Anda di halaman 1dari 123

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN

SISTEM CARDIOVASKULER : ACUT MIOCARD INFARK / AMI


/ STEMI DI RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN


SISTEM
CARDIOVASKULER : ACUT MIOCARD INFARK / AMI /
STEMI
DI RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG

Disusun Oleh:
Abdul Mutalib Lesnussa (G3A011118)
Rahadyan Ariyanti (G3A011098)
Winengku Suryo (G3A011116)

PROGRAM STUDI PROFESI NER’S


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyumbatan koroner atau serangan jantung dan infark miokardium
mempunyai arti yang sama namun istilah yang disukai adalah infark miokardium,
di Amerika serikat terjadi jutaan serangan penyakit ini pertahun. Infark
miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Infark miocard akut
adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya
nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa
semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa
menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama
berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun
nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat
dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah.
Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan infark miokardium
biasanya pria, diatas 40 tahun dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh
koronernya, sering disertai hipertensi aterial, serangan bisa terjadi juga pada pria
atau wanita muda diawali 30 an atau bahkan 20-an, wanita yang memakai
kontrasepsi, pil, dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi, namun secara
keseluruhan,angka kejadian infark miokardium pada pria lebih tinggi di banding
dengan wanita pada semua usia. Meskipun pasien biasanya pria dan berusia 40
tahun, namun semua umur yang mengalami gejala dan tanda-tanda yang sudah
disebutkan diatas perlu segera ditangani.

B. Tujuan
Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan
penyakit
Akut Miokard Infark / AMI.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui definisi penyakit Akut Miokard Infark.
2. Mengetahui etiologi penyakit Akut Miokard Infark
3. Mengetahui tanda dan gejalah penyakit Akut Miokard Infark.
4. Mengetahui patofisiologi penyakit Akut Miokard Infark.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Akut Miokard Infark .
6. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
pada penyakit Akut Miokard Infark.

C. Metode penulisan
Metode Penulisan Deskripti
Metode yang digunakan untuk meneliti masalah-masalah serta
mengembangkan apa yang kita amati dengan menggunakan pemecahan masalah.
Tehnik Pengumpulan Data:
1. Wawancara
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan melaksanakan tanya
jawab
secara langsung pada pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan data
subyektif yang dapat mendukung diagnosa.
2. Partisipatif
Dalam hal ini penulis melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif
dalam memberikan asuhan keperawatan untuk memantau perkembangan dan
kesehatan dengan teknik inspeksi, palpas, perkusi, dan auskultasi dan hasilnya
data bersifat subyektif.
3. Studi Kepustakan
Dalam hal ini berguna untuk mendapatkan referensi yang digunakan dan
mendukung data-data lain serta metode kepustakaan yang mendukung
pelaksanaan dari studi kasus karya tulis ilmiah.

D. Sitematika penulisan:
Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusunan karya
tulis ilmiah ini secara sistematis dapat di uraikan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang
akan diuraikan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Merupakan laporan kasus pada pasien gagal jantung di ruang Sakura
RSUD Tidar Magelang sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi, etiologi,
tanda gejalah, patofiologi, pemeriksaan penunjang dam hasilnya, pathways dan
Konsep Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan meliputu pengkajian pengkajian
primer dan sekunder, diagnosa keperawatan, dan Intervensi dan Rasional
BAB III : Pembahasan
Merupakan pembahasan kasus pada pasien AMI, guna melihat adanya
penyimpangan antara kasus nyata dengan Konsep teori pada BAB II.
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan laporan materi seminar yang
tertulis pada BAB I.
2. Saran merupakan input yang harus operasional yang dapat ditunjukkan kepada
instansi kesehatan setempat organisasi profesi, maupun anggota profesi
institusi

BAB II
KONSEP DASAR

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan
penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya
peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang
cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga
STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan
iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan
kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak
dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah
miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan
Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction)merupakan bagian dari
sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI
terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus,
trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh
tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis
dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan
seperti kokain (Wikipedia, 2010).
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton,
2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak
umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
2. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi
plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen
dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut
merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri
menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini
disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal
sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin)
3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary
intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat
faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat
seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40
tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah
abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor
psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik
(Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama
kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard
pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul
pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal
terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya
seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso,
2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka
penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen
karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang
tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler
berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004),
penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut
prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan
indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m
dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen.
Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti
peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah,
inflamasi sistemik, resistensi insulin an diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten
meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi
diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal.
Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit
mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi
berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan
resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

3. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda,
biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan
gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan
lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena
neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(mengumpulkan pengalaman nyeri).
2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam,
memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali
normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam
24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan
simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian
ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0= tidak mengalami nyeri
1= nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,
mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan
lainnya.
4. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang
kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis ditandai
dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak
ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehinggadiameter lumen menyempit.
Penyempitan lumen mengganggu aliran darah kedistal dari tempat penyumbatan
terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atasmenimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian
leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini
makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasikolesterol LDL.
Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDLteroksidasi disebut sel busa
(foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombositmenyebabkan migrasi otot polos
dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini
mengubah bercak lemak menjadi ateromamatur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit
ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma
menyebabkan oklusi arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak.
Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasiklinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitasiskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn, 2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard
menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan
elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantungmenyebabkan
iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemiayang disebabkan
oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengankegagalan otot
jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi
dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi
karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak
dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asamlaktat dan pH intrasel menurun.
Keadaaan ini mengganggu stabilitas membransel. Gangguan fungsi membran sel
menyebabkan kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan
durasi dari ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan
apakah kerusakan miokardyang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel
(>20 menit). Iskemia yangireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn,
2005).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner,
maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan
perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMIkarena dalam rentang
waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darahkolateral. Dengan kata lain STEMI
hanya terjadi jika arteri koroner tersumbatcepat (Antman, 2005). Non STEMI
merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang disebabkan oleh
obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhanoksigen. Pada Non
STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh
lumen arteri koroner (Kalim, 2001)
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial(nontransmural).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat
yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang
terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard
subendokardial terjadi hanya di sebagian miokarddan terdiri dari bagian nekrosis
yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda(Selwyn, 2005).
5. Pemeriksaan Penunjang dan Hasil
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
b. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
i. Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
j. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
k. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
l. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
m. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional
dan fraksi ejeksi (aliran darah)
n. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan
sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
o. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
p. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
q. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

B. KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN


1. Pengkajian Primer
a. Airways
Ø Sumbatan atau penumpukan secret
Ø Wheezing atau krekles
b. Breathing
Ø Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
Ø RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
Ø Ronchi, krekles
Ø Ekspansi dada tidak penuh
Ø Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
Ø Nadi lemah , tidak teratur
Ø Takikardi
Ø TD meningkat / menurun
Ø Edema
Ø Gelisah
Ø Akral dingin
Ø Kulit pucat, sianosis
Ø Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal
olah raga tidak teratur
Tanda :
Ø Takikardi
Ø Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan
darah, diabetes mellitus.
Tanda :
Ø Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk atau berdiri
Ø Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
Ø Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal
jantung atau penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
Ø Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Ø Friksi ; dicurigai Perikarditis
Ø Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Ø Edema
Ø Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin
ada dengan gagal jantung atau ventrikel
Ø Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,
perilaku menyerang, focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang
keuangan , kerja , keluarga
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,
perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Ø Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral)
Ø Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
Ø Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
Ø Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
Ø Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Tanda :
Ø peningkatan frekuensi pernafasan
Ø nafas sesak / kuat
Ø pucat, sianosis
Ø bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
Ø dispnea tanpa atau dengan kerja
Ø dispnea nocturnal
Ø batuk dengan atau tanpa produksi sputum
Ø riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10. Interkasi social
Tanda :
Ø Kesulitan istirahat dengan tenang
Ø Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Ø Menarik diri
Gejala :
Ø Stress
Ø Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS

b. Data penunjang lain dan Laboratorium


Tes laboratorium yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Interpretasi Hasil
EKG Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas
sampai adanya Q patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan
elvasi ST berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Laboratorium: Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.
Enzim/Isoenzim Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau
Jantung aspartat amino transferase/SGOT, laktat
Radiologi dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim (CPK-
MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna
Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya bendungan paru (gagal
jantung), kadang dapat ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak
dan penebalan sistolik dinding jantung yang menurun.
Radioisotop Dapat mendeteksi daerah dan luasnya kerusakan
miokard, adanya penyulit seperti anerisma ventrikel,
trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea,
ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung,
pseudoaneurisma jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan
adanya IMA.

3. Diagnosa Keperawatan Utama


1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan
kebutuhan tubuh.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status
sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4.(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
5.(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah
koroner.
6.(Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan
protein plasma.
7.Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi
penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
4. Intervensi dan Rasional
1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil d
intensitas, durasi), catat setiap respon variasi respon verbal non verbal yang juga be
verbal/non verbal, perubahan hemo- individual sehingga perlu digambarkan secara rinci u
dinamik menetukan intervensi yang tepat.
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperb
2. Berikan lingkungan yang tenang dan keadaan nyeri yang terjadi.
tunjukkan perhatian yang tulus kepada Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri de
klien. memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyer
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas
dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi ko
bimbingan imajinasi) yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi mio
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hamb
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi mio
Nitrostat, Nitro-Dur) yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menuru
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), nyeri hebat pada fase akut atau nyeri berulang yan
pindolol (Visken), propanolol (Inderal) dapat dihilangkan dengan nitrogliserin.
- Analgetik seperti morfin, meperidin Bekerja melalui efek vasodilatasi yang d
(Demerol) meningkatkan sirkulasi koroner dan kola
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen mio
- Penyekat saluran kalsium seperti Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).

2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan


kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai Menurunkan kerja miokard/konsumsi
indikasi. oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas Manuver Valsava seperti menahan napas,
3. Anjurkan klien untuk menghindari menunduk, batuk keras dan mengedan dapat
peningkatan tekanan abdominal. mengakibatkan bradikardia, penurunan curah
jantung yang kemudian disusul dengan
takikardia dan peningkatan tekanan darah.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan Keterlibatan dalam pembicaraan panjang
klinis klien. dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang bersifat
terapeutik.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan
dan jelaskan pola peningkatan aktivitas kemampuan kerja jantung.
bertahap. Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam
proses penyembuhan klien.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi
pasca serangan IMA.

3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status


sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau respon verbal dan non verbal Klien mungkin tidak menunjukkan
yang menunjukkan kecemasan klien. keluhan secara langsung tetapi
kecemasan dapat dinilai dari perilaku
verbal dan non verbal yang dapat
menunjukkan adanya kegelisahan,
2. Dorong klien untuk mengekspresikan kemarahan, penolakan dan
perasaan marah, cemas/takut terhadap sebagainya.
situasi krisis yang dialaminya. Respon klien terhadap situasi IMA
bervariasi, dapat berupa cemas/takut
terhadap ancaman kematian, cemas
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap ancaman kehilangan
terhadap prosedur rutin dan aktivitas pekerjaan, perubahan peran sosial
yang diharapkan. dan sebagainya.
Informasi yang tepat tentang situasi
yang dihadapi klien dapat
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik menurunkan kecemasan/rasa asing
anti cemas/sedativa sesuai indikasi terhadap lingkungan sekitar dan
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal- membantu klien mengantisipasi dan
mane, Lorazepam/Ativan). menerima situasi yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.

4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam Hipotensi dapat terjadi sebagai
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila akibat dari disfungsi ventrikel,
memungkinkan) hipoperfusi miokard dan rangsang
vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan atau
masalah vaskuler sebelumnya.
Hipotensi ortostatik berhubungan
dengan komplikasi GJK.
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya Penurunanan curah jantung
murmur. ditunjukkan oleh denyut nadi yang
lemah dan HR yang meningkat.
S3 dihubungkan dengan GJK,
regurgitasi mitral, peningkatan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark
yang berat. S4 mungkin
3. Auskultasi bunyi napas. berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan
hipertensi. Murmur menunjukkan
gangguan aliran darah normal dalam
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan jantung seperti pada kelainan katup,
mudah dikunyah. kerusakan septum atau vibrasi otot
papilar.
Krekels menunjukkan kongesti paru
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai yang mungkin terjadi karena
kebutuhan klien penurunan fungsi miokard.

6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok Makan dalam volume yang besar


sesuai indikasi. dapat meningkatkan kerja miokard
dan memicu rangsang vagal yang
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si mengakibatkan terjadinya
pacu jantung bila digunakan. bradikardia.
Meningkatkan suplai oksigen untuk
kebutuhan miokard dan menurunkan
iskemia.
Jalur IV yang paten penting untuk
pemberian obat darurat bila terjadi
disritmia atau nyeri dada berulang.
Pacu jantung mungkin merupakan
tindakan dukungan sementara
selama fase akut atau mungkin
diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem
konduksi.

5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah


koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan Perfusi serebral sangat dipengaruhi
mental yang tiba-tiba seperti bingung, oleh curah jantung di samping kadar
letargi, gelisah, syok. elektrolit dan variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit Penurunan curah jantung
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi menyebabkan vasokonstriksi sistemik
perifer. yang dibuktikan oleh penurunan
perfusi perifer (kulit) dan penurunan
denyut nadi.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, Kegagalan pompa jantung dapat
kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi menimbulkan distres pernapasan. Di
napas) samping itu dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkan komplokasi
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, tromboemboli paru.
penurunan bising usus, mual-muntah, Penurunan sirkulasi ke mesentrium
distensi abdomen dan konstipasi) dapat menimbulkan disfungsi
gastrointestinal
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran Asupan cairan yang tidak adekuat
urine, catat berat jenis. dapat menurunkan volume sirkulasi
yang berdampak negatif terhadap
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium perfusi dan fungsi ginjal dan organ
(gas darah, BUN, kretinin, elektrolit) lainnya. BJ urine merupakan indikator
status hidrsi dan fungsi ginjal.
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik Penting sebagai indikator
yang diperlukan: perfusi/fungsi organ.
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma- Heparin dosis rendah mungkin
din) diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko
tinggi seperti fibrilasi atrial,
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin kegemukan, anerisma ventrikel atau
(Zantac), Antasida. riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka
panjang.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase) Menurunkan/menetralkan asam
lambung, mencegah ketidaknyamanan
akibat iritasi gaster khususnya karena
adanya penurunan sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru,
trombolitik merupakan pilihan utama
(dalam 6 jam pertama serangan IMA)
untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.

6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;


peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan
protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya Indikasi terjadinya edema paru
krekels. sekunder akibat dekompensasi
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka jantung.
Dicurigai adanya GJK atau kelebihan
3. Hitung keseimbangan cairan dan volume cairan (overhidrasi)
timbang berat badan setiap hari bila tidak Penurunan curah jantung
kontraindikasi. mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine.
Keseimbangan cairan positif yang
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ditunjang gejala lain (peningkatan
ml/24 jam dalam batas toleransi BB yang tiba-tiba) menunjukkan
kardiovaskuler. kelebihan volume cairan/gagal
jantung.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
natrium. orang dewasa tetapi tetap disesuaikan
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia dengan adanya dekompensasi
indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/ jantung.
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak- Natrium mengakibatkan retensi
ton/Aldactone) cairan sehingga harus dibatasi.
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi. Diuretik mungkin diperlukan untuk
mengoreksi kelebihan volume cairan.

