dari penelusuran pustaka. 109 mg/dl, sedang antara 110 sampai 125
Beban glikemik puasa termasuk kategori mg/dl dan tinggi apabila ≥ 126 mg/dl.
rendah apabila ≤ 80, sedang antara 80 Kadar glukosa darah 2 jam postprandial
sampai 120, tinggi apabila ≥ 120. Beban termasuk kategori baik apabila antara 80
glikemik 2 jam postprandial termasuk sampai 144 mg/dl, sedang antara 144
kategori rendah apabila ≤ 10 , sedang sampai 179 mg/dl dan tinggi apabila ≥ 180
antara 10 – 20 dan tinggi apabila ≥ 20 2 mg/dl. 5
Frekuensi latihan jasmani Analisis data dilakukan secara
merupakan jumlah latihan jasmani, selain deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif
aktivitas fisik yang dilakukan oleh subyek digunakan untuk menggambarkan
dalam waktu satu minggu. Frekuensi karakteristik sampel penelitian. Analisis
latihan jasmani termasuk ketegori kurang analitik dilakukan untuk menguji hipotesa
apabila < 3 kali dalam satu minggu dan dengan uji statistik korelasi Pearson

5
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Product Moment dan regresi linear pengeluaran energi untuk aktifitas dalam
12
ganda. jangka waktu lama memungkinkan
terjadinya obesitas, resistensi insulin dan
HASIL DAN PEMBAHASAN Diabetes Mellitus Tipe 2. 18

PENELITIAN Sebagian besar (63%) subyek


berjenis kelamin perempuan. Hasil ini
Karakteristik Sampel Penelitian
sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Hasil penelitian ini menunjukan
oleh Winarti dkk bahwa prevalensi
sebagian besar (65,2%) subyek berusia
Diabetes Mellitus Tipe 2 lebih tinggi
antara 40 – 59 tahun dengan rerata 56,35 ±
19
dibandingkan laki – laki. Hal ini
8,09. Hasil sejenis didapatkan oleh
kemungkinan berkaitan dengan resiko
suminarti dkk, separuh (50%) subyek
berat badan lebih dan obesitas lebih tinggi
berusia antara 40 – 59 tahun dengan rerata
pada perempuan dibandingkan laki – laki.
58,87 ± 9,1. 10
Hasil penelitian ini
Prevalensi obesitas di daerah Kayu Putih,
menunjukan bahwa sebagian besar subyek
Jakarta Pusat pada laki – laki sebesar
berusia diatas 40 tahun. Shuldiner dkk,
10,9% dan 24,1% pada perempuan.
menyatakan usia diatas 40 tahun
Obesitas perempuan berakar pada obesitas
kemungkinan lebih beresiko menderita
masa kecil sedangkan obesitas pada laki –
penyakit – penyakit degeneratif, seperti
laki seringkali terjadi pada usia diatas 30
Diabetes Mellitus Tipe 2. Resiko 20
tahun. Obesitas pada massa kecil lebih
perkembangan Diabetes Mellitus Tipe 2
berpotensi terjadinya penyakit
kemungkinan berkaitan dengan konsumsi
kardiovaskular, Diabetes Mellitus Tipe 2
makanan tinggi energi, kurangnya aktivitas
dan penyakit degeneratif lainnya yang
fisik dan latihan jasmani dalam jangka
dapat timbul sebelum atau setelah massa
waktu lama. Ketidakseimbangan antara
dewasa. 21
konsumsi makanan tinggi energi dengan

6
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian


Karakteristik n %
Kelompok Usia
≤ 39 tahun 1 2,2
40 – 49 tahun 8 17,4
50 – 59 tahun 22 47,8
60 – 69 tahun 14 30,4
≥ 70 tahun 1 2,2

Jenis Kelamin
Laki – laki 17 37,0
Perempuan 29 63,0

Status Gizi
Laki – laki
Normal 5 10,9
Berat badan lebih 7 15,2
Obesitas 5 10,9
Perempuan
Normal 8 17,4
Berat badan lebih 11 23,9
Obesitas 10 21,7

Berdasarkan tabel 1, subyek yang berstatus tajam dan selanjutnya makin berat obesitas
gizi berat badan lebih dan obesitas sebesar diikuti dengan penurunan sedikit potensi
39,1 % dan 32,6 %. Hal ini kemungkinan kerja insulin. 22
berat badan lebih dan obesitas berkaitan
dengan resistensi insulin yang mengarah Konsumsi Karbohidrat

pada perkembangan Diabetes Mellitus Karbohidrat merupakan salah satu

Tipe 2. Goldney dkk menyatakan bahwa sumber energi. Persentase karbohidrat

potensi kerja insulin menurun dengan menyumbang setengah atau lebih dari total

bertambahnya timbunan lemak. Korelasi energi di dalam diit. Konsumsi karbohidrat

negatif antara potensi kerja insulin dengan puasa berkisar antara 53,27 sampai 83,00

timbunan lemak bukanlah merupakan garis % dengan rerata 65,47 ± 6,45. Data rerata
linear, tetapi ada daerah kritis yaitu dari konsumsi karbohidrat puasa dapat dilihat
berat badan lebih (overweight) ke obesitas pada lampiran 3.
ringan, potensi kerja insulin menurun

7
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Menurut Konsumsi Karbohidrat

Kategori Persentase Konsumsi Karbohidrat n %


Cukup 45 – 65% 16 34,8
Lebih ≥ 65 % 30 65,2
Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel 3, sebagian besar dengan rerata 1715,19 ± 158,07. Konsumsi


(65,2%) subyek mempunyai konsumsi total energi 2 jam postprandial berkisar
karbohidrat termasuk kategori lebih, yaitu antara 245 sampai 806 Kkal dengan rerata
65,47%. Anjuran konsumsi karbohidrat 522,84 ± 116,69. Data rerata konsumsi
untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 total energi puasa dan total energi 2 jam
5
berkisar antara 45 – 65 %. postprandial dapat dilihat pada lampiran 3
Konsumsi Total Energi
Konsumsi total energi puasa
berkisar antara 1325 sampai 2087,50 Kkal

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Menurut Konsumsi Total Energi

Kategori Konsumsi Total Energi n %


Kurang 4 8,7
Puasa
Cukup 19 41,3
Tinggi 23 50,0
Jumlah 46 100
2 jam Kurang < 20 % 4 8,7
postprandial Cukup 20 - 25% 7 15,2
Tinggi > 25% 35 76,1
Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel 4, separuh (50%) Konsumsi Serat


subyek mempunyai konsumsi total energi Konsumsi serat puasa berkisar
puasa termasuk kategori tinggi. Konsumsi antara 13,73 sampai 26,98 gram dengan
total energi 2 jam postprandial pada rerata 19,4091 ± 3,59. Konsumsi serat 2
sebagian besar (76,1%) subyek termasuk jam postprandial berkisar antara 2,00
kategori tinggi, yaitu > 25% dari total sampai 8,05 gram dengan rerata 4,08 ±
energi. Anjuran konsumsi total energi 1,30. Data rerata konsumsi serat puasa dan
5
sebesar 20 – 25% dari total energi. serat 2 jam postprandial dapat dilihat pada
lampiran 3.