Hipokalemia dapat terjadi pada terapi


diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.

8. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan
atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi
penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang Proses pembelajaran sangat
terdekat dan kemampuan/kesiapan dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
belajar klien. mental klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai
variasi proses pembelajaran. (Tanya Meningkatkan penyerapan materi
jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas pembelajaran.
kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang Memberikan informasi terlalu luas
faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas, tidak lebih bermanfaat daripada
obat dan gejala yang memerlukan penjelasan ringkas dengan
perhatian cepat/darurat. penekanan pada hal-hal penting yang
signifikan bagi kesehatan klien.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas Aktivitas ini sangat meningkatkan
isometrik, manuver Valsava dan aktivitas beban kerja miokard dan
yang memerlukan tangan diposisikan di meningkatkan kebutuhan oksigen
atas kepala. serta dapat merugikan kontraktilitas
yang dapat memicu serangan ulang.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas Meningkatkan aktivitas secara
bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, bertahap meningkatkan kekuatan dan
kerja ringan, kerja sedang) mencegah aktivitas yang berlebihan.
Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan
memungkinkan kembalinya pola
hidup normal.

BAB III
PEMBAHASAN

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari rabu, tanggal 4-5 april 2012

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N
Umur : 64 tahun
Pendidikan : Tamat SD/sederajad
Pekerjaan : buruh
Status : Kawin
Alamat : keringan Rt 3/1, magelang
No Register : 12 03 27 99
Diagnosa Medis : AMI / STEMI
Penanggung jawab :
Nama : Tn P
Umur :-
Pendidikan : Tamat SLTP / sederajad
Pekerjaan : Buruh
hubungan dengan klien : suami klien

B. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan Utama
Nyeri dada kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3 jam sebelum masuk RS, klien tiba – tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri
ulu hati, lalu oleh keluarganya klien dibawa ke UGD RSUD TIDAR.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah di okname di Sumah Sakit dank klien tidak mempenyai
riwayat penyakit menular seperti DM, Hepatitis,Asma dan lain-lain .
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung

C. PENGKAJIAN PRIMER

1. Airway
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sekret
2. Breathing
RR 24 x/menit, irama teratur, dalam, suara nafas vesikuler, tidak ada tarikan otot
intercosta, tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada wheezing maupun ronkhi,
reflek batuk ada, terpasang O2 3 Liter / menit dengan nasal kanul
3. Sirkulasi
Tekanan darah 166/95 mmHg, nadi 97 x/menit, teratur, kuat, suhu 36,4 0 C, akral
hangat, tidak gelisah, tidak ada sianosis, kulit tidak pucat, capillary refill < 3 detik,
terdapat nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, nyeri menetap, seperti ditusuk-tusuk.

D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum
Klien tampak lemah
2. Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 ( E4M6V5 )
3. Tanda-tanda vital
TD : 156 / 90 mmHg
HR : 96 x / menit
RR : 24 x / menit
o
Suhu : 36,2 C
SaO2 : 100%
4. BB : 50 kg TB : 155 cm
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut hitam dan ada sedikit uban, lurus, tidak mudah
dicabut, kulit kepala bersih, tidak ada ketombe
6. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kurang lebih
3mm, reflek cahaya mata kanan dan kiri positif, penglihatan baik
7. Telinga
Simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada discharge, tidak ada
serumen, pendengaran baik
8. Hidung
Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi, terpasang
O2 3 Liter / menit dengan nasal kanul.
9. Leher
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid, tidak ada
peningkatan JVP, JVP = R – 2 cmH2O
10. Dada
Paru - paru
I : Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tidak ada tarikan otot intercosta
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapang paru
Au : Suara dasar vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : terdapat pembesaran jantung (Cardiomegali)
Pe : Pekak, konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Bj S1-S2 murni, tidak ada gallop, bising maupun murmur
Abdomen
I : Datar
Au : Bising usus (+), 20 x/menit
Pa : tidak ada pembesaran hepar dan lien
Pe : Timpani

11. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat,
tonus otot baik, nilai kekuatan otot 5, pergerakan terbatas, terpasang infus RL 20
tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ) di tangan kiri.
12. Genitalia
Bersih, tidak ada hemoroid.

E. KEBUTUHAN SEHARI – HARI

1. Makanan dan cairan


Klien selama dirawat di ICU makan dengan diit cair 1700 kkal, selalu
menghabikan 1 porsi makanan yang dihidangkan sesuai diitnya. Saat ini klien
sudah tidak mual, tidak muntah, tidak ada anoreksia. Minum 3 –4 gelas / hari,
terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine ( 0.75 ml / jam ).
2. Eliminasi
Pola BAB di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, BAB setiap hari,
konsistensi lembek. Pola BAK di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, 4 –
5 kali / hari.
3. Kenyamanan
Terdapat nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Nyeri bertambah berat bila
melakukan aktifitas, skala nyeri 6.
4. Oksigenasi
Tidak ada dispnea, wheezing maupun ronkhi, terpasang O 2 3 L / m dengan nasal
kanul.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG tanggal 28 april 2012


Hasil : ST elevasi dan Q patologis
2. Laboratorium darah
a. Tanggal 28 april 2012

Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal


WBC 14.53 uL 4.8-10.8
RBC 36,7 uL M: 4.7-6.1, F: 4.2-
5.4
HGB 4,17 g/dL M: 14-18, F:12-16
HCT 29,6 % M: 42-52, F: 37-47
MCV 88,9 fL 79.0-99.0
MCH 33,1 Pg 27.0-31.0
MCHC 14,1 g/dL 150-450
PLT 276 uL 11.5-14.5
RDW-DV 107 fL 35-47
PDW 29 fL 9.0-13.0
MPV 1,13 Fl 7.2-11.1
P-LCR 138 % 15.0-25.0

b. Tanggal 28 maret 2012


Kimia Klinik Profile Lemak
CK-MB : 97* Kolestrol total
: 154
Gula Darah Trigeserida : 92
GDS : 76 Fungsi Liver
Fungsi Ginjal AST (SGOT) :446*
Ureum : 24 ALT (SGPT) 188*:
Kratinin : 1.35
Elektrolit
Natrium (Na) : 134*
Kalium (K) : 4.5
Klorida (Cl) : 97
c. Pemeriksaan tanggal 4 april 2012
Elektrolit
Natrium (Na) : 132*
kalium (K) : 3.2*
Klorida (Cl) : 93*
d. Pemeriksaan Radiologi 28 april 2012
Kesan : Cardiomegali dengan tanda –tanda oedema pulmonal.
e. Terapi
Terapi obat tanggal 4 april 2012
Aspelet : 1x1 Methioson : 3x1
KSR : 4x1 Laxadin : 3x1c
Vaclon :1x1 Clopomin : drip 0.9 6mcg.
Diqosin : 1x1 Azp : 3x5mg
terapi obat tanggal 5 april 2012
Aspilet : 1x1 Diazepam : 2x1
KSR : 4x1 Diqoxin : 1x1
Vaclon : 1x1 Methioson : 3x1
Laxadin : 3x1 Cairan Infus RL 20 x/menit

ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds: Iskemia otot jantung Nyeri
Klien mengeluh nyeri
dada kiri seperti ditekan
dan nyeri ulu hati dengan
skala nyeri 6 (rentang 0–
10 )
Do:
- Ekspresi wajah tegang
- Klien tampak meringis
kesakitan menahan sakit
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
2. Ds : Penurunan kontraktilitas Penurunan curah
Klien mengatakan miokard jantung
badannya terasa lemes
dan mudah capek
Do:
- EKG : ST elevasi dan Q
patologis
- Klien tampak lemah
- TD : 146 / 95 mmHg
Nadi : 97 x/menit
Cardiomegali

3. Ds: Ketidakseimbangan Intoleransi aktifitas


Klien mengatakan dada antara suplai oksigen
kiri terasa sakit dan miokard dan kebutuhan
badannya terasa lemah tubuh
Do:
- Klien tampak lemah
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- ADL dibantu keluarga
dan perawat

2. Diagnosa
Ø Definisi diagnosa keperawatan
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992)
mendefinisikan diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup
klien, keluarga, dan respon komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai
masalah kesehatan dalam proses kehidupan. Diagnosa keperawatan yang muncul
adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
oksigen miokard dan kebutuhan tubuh
3. Resiko tinggi Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas dan pembesaran jantung atau penurunan COP

PERENCANAAN

NO TUJUAN –KRITERIA INTERVENSI


DP HASIL
1. Nyeri hilang / berkurang Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
setelah dilakukan tindakan Kaji tingkat nyeri klien ( kwalitas, durasi, skala )
keperawatan selama 2 x 24 Ajarkan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang
jam dengan kriteria hasil : dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
Pasien mengatakan nyeri Monitor TTV tiap jam
hilang / berkurang Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan
Ekspresi wajah rilex membatasi pengunjung
Skala nyeri 0-3 Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
TTV dalam batas normal : Kolaborasi pemberian )ksigen
Ø TD : 120/ 80 mmHg
Ø Nadi : 60 – 100 x/menit
Ø RR : 16 – 24 x/menit
Ø Suhu : 36-37 oC
2. Klien mampu catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan
mendemonstrasikan darah, sebelum, selama dan sesudah aktifitas
peningkatan toleransi aktifitas batasi aktifitas saat nyeri
setelah dilakukan tindakan berikan aktifitas senggang yang tidak berat
keperawatan selama 2 x 24 jam anjurkan klien menghindari tekanan abdomen
dengan kriteria hasil : ( mengejan ) saat defekasi
-TTV dalam batas normal kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukkan tidak
Ø TD : 120/ 80 mmHg toleransi terhadap aktifitas
Ø Nadi : 60 – 100 x/menit evaluasi EKG setiap hari
Ø RR : 16 – 24 x/menit kolaborasi : rujuk ke program rehabilitasi jantung
Ø Suhu : 36-37 oC
akral hangat
melaporkan tidak adanya nyeri
dada / nyeri dada terkontrol
3. Tidak terjadi penurunan curah Kaji ulang TTV tiap jam
jantung setelah dilakukan Kaji ulang adanya sianosis, akral dingin
tindakan keperawatan selama 2 Anjurkan klien untuk istirahat
x 24 jam dengan kriteria hasil : Batasi aktifitas klien
- EKG : NSR Berikan makanan sesuai diitnya
- TD : 120/ 80 mmHg Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
- Nadi : 60 – 100 x/menit Kolaborasi pemberian oksigen
- RR : 16 – 24 x/menit
- Urin : 0,5 – 1 cc/ jam
- Tidak ada sianosis
- Akral hangat

CATATAN KEPERAWATAN
NO TGL IMPLEMENTASI-RESPON EVALUASI TTD
DX /JAM
1 4/4/2012 - Memonitor TTV Jam 13.30
8.00 Respon : S : Klien mengatakan
TD : 146/95 mmHg nyeri berkurang
HR : 97 x/menit dengan skala nyeri
RR : 20 x/menit 4
Suhu : 36,4 oC O:
8.05 - Mempertahankan tirah baring Ekspresi wajah
Respon : rileks
8.10 - Mengajarkan tehnik relaksasi Klien tidak
dengan tarik nafas panjang dan merintih kesakitan
mengeluarkannya pelan-pelan TD : 148/90
melalui mulut mmHg
Respon : klien mampu N : 88 x/menit
melakukan tehnik relaksasai A: masalah teratasi
8.15 dengan benar sebagian
- Mempertahankan O2 nasal kanulP : Lanjutkan
3 Liter/menit intervensi
8.20 Respon : Aliran oksigen lancar Observasi TTV
- Mengkaji adanya nyeri tiap jam
Respon : Nyeri dada kiri dengan Ajarkan tehnik
8.30 skala nyeri 5 relaksasi
- Memberikan obat diazepam 5 Berikan obat
mg sesuai indikasi
10.00 Respon : obat diminum klien
setelah makan
- Menciptakan suasana tenang
Respon : pengunjung
bergantian dan tidak berkunjung
saat klien istirahat / tidur
2 4/4/2012 - Menganjurkan klien unutk jam 13.30 :
8.50 membatasi aktifitas dan
S : klien mengatakan
melakukan aktifitas sesuai lemes badannya
kemampuan berkurang
Respon : klien kooperatif dan O :
8.55 bersedia memenuhi anjuran Klien tampak lebih
perawat segar
- Menciptakan suasana yang tenag Klien bedrest
dengan membatasi pengunjung Terpasang O2 3
9.00 Respon : keluarga dapat L/m
memenuhi anjuran dari perawat Terpasang infus
- Menganjurkan klien untuk RL di tangan kiri
menghindari mengejan saat BAB TD 148/90 mmHg
9.05 Respon : klien dapat memahami Nadi 88 x / menit
saran dari perawat A: Masalah teratasi
9.10 - Memberikan laxadin 1 sendok teh sebagian
Respon : obat telah diminum P: Lanjutkan
klien intervensi
- Membantu klien BAK dengan Bantu klien dalam
urinal diatas tempat tidur AKS
Respon : klien BAK dengan Monitor TTV tiap
12.00 urinal diatas tempat tidur, urin jam
100 cc, warna kuning transparan
- Membantu klien makan di atas
tempat tidur ( menyuapi )
Respon : klien menghabiskan 1
porsi makanan yang disediakan
sesuai diitnya
- memberikan obat aspilet, vacloh,
digoxin, dopamine masuk melalui
IV perbolus 0.96 mcg/dl 50cc
3 4/4/2012 - Mengkaji adanya sianosis, akral Jam 13.30
8.30 dingin S:
Respon : tidak ada sianosis, akral klien mengatakan
9.00 hangat lemes badannya
Memonitor TTV berkurang
Respon : O:
TD : 150/124 mmHg - Klien tampak lebih
HR : 92 x/menit segar
RR : 18 x/menit - Klien bedrest
9.15 Suhu : 36,3 oC - EKG : ST elevasi,
Menganjurkan klien untuk Q patologis
banyak istirahat TD : 148/90
Respon : klien dapat memahami mmHg
12.00 saran dari perawat N : 88 x/menit
Memberikan klien makanan - Sesak nafas
sesuai diitnya berkurang
Respon : klien makan 1 porsi - RR 24x/mnt
makanan yang dihidangkan sesuai - Nafas cepat dan
12.05 diitnya dangkal, irama
Memberikan obat, Diazepam 5 teratur
mg, - TD 140 / 90
mmHg
- Nadi 120x/menit
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan
intervensi :
observasi TTV tiap
jam
1 5/4/2012 - Mengkaji adanya nyeri Jam 13.30
07.00 Respon : Nyeri dada kiri denganS: Klien mengatakan
skala nyeri 5 sudah tidak nyeri
07.05 - Mengajarkan tehnik relaksasi lagi
dengan tarik nafas panjang dan O :
mengeluarkannya pelan-pelan Ekspresi wajah
melalui mulut rileks
Respon : klien mampu Klien tidak
melakukan tehnik relaksasai merintih kesakitan
07.10 dengan benar TD: 120/80
- Mempertahankan O2 nasal kanul mmHg
3 Liter/menit N : 80 x /menit
07.15 Respon : Aliran oksigen lancar A: masalah teratasi
- Mempertahankan tirah baring P: Pertahankan
08.00 Respon : klien bedrest intervensi
- Memonitor TTV Observasi TTV
Respon : tiap jam
TD : 130/90 mmHg Ajarkan tehnik
HR : 84 x /menit relaksasi
RR : 18 x /menit Berikan obat
08.15 Suhu : 36,1 oC sesuai indikasi
- Memberikan Diazepam 1 c
Respon : obat diminum klien
10.00 setelah makan
- Menciptakan suasana tenang
Respon : pengunjung bergantian
dan tidak berkunjung saat klien
istirahat / tidur
2 5/4/2012 Memonitor TTV Jam 13.30
8.00 Respon : S: klien mengatakan
TD : 130/90 mmHg badannya sudah
HR : 84 x/menit tidak lemes lagi
RR : 18 x/menit O:
Suhu : 36,3 oC Klien tampak
8.15 - Mengkaji adanya sianosis, akral segar
dingin Klien bedrest
Respon : tidak ada sianosis, akral EKG : ST elevasi,
8.30 hangat Q patologis
Memberikan klien makanan TD : 120/80
12.00 sesuai diitnya mmHg
Respon : klien makan 1 porsi N : 80 x/menit
makanan yang dihidangkan sesuai
A : masalah teratasi
diitnya Tidak terjadi
Memberikan obat Aspilet, penurunan curah
Diazepam 5 mg, KSR, Vacloh, jantung
Digoxin, methioson, P: pertahankan
Respon : obat telah diminum intervensi :
klien - observasi TTV tiap
Menganjurkan klien untuk jam
banyak istirahat
Respon : klien dapat memahami
saran dari perawat
3 5/4/2012 - Menganjurkan klien untuk
jam 13.30 :
07.00 menghindari mengejan saat BABS: klien mengatakan
Respon : klien dapat memahami badannya tidak
saran dari perawat lemas lagi
8.00 - Membantu klien BAK dengan
O:
urinal diatas tempat tidur Klien tampak
Respon : klien BAK dengan segar
urinal diatas tempat tidur, urin Klien bedrest
100 cc, warna kuning transparan Terpasang O2 3
9.00 - Membantu klien makan di atas L/m
tempat tidur (menyuapi) Terpasang infus
Respon : klien menghabiskan 1 RL di tangan kiri
porsi makanan yang disediakan TD 120/80 mmHg
sesuai diitnya Nadi 80 x / menit
9.15 - Pemberian obat laxadin 1c A: Masalah teratasi
10.00 Respon : obat masuk per oral P: Pertahankan
- Menciptakan suasana yang intervensi
tenang dengan membatasi Bantu klien dalam
pengunjung AKS
Respon : keluarga dapat Monitor TTV tiap
memenuhi anjuran dari perawat jam

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan
penurunan secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya
peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang
cukup.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya
Nyeri dada yang tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa
semakin berat sampai tidak tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa
menyebar kebahu dan lengan dan biasanya lengan kiri. Dan menetap selama
berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun
nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat, berkeringat
dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah, dan kebanyakan dari penderita
AMI/STEMI akan mengalami kematian.

B. Saran
Semoga apa yang kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan sebagai masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
lebih baik bagi pasien. Kelompok sadar bahwa pembuatan makalah ini masih jauh
dari sempurna sehingga kelompok berharap agar makalah ini menjadi motivasi
bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik sehingga menambah
wawasan bagi semua. Kelompok juga berharap agar aplikasi perawatan pasien
dengan Akut Limb Iskemi dapat di laksanakan sesuai dengan tata laksana dalam
perawatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada


Praktik Klinis. Edisi 9
. Jakarta: EGC
Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute
MyocardialInfarction;Harrison’s Principles
of Medicine 15th edition, page 1-17
Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar
Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal 173-181
. Jakarta: Universitas Indonesia
Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek . Jakarta: FK
UkridaSudiarto’s handout. 2011. Acut Coronary Syndrome
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000195.htmhttp://www.escardio
.org/guidelines-surveys/escguidelines/GuidelinesDocuments/guidelines-AMI-
FT.pdf

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) IMA STEMI


BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penyakit jantung merupakan salah satu penyebab kematian yang utama. Banyak
pasien yang mangalami kematian akibat penyakit jantung. Penanganan yang salah
dan kurang cepat serta cermat adalah salah satu penyebab kematian.

Infark miokard akut merupakan penyebab kematian utama bagi laki-laki dan
perempuan di USA. Diperkirakan lebih dari 1 juta orang menderita infark
miokard setiap tahunnya dan lebih dari 600 orang meninggal akibat penyakit ini.

Masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang rendah membuat mereka salah


untuk pengambilan keputusan penangan utama. Sehingga menyebabkan
keterlambatan untuk ditangani. Hal ini yang sering menyebabkan kematian.

Berbagai penelitian standar terapi trombolitik secara besar-besaran telah


dipublikasikan untuk infark miokard akut (IMA) dengan harapan memperoleh
hasil optimal dalam reperfusi koroner maupun stabilisasi koroner setelah iskemia.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa definisi dari STEMI.

1.2.2 Apa etiologi dari STEMI.

1.2.3 Apa manifestasi klinis dari STEMI.

1.2.4 Apa penatalaksanaan dari STEMI.

1.2.5 Bagaimana pathofisiologi dari STEMI.

1.2.6 BagaimanaWeb of Cause dari STEMI.

1.2.7 Bagaimana Askep pada STEMI.

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari STEMI.

1.3.2 Untuk mengetahui etiologi dari STEMI.

1.3.3 Untuk mengetahui manifestasi klinis dari STEMI.

1.3.4 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari STEMI.


1.3.5 Untuk mengetahui pathofisiologi dari STEMI.

1.3.6 Untuk mengetahui Web of Cause dari STEMI.

1.3.7 Untuk mengetahui Askep dari STEMI.

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan


membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan system pernafasan
dengan penyakit asma, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses
keperawatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di
Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian
terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup
pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo,
2006).

IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)


merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sudoyo, 2006).

2.2 Etiologi

STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi dan akumulasi lipid.

2.3 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya
tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid.

Gambar 2.3.1: Sindrom Koroner akut (Dikutip dari Antman)

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung
mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid
(lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich
red trombus, yang dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon
terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIB/IIIA. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von
Willebrand (vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent
yang dapat mengikat dua platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan
ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi
thrombin, yang kemudian menkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner
yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme
koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.

Gambar 2.3.2 Pembentukan Trombus

2.4 Manifestasi Klinis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika
dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya
berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark
miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi, diabetes
militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner pada
keluarga.

1. Nyeri Dada

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan
tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau
yang salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.

Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini
merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina
sebagai berikut:

1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.

2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir.

3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang


bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan


sesudah makan.

6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat


dingin, cemas dan lemas.

Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,
diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada tidak
selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada
diabetes militus dan usia lanjut.

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30
menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat
pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis
(takikardi dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi fentrikular adalah S4
dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistlik apical
yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu
pertama pasca STEMI.

Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada


yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,
memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak
perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA,
prinsip utama Penatalaksanaan adalah time is muscle.

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera
dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan
senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan
gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi perfusi. JIka pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG
serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara
continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk
mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami


evlolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q.
Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut
biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada bagian
pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut
infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard
miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara
segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran
patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminology
IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana


pasien STEMI namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.

1. Petanda (Biomarker) Kerusakan Jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac


specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai
enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
1. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari.
Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan
CKMB.

2. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat
setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24
jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I
setelah 5-10 hari.

2. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

1. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai


puncak dalam 4-8 jam.

2. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal
dalam 3-4 hari.

3. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada


infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14
hari.

Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung


pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th
percentile kelompok control tanpa STEMI.

Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis polimorfonuklear


yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-
7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.

2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag
ataupun konsesus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).

Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan, pemberian
antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003.
Walaupun demikian perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat
masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada (khususnya di bidang
kardiologi Intervensi).

1. Tatalaksana Awal
2. Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi


umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump
failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam
pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai
STEMI antara lain:

1. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan


medis.

2. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan


tindakan resusitasi.

3. Transportasi pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas


ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

4. Melakukan terapi perfusi.

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan


selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri
dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di
tanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional
kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini.

Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana
STEMI dan kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada
pemberian terapi. Di Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini
belum bisa dilakukan.

Panel A: Pasien dibawa oleh EMS setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada
pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi farmakologis (fibrinolisis) atau
pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini bervariasi tergantung
cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran adalah
waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari
kasus ke kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120 menit.
Terdapat 3 kemungkinan:

1. JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan


pasien memennuhi syarat tetapi, fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai
dalam 30 menit sejak EMS tiba.

2. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah


sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang tak tersedia sarana PCI,
hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang
mempunyai indikasi fibrinolitik.

3. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah


sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-
to-balloon time harus dalam waktu 90 menit.

1. Tatalaksana di Ruang Emergensi

Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup:


mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

1. Tatalaksana Umum

 Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.

 Nitrogliserin (NTG)

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.

Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada
EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.

 Mengurangi/menghilangkan nyeri dada

Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri


dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan
meningkatkan beban jantung.

 Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena
dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat
diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan
cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik
yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien
dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian
atropine 0,5 mgIV.

 Aspirin

Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan


efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

 Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.

 Terapi Reperfusi

Reperfusi dini akan memeperpendek lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat


disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.

Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.

1. i. SELEKSI STRATEGI REPERFUSI

Beberapa hal haru dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara
lain:

1. Waktu onset gejala


Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas
infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan
thrombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) terkadang menghentikan
infark miokard dan secara dramatis menurunkan angka kematian.

Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi


paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI.
Beberapa laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu
terhadapa laju mortalitas jika PCI dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah
gejala.

The Task Force on the Management of Acute Myocardial Infraction of the


European Society of Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target
medical contact-to-balloon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit.

1. Risiko STEMI

Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko
mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat
tinggi, seperti pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi
PCI lebih baik.

1. Risiko Perdarahan

Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika
terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko
perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI.
Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan mafaat dan risiko.

1. Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI

Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah PCI


dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian
menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end
point kematian, infark miokard rekuren non fatal atau strok dianalisis, superioritas
PCI terutama dalam hal penurunan laju infark miokard non fatal berkurang.

Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI:

Langkah 1: Nilai waktu dan risiko

1. Waktu sejak onset gejala

2. Risiko STEMI

3. Risiko fibrinolisis
4. Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI
yang mampu

Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai. Jika
presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive,
tidak ada preferensi untuk strategi lain.

Fibinolisis umumnya lebih disukai jika:

1. Presentasi awal <3 jam atau kurang dari onset gejala dan
keterlambatan ke strategi invasive.

2. Strategi invasive bukan merupakan pilihan.

3. Laboratorium kateterisasi belum tersedia

4. Kesulitan akses vascular.

5. Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu.

6. Terlambat untuk strategi invasive:

- Transport jauh

- (Door-to-balloon)-(Door-to-needle) time lebih dari 1 jm

- Medical contact-to-balloon atau door-to-balloon time lebih dari 90 menit.

Strategi invasive umumnya lebih disukai jika:

1. Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical


medical contact to balloon atau door to ballon time <90 menit. (Door to
ballon)-(Door to needle) time <1 jam.

2. Risiko tinggi STEMI

- Syok kardiogenik

- Klas Killip lebih atau sama dengan 3

1. Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk meningkatnya risiko


perdarahan dan perdarahan intracranial.

2. Presentasi terlambat. Onset gejala > 3 jam yang lalu.


3. Diagnosis STEMI tidak yakin.

4. ii. PERCUTANEOUS CORONARY


INTERVENTION (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa


didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard
akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner
yang teroklusi dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka
panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika
terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan
lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.

1. iii. REPERFUSI FARMAKOLOGIS

Fibinolisis

Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah
restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik
antara lain: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK)
dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan thrombus fibrin.
Terdapat 2 kelompok yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin
seperti streptokinase.

Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat (culprit)
digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in
myocardial infarction (TIMI) grading system:

1. Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri


yang terkena infark.

2. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati


titik obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.

3. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke


bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri
normal.

4. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami


infark dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan
laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang.

Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit


sampai 50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat
ini dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungna menit dan pasien yang
mendapat terapi dalam 1-3 Jm onset gejala akan mendapat manfaat yang terbaik.
Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat pada banyak
pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat nampaknya masih ada
samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih tetap
elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan gelombang Q yang baru.
Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara
umum merupakan strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam
pertama gejala, jika perhatian pada masalah logistic seperti transportasi pasien ke
pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam
antara waktu trombolisis dapat dimulai dibandingkan implementasi PCI.

tPA dan activator plasminogen spesifik fibrin lain seperti rPA dan TNK lebih
efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner
TIMI grade 3 dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.

1. iv. OBAT FIBRINOLITIK

2. Streptokinase (SK)

Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan
SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibody.
Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah
dan insiden perdarahan intracranial yang rendah, manfaat pertama
diperlihatkanpada GISSI-1 trial.

1. Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase)

GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada


pasien yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal
daripada SK dan risiko perdarahan intracranial sedikit lebih tinggi.

1. Reteplase (Retevase)

INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebvanding SK dan sebanding


tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu paruh
yang lebih panjang.

1. Tenekteplase (TNKase)
Keuntungan mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi
terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). LAporan awal dari TIMI 10B
menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi
perdarahanyang sama dibandingkan tPA.

Indikasi Terapi Fibrinolitik:

1. Klas I

1. Jika tidak ada kontraindikasi terapi fibrinolitik harus


dilakukan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan
elevasi ST>0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan
ekstremitas.

2. Jika tidak ada kontaindikasi, terapi fibrinolitik harus


diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam dan
LBBB baru atau diduga baru.

3. Klas II a

1. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan


pemberian terapi fibrinolitik pada pasien STEMI dengan
onset gejala <12 jam dan EKG 12 sadapan konsisten
dengan infark miokard posterior.

2. Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan


pemberian terapi fibrinolitik pada pasien dengan gejala
STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami
gejala iskemik yang terus berlanjaut dan elevasi ST 0,1 mV
pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan
ekstremitas.

3. Trombolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi


nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit
pemberian trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan
hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca CABG
dating dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai
adalah percutaneous coronary intervention (PCI).

C. Tatalaksana di Rumah Sakit

1. ICCU

1. Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama.

2. Diet. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah


infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan
mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak <30% kalori
total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus
diperkaya dengan makanan yang kaya serat kalium, magnesium
dan rendah natrium.

3. Bowels. Istirahat di tempat tidur dan efek penggunaan


narkotik untuk menghilangkan nyeri sering mengakibatkan
konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di amping tempat
tidur, diet tinggi serat dan penggunaan pencahar ringna secara rutin
seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).

4. Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk


mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5
mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3
atau 4 kali sehari biasanya efektif.

5. i. TERAPI FARMAKOLOGIS

6. Antitrombotik

Penggunaan terapi antilatetlet dan antitrombin selama fase awal STEMI


berdasarkan bukti klinis dan laboratories bahwa thrombosis mempunyai peran
penting dalam pathogenesis. Tujuan primer pengobatan adalah untuk
mementapkan dan memepertahankan potensi arteri kororner yang terkait infark.
Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin
merupakan antiplatelet standar pada STEMI dapat dilihat pada Antiplatelets
Trialists Collaboration. Data dari hampir 20.000 pasien dengan infark miokard
yang berasal dari 15 randomised trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan
relative laju mortalitas sebesar 27% dari 14,2% pada kelompok control
dibandingkan 10,4% pada pasien yang mendapat antiplatelet. PAda penelitian
ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vascular sebesar 23% dan infark
nonfatal sebesar 49%.

Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi


thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting. Hasilnya
menunjukkan penurunan kematian, reinfark atau revaskularisasi segera dan 20
hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stent.

Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah


infractionated heparin. Pemberian UFHIV segera sebagai tambahan terapi
regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK)
membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankanpatensi arteri
yang terkait infark. Dosis yang direkomendasi adlah bolus 60U/kg (maksimum
4000U) dilanjutkan infuse inisial 12U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).
Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai
1,5-2 kali.
Antikoagulan alternative pada pasien STEMI adalah low molecular weight
heparin (LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase
dosis penuh memperbaiki mortalitas reinfark di Rumah Sakit dan iskemik
refrakter di Rumah Sakit.

Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau
fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru terapeutik penuh (UFH
atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 bulan.

1. Penyekat Beta

Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi menjadi: yang terjadi
segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang
jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian
penyekat beta akut IV memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen
miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnnya infark dan menurunkan risiko
kejadian aritmia ventrikel yang serius.

Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien
termasuk yang mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan
kontraindikasi (pasien dengan gagl jantung atau fungsi sistolik kiri sangat
menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat asma).

1. Inhibitor ACE

Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap


mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian
SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas.
Manfaat maksimal tampak pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut
atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri
menurun global). Namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek terjadi jika
inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan haemodinamik stabil pada
STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg. Mekanisme yang
mengakibatkan mekanisme remodeling ventrikel pasca infark berulang juga leibh
rendah pada pasien yang mnedapat inhibitor ACE menahun pasca infark.

Inhibitor ACE harus diberikan dalam 2 jam pertama pasien STEMI. Pemberian
inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal
jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan
fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan dinding
global atau pasien hipertensif. Penelitian klkinis dalam tatalaksana pasien gagal
jantung termasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan
bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien
dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran
terhadapa ACE inhibitor.

2.7 Algoritma STEMI


Klien merasakan nyeri dada akibat iskemia

Lakukan penanganan :

1. Monitor ABCs klien, persiapkan untuk melakukan CPR dan


defibrilasi

2. Beri oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan

3. Jika tersedia lakukan perekaman EKG lead 12. Jika ada elevasi
ST :

- segera hubungi rumah sakit terdekat

- mulai untuk memeriksa fibrilasi

1. Rujuk klien ke rumah sakit

Lakukan pemeriksaan ED (<10menit)

1. Periksa tanda-tanda vital. Evaluasi saturasi oksigen

2. Pasang IV line

3. Lakukan pemeriksaan EKG lead 12

4. Evaluasi

5. Lakukan pemeriksaan fibrilasi

6. Lakukan pemeriksaan elektrolit dan koagulasi

7. Lakukan foto thoraks

Lakukan perawatan ED :

1. Beri oksigen 4L/min, pertahankan saturasi >90%

2. Aspirin 160-325 mg (jika tidak diberikan oleh EMS)

3. Nitrogliserin subligual, spray, IV


4. Morfin IV jika nyeri tidak hilang dengan nitrogliserin

2.8 Komplikasi STEMI

1. Disfungsi Ventrikular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera
setetlah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala
dari ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan
hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi
zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan
knsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator
lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitore ACE harus diberikan.

1. Gangguan Hemodinamik

Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah


sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.

c. Komplikasi Mekanik

Ruptur muskulus papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel.


Penatalaksanaan: operasi.

2.8 Prognosis

Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam


bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang
ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini
penting bahwa semua pasien yang menderita serangan jantung secara teratur dan
terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan seperti:
1. ASPIRIN®

2. clopidrogel

3. statin (cholesterol lowering) drugs

4. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan


melindungi otot jantung)

5. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran


darah)

Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa sakit dada
yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung. Bahkan jika
penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung
mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani
serangan jantung adalah untuk mencegah mereka.

Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)

Skor Risiko/Mortalitas 30
Faktor Risiko (Bobot)
hari(%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)

Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6)

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2,2)

Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin) 3 (4,4)

Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4 (7,3)

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4)

Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)

Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)


Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)

Skor risiko = total poin ( 0-14 ) >8 (35,9)

DOWNLOAD : WOC ASKEP IMA STEMI

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Data Demografi/ identitas

1. Nama : Tn. H

2. Umur : 53 Tahun

3. Alamat: Perak 73 Surabaya

4. Keluhan Utama

Rasa tertimpa beban berat pada dada kiri.

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Tn. H datang ke RS dengan keluhan nyeri dada juga dirasakan sangat nyeri
seperti rasa terbakar dan ditindih benda berat. Keluhan dirasakan menjalar ke
lengan kiri tetapi keluhan agak berkurang jika OS istirahat.

paru Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-S2 reguler, cardiomegali (-), bising sistolik
(-), dari pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST elevasi : V1 – V5 , ST
depresed : II, III, AVF, V6

1. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu memiliki penyakit riwayat penyakit hipertensi.

1. Keadaan Umum

1. Suhu : 36,5ºC

2. Nadi : 88x/menit

3. Tekanan Darah: 120/80 mmHg

4. RR : 30x/menit

5. Breathing
Gejala : napas pendek

1. Pemeriksaan fisik :

Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal.

1. Blood
Gejala : penyakit jantung congenital

Tanda : takikardia, disritmia, edema.

1. Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat
oleh inspirasi

Tanda : Gelisah

1. Bowel

Normal

1. Bladder
Normal

2. Bone
Gejala: kelelahan, kelemahan.

Tanda : takikardia, penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas

1. Terapi

Terapi yang diberikan untuk pasien ini berupa O2 3 – 4 liter/menit, posisi ½


duduk, diit jantung I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit, Captopril 3 x 6.25 mg (ACE
inhibitor), Aspilet 2 x 80 mg (anti platelet), ranitidin 2 x 150 mg (antagonis
reseptor H2), Inj, ISDN diberikan secara sub lingual bila dada terasa nyeri
(Vasodilator).

3.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

DS: Klien mengeluh nyeri Vaskularisasi terganggu Nyeri akut


pada bagian anterior,
diperberat oleh inspirasi, i
gerakan menelan.
Aliran darah ke arteri
DO: Gelisah, pucat koronari terganggu

Iskemia

As Laktat

Nyeri akut

DS: Disritmia Kontraktilitas jantung Penurunan Cardiac Output


menurun
DO: riwayat penyakit
jantung konginetal i

Gagal jantung

Penurunan CO

DS: Pasien mengeluh lemah Rupture dalam pembuluh Perubahan perfusi jaringan
karena hipoksia darah
DO: Pasien terlihat lemah i
dan pucat karena O2
jaringan menurun. Obstruksi pembuluh darah

Aliran darah ke jaringan


terganggu

Perubahan perfusi jaringan

DS: Klien mengeluh sesak, Perubahan perfusi jaringan Pola nafas tidak efektif
nafas pendek.
O2 dalam darah menurun
DO: dispnea, inspirasi
mengi, takipnea, i
pernapasan dangkal.
Kongesti pulmonalis

Sesak nafas

Ketidakefektifan pola nafas

DS: Pasien mengeluh lemah Perubahan perfusi jarigan Intoleransi aktivitas

DO:Pasien terlihat lemah i


karena hipoksia
O2 dalam darah menurun

Hipoksia

Kelemahan
i

Intoleransi aktivitas

3.3Diagnosa dan Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.

Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan


nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.

Intervensi :

Intervensi Rasional

Kolaboratif

Berikan obat-obatan sesuai indikasi:

1. Agen non steroid, mis: 1. Dapat menghilangkan nyeri,


indometasin(indocin);, menurunkan respon inflamasi.
ASA(aspirin)
2. Untuk menurunkan demam
2. Antipiretik mis: dan meningkatkan kenyamanan.
ASA/asetaminofen (tylenol)
3. Diberikan untuk gejala yang
3. Steroid lebih berat.

4. Oksigen 3-4 4. Memaksimalkan ketersediaan


liter/menit oksigen untuk menurunkan beban
kerja jantung dan menurunkan
ketidaknyamanan karena iskemia.

Mandiri

1. Selidiki keluhan nyeri 1. Mengetahui lokasi dan


dada, memperhatikan awitan, derajat nyeri. Pada iskemia
faktor pemberat atau penurun miokardium nyeri dapat memburuk
dengan inspirasi dalam, gerakan atau
berbaring dan hilang dengan duduk
tegak atau membungkuk.

2. Memberikan lingkungan
yang tenang dan tidakan
kenyamanan. Mislanya merubah
posisi, menggunakan kompres
hangat, dan menggosok punggung

1. Tindakan ini dapat


meningkatkan kenyamanan
fisik dan emosional pasien.

2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


konstriksi fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.

Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia.


Mengidentifikassi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.

Intervensi :

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Pantau irama dan 1. Takikardia dan disritmia


frekuensi jantung dapat terjadi saat jantung
berupaya untuk meningkatkan
curahnya berespon terhadap
demam. Hipoksia, dan asidosis
karena iskemia.

1. Auskultasi bunyi jantung. 2. Memberikan deteksi dini


Perhatikan jarak / tonus jantung, dari terjadinya komplikasi
murmur, gallop S3 dan S4. misalnya GJK, tamponade
jantung.

3. Menurunkan beban kerja


1. Dorong tirah baring jantung, memaksimalkan curah
dalam posisi semi fowler jantung

2. Berikan tindakan 4. Meningkatkan relaksasi


kenyamanan misalnya perubahan dan mengarahkan kembali
posisi dan gosokan punggung, perhatian
dan aktivitas hiburan dalam
toleransi jantung

3. Dorong penggunaan 1. Perilaku ini dapat


teknik menejemen stress mengontrol ansietas,
misalnya latihan pernapasan dan meningkatkan relaksasi dan
bimbingan imajinasi menurunkan kerja jantung

4. Evaluasi keluhan lelah,


dispnea, palpitasi, nyeri dada
kontinyu. Perhatikan adanya 1. Manifestasi klinis dari
bunyi napas adventisius, demam GJK yang dapat menyertai
endokarditis atau miokarditis

Kolaboratif

1. Berikan oksigen 1. Meningkatkan keseterdian


komplemen oksigen untuk fungsi miokard
dan menurunkan efek metabolism
anaerob,yang terjadi sebagai
akibat dari hipoksia dan asidosis.

2. Dapat diberikan untuk


meningkatkan kontraktilitas
miokard dan menurunkan beban
kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis)
1. Berikan obat – obatan
sesuai dengan indikasi misalnya 3. Diberikan untuk
digitalis, diuretik mengatasi pathogen yang
teridentifikasi, mencegah
kerusakan jantung lebih lanjut.

4. prosedur dapat dilakuan


di tempat tidur untuk
1. Antibiotic/ anti microbial menurunkan tekanan cairan di
IV sekitar jantung.

5. Penggantian katup
mungkin diperlukan untuk
memperbaiki curah jantung

1. Bantu dalam
periokardiosintesis darurat

1. Siapkan pasien untuk


pembedahan bila diindikasikan

3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai


oksegen ke otot.

Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat


secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan
kering, nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.

Intervensi:

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Evaluasi status mental. 1. Indicator yang menunjukkan


Perhatikikan terjadinya embolisasi sistemik pada otak.
hemiparalisis, afasia, kejang,
muntah, peningkatan TD.

2. Selidiki nyeri dada, 2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung


dispnea tiba-tiba yang disertai dan / atau organ vital lain, dapat terjadi
dengan takipnea, nyeri pleuritik, sebagai akibat dari penyakit katup, dan/
sianosis, pucat atau disritmia kronis

3. Dapat mencegah pembentukan atau


migrasi emboli pada pasien endokarditis.
1. Tingkatkan tirah baring Tirah baring lama, membawa resikonya
dengan tepat sendiri tentang terjadinya fenomena
tromboembolic.
4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
aliran balik vena karenanya menurunkan
resiko pembentukan thrombus.

1. Dorong latihan aktif/


bantu dengan rentang gerak
sesuai toleransi.

Kolaborasi Heparin dapat digunakan secara


profilaksis bila pasien memerlukan tirah
Berikan antikoagulan, contoh heparin, baring lama, mengalami sepsis atau
warfarin (coumadin) GJK, dan/atau sebelum/sesudah bedah
penggantian katup.

Catatan : Heparin kontraindikasi pada


perikarditis dan tamponade jantung.
Coumadin adalah obat pilihan untuk
terapi setelah penggantian katup jangka
panjang, atau adanya thrombus perifer.

4.Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan

Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain
dari hipoksia.

Intervensi:

Intervensi Rasional

Mandiri:

1. Evaluasi frekuensi 1. Kecepatan dan upaya


pernafasan dan kedalaman. mungkin meningkat karena nyeri,
Contoh adanya dispnea, takut, demam, penurunan volume
penggunaan otot bantu nafas, sirkulasi, hipoksia atau diatensi
pelebaran nasal. gaster.
2. Sianosis bibir, kuku, atau
daun telinga menunjukkan
1. Lihat kulit dan membran kondisi hipoksia atau komplikasi
mukosa untuk adanya sianosis. paru

3. Merangsang fungsi
pernafasan/ekspansi paru. Efektif
1. Tinggikan kepala tempat pada pencegahan dan perbaikan
tidur letakkan pada posisi duduk kongesti paru.
tinggi atau semifowler.

Kolaborasi:

Berikan tambahan oksigen dengan kanul Meningkatkan pengiriman oksigen ke


atau masker, sesuai indikasi paru untuk kebutuhan sirkulasi
khususnya pada adanya gangguan
ventilasi

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot


miokard, penurunan curah jantung

Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang


pembatasan terapeutik yang diperlukan.

Intervensi:

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji respon pasien 1. Miokarditis


terhadap aktivitas. Perhatikan menyebabkan inflamasi dan
adanya dan perubahan dalam kemungkinan kerusakan sel-sel
keluhan kelemahan, keletihan, dan miokardial, sebagai akibat GJK.
dispnea berkenaan dengan Penurunan pengisian dan curah
aktivitas jantung dapat menyebabkan
pengumpulan cairan dalam
kantung perikardial bila ada
perikarditis. Akhirnya
endikarditis dapat terjadi dengan
disfungsi katup, secara negatif
mempengaruhi curah jantung

2. Membantu derajad
dekompensasi jantung and
pulmonal penurunan TD,
takikardia, disritmia, takipnea
adalah indikasi intoleransi
jantung terhadap aktivitas.

1. Pantau frekuensi dan 3. Demam meningkatkan


irama jantung, tekanan darah, dan kebutuhan dan konsumsi
frekuensi pernapasan sebelum dan oksigen, karenanya
sesudah aktivitas dan selam di meningkatkan beban kerja
perluka jantung, dan menurunkan
toleransi aktivitas
2. Mempertahankan tirah
baring selama periode demam dan 4. Pada saat terjadi
sesuai indikasi. inflamasi klien mungkin dapat
melakukan aktivitas yang
diinginkan, kecuali kerusakan
miokard permanen.
1. Membantu klien dalam
latihan progresif bertahap 5. Ansietas akan terjadi
sesegera mungkin untuk turun dari karena proses inflamasi dan
tempat tidur, mencatat respon nyeri yang di timbulkan.
tanda vital dan toleransi pasien Dikungan diperlukan untuk
pada peningkatan aktivitas mengatasi frustasi terhadap
hospitalisasi.
2. Evaluasi respon emosional

Kolaborasi

Berikan oksigen suplemen Peningkatan ketersediaan oksigen


mengimbangi peningkatan konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktivitas.