8
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Menurut Konsumsi Serat

Kategori Konsumsi Total Energi n %


Puasa Kurang < 25 gram 38 82,6
Cukup 25 – 30 gram 8 17,4
Jumlah 46 100
2 jam Kurang < 5 gram
38 82,6
postprandial Cukup ≥ 5 gram
8 17,4
Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel 5, sebagian besar lebih segar dan lebih banyak di jual di
(82,6%) subyek mempunyai konsumsi lingkungan rumah sakit. Rendahnya
serat puasa dan serat 2 jam postprandial konsumsi serat 2 jam postprandial belum
termasuk kategori kurang. Konsumsi serat dapat mencerminkan konsumsi serat pada
subyek masih kurang dari anjuran, yaitu kehidupan sehari – hari. Hal ini berkaitan
19,4091 untuk puasa dan 4,08 untuk 2 jam dengan konsumsi serat 2 jam postprandial
postprandial. Anjuran konsumsi serat hanya satu bagian frekuensi waktu makan
sebesar ≥ 25 gram sehari untuk puasa dari 6 kali frekuensi makan yang
dengan rerata ≥ 5 gram per sajian untuk 2 dianjurkan untuk pasien Diabetes Mellitus
jam postprandial. 5 Tipe 2.
Rendahnya konsumsi serat puasa
kemungkinan berkaitan dengan kurangnya Beban Glikemik
frekuensi konsumsi makanan tinggi serat Beban glikemik puasa berkisar antara
seperti buah dan sayur dalam sehari. 74,38 sampai 159,61 dengan rerata 126,61
Konsumsi serat 2 jam postprandial yang ± 17,78. Beban glikemik 2 jam
rendah kemungkinan berkaitan konsumsi postprandial berkisar antara 12,49 sampai
jenis makanan tinggi lemak dan rendah 65,08 dengan rerata 42,58 ± 13,17. Data
lemak dalam bentuk berkuah. Subyek rerata beban glikemik puasa dan beban
mengkonsumsi jenis makanan ini dengan glikemik 2 jam postprandial dapat dilihat
alasan rasa yang enak dan membuat badan pada lampiran 3.

9
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Menurut Beban Glikemik

Kategori Konsumsi Total Energi n %


Rendah ≤ 80 1 2,2
Puasa
Sedang 80 - 120 13 28,3
Tinggi ≥ 120 32 69,5
Jumlah 46 100
2 jam Sedang 10 - 20
3 6,5
postprandial Tinggi ≥ 20
43 93,5
Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel 2, sebagian besar beban glikemik yaitu kurang dari 120
(69,5%) subyek mempunyai beban untuk puasa dan kurang dari 20 untuk 2
glikemik puasa termasuk kategori tinggi. jam postprandial. 2
Hampir seluruh (93,5%) subyek Frekuensi Latihan Jasmani
mempunyai beban glikemik 2 jam Frekuensi latihan jasmani berkisar
postprandial termasuk kategori tinggi. antara 1 sampai 4 kali dalam seminggu
Beban glikemik puasa dan beban glikemik dengan rerata 1,76 ± 1,43. Data rerata
2 jam postprandial masih lebih tinggi dari frekuensi latihan jasmani dapat dilihat pada
anjuran, yaitu 126,61 untuk puasa dan lampiran 3.
42,58 untuk 2 jam postprandial Anjuran

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Menurut Frekuensi Latihan Jasmani

Kategori Frekuensi Latihan n %


Kurang < 3x/minggu 31 67,4
Cukup ≥ 3x/minggu 15 32,6
Jumlah 46 100
23
Berdasarkan tabel 6, sebagian besar kegemukan sehingga dimungkinkan
(67,4%) subyek mempunyai frekuensi subyek merasa kesulitan untuk melakukan
latihan jasmani termasuk kategori kurang. frekuensi latihan jasmani yang sesuai
Frekuensi latihan jasmani subyek masih dengan anjuran. Anjuran frekuensi
kurang dari anjuran, yaitu 1,76 dalam pelaksanaan latihan jasmani sebanyak ≥ 3x
seminggu. Rendahnya frekuensi latihan dalam seminggu. 17
jasmani berkaitan dengan berbagai faktor Durasi Latihan Jasmani
antara lain kesibukan bekerja dan faktor Durasi latihan jasmani berkisar
usia. Faktor usia kemungkinan berkaitan antara 5 sampai 30 menit per latihan
dengan berkurangnya massa otot dan dengan rerata 9,57 ± 8,617. Data rerata

10
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

durasi latihan jasmani dapat dilihat pada lampiran 3.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Menurut Durasi Latihan Jasmani

Kategori Durasi Latihan Jasmani n %


Sangat kurang < 10 menit 17 37
Kurang 10 – 20 menit 25 54,3
Baik ≥ 30 menit 4 8,7
Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel 7, sebagian besar Kadar glukosa darah puasa berkisar


(54,3%) subyek mempunyai durasi latihan antara 84 sampai 306 mg/dl dengan rerata
jasmani termasuk kategori kurang. Durasi 166,80 ± 58,97. Berdasarkan tabel 8,
latihan jasmani subyek masih kurang dari sebagian besar (76,1%) subyek mempunyai
yang dianjurkan, yaitu 9,57 menit. Anjuran kadar glukosa darah puasa masih termasuk
durasi pelaksanaan latihan jasmani selama kategori tinggi dibandingkan anjuran untuk
≥ 30 menit. 17 pasien Diabetes Mellitus Tipe 2, yaitu 80 –
Kadar Glukosa Darah Puasa 125 mg/dl. 5

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Menurut Kadar Glukosa Darah Puasa

Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa n %


Baik 80 – 100 mg/dl 5 10,9
Sedang 110 – 125 mg/dl 6 13,0
Tinggi ≥ 126 mg/dl 35 76,1
Jumlah 46 100

Kadar Glukosa Darah 2 Jam (78,3%) subyek mempunyai kadar glukosa


Postprandial
darah 2 jam postprandial termasuk
Kadar glukosa darah 2 jam kategori tinggi dibandingkan dengan
postprandial berkisar antara 120 sampai anjuran untuk pasien Diabetes Mellitus
496 mg/dl dengan rerata 250,52 ± 91,18. Tipe 2, yaitu 80 – 179 mg/dl. 5
Berdasarkan tabel 9, sebagian besar

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Menurut Kadar Glukosa Darah 2 Jam Postprandial

Kategori Kadar Glukosa Darah 2 Jam Postprandial n %


Baik 80 – 144 mg/dl 8 17,4
Sedang 144 – 179 mg/dl 2 4,3
Tinggi ≥ 180 mg/dl 36 78,3
Jumlah 46 100

11
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Hubungan Antara Konsumsi konsumsi karbohidrat maka semakin tinggi


Karbohidrat Dengan Kadar Glukosa kadar glukosa darah. Pada penelitian ini
Darah tidak membedakan antara konsumsi
karbohidrat sederhana dan karbohidrat
Hasil penelitian ini menunjukan
komplek sehingga tidak diketahui
bahwa konsumsi karbohidrat berhubungan
hubungan masing – masing jenis
bermakna dengan kadar glukosa darah
karbohidrat dengan kadar glukosa darah
puasa (r: 0,638 dan p: 0,000) yang dapat
puasa dan kadar glukosa darah 2 jam
dilihat pada gambar 1. Hubungan ini
postprandial.
bersifat positif sehingga semakin tinggi
400

300
g. darah puasa

200

r: 0,638
100

p: 0,000

0
50 60 70 80 90

kons ums i karbohidrat

Gambar 1. Hubungan Konsumsi Karbohidrat Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

Jumlah karbohidrat yang resistensi insulin yang terjadi pada


dikonsumsi dari makanan utama dan Diabetes Mellitus Tipe 2 menyebabkan
selingan lebih penting daripada sumber terhambatnya proses penggunaan glukosa
atau tipe karbohidrat tersebut. Hal ini oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan
disebabkan jumlah karbohidrat yang glukosa di dalam aliran darah. Konsumsi
dikonsumsi dari makananan utama dan tinggi karbohidrat juga menyebabkan
selingan mempengaruhi kadar glukosa peningkatan kadar trigliserit setelah makan
3
darah dan sekresi insulin. Mekanisme di dalam darah. 25
hubungan konsumsi karbohidrat dengan Pengurangan konsumsi karbohidrat
kadar glukosa darah sebagai berikut: diperlukan bagi pasien Diabetes Mellitus
karbohidrat akan dipecah dan diserap Tipe 2 dengan obesitas. Pengurangan
dalam bentuk monosakarida, terutama konsumsi karbohidrat pada Diabetes
glukosa. Penyerapan glukosa Mellitus Tipe 2 dengan obesitas
menyebabkan peningkatan kadar glukosa berhubungan dengan penurunan berat
24
darah dan meningkatkan sekresi insulin. badan, kadar glukosa darah puasa dan
Sekresi insulin yang tidak mencukupi dan A1C. Hasil penelitian Samaha dkk

12
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

menyatakan bahwa pengurangan konsumsi


karbohidrat dapat meningkatkan Hubungan Antara Konsumsi Total

sensitivitas insulin pada individu sehat dan Energi Dengan Kadar Glukosa Darah

penurunan kadar glukosa darah puasa pada


Hasil penelitian menunjukan
pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. 25
konsumsi total energi puasa berhubungan
Pengurangan jumlah karbohidrat
bermakna dengan kadar glukosa darah
yang dikonsumsi terlalu banyak tidak
puasa (r: 0,539 dan p: 0,000) yang dapat
diperbolehkan untuk pasien Diabetes
dilihat pada gambar 2. Terdapatnya
Mellitus Tipe 2. Konsumsi karbohidrat
hubungan bermakna antara konsumsi total
minimal 130 gram dalam sehari. Hal ini
energi 2 jam postprandial dengan kadar
disebabkan oleh beberapa jaringan dan sel
glukosa darah 2 jam postprandial (r: 0,673
tertentu seperti susunan saraf pusat dan
dan p: 0,000) yang dapat dilihat pada
eritrosit membutuhkan glukosa sebagai
gambar 3. Hubungan ini bersifat positif,
4
sumber energi. Anjuran konsumsi
sehingga semakin tinggi konsumsi total
karbohidrat pada pasien Diabetes Mellitus
energi maka semakin tinggi kadar glukosa
sebesar 45-65% dari total energi. 6
darah.

600

500

400
g. darah 2 J PP

300

200

r: 0,673
100
p: 0,000

0
200 300 400 500 600 700 800 900

k. tot e ne rgi 2 J PP

Gambar 2. Hubungan Konsumsi Total Energi Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa

13
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

400

300 Gambar 3. Hubungan Konsumsi Total


Energi Dengan Kadar Glukosa Darah
g. darah puasa

200

2 Jam Postprandial
100
r: 0,539

p: 0,000

0
1200 1400 1600 1800 2000 2200

konsumsi tot e ne rgi puasa puasa (r: -0,670 dan p: 0,000) yang dapat
Konsumsi makanan tinggi energi dilihat pada gambar 4. Terdapatnya
yang berlebihan memacu resistensi insulin hubungan antara konsumsi serat 2 jam
melalui peningkatan kadar glukosa darah postprandial dengan kadar glukosa darah 2
dan asam – asam lemak bebas di dalam jam postprandial (r: -0,638 dan p: 0,000)
darah. Konsumsi makanan tinggi energi yang dapat dilihat pada gambar 5.
juga menyebabkan peningkatan lemak Hubungan tersebut bersifat negatif dimana
tubuh sehingga timbul obesitas. Obesitas semakin tinggi konsumsi serat maka
sentral berhubungan erat dengan resistensi semakin rendah kadar glukosa darah. Pada
26
insulin. penelitian ini tidak membedakan jenis serat
(serat larut air dan tidak larut air) yang
Hubungan Antara Konsumsi Serat terkandung di dalam makanan sehingga
Dengan Kadar Glukosa Darah tidak dapat diketahui respon kadar glukosa
darah terhadap jenis serat yang dikonsumsi
Hasil penelitian ini menunjukan
oleh subyek.
konsumsi serat puasa berhubungan
bermakna dengan kadar glukosa darah