1. Kurang pengetahuan kondisi penyakit

Kriteria hasil : menyatakan pemahaman tentang proses inflamasi, kebutuhan


pengobatan dan kemungkinan komplikasi.
Intervensi

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Jelaskan efek inflamasi 1. Untuk bertanggung jawab


pada jantung, ajarkan untuk terhadap kesehatan sendiri,
memperhatikan gejala pasien perlu memahami
sehubungan dengan penyebab khusus, pengobatan,
komplikasi/berulangnya dan dan efek jangka panjang yang
gejala yang dilaporkan dengan diharapkan dari kondisi
segera pada pemberi perawatan inflamasi, sesuai dengan
misalny demam, nyeri, tanda/gejala yang menunjukkan
peningkatan berat badan, kekambuhan/komplikasi
peningkatan toleransi terhadap
aktifitas.

2. Anjurkan pasien/orang 1. Untuk bertanggung jawab


terdekat tentang dosis, tujuan dan terhadap kesehatan sendiri,
efek samping obat: kebutuhan pasien perlu memahami
diet/pertimbangan khusus: penyebab khusus, pengobatan,
aktivitas yang diizinkan/dibatasi dan efek jangka panjang yang
diharapkan dari kondisi
inflamasi, sesuai dengan
tanda/gejala yang menunjukkan
kekambuhan/komplikasi

2. Perawatan di rumah sakit


lama/pemberian antibiotic
1. Kaji ulang perlunya IV/antimicrobial perlu sampai
antibiotic jangka panjang/terapi kultur darah negative/hasil darah
antimikrobial lain menunjukkan tak ada
infeksi.

3. Pemahaman alasan untuk


pengawasan medis dan rencana
untuk/penerimaan tanggung
jawab

1. Tekankan pentingnya
evaluasi perawatan medis teratur.
Anjurkan pasien membuat
perjanjian.
3.4 Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan


dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001). Evaluasi yang
diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999) adalah :

1. Nyeri hilang atau terkontrol

2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

3. Suplai oksigen adekuat.

4. Mengidentifikasi perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.

5. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen


pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Jakarta

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN STEMI


(ST ELEVASI MIOCARDIAK INFARK)
INFARK MIOKARD
1. Definisi
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh
kerusakan aliran darah koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner
(PAK) dengan kerusakan jaringan yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit
dada yang khas: lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat
atau pemberian anti angina ( PKJPDN Harapan Kita, 2001).
2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri
koronaria akibat terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok
atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham:
 Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
 Merokok sigaret : > 20/hari
 Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
 Hipertensi : > 160/90 mmHg
 Gayahidup monoton
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sbb :
 Riwayat penyakit jantung keluarga
 Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
 Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
 Jenis kelamin pria
 Menggunakan kontrasepsi oral
 Menopause
 Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi
3. Tanda dan gejala
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu
desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan
menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher,
rahang, atau bahu kiri.
4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan
seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium
yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen.
Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang
berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar
dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark
subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Daerah lain yang
biasanya terserang infark adalah bagian inferoir, lateral, posterior, dan septum,
infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan
lokasi infark yaitu anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding
ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding
posterior kiri, pada kondisi ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark
tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian
dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan
disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini,
menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan
pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis,
kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan
penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan
yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun,
gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel,
pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume
akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik
ventrikel kiri.
Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :
 Ukuran infark : infark yang melebihi 40 % miokardium berkaitan dengan insiden
syok kardiogenik tinggi.
 Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya
mengurangi fungsi mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
 Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi
miokardium sisanya.
 Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteria yang sudah ada atau melalui
saluran yang baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap iskemia
yang kronik dan hipoperfusi regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju
ke miokardium terancam.
 Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular : mekanisme ini bekerja untuk
mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer.
Kompensasi terhadap infark adalah sebagai berikut :
 Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi.
 Vasokonstriksi umum.
 Retensi natrium dan air.
 Dilatasi ventrikel.
 Hipertropi ventrikel.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan
perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan
menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah
segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk
repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis
terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik,
gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara
elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang T saat
iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan
gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang
T membalik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan
segmen ST kembali normal.
Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard transmural akut :
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF,
terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah
tiap 8 jam selama 1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak
protein terlepas dari bagian dalam sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-
enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase (CK), laktat dehidrogenase
(LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT)
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan
gangguan seperti hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok
jantung.
d. Angiografi
Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang
memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan
pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e. Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold
spot” terjadi pada gambaran yang menunjukan area iskemia.
6. Pengobatan
 Obat anti koagulasi
 Trombolitik
7. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
 Nyeri akut b/d agen injuri fisik
 Intoleransi aktifitas b/d insufisiensi O2
 Cemas b/d ancaman kematian
 PK : Trombosis vena dalam
 PK : Syok kardiogenik
 PK : Gagal jantung kongestif
 PK : IM kambuhan
 PK : Disritmia
Sumber Pustaka
Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa
keperawatan dan masalah kolaboratif, EGC, Jakarta
Ignatavicius D. Donna & Workman L.M, 2002, Medical Sugical Nursing: Critical
Thinking for Collaborative Care, 4th edition, W.B Saunders: Philadelphia
LeMone. Pricilla & Burke M. Karen, 1996, Medical Surgical Critical Thinking in
Clien Care, Addison Wesley Nursing: California
Luckmann & Sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing, 4 th ed, W.B Saunders:
Philadelphia
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC,
Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care,
fifth Edition.
Bahan Kuliah: Manajemen STEMI dan Askep

I. Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)

1. Definisi

STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat

trombus arteri koroner. Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptor plak yang

kemudian di ikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya

terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak.

Infark mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal infrarction =

STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner akut (SKA) yang terdiri dari

angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (ilmu

penyakit dalam, 2006).

2. Etiologi

a. Penyempitan arteri koroner nonsklerolik

b. Penyempitan aterorosklerotik

c. Trombus

d. Plak aterosklerotik

e. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak

f. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium

g. Penurunan darah koroner melalui yang menyempit

h. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur

i. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

3. Gejala klinis
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,

ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang

berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang

menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.

b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.

c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.

d. Bisa atipik:

Pada manula: bisa kolaps atau bingung.

Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa

tanpa disertai nyeri dada.

Sebagian besar pasien memiliki faktor resiko atau penyakit jantung koroner yang

diketahui . 50% tanpa disertai angina.

4. Komplikasi

Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:

a. Disfungsi ventrikuler

Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial

dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non

infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya mendahului

berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca

infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.

Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ; slippage serat otot,

disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.

Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan

penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang


jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,

dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang

mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal

jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi

klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada

pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,

inhibitor ACE harus diberikan.

b. Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian

di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi

yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari

infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di

paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai

kongesti paru.

c. Gagal jantung

d. Syok kardiogenik

e. Perluasan IM

f. Emboli sitemik/pilmonal

g. Perikardiatis

h. Ruptur

i. Ventrikrel

j. Otot papilar

k. Kelainan septal ventrikel


l. Disfungsi katup

m. Aneurisma ventrikel

n. Sindroma infark pascamiokardias

4. Patofisiologi

1. Asuhan keperawatan pada pasien STEMI

a. Pengkajian

1) Identitas pasien

a) Nama:

b) Umur:

c) Alamat:

d) Perkerjaan:

e) Tanggal masuk:

f) Status:

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS; Onset 12 jam

b) Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:

(1) sesak

(2) udema

(3) nyeri dada

c) Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya adakah anggota

keluarganya yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien saat ini. Serta

riwayat peNyakit lainnya seperti:


(1) Darah tinggi

(2) Diabetes

(3) Penyakit jantung

d) Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah mengalami

penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau penyakit lain seperti:

(1) Riwayat asma

(2) Diabetes

(3) Stroke

(4) Gastritis

(5) Alergi

e) Pemeriksaan fisik

(1) Keadaan umum:

(2) Kesadaran:

(3) TTV:

(a) Nadi:

(b) Napas:

(c) Suhu:

(d) Tekanan darah:

(4) Mata: Pupil; Ukuran pupil; Refleks pupil; Konjungtiva.

(5) Hidung:

(a) Deformitas (kelainan bentuk)

(b) sekret

(c) septum nasal

(d) pernapasan cuping hidung


(6) Mulut:

(a) deformitas

(b) stomatitis

(c) caries dentis

(7) Telinga:

(a) Deformitas

(b) serumen

(8) Kepala:

(a) Deformitas

(b) Warna rambut

(c) Kekuatan rambut

(d) Nyeri tekan sinus

(9) Leher:

(a) Letak trakea

(b) kelenjar limfe

(c) nadi karotis

(d) vena jugalar

(e) kelenjar limfe

(10) Kulit:

(a) Warna

(b) Elastisitas

(11) Thorax:

(a) Inspeksi: kesimetrisan

(b) Palpasi: nyeri tekan


(c) Perkusi: bunyi

(d) Auskultasi:

(12) Paru:

(a) Kesimetrisan

(b) bunyi napas vesikuler

(13) Jantung: letak jantung

(14) Abdomen:

(a) kesimetrisan,

(b) nyeri tekan,

(c) massa

f) Pemeriksaan penunjang:

(1) Pemeriksaan Laboratorium

(a) Hematologi: Terjadi peningkatan leukosit

(b) Cardiac enzyms: Terjadi peningkatan enzim

(1) Elektrokardiografi:

(a) Detak jantung ...........

(a) Ekokardiografi: Pergerakan dinding jantung dan struktur jantung.

a) Penatalaksanaan

(1) Syok kardiogenetik

Penatalaksana syok kardiogenetik:

(a) Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok

diberikan norepinefrin.

(b) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin

dosis 5-15 ug/kgBB/menit.


(c) Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan

dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.

(d) Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan

pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam

36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam

syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.

(e) Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik

yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi

trombolisis.

(f) Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok

kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila

sarana tersedia.

(2) Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan

yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda

hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:

(a) Pertahankan preload ventrikel kanan.

(b) Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam

(terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).

(c) Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

(d) Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung

sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon

dengan atropin.

(e) Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.
(f) Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.

(g) Pompa balon intra-aortik.

(h) Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)

(i) Penghambat ACE

(j) Reporfusi

(k) Obat trombolitik

(l) Percutaneous coronari intervention (PCI) primer

(m) Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit

multivesel).

(3) Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel

Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi

tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.

Penatalaksana Takikardia vebtrikel:

(a) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau

menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock

unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan

shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.

(b) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina ,

edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock

synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.

(c) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru

dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
(a)) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 5-10 menit

sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya

dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).

(b)) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis

pemeliharaan 1 mg/kg/jam.

©) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit,

dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus

pemeliharaan 0,5 mg/menit.

(d)) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi

sebelumnya).

Penatalaksana fibrilasi Ventrikel

(a) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock

unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock

kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J ( klas I)

(b) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap

shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan

pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)

b) Riwayat kesehatan lainnya: Perubahan dari sebelum dan sesudah mengalami

penyakit.

(1) Pola eliminasi

(2) Pola nutrisi

(3) Pola aktivitas

(4) Spiritual

(5) Seksual
a. Diagnosa

1) Perubahan pola napas berhubungan dengan infark ditandai dengan sesak.

2) Nyeri berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai dengan

keluhan nyeri dada.

3) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ

ditandai dengan edema.

4) Perubahan pola nutrisi berhubungan dengan kondisi yang mempengaruhi

masukan nutrisi/peningkatan kebutuhan metabolik ditandai dengan kelebihan

berat badan.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas .

6) Ansietas berhubungan dengan ancaman kehilangan/kematian ditandai dengan

ketakutan, gelisah dan perilaku takut.

b. Intervensi

1) Intervensi untuk diagnose gangguan nyeri.

Tujuan: Menyatakan nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil:

(a) Menyatakan nyeri dada terkontrol dalam waktu 3 hari.

(b) Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi dalam waktu 1 hari.

(c) Menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak dalam waktu 3

hari.

Intervensi:
(a) Kaji lokasi, karakter, dura durasi, dan intensitas, nyeri, dengan menggunakan

skala nyeri 0 (tidak nyeri) sampai 10 (nyeri hebat). Kaji gejala berkaitan, seperti

mual dan diaporesis.

(b) Kaji dan catat TD dan FJ dengan episode nyeri. TD dan Fj dapat meningkat

karena randsang simpatis atau menurun karena iskemia dan fungsi jantung

menurun.

(c) Berikan obat nyeri yang diprogramkan (biasanya morfin sulfat): catat kualitas

pengurangan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, dan tentukan interval waktu

danri pemberian sampai penghilangan nyeri.

(d) Tenangkan pasien selama episode nyeri; temani pasien bila mungkin.

(e) Observasi dan laporkan efek samping dari obat nyeri: hipotensi, FP lambat, sulit

miksi.

(f) Berikan O2 sesuai program, biasanya 2-4 L/menit per kanula nasal.

(g) Siapkan pasien untuk pindah UPK. (Unit Perawatan Kritis)

2) Intervensi untuk diagnosa gangguan keseimbangan elektrolit.

Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan dalam 1 hari dibuktikan dengan

TD dalam batas normal.

Kriteria hasil:

(a) Tidak ada distensi vena perifer/vena dan edema dependen

(b) Paru bersih dan berat badan stabil.

(c) Intervensi:

(a) Auskultasi bunyi nafas untuk adanya krekels.

(b) Catat DVJ, adanya edema dependen.


(c) Ukur masukan/haluaran, catat penurunan pengeluaran, sifat konsentrasi. Hitung

keseimbangan cairan.

(d) Timbang berat badan tiap hari.

(e) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskuler.

(f) Berikan diet natrium rendah/minuman.

(g) Berikan diuretic, contoh furosemid (Lazix); hidralazin (Apresoline):

spironolakton dengan hidronolakton (Aldactone).

(h) Pantau kalium sesuai indikasi.

3) Intervensi dari perubahan pola nutrisi:

Tujuan: Meningkatkan nutrisi yang seimbang bagi pasien.

Kriteria hasil: setelah perawatan menyatakan berat badan berkurang dalam waktu

1 minggu.

Intervensi:

(a) Kaji nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat

energy; kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk

makan/anoreksia.

(b) Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat

penerimaan.

(c) Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori

dengan tepat.

(d)Jamin penampungan akurat dari specimen (urine, feses, drainase) untuk

pemeriksaan keseimbangan nitrogen.


(e) Berikan larutan nutrisi pada kecepatan yang dianjurkan melalui alat control infuse

sesuai kebutuhan. Atur kecepatan pemberian per jam sesuai anjuran. Jangan

meningkatkan kecepatan untuk “mencapai”.

(f) Ketahui kandungan elektrolit dari larutan nutrisional.

(g) Jadwalkan aktivitas dengan istirahat. Tingkatkan teknik relaksasi.

4) Intervensi dari intoleransi aktivitas:

5) Tujuan: mendemontrasikan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur.

Kriteria hasil: melaporkan tidak adanya angina/terkontrol dalam rentang waktu

selama pemberian obat.

Intervensi:

(a) Pantau pasien terhadap tanda intolenransi aktivitas, dan minta pasien untuk

merentang aktivitas dan yang diprogramkan.

(b) Mati dan laporkan gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung: TD

menurun, ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, FJ meningkat.

(c) Pantau M & H dan waspadai haluaran urine <30 ml/jam. Auskultasi lapang paru

setiap dua jam terhadap krekels, yang dapat terjadi pada retensi cairan dengan

gagal jantung.

(d)Palpasi nadi perifer pada interval sering. Waspadai ketidakteraturan dan

penurunan amplitude, yang merupakan sinyal gagal jantung.

(e) Berikan O2 dan obat-obatan sesuai program.

(f) Selama periode akut dari curah jantung menurun dan sesuai program, dukung

pasien dalam mempertahankan tirah baring dengan mempertahankan barang-


barang milik pribadi dalam jangkauan, member situasi yang tenang, dan batasi

pengunjung untuk memastikan periode istirahat tanpa gangguan.

(g) Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila ke kamar mandi diizinkan.

(h) Bantu pasien melakukan latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti

ditentukan oleh toleransi aktivitas dan keterbatasan aktivitas. Konsul dengan

dokter tentang tipe dan jumlah latihan di tempat tidur yang dapat dilakukan bila

kondisi pasien membaik.

(i) Bila tepat, ajarkan pasien mengukur FJ sendiri untuk mengukur toleransi latihan.

(j) Pastikan pasien menjalani istirahat tanpa gangguan ≥90 menit. Rencanakan

aktivitas yang sesuai.

6) Intervensi untuk diagnosa ansietas:

7) Tujuan: mengidentifikasi dan mengenal perasaan pasien.

Kriteria hasil: menyatakan penurunan ansietas/takut.

Intervensi:

(a) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman/situasi. Dorong

mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah, kehilangan, takut dll.

(b) Catat adanya kegelisahan, menolak dan menyangkal mengikuti program medis.

(c) Mempertahankan kepercayaan.

(d) Kaji tanda verbal/nonverbal kecemasan dan tinggal dengan pasien. Lakukan

tindakan bila pasien menunjukkan perilaku merusak.

(e) Terima tetapi jangan diberi penguatan terhadap penggunaan penolakan. Hindari

konfrontasi.
(f) Orientasikan pasien atau orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang

di harapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin. Jawab semua pertanyaan secara

nyata. Berikan informasi konsisten; ulangi sesuai indikasi.

(g) Anjurkan pasien atau orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan

seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.

(h) Berikan periode istirahat atau waktu tidur tidak terputus, lingkungan tenang,

dengan tipe kontrol pasien, jumlah rangsangan eksternal.

(i) Dukung kenormalan proses kehilangan, melibatkan waktu yang perlu untuk

penyelesaian.

(j) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

(k) dukung kemandirian, perawatan sendiri dan pembuatan keputusan dalam rencana

pengobatan.

(l) dukung keputusan tentang harapan setelah pulang.

c. Implementasi

Implementasi di lakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien.

d. Evaluasi

Evaluasi di lakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien.

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung


secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif
maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada,
peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga
aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi-oksigen dan mati.2,5

Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG:6


No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V6 dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-
V6 dan inversi gelombang T/elevasi
ST/gelombang Q di I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II,
III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen
ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-
V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-
V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark
inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.

A. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau
sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi
rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology
menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai
vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).2
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat
mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural.namun bisa
juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark
subendokardial.Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi
pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi
infark transmural.Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium
menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit,proses remodeling miokard yang mengalami injury terus berlanjut sampai
beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.7

B. Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan
dan pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas
atau kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan
,tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada
hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrat. 7
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard
berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai.
Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu
beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung.6

C. Faktor Resiko
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
Faktor yang dapat dimodifikasi:
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.8

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah
prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang
interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda
padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan
penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan
akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit,muka pucat,kulit basah dan dingin.Tekanan darah
bisa tinggi,normal atau rendah.Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal,irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard
infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,
dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan
protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III),
myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard.6,7

E. Penatalaksanaan Medis
Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin
cepat tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi
jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu
menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam
yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-
bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan
sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil
ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik,
bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang
kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat
berupa pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent..
Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obat-obat
per infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat
berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke
perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun
tidak sebaik PCI. 5
F. Penatalaksanaan Fisioterapi
Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in
patient, tahap out patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama
fase inpatient, tujuan intervensi fisioterapi adalah mencegah atau menangani
sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan bertujuan untuk mencegah
kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan
bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan
mencakupkan program latihan dan mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar
dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa
dilakukan dengan edukasi dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2
bulan, yang disertai dengan latihan di rumah, atau bisa juga dibuatkan program
latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.
Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah
banyak tersedia. Banyak pasien yang termotivasi untuk melakukan program
latihan bersama pasien jantung lainnya.
Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan
pasien gagal jantung kongestif antara lain:
1. Breathing exercise. Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan
pernafasan, pada kasus ini untuk meningkatkan volume paru selama bed rest,
pemberian breathing exercise dapat memperlancar jalannya pernafasan. Latihan
pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi dari fisioterapis.
Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi
stress,dan ketegangan.
2. Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang
dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau
aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien.
Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot,
memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah
perlengketan jaringan.
3. Active movement, Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh
itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara
reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan
berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti relaksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan ”
pumping action” pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri,
sehingga akan mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional, Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas
kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan sehingga penderita mampu secara
mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
5. Home program education, Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang
kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera ulang atau komplikasi lebih
lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh terapis.
Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan
mengawasi segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi
pengertian juga tentang kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk
menghindari hal-hal yang dapat memperburuk keadaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://sinau-biologi.blogspot.com/2009/04/anatomi-jantung-manusia.html
2. Haq, Nuzulul Zulkarnain. 2011. Askep IMA Stemi, (Online), (http://nuzulul-
fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35460-Kep%20Kardiovaskuler-Askep
%20IMA%20STEMI.html, diakses 23 Mei 2012)
3. Agustina. 2011. ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) pada Laki-Laki 54 Tahun
Memiliki Kebiasaan Minum Alkohol, (Online),
(http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=ST+Elevasi+Miokard+Infark+
%28STEMI%29+pada+Laki-Laki+54+Tahun+Memiliki+Kebiasaan+
+Minum+Alkohol, diakses 23 Mei 2012)
4. http://www.sentra-edukasi.com/2011/07/sistem-fungsi-anatomi-jantung-
manusia.html
5. Paskah, Leonardo. 2008. Mahalnya Serangan Jantung, (Online),
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=9897), diakses 23 Mei
2012.
6. Anonim. Infark Miokard, (Online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter%20II.pdf),
diakses 29 Mei 2012.
7. Sylvana, Fransisca dan Gabriela Da. 2005.Infark Miokard Akut. Skripsi tidak
diterbitkan. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma.
8. Anonim. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-
subagiog2a-5321-2-bab2.pdf), diakses 23 Mei 2012.
9. Keisner, carolin. Cardiac rehabilitation.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
STEMI INFERIOR

November 7, 2012 by semaraputraadjoezt 1 Komentar

Juniartha Semara Putra


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STEMI INFERIOR
DI RUANG ICCU RSUP SANGLAH
TANGGAL 3 NOVEMBER – 5 NOVEMBER2012
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 3 November 2012 pukul 14.00 WITA
di Ruang ICCU RSUP Sanglah. Pengkajian dilakukandengan teknik anamnesa,
observasi, pemeriksaan fisik dan Catatan Medis (CM) pasien.
Tanggal Masuk: 29 Oktober 2012
Ruang : ICCU
No. Kamar :4
No. CM : 01.59.60.45
A. Identitas Pasien Penanggung Jawab
Nama : ‘HS’ : “DH”
Umur : 55 Tahun : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SLTA : Tamat SMA
Pekerjaan : Pegawai Swasta : Pegawai swasta
Agama : Islam : Islam
Status : Sudah Menikah : Sudah menikah
Alamat : Jalan Nangka Gang Turi No.12 Denpasar
Suku Bangsa : Indonesia : Indonesia
Hubungan dengan pasien :- : Saudara
Diagnosa Medis : STEMI Inferior :-
B. Alasan Dirawat
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada dada kiri dan
pasien merasa lemas.
.
C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri dada kiri dan pasien mengeluh lemas sehingga pasien
dibawa ke rumah sakit Sanjiwani Gianyar, dari rumah sakit Sanjiwani Gianyar
pasien kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah di ruang ICCU RSUP Sanglah dengan
diagnosa medis STEMI Inferior dan terapi dari dokter:
a. NS 0,9% 8 tetes/menit
b. Paracetamol 3 x 750 mg
c. ISDN 5 mg (jika perlu)
d. Simvastatin 1 x 20 mg
e. Diazepam 1 x 5 mg
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat hipertensi tetapi belum pernah dirawat dirawat
di rumah sakit sebelumnya
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien dan juga keluarga pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti DM,
hipertensi, dan lainnya.
D. Pengkajian Sistem B6
1. B1 (Breathing)
Saat pengkajian pola ventilasi pasien spontan dan pasien diberikan oksigen
dengan nasal kanul sebanyak 3 liter/menit. Pasien mengatakan mengalami sesak,
pengguanaan otot bantu nafas (+), nafas cuping hidung (+), RR: 28 kali/menit
2. B2 (Blood)
Saat pengkajian terlihat bahwa sirkulasi pasien mengalami peningkatan menjadi
110 x/menit. Tekanan darah berkisar antara 100/70 mmHg. Irama jantung teratur,
tidak terdapat edema pada tubuh, edema (-),.
3. B3 (Brain)
Pasien sempat mengeluh merasakan nyeri dan lemas pada dadanya, skala nyeri 3,
nyeri hilang timbul, nyeri dirasakan seperti ditimpa benda berat. Kesadaran
Compos Mentis, GCS E:4 V:5, M:6 , reflek fisiologis normal, panca indra
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan) normal,
kejang (-).
4. B4 (Bladder)
Saat pengkajian pasien terpasang urine kateter yang terfiksasi di paha kanan,
kateter terpasang 30 November 2012. Saat pengkajian pasien BAK tidak
merasakan nyeri. CM-CK: 1500 ml-1000ml, bau kencing has amoniak, warna
kuning terang, frekuensi kencing 5-6 kali/hari.
5. B5 (Bowel)
Saat pengkajian pasien sudah makan siang, mampu menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan dan minum air putih sebanyak 1500 ml. Pasien tidak
ada mengeluh mual ataupun muntah. Mukosa bibir lembab, bibir simetris, rongga
mulut bersih. Saat pengkajian pasien mengatakan tidak ada keluhan BAB.
6. B6 (Bone)
Suhu tubuh pasien saat pengkajian 360C, bentuk ekstermitas normal (kanan dan
kiri simetris). Bentuk vertebra normal, gerakan sendi baik. Pasien bisa miring kiri
miring kanan. Kulit bersih, tidak ada sianosis (-), akral hangat (+). Tidak ada
fraktur/kontraktur sendi dan otot. Kemampuan pergerakan sendi terbatas dan
kekuatan otot menurun karena kondisi pasien lemah. ADL pasien dibantu
sebagian.
E. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Warna Kulit : Sawo matang
2. Gejala Kardinal
Nadi : 110 x permenit
Suhu : 36oc
Pernapasan : 28 x permenit
Tekanan darah : 100/70mmHg
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut dan kulit kepala bersih. Rambut berwarna putih, tidak terdapat lesi dan
nyeri tekan pada kepala.
b. Mata
Mata isocore, reflek pupil baik +/+ dengan ukuran 3/3, konjungtiva merah muda.
Sklera berwana putih.
c. Hidung
Pernafasan pasien spontan. Bentuk hidung simetris tidak adanya sekret. Ada nafas
cuping hidung dengan pasien terpasang nasal kanul O2 dengan 3 liter/menit. Pasien
merasa sesak.
d. Muka/wajah
Bentuk wajah simetris, tidak ada lesi, tidak ada edema.
e. Gigi dan mulut
Keadaan gigi lengkap dan baik. Mukosa bibir lembab.
f. Leher
Bentuk leher normal, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun bendungan
vena jugularis.
g. Thorax
Bentuk normal, pergerakan dada simetris, terasa nyeri pada dada bagian pada
bagian kiri, nyeri seperti tertimpa benda berat, skala nyeri 3 dari rentang (0-10).
Gerakan dada teratur, tidak ada benjolan dan tidak terdapat lesi.
h. Abdomen
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak kembung
i. Ekstremitas
- Atas : Terpasang IVRL di tangan kiri, kulit tampak kemerahan pada bagian bekas
penusukan jarum. Tidak ada edema (-), ekstermitas atas hangat (+).
- Bawah : Tidak terdapat varises, tidak ada edema (-), ekstermitas bawah hangat
(+). Terfiksasi kateter pada paha kiri.
j. Genetalia : Tidak terkaji
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29Oktober 2012
No. Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan Remaks
1 PT 13,60 Detik Normal=Perbedaan
dengan control <2
detik
2 INR 0,99 - 0,90-1,10 Tinggi
3 Control RT 11,20 Detik
4 APTT 43,10 Detik Normal=Perbedaan
dengan control <7
detik
5 Kontrol 35,00 Detik
APTT
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Analisa Data
No Data Standar Normal Masalah
Keperawatan
1 ü Tidak ada keluhan
DS : pasien mengeluh Nyeri Akut
nyeri pada dada kiri, nyeri pada dada
nyeri yang dirasakan kiri
ü Tidak meringis
seperti tertekan benda
berat. ü Skala nyeri 0 dari
DO : skala0-10 yang
ü Pasien tampak sedikit diberikan
meringis ü N: 60-90 kali/menit
ü Skala nyeri 3 dari
skala 0-10 yang
diberikan
ü Nadi: 110 x permenit
2 DS : ü Pasien tidak sesak
Pasien Ketidakefektifan Pola
mengatakan ü Penggunaan O2 (-)
sesak Nafas
nafas, ü RR: 20 kali/menit
DO : ü Pernafasan cuping
ü Penggunaan O2 (+) hidung (-)
sebanyak 3 liter/menitü Penggunaan otot
ü RR: 28 kali/menit bantu nafas (-)
ü Pernafasan cuping
hidung (+)
ü Penggunaan otot bantu
nafas (+)