600

500

400
g. darah 2 J PP

300

200
r: - 0,638
Gambar 4. Hubungan Konsumsi
100
p: 0,000
Serat Dengan Kadar Glukosa Darah
0 Puasa
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

kons serat 2 J PP

400

300 Gambar 5. Hubungan Konsumsi


Serat Dengan Kadar Glukosa Darah
g. darah puasa

200 2 Jam Postprandial


r: - 0,670
100

p: 0,000
Chandalia dkk, menyatakan diit
0
10 15 20 25 30 tinggi serat memperlihatkan efek yang baik
konsumsi serat puasa
pada kontrol glikemik. Hasil studi ini

14
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

menunjukan penurunan kadar insulin dan dalam usus besar. Fermentasi serat oleh
glukosa darah sebesar 12% dan 10%. bakteri menghasilkan asam- asam lemak
Subjek pada penelitian ini mengkonsumsi rantai pendek jenis asetat, propionat dan
diit tinggi serat sebayak 50 gram (25 gram butirat. Asam – asam lemak tersebut akan
serat larut air dan tidak serat larut air). diserap kembali menuju ke aliran darah.
Sumber serat yang diberikan berasal dari Asetat kemungkinan dapat menurunkan
makanan alami (tidak difortifikasi serat) asam – asam lemak bebas di aliran darah
dan bukan suplemen. Pemberian diit tinggi dalam jangka waktu yang lama. Hal ini
serat (50 gram) dapat diterima oleh subjek. mungkin mempunyai efek baik bagi
9
penurunan kadar glukosa darah dan
Mekanisme serat pada metabolisme sensitivitas insulin dalam jangka waktu
glukosa berkaitan dengan fungsi dan lama karena asam – asam lemak bebas
karakteristik serat. Identifikasi fungsi dan dapat menghambat proses utilasi glukosa
karakteristik serat mempermudah di jaringan dan memperburuk resistensi
28
penjelasan efek fisiologis dan metabolik insulin. Propionat dapat menghambat
pada manusia. Efek fisiologis dan kerja HMG Co A reduktase, menghambat
metabolik tergantung dari jenis serat yang mobilisasi lemak dan mencegah proses
dikonsumsi oleh pasien Diabetes Mellitus glukoneogenesis di dalam hati. Selain itu,
Tipe 2. Serat larut air dapat menyerap propionat juga menurunkan reduksi asam –
cairan dan membentuk gel di dalam asam lemak bebas di dalam darah yang
lambung. Gel memperlambat proses dapat memperburuk resistensi insulin dan
pengosongan lambung dan penyerapan zat mencegah proses utilasi glukosa oleh
gizi. Gel dapat memperlambat gerak jaringan dalam jangka waktu lama. Kerja
peristaltik zat gizi (glukosa) dari dinding propionat tersebut kemungkinan
usus halus menuju daerah penyerapan menyebabkan peningkatan sekresi insulin
sehingga terjadi penurunan kadar glukosa sehingga dimungkinkan terjadi penurunan
darah. 27 kadar glukosa darah. 29
Serat merupakan komponen yang
tidak dapat dicerna dan diserap di dalam Hubungan Antara Beban Glikemik

usus halus. Bagian serat yang tidak dengan Kadar Glukosa Darah

tercerna akan menuju ke dalam usus besar.


Hasil penelitian ini menunjukan
Serat akan diubah menjadi substrat yang
bahwa beban glikemik puasa berhubungan
dapat difermentasikan oleh bakteri di
bermakna dengan kadar glukosa darah

15
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

puasa (r : 0,345 dan p: 0,019) yang dapat tidak memberikan respon terhadap kadar
dilihat pada gambar 6. Hubungan tersebut glukosa darah puasa. Hal ini disebabkan
tidak dapat menggambarkan hubungan tidak terdapatnya konsumsi makan dalam
sebab akibat dan kemungkinan tidak teruji waktu 10 – 12 jam sebelum pemeriksaan
30
secara klinis. Hal ini kemungkinan kadar glukosa darah puasa.
disebabkan oleh beban glikemik puasa

400

300
g. darah puasa

200

Gambar 6. Hubungan Beban Glikemik


100

r: 0,345 Dengan Kadar Glukosa Darah Puasa


p: 0,019

0
60 80 100 120 140 160 180

be ban glike mik puasa

500

400
g. darah 2 J PP

300

200

r: 0,775
Gambar 7. Hubungan Beban Glikemik
100
p: 0,000 Dengan Kadar Glukosa Darah 2 Jam PP
0
10 20 30 40 50 60 70

beban glikemik 2J PP

Hasil penelitian ini juga dapat dilihat pada gambar 7. Hubungan ini
menunjukan terdapat hubungan bermakna bersifat positif sehingga semakin tinggi
antara beban glikemik 2 jam postprandial beban glikemik maka kadar glukosa darah
dengan kadar glukusa darah 2 jam akan semakin tinggi.
postprandial (r: 0,775 dan p: 0,000) yang
Beban glikemik makanan Konsumsi karbohidrat mempengaruhi
memberikan informasi tentang pengaruh secara langsung beban glikemik, dimana
konsumsi makanan aktual terhadap beban glikemik dapat mencerminkan
peningkatan kadar glukosa darah. respon insulin terhadap makanan. 26 Hal ini

16
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

sesuai dengan Brand – Miller menyatakan munculnya Diabetes Mellitus Tipe 2,


bahwa beban glikemik berhubungan erat menurunkan berat badan pada penderita
dengan kadar glukosa darah dan respon obesitas, mengendalikan glukosa darah dan
3
insulin setelah konsumsi makanan. menurunkan asam – asam lemak bebas
Makanan dengan beban glikemik rendah sehingga mencegah timbulnya komplikasi
akan menurunkan laju penyerapan glukosa penyakit jantung koroner. 32
dan menekan sekresi hormon insulin
pankreas sehingga tidak terjadi lonjakan Hubungan Antara Frekuensi Latihan
31
kadar glukosa darah 2 jam postprandial. Jasmani Dengan Kadar Glukosa Darah
Respon kadar glukosa darah 2 jam
Hasil penelitian menunjukan bahwa
postprandial terhadap beban glikemik
frekuensi latihan jasmani berhubungan
dipengaruhi antara lain oleh derajat
bermakna dengan kadar glukosa darah
resistensi insulin, lemak tubuh, aktivitas
puasa (r: -0,561 dan p: 0,000) dan kadar
fisik, genetik dll. 32
glukosa darah 2 jam postprandial (r: -
Makanan dengan beban glikemik
0,482 dan p:0,001) yang dapat dilihat pada
yang rendah dapat mencegah timbulnya
gambar 8 dan 9. Hubungan ini bersifat
komplikasi kronik pada Diabetes Mellitus
31
negatif dimana semakin banyak frekuensi
Tipe 2. Pada penelitian jangka panjang
latihan jasmani dalam seminggu maka
makanan yang berindek glikemik dan
semakin rendah kadar glukosa darah.
beban glikemik rendah dapat mencegah

400
600

500

300
400
g. darah 2 J PP
glukosa darah puasa

300
200

200

r: -0,561
r: - 0,482
100
100
p: 0,000 p: 0,001
0
0
0 1 2 3 4 5
0 1 2 3 4 5
Frekuensi lat jas
frekuensi lat jas

Gambar 8. Hubungan Frekuensi Latihan Gambar 9. Hubungan Frekuensi


Jasmani Dengan Kadar Glukosa Puasa Latihan Jasmani Dengan Kadar
Glukosa Darah 2 Jam Postprandial

Mekanisme latihan jasmani berikut: pelaksanaan latihan jasmani secara


terhadap kadar glukosa darah sebagai teratur dapat memperbaiki metabolisme

17
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

glukosa. Hal ini kemungkinan disebabkan


oleh peningkatan sensitivitas insulin
Hasil penelitian menunjukan bahwa
sehingga uptake glukosa dapat berlangsung
durasi latihan jasmani berhubungan
secara optimal. Sensitivitas insulin akan
bermakna dengan kadar glukosa darah
meningkat kurang lebih selama 24 sampai
puasa dan kadar glukosa darah 2 jam
72 jam. Sensitivitas insulin akan
postprandial dengan nilai r yang sama,
menghilang setelah periode tersebut
yaitu r:-0,393 dan p:0,007. Hubungan
sehingga jeda waktu tanpa melakukan
tersebut bersifat negatif, dimana semakin
latihan jasmani sebaiknya tidak lebih dari 2
lama durasi latihan jasmani maka semakin
hari. 33
rendah kadar glukosa darah puasa dan
kadar glukosa darah 2 jam postprandial
Hubungan Antara Durasi Latihan
yang terdapat pada gambar 10 dan 11.
Jasmani Dengan Kadar Glukosa Darah

400

300
g. darah puasa

200
Gambar 10. Hubungan Durasi Latihan
Jasmani Dengan Kadar Glukosa Darah
100
r: - 0,393 Puasa
p: 0,007

0
0 5 10 15 20 25 30 35

durasi lat jas

600

500

400
Gambar 11. Hubungan Durasi Latihan
Jasmani Dengan Kadar Glukosa Darah
g.darah 2J PP

300
2 Jam Postprandial
200
r: - 0,393

100
p: 0,007

0
0 5 10 15 20 25 30

durasi lat jas 2J PP

Penurunan kadar glukosa darah


Pelaksanaan latihan jasmani dapat
kemungkinan berkaitan dengan
menurunkan kadar glukosa darah,
peningkatan jumlah dan sensitivitas
memperbaiki profil lemak, menurunkan
reseptor insulin pada membran sel
tekanan darah, mencegah dan mengatasi
sehingga terjadi penurunan kebutuhan
kegemukan pada Diabetes Mellitus Tipe 2.

18
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

insulin sebanyak 30 – 50% pada Diabetes Kadar glukosa darah puasa kemungkinan
Mellitus Tipe 1 dan 100% pada Diabetes dapat meberikan gambaran tentang
10 36
Mellitus Tipe 2. homeostasis glukosa secara keseluruhan
Penurunan kadar glukosa darah sehingga dapat memprediksi kadar A1c
kemungkinan juga berkaitan dengan lebih baik daripada kadar glukosa darah 2
penggunaan glukosa sebagai sumber jam postprandial pada pasien Diabetes
35
energi. Penggunaan glukosa sebagai Mellitus Tipe 2.
sumber energi metabolisme otot akan Kadar glukosa darah puasa
meningkat 15 kali setelah durasi latihan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
jasmani selama 10 menit dan 35 kali pada konsumsi makanan dan latihan jasmani.
10
durasi 60 menit. Latihan jasmani selama Kombinasi pola makan tinggi lemak,
45 menit dapat menurunkan kadar glukosa karbohidrat sederhana dan makanan olahan
darah sebesar 30 sampai 40 mg/dl pada dengan kurang aktivitas fisik dan olah raga
pasien Diabtes Mellitus Tipe 2. Penurunan berkaitan dengan peningkatan kadar
37
kadar glukosa darah terjadi pada pasien glukosa darah puasa. Pengaturan pola
yang memperoleh hanya terapi gizi atau hidup dengan diit dan latihan jasmani
terapi gizi dan obat hipoglikemik oral. 34 dapat menghambat resistensi insulin dan
memperbaiki komponen – komponen
sindroma metabolik. Pasien Diabetes
Pengaruh Konsumsi Karbohidrat,
Mellitus Tipe 2, relatif lebih mudah diatasi
Konsumsi Total Energi, Konsumsi
melalui upaya pengaturan pola makan,
Serat, Beban Glikemik, Frekuensi Dan
latihan jasmani teratur, dan obat-obatan
Durasi Latihan Jasmani Secara
untuk merangsang produksi insulin. 22
Bersama – Sama Dengan Kadar
Hasil pengujian regresi linear
Glukosa Darah Puasa
berganda didapatkan nilai R square
Kadar glukosa darah puasa adjusted sebesar 69,7%. Hal ini dapat
merupakan salah satu metode penegakan diartikan bahwa pengaruh konsumsi
diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2. Kadar karbohidrat, konsumsi total energi, serat,
glukosa darah puasa lebih sentistif untuk beban glikemik, frekuensi dan durasi
memprediksi resiko timbulnya Diabetes latihan jasmani secara bersama – sama
Mellitus Tipe 2 pada pre diabetes dalam terhadap kadar glukosa darah puasa
jangka waktu 5 – 6 tahun mendatang, sebesar 69,7% dan sebesar 30,3% kadar
terutama golongan umur ≤ 55 tahun. 35
glukosa darah puasa dipengaruhi oleh