3 DS: ü Pasien tidak lemas


Pasien Intoleransi Aktivitas
ü
mengatakan tubuhnya Pasien mampu
lemas beraktivitas
DO: pasien ü
hanya Nadi: 60-90
berbaring ditempat kali/menit
tidur., Nadi : 110 x /
menit
B. Analisa Masalah
1. P : Nyeri Akut
E : Iskemia dan Infark Jaringan Miokard
S : Pasien mengeluh nyeri pada dada kiri, nyeri yang dirasakan seperti tertekan benda
berat, pasien tampak sedikit meringis, skala nyeri 3 dari skala 0-10 yang
diberikan, nadi: 110x permenit
Proses terjadinya: menurunya aliran darah koroner akibat pembentukan thrombus menyebabkan
kematian jaringan sehingga jaringan tersebut menjadi nekrosis yang berakibat
timbulnya rasa nyeri
Akibat jika tidak ditanggulangi: Terjadi syok neurogenik
2. P : Ketidakefektifan Pola Nafas
E : Infark
S : Pasien mengatakan sesak nafas, penggunaan O2 (+) sebanyak 3 liter/menit, RR: 28
kali/menit, pernafasan cuping hidung (+), penggunaan otot bantu nafas (+)
Proses terjadinya: meningkatnya kebutuhan O2 untuk menyuplai O2 ke jaringan mengakibatkan
terjadinya takipneu sehingga pola nafas pasien tidak efektif
tidak ditanggulangi : Pasien akan mengalami apnue (henti nafas).
3. P: Intoleransi Aktivitas
E: Adanya Iskemik Jaringan Miokard
S: Pasien mengatakan tubuhnya lemas, pasien hanya berbaring ditempat tidur, Nadi :
110 x / menit
Proses terjadinya: menurunya aliran darah koroner mengakibatkan penurunan aliran darah sehingga
O2 ke jaringan menurun/hipoksia yang berakibat kelemahan yang pada akhirnya
menyebabkan intoleransi aktivitas
tidak ditanggulangi : terjadinya atropi/ mengecilnya bagian tubuh bahkan terjadi dekubitus
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri pada dada kiri, nyeri yang dirasakan seperti
tertekan benda berat, pasien tampak sedikit meringis, skala nyeri 3 dari skala 0-10
yang diberikan, nadi: 110x permenit
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan infark ditandai dengan pasien
mengatakan sesak nafas, penggunaan O2 (+) sebanyak 3 liter/menit, RR: 28
kali/menit, pernafasan cuping hidung (+), penggunaan otot bantu nafas (+)
3. Intoleransi aktivitasberhubungan dengan adanya iskemik jaringan miokard
ditandai dengan pasien mengatakan tubuhnya lemas, pasien hanya berbaring
ditempat tidur, nadi : 110 x / menit
III. RENCANA KEPERAWATAN
A. Prioritas Diagnosa.
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan infark ditandai dengan pasien
mengatakan sesak nafas, penggunaan O2 (+) sebanyak 3 liter/menit, RR: 28
kali/menit, pernafasan cuping hidung (+), penggunaan otot bantu nafas (+)
2. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard ditandai
dengan pasien mengeluh nyeri pada dada kiri, nyeri yang dirasakan seperti
tertekan benda berat, pasien tampak sedikit meringis, skala nyeri 3 dari skala 0-10
yang diberikan, nadi: 110x permenit
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya iskemik jaringan
miokardditandai dengan pasien mengatakan tubuhnya lemas, pasien hanya
berbaring ditempat tidur, nadi : 110 x / menit
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Ketidakefektifan pola nafas Setelah diberikan ü Beri/atur posisi semi fo
asuhan
berhubungan dengan ü Berikan oksigen
infark keperawatan selama 2x 24 jam
ditandai dengan ü Ajarkan teknik ber
pasien diharapkan sesak pasien hilang
mengatakan sesak nafas, dengan outcome: relaksasi
penggunaan O2 (+) sebanyak 3ü Pasien tidak sesak ü Observasi frekuensi
liter/menit, RR: 28 kali/menit,ü Penggunaan O2 (+) pernafasan
pernafasan cuping hidung (+),ü RR: 20 kali/menit penggunaan otot bantu
penggunaan otot bantu nafasü Pernafasan cuping hidung (+)
(+) ü Penggunaan otot bantu nafas (+)
.
2 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhanü Pantau TTV
dengan iskemia dan infark keperawatan selama 1x 24 jamü Anjurkan teknik
jaringan miokard ditandai diharapkan nyeri pasien hilang progresif dan latih
dengan pasien mengeluh nyeri dengan outcome: dalam
ü Tidak ada keluhan nyeri padaü Delegatif dalam pemb
pada dada kiri, nyeri yang
dirasakan seperti tertekan dada kiri analgetik
ü Tidak meringis
benda berat, pasien tampak ü Observasi lokasi,
sedikit meringis, skala nyeri ü
3 Skala nyeri berkurang 0 dari durasi, dan intensit
dari skala 0-10 yang diberikan, skala 0-10 yang diberikan dengan menggunak
nadi: 110 x permenit ü Nadi 60-90 kali/menit nyeri 0 (tidak nyeri)
(nyeri hebat). Ka
berkaitan, seperti m
diaporesis.

3 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhanü Membantu aktivitas AD


berhubungan dengan adanya keperawatan selama 1x 24 jamü Tingkatkan aktivita
iskemik jaringan miokard diharapkan toleransi aktivitas bertahap
ditandai dengan pasien pasien meningkat denganü Ubah posisi pasien (m
mengatakan tubuhnya lemas, outcome: miring kanan) dan l
pasien hanya ü Pasien tidak lemas
berbaring (Ring Of Motion)
ditempat tidur, nadi : 110 x ü/ Pasien mampu beraktivitas
menit ü Nadi: 60-90 kali/menit
IV. IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/Jam No. Implementasi Evaluasi Paraf
Dx Formatif
Sabtu, 3 November 1 ü Memberi/mengaturü Posisi behasil
2012 1 posisi semi fowler diatur, pasien
Pkl.15.00 1 & 2ü Memberikan oksigen merasa tenang
Pkl.16.00 1 3 liter/menit ü O2 behasil
Pkl. 18.00 2 ü Mengajarkan teknik diberikan, pasien
Pkl. 19.00 2 bernafas dan tampak tenang
2 relaksasi ü Pasien mau
2 ü Mengobservasi mengikuti
frekuensi danü RR: 27 kali/menit,
kedalaman penggunaan otot
pernafasan termasuk bantu nafas (+),
penggunaan otot nafas cuping
bantu hidung (+)
ü Meminimalkanü Aktivitas pasien
aktivitas pasien dapat
ü Memantau TTV diminimalkan
ü Delegatif dalamü TD: 110/80 mmHg,
pemberian obat Nadi: 115
analgetik ketorolak kali/menit, Suhu:
3×1 amp 360 C, RR: 27
ü Mengobservasi kali/menit
lokasi, karakter,ü Obat berhasil
durasi, dan masuk, reaksi
intensitas, nyeri, alergi (-)
dengan ü Px masih
menggunakan skala mengeluh nyeri
nyeri 0 (tidak nyeri) dada kiri, skala
sampai 10 (nyeri nyeri 3 dari skala
hebat). Kaji gejala nyeri 0-10 yang
berkaitan, seperti diberikan
mual danü
diaporesis.
Minggu, 4 1,2,3ü Mengukur EKG ü Pasien menerima,
November 2012 3 ü Membantu aktivitas perekaman
Pkl. 05.00 3 ADL ( memandikan berhasil, irama
Pkl. 08.00 1 pasien) EKG ST (sinis
Pkl. 12.00 2 ü Mengubah posisi takikardi)
Pkl. 16.00 2 pasien (miring kiri,ü Pasien mau
Pkl. 18.00 3 miring kanan) dan dimandikan
Pkl. 19.00 1 latih ROM (Ring Ofü Posisi berhasil
Pkl.20.00 2 Motion) diubah
ü Mengobservasiü RR: 25 kali/menit,
frekuensi dan pernafasan cuping
kedalaman hidung (-),
pernafasan termasuk penggunaan otot
penggunaan otot bantu nafas (+)
bantu ü Obat berhasil
ü Delegatif dalam masuk, reaksi
pemberian obat alergi (-)
analgetik ketorolakü TD: 100/80
3 x 1 amp mmHg, Nadi: 100
ü Memantau TTV kali/menit, Suhu:
ü Mengubah posisi 36,50 C RR: 26
pasien (miring kiri, kali/menit
miring kanan) danü Posisi semi fwoler
latih ROM (Ring Of dapat diberikan,
Motion) px merasa nyaman
ü Mengobservasiü RR: 25 kali/menit,
frekuensi dan penggunaan otot
kedalaman bantu nafas (-),
pernafasan termasuk nafas cuping
penggunaan otot hidung (-)
bantu ü TD: 110/80, Nadi:
ü Memantau TTV 115 kali/menit,
RR: 25 kali/menit,
Suhu: 360 C
Senin, 5 November 1,2,3ü Mengukur EKG ü Pasien menerima,
2012 ü Membantu aktivitas perekaman
Pkl. 05.00 ADL ( memandikan berhasil, irama
Pkl. 08.00 pasien) EKG ST (sinis
Pkl. 12.00 ü Delegatif dalam takikardi)
Pkl. 13.00 pemberian obatü Pasien mau
Pkl.14.00 analgetik ketorolak dimandikan
3 x 1 amp ü Obat berhasil
ü Mengobservasi masuk, reaksi
frekuensi dan alergi (-)
kedalaman ü RR: 25 kali/menit,
pernafasan termasuk penggunaan otot
penggunaan otot bantu nafas (-),
bantu nafas cuping
ü Memantau TTV hidung (-)
ü Mengobservasiü TD: 110/80, Nadi:
lokasi, karakter, 100 kali/menit,
durasi, dan RR: 25 kali/menit,
intensitas, nyeri, Suhu: 360 C
dengan ü Px masih
menggunakan skala mengeluh nyeri
nyeri 0 (tidak nyeri) dada kiri, skala
sampai 10 (nyeri nyeri 3 dari skala
hebat). nyeri 0-10 yang
diberikan, px
tampak meringis.
V. EVALUASI
No. Hari/Tgl/Jam No. Evaluasi Sumatif Paraf
Dx
1. Senin, 5 1S: Pasien sudah tidak mengeluh sesak
November nafas
2012 O: Penggunaan O2 (-), penggunaan
Pk. 15.00 otot bantu nafas (-), pernafasan
WITA cuping hidung (-), RR: 20
kali/menit
A: Tujuan sudah tercapai
P: PertahankanIntervensi
2 Senin, 5 2S : Pasien masih mengeluh nyeri pada
November dada kirinya
2012 O: Skala nyeri 3 dari skala 0-10 yang
Pk. 15.00 diberikan, px masih meringis,
WITA A : Tujuan belum tercapai
P : Lanjutkan intervensi
3 Senin, 5 3 S: Pasien masih mengatakan lemas
November O: ADL masih dibantu,
2012 A: Tujuan belum Tercapai
Pk. 15.00 P: Lanjutkan intervensi
WITA

ASKEP IMA / STEMI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kardivaskuler merupakan penyakit epidemi di Amerika
Serikat.sekitar 6 juta orang Amerika terkena beberapa penyakit jantung atau
pembuluh darah. Penyakit kardivaskuler merupakan penyebab kematian nomer
satu di Amerika Serikat. Setiap tahunnya hampir hampir 1 juta orang meninggal
akibat gangguan kardiovaskuler.Menurut Amerikan Heart Association, semakin
banyak kematian yang yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler
dibandingkan dengan gabungan ketujuh penyebab kematian utama berikutnya.
Hal ini menunjukan terjadinya satu kematian akibat penyakit kardiovaskuler
setiap 33 detik.
Penyakit kardiovaskuler juga merupakan penyebab kematian yang
terutama di indonesia. Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome-ACS)
menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar dalam tahun 2003
di pusat Jantung Nasional, Dan merupakan masalah utama saat ini.
IMA dengan elevasi ST (ST elevation myokardial infarction-STEMI)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari
angina pectoris tak stabil.IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.
Dan di sini kita akan membahas IMA dengan Elevasi ST atau ST Elevation
Myokardial Infarction. Mulai dari apa itu STEMI,bagaimana Etiologi,
patofisiologi,WOC dan lain lain sampai Asuhan Keperawatannya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan penyakit
ST Elevation Myokardinal Infarcktion-STEMI

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari STEMI
2. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi atau penyebab dari STEMI
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi/WOC dari STEMI
4. Mahasiswa mampu membuwat Asuhan Keperawatan yang tepat pada pasien
dengan kasus STEMI
1.3 Manfaat
Dengan disusunya makalah ini di harapkan bisa menambah pengetahuan
mahasiswa dan bisa dijadikan bahan pembelajaran buat institusi umumnya dan
mahasiswa khususnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN

Infark Miokard Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang


disebabkan tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada
arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombopsis, vasokonstriksi,
dan reaksi inflamasi. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula disebabkan
oleh spasme arteri koroner, emboli atau vaskulitis.(Arif muttaqin,2009)
Myocardial Infark adalah kematian jaringan otot myokard. Myokard Infark
merupakan sumbatan total pada arteri koronaria. Sumbatan ini mungkin kecil dan
focal atau besar dan difus. Pembuluh yang sering terkana adalah koronaris kiri,
percabangan anterior kiri dan arteri circumflek.(faqih ruhyanudin,2007)

2. ETIOLOGI

1. Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner,


penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner.
2. Coronary artery emboli: infektive endokarditis, cardiac mycxoma,
cardiopulmonal bypass surgery, arteriography koroner.
3. Keleinan konginetal: anomali koronaria.
4. Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard: tirotoksikosis,
hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta.
5. Gangguan hematologi: anemia, hypercoagulabity, trombosis, trombositosis.
3. MANIFASTASI KLINIS

1. Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang
dengan istirahat atau nitrat, nyeri menyebar secara luas : dapat menyebabkan
aritmia, hipotensi, shock, gagal jantung.
2. Banyak keringat, kulit lembab dengan muka pucat
3. Tekanan darah menurun
4. Dyspnea, kelemahan dan membuat pingsan
5. Nausea dan vomiting
6. Cemas dan gelisah
7. Takikardi atau bradikardi
8. Gejala yang jarang dikeluhkan kelelahan berat, abdominal distress atau epigastrik,
nafas pendek.

4. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas
dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial
yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sadapn ektrimitas.
Gambaran EKG berubah ( di dalam 2-12 jam, tetapi ada juga sampai 72-96 jam).
2. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat 3-6 jam pasca
serangan dan tetap tinggi selama 14-21 hari. Kadar kardiak troponin I meningkat
14 jam pasca serangan dan tetap tinggi untuk 5-7 hari pasca serangan.
3. Peningkatan kadar serum isoenzim darah : CPK (Creatine Phospokinase)
meningkat dalam 2-6 jam pasca serangan dan mencapai kadar puncak pada 24 jam
pertama pasca serangan kadar CPK menurun setelah hari ke 2-3. Kadar SGOT
terdeteksi setelah 8 jam serangan kadarnya meningkat hingga 24-48 jam dan
menurun pada hari 3-4. Kadar LDH meningkat pada hari ke 2-3 kemudian normal
kembali pada hari ke 5-6. Kadar CK-MB meningkat 2-3 jam pasca serangan dan
mencapai puncaknya pada 12 jam pasca serangan.
4. Radionuclide imaging-mengetahui area yang terjadi penurunan perfusi sebagai
cold spot yang terlihat di area ischemia dan infark.
5. Interview untuk mengetahui riwayat penyakit.

5. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari
evidence based berdasarkan penelitian randomized clinikal trial yang terus
berkembang ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman.
Tujuan utama tata laksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri
dada, penelitian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi anti anti platelet ,pemberian obat penunjang
dan tatalaksana komplikasi IMA.

TATA LAKSANA AWAL


Tata laksana pra rumah sakit
Proknosis STEMI bebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi
umum yaitu: komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump
failure).
Sebagian besar kematian diluar rumah sakit pada STEMI disebabkan adnya
fibrilasi ventrikel mendadak. Yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama
onset gejala.Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen
utama tata laksana pra hospital pada pasien yang di curigai STEMI antara lain:
 Pengenalan gejala oleh pasien dan segara mencari pertolongan medis
 Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melekukan tindakan
resusitasi
 Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta
staf medis dokter dan perawat yang terlatih
 Melakukan terapi reperfusi
Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya
bukan selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset
nyeri dada sampai keputusan pasien untuk menerima pertolongan. Hal ini bisa
ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional
kesehatan mengenai pentingnya tata laksana dini.

Tata laksana di ruang emergensi


Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang di curigai STEMI mencakup:
mengurangi/menghilangkannyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusi segara, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat
di rumah sakit dan menghindari permulangan cepat pasien dengan STEMI.
TATALAKSANA UMUM
1. Oksigen
Oksigan harus diberikan pad a pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada
semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
2. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberika NTG intravena.
3. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada
Dengan morfin, aspirin, penyekat beta, terapai reperfusi.

6. KOMPLIKASI

- Disfungsi Ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventrikular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hubungan bulan atau tahun pasca infark. Segera
setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
- Gangguan Hemodinamik
Gagal pamompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian utama di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang
baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark)
dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung di s3 dan s4 gallop, pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.

7. PATOFISIOLOGI

Stemi umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak ateroslerosik yang sudah ada
sebelumnya.stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak al sepanjang
waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vaskuler,dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,hipertensi
dan akumulasi lipid.
8. ASKEP TEORI
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik atau
compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan
perusi sistem saraf pusat.
B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas
seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat
pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic ventrikel
kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat
kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark miokardium yang kronis dapat timbul
pada saat istirahat.

B2 (Blood)
 Inspeksi
Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya di
daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran nyeri dapat meluas di
dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
 Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa komplikasi biasanya tidak
ditemukan.
 Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang
disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak
ditemukan pada IMA tanpa komplikasi

 Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran
B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu wajah
meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang merupakan
respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. Tanda klinis lain
yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat maupun saat
beraktivitas.

B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh karena itu,
perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA karena
merupakan tanda awal syok kardiogenik.

B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan
nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang merupakan
tanda utama IMA.

B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga teratur.
perubahan postur tubuh.
Kaji higienis personal klien dengan menanyakan apakah klien mengalami
kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen
dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
2. Aktual/risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan
perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
3. Actual/risiko tinggi ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder
dari edema paru akut.
4. Actual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan
menurunannya curah jantung.
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan penurunan perfusi perifer akibat
sekunder dari ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokardium dengan
kebutuhan.
6. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, ancaman, atau
perubahan kesehatan.
7. Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan prognosis penyakit,
gambaran diri yang salah, perubahan peran.
8. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan
dengan ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik, tidak mau menerima perubahan
pola hidup yang sesuai.

Intervensi keperawatan

Tujuan utama intervensi yang akan diberikan adalah mencegah nyeri , mengurangi
risiko penurunan curah jantung, meningkatkan kemampuan perawatan diri,
mengurangi ansietas, menghindari pemahaman yang salah terhadap sifat dasar
penyakit, penyebab, dan perawatan yang diberikan, mematuhi program perawatan
diri dan mencegah komplikasi.

Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen


dengan kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium, peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: dalam waktu 1x24jam terdapat penurunan respons nyeri dada
Criteria: secara subjektif, klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada, secara
obyektif didapatkan tanda vital dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi
penurunan perfusi perifer, produksi urini>600 ml/hari
intervensi Rasional
Catat karakteristk nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien
intensitas, lamanya, dan penyebaran. karena nyeri yang terjadi dianggap
sebagai temuan pengkajian.

Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok


melaporkan nyeri dengan segera. kardiogenik yang berdampak pada
kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri Posisi fisiologi akan meningkatkan
keperawatan: asupan oksigen kejaringan yang
mengalami iskemia.
1. Atur posisi fisiologis,

Istirahat akan menurunkan kebutuhan


2. Istirahatkan klien,
oksigen jaringan perifer sehingga akan
menurunkan kebutuhan miokardium
yang membutuhkan oksigen untuk
menurunkan iskemia.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada
3. Berikan oksigen
untuk pemakaian miokardium sekaligus
tambahan dengan kanula nasal
mengurangi ketidaknyamanan sekunder
atau masker sesuai dengan
terhadap iskemia
indikasi,

Lingkungan tenang akan menurunkan


4. Manajemen
stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
lingkungan: lingkungan
pengunjung akan membantu
tenang dan batasi pengunjung.
meningkatan kondisi oksigen ruangan.
Oksigen ruangan akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada
di ruangan.
Meningkatkan asupan oksigen sehingga
5. Ajarkan teknik
akan menurunkan nyeri akibat sekunder
relaksasi pernapasan dalam
dari iskemia jaringan.
pada saat nyeri,

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


6. Ajarkan teknik
menurunkan stimulus internal melalui
distraksi pada saat nyeri,
mekanisme peningkatan produksi
endorphin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidak dikirimkan ke korteks serebri dan
selanjutnya akan menurunkan persepsi
nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri
7. Lakukan manajemen
berupa sentuhan, dukungan psikologis
sentuhan.
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan dengan otomatis
membantu suplai darah dan oksigen ke
area nyeri dan menurunkan sensasi
nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi Obat-obatan antiangina bertujuan untuk
farmakologis antiangina: meningkatkan aliran darah baik dengan
menambah suplai oksigen atau dengan
mengurangi kebutuhan miokardium
akan oksigen.
Nitrat berguna untuk control nyeri
 Antiangina dengan efek vasodilatasi koroner.
(nitrogliserin);

Menurunkan nyeri hebat, memberikan


 Analgesic (morphin 2- sedasi, dan mengurangi kerja
5mg intravena); miokardium
Penghambat (adrenergic) beta
 Penghambat bela menghambat reseptor beta1 untuk
seperti atenolol, tonomim, pengontrol nyeri melalui efek hambatan
pindolol (visken), propanolol rangsang simpatis, dengan demikian
(inderal); mengurangi denyut jantung. Obat-
obatan ini dipakai sebagai antiangina,
antiaritmia, dan antihipertensi.
Penghambat beta efektif sebagai
antiangina karena mengurangi denyut
jantung dan kontraktilitas miokardium,
obat ini menurunkan kebutuhan
pemakaian oksigen dengan demikian
juga meredakan rasa nyeri angina.
Kalsium mengaktivasi kontraksi
 Penghambat kalsium miokardium, menambah beban kerja
seperti verapamil (calan), jantung, dan keperluan jantung akan
diltiazem (prokardia) oksigen. Penghambat kalsium
menurunkan kontraktilitas jantung (efek
inotropik negative) dan beban kerja
jantung, sehingga dengan demikian
mengurangi keperluan jantung akan
oksigen. Obat ini efektif dalam
meredakan angina klasik dengan
mengurangi oksigen.
Antikoagulan dipakai untuk
 Kolaborasi pemberian menghambat pembentukan bekuan
terapi famakologis darah. Tidak seperti trombolitik, obat ini
antikoagulan: heparin tidak melarutkan bekuan yang sudah ada
tetapi bekerja sebagai pencegah
pembentukan bekuan baru.
Antikoagulan dipakai pada klien yang
memiliki gangguan pembuluh arteri dan
vena yang membuat mereka berisiko
tinggi untuk pembentukan bekuan
darah’
Heparin adalah antikoagulan pilihan
yang membantu mempertahankan
integritas jantung.
Trombolitik menghancurkan thrombus
 Kolaborasi pemberian dengan mekanisme fibrinolitik
terapi farmakologis mengubah plasminogen menjadi
plasmin, yang menghancurkan fibrin di
trombolitik.
dalam bekuan darah.
Kolaborasi apabila tindakan
 Kolaborasi untuk farmakologis tidak menunjukkan
tindakan terapi perbaikan atau penurunan nyeri.
nonfarmakologis:

Angioplasty koroner transluminal


 Ptca (angioplastt perkutan adalah usaha untuk
koroner transluminal memperbaiki aliran darah arteri koroner
perkutan); dengan menghancurkan plak atau
ateroma yang telah tertimbun dan
mengganggu aliran darah ke jantung.
Tandur pintas arteri koroner bertujuan
 CABG unruk meningkatkan asupan suplai
darah ke miokardium dengan mengganti
alur pintas.

Aktual/Risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan


perubahan frekuensi, irama, konduksi elektrikal.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria : Hemodinamika stabil (tekanan darah dkm batas normal, curah jantung
kembali meningkat, asupan dan keluaran sesuai, irama jantung tidak
menunjukkan tanda-tanda disritmia), produksi urine > 600 ml/hari.
Intervensi Rasional
Ukur tekanan darah. Bandingkan Hipotensi dapat terjadi akibat disfungsi
tekanan darah kedua lengan, ukur ventrikel, hipertensi juga fenomena
dalam keadaan berbaring, duduk, atau umum berhubungan dengan nyeri cemas
berdiri bila memungkinkan yang mengakibatkan terjadinya
pengeluaran katekolamin.
Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi Penurunan curah jantung
mengakibatkan menurunnya kekuatan
nadi
Auskultasi dan catat terjadinya bunyi S3 berhubungan dengan gagal jantung
jantung S3/S4 kronis atau gagal mitral yang disertai
infark berat. S4 berhubungan dengan
iskemia, kekakuan ventrikel, atau
hipertensi pulmonal.
Auskultasi dan catat murmur Menunjukkan gangguan aliran darah
dalam jantung akibat kelainan katup,
kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilaris.
Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahan frekuensi dan irama jantung
dapat menunjukkan adanya komlikasi
distrimia.
Berikan makanan dengan porsi sedikit Makanan dengan porsi besar dapat
tapi sering dan mudah dikunyah, meningkatkan kerja miokardium. Kafein
batasi asupan kafein. dapat merangsang langsung ke jantung
sehingga meningkatkan frekuensi
jantung.
Kolaborasi : Jalur yang penting untuk pemberian
obat darurat
 Pertahankan jalur IV
pemberian heparin (IV) sesuai
indikasi;

Enzim dapat digunakan untuk


 Pantau data memantau perluasan infark, perubahan
laboratorium enzim jantung, elektrolit berpengaruh terhadap irama
GDA dan elektrolit. jantung

Risiko kekambuhan yang berhubungan dengan ketidakpatuhan terhadap aturan


terapeutik, tidak mau menerima perubahan pola hidup yang sesuai.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam klien mengenal factor-faktor yang
menyebabkan peningkatan risiko kekambuhan.
Kriteria evaluasi : Klien secara subjektif menyatakan bersedia dan termotivasi
untuk melakukan aturan terapeutik jangka panjang dan mau menereima
perubahan pola hidup yang efektif, klien mampu mengulang factor-faktor risiko
kekambuhan
Intervensi Rasional
Identifikasi factor yang mendukung Keluarga terdekat baik suami/isteri atau
pelaksanaan terapeutik anak yang mampu menerima penjelasan
dapat menjadi pengawas klien dalam
menjalankan pola hidup yang efektif
selama klien di rumah dan memiliki
waktu yang optimal dalam menjaga
klien.
Berikan penjelasan penatalaksanaan Setelah mengalami serangan akut,
terapeutik perawat perlu menjelaskan
penatalaksanaan lanjutan dengan tujuan
dapat:

 Membatasi ukuran infark

 Menurunkan nyeri dan


kecemasan

 Mencegah aritmia dan


komlikasi

Beri penjelasan tentang: Meminum obat nitrogliserin (veno


dilatasi perifer dan koroner) 0,4-0,6 mg
 Pemakaian obat tablet secara sublingual 3-5 menit
Nitrogliserin; sebelum melakukan aktivitas bertujuan
untuk mengantisipasi serangan angina.
Klien dianjurkan untuk selalu membawa
obat tersebut setiap keluar rumah
walaupun klien tidak merasakan gejala
angina.
Exertion. Aktivitas yang berlebihan
 Perubahan pola merupakan presipitasi serangan angina
aktivitas; kembali. Klien dianjurkan untuk
mengurangi kualitas dan kuantitas
kegiatan fisik dari yang biasa klien
lakukan sebelum keluhan angina terjadi.
Konsumsi banyak makanan yang terbuat
 Pendidikan kesehatan actor dari tepung merupakan salah satu
tentang diet factor presipitasi serangan angina.
Aktivitas yang dilakukan setelah makan
yang cukup banyak dapat meningkatkan
risiko angina. Klien dianjurkan agar
beraktivitas minimal satu jam setelah
makan. Pemberian makanan sedikit tapi
sering akan mempermudah saluran
pencemaran dalam mencerna makanan
sangat dianjurkan pada klien setelah
mengalami serangan angina.

 Hindari merokok;  Merokok akan


meningkatkan adhesi trombosit
sehingga merangsang
pembentukan thrombus pada
arteri koroner.

 Hemoglobin lebih mudah


berikatan dengan karbon
monoksida dibandingkan dengan
oksigen sehingga akan
menurunkan asupan oksigen
secara umum.

 Nikotin dan tar


mempunyai repons terhadap
sekresi hormone vasokonstriktor
sehingga akan meningkatkan
beban kerja jantung.

Klien dianjurkan untuk menghindari


 Hindari dingin
terpaan angin dan suhu yang sangat
dingin dengan tujuan agar serangan
angina dapat dihindari.
Penutupan hidung dan mulut saat klien
membuka pitu dapat mengurangi terpaan
angin yang masuk ke saluran
pernapasan. Menganjurkan klien
menggunakan selimut saat tidur dapat
mengontrol suhu yang baik bagi klien.
Klien dianjurkan untuk menghindari
 Hindari maneuver maneuver dinamik (lihat kembali
dinamik; pembahasan pada Bab 2) seperti
berjongkok, mengejan, dan terlalu lama
menahan napas yang merupakan factor
presipitasi timbulnya angina. Dalam
melakukan defekasi, klien dianjurkan
mengonsumsi laksatik agar dapat
mempermudah pola defekasi klien.
Jika hubungan seksual merupakan salah
 Pendidikan kesehatan satu factor presipitasi angina pada klien,
tentang hubungan seksual; maka sebelum melakukan aktivitas
seksual klien, dianjurkan untuk
meminum obat nitrigliserin atau sedative
atau keduanya. Pengaturan aktivitas fisik
yang minimal pada klien ketika
melakukan aktivitas seksual harus
dijelaskan termasuk pada pasangannya.
Konsumsi garam yang tinggi akan
 Pembatasan asupan meningkatkan dan memperberat
garam; serangan angina karena akan
meningkatkan tekanan darah. Pemberian
obat diuretic dilakukan untuk
mempercepat penurunan garam dalam
sirkulasi.
Serangan angina lebih sering terjadi
 Stres emosional; pada klien yang mengalami kecemasan,
ketegangan, eforia, atau kegembiraan
yang berlebihan. Pemberian obat
sedative ringan seperti diazepin dapat
mengurangi respons lingkungan yang
member dampak stre emosional. Klien
dianjurkan untuk melakukan curah
pendapat pada perawat dengan tujuan
untuk mengurangi ketegangan dan
kecemasan.
Dapat membantu meningkatkan motivasi
 Beri dukungan secara klien dalam mematuhi aturan terapeutik.
psikologis

Anda mungkin juga menyukai