19
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

faktor – faktor lainnya. Faktor –faktor jasmani menurunkan kadar glukosa darah
tersebut antara lain genetik, berat badan puasa sebesar 0,695 mg/dl.
dan distribusi lemak, stress, penggunaan Berdasarkan pengujian variabel –
obat – obatan, penyakit, usia, jenis variabel tersebut secara bersama – sama
kelamin, konsumsi alkohol, konsumsi kopi dengan kadar glukosa darah puasa dapat
38
dan kafein, dan kebiasaan merokok , disimpulkan bahwa upaya pengendalian
persyaratan waktu tidak tepat (kurang dari peningkatan kadar glukosa darah puasa dan
39
10 jam). timbulnya komplikasi vaskular kronik
Hubungan variabel – variabel dapat dilakukan dengan pola hidup sehat
tersebut secara bersama – sama dengan dalam jangka panjang. Pola hidup sehat
kadar glukosa darah puasa dapat yang benar bagi pasien Diabetes Mellitus
dirumuskan dengan persamaan regresi Tipe 2 yaitu: a) pengaturan makan atau
liner ganda: - 141,291 + 2,764 konsumsi diit; b) latihan jasmani secara teratur; c)
karbohidrat + 0,126 konsumsi total energi mengurangi kelebihan berat badan; d)
– 5, 539 konsumsi serat + 0,629 beban menghindari stress; e) menjaga kebersihan
glikemik – 5,281 frekuensi latihan jasmani tubuh dan menghindari trauma untuk
- 0,695 durasi latihan jasmani. Hasil mencegah infeksi dan mengkonsumsi obat
Analisi Regresi Linear Berganda 1 hipoglikemik oral maupun suntikan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran insulin. 22
5. Peningkatan 1 % konsumsi karbohidrat
menaikkan kadar glukosa darah puasa Pengaruh Konsumsi Total Energi,

sebesar 2,764 mg/dl. Peningkatan 1 Kkal Konsumsi Serat, Beban Glikemik,

konsumsi total energi menaikkan kadar Frekuensi Dan Durasi Latihan Jasmani

glukosa darah puasa sebesar 0,126 mg/dl. Secara Bersama – Sama Dengan Kadar

Peningkatan 1 gram konsumsi serat Glukosa Darah 2 Jam Postprandial

menurunkan kadar glukosa darah puasa


Kadar glukosa darah 2 jam
sebesar 5,539 mg/dl. Peningkatan 1 gram
postprandial menggambarkan penyerapan
beban glikemik menaikkan kadar glukosa
glukosa, sekresi insulin dan glukagon,
darah puasa sebesar 0,629 mg/dl.
metabolisme glukosa di dalam hati dan
Peningkatan 1 kali dalam seminggu 40
otot. Kadar glukosa darah 2 jam
frekuensi latihan jasmani menurunkan
postprandial dapat memprediksi
kadar glukosa darah puasa sebesar 5,281
abnormalitas homeostasis glukosa pada
mg/dl. Peningkatan 1 menit durasi latihan
tahap awal. Hal ini kemungkinan kadar

20
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

glukosa darah 2 jam postprandial dapat glukagon, uptake glukosa di dalam hati dan
menggambarkan sekresi insulin fase 1. jaringan, produksi glukosa hati, kadar
40
Sekresi insulin fase 1 bertujuan untuk glukosa darah preprandial. Kadar
mencegah peningkatan kadar glukosa glukosa darah preprandial yang
darah segera, yaitu 10 – 30 menit seletah dimaksudkan pada penelitian ini adalah
penyerapan makanan di usus halus. kadar glukosa darah puasa. Waktu
Konsumsi makanan akan secara langsung pemeriksaan glukosa darah postprandial
berpengaruh pada kadar glukosa darah 2 kurang dari 2 jam setelah konsumsi makan
jam postprandial. Konsumsi makan cepat juga mempengaruhi kadar glukosa darah 2
38
saji cenderung mengandung kadar lemak jam postprandial
,tinggi energi dan gula sederhana tetapi Hubungan variabel – variabel bebas
kandungan vitamin dan serat jauh lebih secara bersama –sama dengan kadar
rendah. Konsumsi makanan tersebut juga glukosa darah 2 jam postprandial dapat
cenderung memiliki nilai beban glikemik dirumuskan sebagai berikut: kadar glukosa
tinggi sehingga lebih cepat diserap dari darah 2 jam postprandial = 184,588 +
41
usus halus dan berpotensi terjadi 0,208 konsumsi total energi – 23,446
peningkatan kadar glukosa darah 2 jam konsumsi serat + 1,974 beban glikemik–
postprandial. 11,015 frekuensi latihan jasmani – 1,244
Hasil pengujian beban glikemik, durasi latihan jasmani. Hasil analisis
konsumsi total energi, serat, frekuensi dan Regresi Linear Berganda 2 selengkapnya
durasi latihan jasmani secara bersama – dapat dilihat pada lampiran 5. Peningkatan
sama terhadap kadar glukosa darah 2 jam 1 Kkal konsumsi total energi menaikkan
postprandial didapatkan nilai R square kadar glukosa darah 2 jam postprandial
adjusted sebesar 71,3%. Hal ini dapat sebesar 0,208 mg/dl. Peningkatan 1 gram
diartikan bahwa pengaruh konsumsi total konsumsi serat menurunkan kadar glukosa
energi, konsumsi serat, beban glikemik, darah 2 jam postprandial sebesar 23,446
frekuensi dan durasi latihan jasmani secara mg/dl. Peningkatan 1 gram beban glikemik
bersama – sama terhadap kadar glukosa menaikkan kadar glukosa darah 2 jam
darah 2 jam postprandial sebesar 71,3% postprandial sebesar 1,974 mg/dl.
dan sebesar 28,7% kadar glukosa darah Peningkatan 1 kali dalam seminggu
puasa dipengaruhi oleh faktor – faktor frekuensi latihan jasmani menurunkan
lainnya. Faktor – faktor tersebut antara kadar glukosa darah 2 jam postprandial
lain: gangguan sekresi insulin dan sebesar 11,015 mg/dl. Peningkatan 1 menit

21
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

durasi latihan jasmani menurunkan kadar untuk pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.
glukosa darah 2 jam postprandial sebesar Sedangkan konsumsi serat, frekuensi
1,244 mg/dl. latihan jasmani dan durasi latihan
jasmani pada subyek masih kurang dari
KETERBATASAN PENELITIAN anjuran. Kadar glukosa darah puasa
dan kadar glukosa darah 2 jam
Pada penelitian ini menggunakan
postprandial masih lebih tinggi dari
sebagian nilai indek glikemik pada bahan
anjuran.
makanan yang berasal dari negara – negara
2. Konsumsi karbohidrat, total energi dan
lain sehingga dimungkinkan terdapat
beban glikemik makanan berhubungan
perbedaan/ variasi nilai indek glikemik
positif dengan kadar glukosa darah
pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Hal
puasa
ini disebabkan oleh masih kurangnya data
3. Konsumsi serat, frekuensi latihan
indek glikemik bahan makanan dan
jasmani dan durasi latihan jasmani
masakan Indonesia yang terdapat pada
berhubungan negatif dengan kadar
kepustakaan. Pengumpulan data konsumsi
glukosa darah puasa
makan menggunakan formulir frekuensi
4. Konsumsi total energi dan beban
makan dan recal sehingga dimungkinkan
glikemik berhubungan positif dengan
faktor subyektivitas dapat mempengaruhi
kadar glukosa darah 2 jam postprandial
hasil konsumsi makan. Pada penelitian ini
5. Konsumsi serat, frekuensi latihan
tidak memperhitungkan aktivitas fisik
jasmani dan durasi latihan jasmani
sehari – hari yang dilakukan oleh subyek,
berhubungan negatif dengan kadar
sehingga tidak diketahui seberapa besar
glukosa darah 2 jam postprandial
hubungan aktivitas fisik dengan kadar
6. Konsumsi karbohidrat, total energi,
glukosa darah puasa dan 2 jam
serat, beban glikemik, frekuensi dan
postprandial.
durasi latihan jasmani secara bersama –

SIMPULAN sama mempengaruhi kadar glukosa


darah puasa sebesar 69,7%. Konsumsi
1. Sebagian besar subyek berusia antara
total energi, serat, beban glikemik,
40 – 59 tahun dan berjenis kelamin
frekuensi dan durasi latihan jasmani
perempuan. Konsumsi karbohidrat,
mempengaruhi kadar glukosa darah 2
total energi dan beban glikemik pada
jam postprandial sebesar 71,3%.
subyek masih lebih tinggi dari anjuran

22
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Pradana Soewondo, Imam Subekti,


SARAN editor. Penatalaksanaan diabetes
mellitus terpadu. Jakarta: Pusat
1. Bagi pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Dan Lipid RSCM- FK UI;
yang baru terdiagnosa disarankan
2005. hal. 7 – 14.
untuk rutin berkonsultasi gizi supaya
2. Burani J. Gusher and tricklers:
program diit dapat terlaksana dengan
practical use of glycemic index.
baik sehingga dapat mengendalikan
www.Glycemic.com
kadar glukosa darah.
3. American Diabetes Association.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Dietary carbohydrate (amount and
tentang indek glikemik bahan makanan
type) in prevention and managemen of
dan masakan Indonesia yang diuji
diabetes. (Statement). Diabetes Care.
cobakan lasung pada pasien Diabetes
2004;27:2266-2274.
Mellitus Tipe 2 bagi peneliti lainnya.
4. Meyer KA, Kushi LH, Jacobs DR,
UCAPAN TERIMAKASIH Slavin J, Jelier TA, Folsom AR.
Ucapan terima kasih diberikan kepada Carbohydrates, dietary fiber and
Direktur Rumah Sakit Dr. Kariadi incident type 2 diabetes in older
Semarang yang telah memberikan izin women. Am J Clin Nutr. 2006;
penelitian. dr. Yekti Wirawanni dan Prof 71(4):921 – 930.
dr. HM. Sulchan,MSc.,DA.Nutr.,SpGK 5. Sidartawan Soegondo, Ahmad
selaku pembimbing dan reviewer atas Rudianto, Asman Manaf, Imam
bimbingan dan saran yang diberikan untuk Subekti, Agung Pranoto, Putu Moda
penulis. Bapak Fran (ahli gizi) yang telah Asrana, dkk. Konsensus pengelolaan
memberikan bimbingan ilmu dan dan pencegahan diabetes mellitus type
pelaksanaan teknis pada waktu penelitian 2. Jakarta: Pengurus Besar
berlangsung. Pasien Diabetes Mellitus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia;
yang telah bersedia menjadi subyek 2006.
penelitian. Keluarga yang telah 6. Azizzah. Hubungan Indeks massa
memberikan dukungan. tubuh, tingkat konsumsi energi dan
karbohidrat (skripsi). In Press 2004.
DAFTAR PUSTAKA 7. Isganaitis E, Lustig R.H. Fast food,
1. Slamet Suyono. Patofisiologi diabetes central nervous system insulin
mellitus. Dalam: Sidartawan Soegondo, resistance and obesity. American Heart

23
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

Association, Inc (Brief Reviewer). memilih pangan yang menyehatkan.


2005;25:2451. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004. hal.
8. Lanny Lestiani, Nur Asiah. Serat dan 25-40.
manfaatnya bagi kesehatan. Majalah 15. Sarwono Waspadji, Slamet Suyono,
GizMindo. 2004;3(7):7-8. Kartini Sukardji, Rochmah Moenarko.
9. Chandalia M, Garg A, Lutjohann D, Indek glikemik berbagai makanan
Bergmann KV, Grundy SM, Brinkley indonesia (hasil penelitian). Jakarta:
LJ. Beneficial effects of high dietary Pusat Diabetes Dan Lipid RSCM- FK
fiber in patient with type 2 diabetes UI; 2003. hal 249 – 250.
mellitus. N Eng J Med. 2000;344:1343- 16. Retno Muji Muliany. Daftar kandungan
1350 zat gizi, serat dan indeks glikemik
10. Suminarti W, Purba M, Handayani ND, dalam penukar berbagai hidangan
Wiyono P. Perubahan berat badan dan Indonesia dan makanan siap santap
kadar glukosa darah pada kelompok barat untuk pasien Diabetes Mellitus
senam diabetes PERSADIA cabang RS (skripsi). In Press 2004.
DR Sardjito Yogyakarta. KONAS 17. Erminta L Ilyas. Latihan jasmani bagi
PERSAGI. 2002. hal. 275 – 280. penyandang diabetes mellitus. Dalam:
11. Buku Daftar Kunjungan Pasien Bulan Sidartawan Soegondo, Pradana
Januari – Desember 2006 Soewondo, Imam Subekti, editor.
12. Ircham Machfoedz, Endah Penatalaksanaan diabetes mellitus
Marjaningsih, Margono, Heni Puji terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes Dan
Wahyuningsih. Metodologi penelitian. Lipid RSCM-FK UI; 2005. hal. 67-81
Yogyakarta: Ftramaya; 2005. 18. Shuldiner A.R, Yang R, Gong DW.
13. Sarwono Waspadji. Diabetes Mellitus: Resistin, obesity, and insulin resistance
mekanisme dasar dan pengelolaannya – the emerging role of the adipocyte as
yang rasional. Dalam: Sidartawan an endocrine organ. N Eng J Med.
Soegondo, Pradana Soewondo, Imam 2001;345:18.
Subekti, editor. Penatalaksanaan 19. H. Winarti, Purba M, Wiyono P. Pola
diabetes mellitus terpadu. Jakarta: makan diabetisi rawat jalan di RS DR.
Pusat Diabetes Dan Lipid RSCM- FK Sardjito Yogyakarta. KONAS
UI; 2005. hal. 34. PERSAGI. 2002. hal. 281 - 284.
14. Rimbawan, Siagian A. Karbohidrat: 20. Sidartawan Soegondo. Perjalanan
indek glikemik pangan: cara mudah obesitas menuju diabetes dan penyakit

24
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

kardiovaskular. Jakarta: Devisi metabolism. 4th ed. Australia: Thomson


metabolik dan endokrinologi RSCM- Wadsworth; 2005. hal. 72-83, 108-119.
FK UI; 2005. hal. 5 – 11. 28. Luo J, Yperselle MV, Rizkalla SW,
21. Dedi Subardja. Endokrin obesitas pada Rossi F, Bornet FRJ. Chronic
anak. Dalam: Sri Hartini KSK, Johan consumption of short chain
S.M, editor. Endokrinologi Klinik V- fructooligosaccharides does not affect
2004. Bandung: Perkumpulan basal hepatic glucose production or
Endokrinologi Indonesia Cabang insulin resistance in type 2 diabetics. J
Bandung; 2004. hal. 374 – 376. Nutr. 2000:130;1572 – 1577.
22. Darmono S.S. Resistensi insulin. 29. Todesco T, Venketshwer R, Bosello O,
Dalam: Tony Suhartono, Dalem Jenkins DJA. Propionate Lowers Blood
Pemayun TG, editor. Perspektif Baru Glucose and alters lipid metabolism.
dalam Endokrinologi Dasar dan Klinik: Am J Clin Nutr. 1991:54:560 – 565.
Simposium PIT VIII PERKENI 30. Guyton AC. Fisiologi manusia dan
th
JOGLOSEMAR; Juli 2007; Semarang, mekanisme penyakit. 3 ed. Alih
Indonesia. Semarang: Balai Penerbit bahasa: Andrianto P. Jakarta: EGC;
Universitas Diponegoro; 2007. hal. 1995. hal. 706.
255-265. 31. Willet WC, Manson J, Liu S. Glycemic
23. Priyanto. Diabetes mellitus pada usia index, glycemic load and risk of type 2
lanjut. http://www.google.com diabetes. Am S Clin Nutr.
24. Linder M.C. Biokimia nutrisi dan 2002:76(1);274S-280S.
metabolisme. Jakarta: UI Press; 1992. 32. Jenkins DJA, Kendall CWC, Augustin
hal. 32. LSA, Franceschi S, Hamidi M,
25. Arora SK, Mc Farlane SI. The case for Marchie A, Jenkins AL, Axelsen M.
low carbohydrate diets in diabetes Glycemic index: overview of
management. Nutr & Metab. implications in health and disease. Am
2005:16(2). S Clin Nutr. 2002:76(1);266S-273S.
26. Shore LN. Relationship of nutrition to 33. Sigal RJ, Kenny GP, Wasserman DH,
blood glucose control. Sceppa CC. Physical activity or
http://www.google.com exercise and type 2 diabetes. Technical
27. Gropper SS, Smith JL, Groff JL. Review. Diabetes Care. 2004;7: 2518-
Advance nutrition and human 2539.

25
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

34. Franz M.J. Exercise Benefits And Pemayun TGD, Soemanto FP, editor.
Guidelines For Personal Diabetes Naskah lengkap diabetes mellitus
Dalam: Power M.A, editor. Handbook ditinjau dari berbagai aspek penyakit
of diabetes medical nutrition therapy. dalam. Semarang: Balai Penerbit
Gaithersburg: An Aspen Publication; Universitas Diponegoro; 2007. hal. 133
1996. hal. 107-122. – 151.
35. Neely MJ, Boyko EJ, Leonetti DL, 39. Darmono. Pola hidup sehat penderita
Kahn SE, Fujimoto WY. Comparison diabetes mellitus. Dalam: Tony
of clinical model, the oral glucose Suharto, Pemayun TGD, Soemanto FP,
tolerance test, and fasting glucose for editor. Naskah lengkap diabetes
prediction of type 2 diabetes risk in mellitus ditinjau dari berbagai aspek
Japanese Americans. Diabetes Care. penyakit dalam. Semarang: Balai
2003;26(3):758 – 763. Penerbit Universitas Diponegoro;
36. Bram U, Pendit, Dewi W (alih bahasa). 2007. hal. 15 – 29.
Tinjauan klinis hasil pemeriksaan 40. American Diabetes Association.
laboratorium. Jakarta: EGC; 2004. hal. Postprandial blood glucose.
290. (Consensus Statement). Diabetes Care:
37. Van dam RM, Rimm EB, Willett WC, 2001;24;775 – 778.
Stampfer MJ, Hu FB. Dietary Patterns 41. Pemayun TGD. Indek glikemik:
and risk type 2 diabetes mellitus in U.S kontroversi dalam penanganan DM.
men. Am J Coll Phys. 2002;136(3):201 Dalam: Tony Suharto, Pemayun TGD,
– 209. Soemanto FP, editor. Naskah lengkap
38. Soeharyo Hadisaputro, Henry diabetes mellitus ditinjau dari berbagai
Setyawan. Epidemologi dan factor – aspek penyakit dalam. Semarang: Balai
factor resiko terjadinya Diabetes Penerbit Universitas Diponegoro;
Mellitus Tipe 2. Dalam: Tony Suharto, 2007. hal. 37 - 47

26
JNH, Vol. 2, No.3, Juli 2014

27

Anda mungkin juga menyukai