tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan
dan 100.000 pasien dirawat dirumah sakit. Setiap 12.000 orang meninggal setiap
tahunnya karena luka bakar dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar.
Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya karena luka bakar. Lebih dari separuh dari
kasus kasus luka bakar yang dirawat dirumah sakit harusnya dapat dicegah. Perawat
dapat memainkan peranan yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar
dengan mengajarkan konsep – konsep pencegahan dan mempromosikan UU tentang
pengamanan kebakaran.
Anak – anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi
untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki – laki dan pria dalam usia kerja juga
lebih sering menderita luka bakar ketimbang yang diperkirakan lewat representasinya
dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi dirumah. Memasak,
memanaskan atau menggunakan alat – alat listrik merupakan pekerjaan yang
lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakaan industry juga menyebabkan banyak
kejadian luka bakar.
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk penyelamatan jiwa pada pasien – pasien luka
bakar yang berat.
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini,
spesialistik serta individual.
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan
program rehabilitasi.
Orang yang berusia sangat muda dan tua memiliki mortalitas yang tinggi sesudah
mengalami luka bakar. Peluang untuk bertahan hidup lebih besar pada anak – anak
yang berusia diatas 5 tahun dan pada dewasa muda yang berusia 40 tahun atau
kurang. Cedera inhalasi yang menyertai luka bakar sendiri akan memperberat
prognosis pasien. Hasil akhirnya bergantung pada dalamnya dan luasnya luka bakar
di samping pada status kesehatan sebelum luka bakar serta usia pasien.
Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energy dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka
bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Destruksi
jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan
saluran pernapasan mukosa atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang
dalam, termasuk organ visera dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik
atau kontak yang lama dengan agens penyebab (burning agent). Nekrosis dan
kegagalan organ dapat terjadi.
Dalamnya luka bakar dapat bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada kasus luka bakar tersiran
air panas pada orang dewasa, kontak selama 1 detik dengan air shower dengan suhu
68,9ºc dapat menimbulkan luka bakar yang merusak epidermisserta dermis sehingga
terjadi cedera derajat tiga (Full Thickness Injury). Pajanan selama 15 menit dengan air
panas yang suhunya sebesar 56,1 ºc mengakibatkan cedera full – thickness yang
serupa. Suhubyang kurang dari 44 ºc dapat ditoleransi dalam periode waktu yang lama
tanpa menyebabkan luka bakar.
Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan kedalamannya luka
bakar. Kemudian perawatannya dilakukan melalui 3 fase luka bakar, yaitu fase
darurat/ resusitasi, fase akut dan intermediate dan fase rehabilitasi.
1. Respon sistemik
Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi oragan yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikutii oleh fase
hiperdinamik serta hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui 20%
dari luas total permukaan tubuh akan memperlihatkan respon yang terutama bersifat
local.
2. Respon kardiovaskular
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan
darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai reespons, system saraf
simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan resistensi perifer
(vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah
perifer menurunkan curah jantung.
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok
luka bakar. Disamping itu kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat
mencapai 3 hingga 5 L atau lebihselama periode 24 jam sebelum permukaan kulit
yang terbakar ditutup. Selama syok luka bakar biasanya terjadi hiponatremia (depresi
natrium), sering dijumpai pada minggu pertama fase akut karena air akan pindah dari
ruang interstisial ke dalam ruang vaskuler.
Hyperkalemia akan dijumpai sebagai akibat dari destruktif sel yang massif.
Hypokalemia dapat terjadi kemudian dengan berpindahnya cairan dan tidak
memadainya asupan cairan.
Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan dan sebagian lainnya
mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia. Kendati terjadi keadaan ini, nilai
hematocrit pasien dapat meninggi akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama
prosedur pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis
serta tindakan HD lebih lanjut turut menyebabkann anemia. Tranfusi darah diperlukan
secara periodic untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang
diperlukan guna membawa oksigen. Abnormalitas koagulasi, yang mencakup
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan serta waktu
protombin yang memanjang juga ditemukan pada luka bakar.
4. Respon pulmoner
Cedera inhalasi dibawah glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang
tidak sempurna atau gas yang berbahaya. Cedera inhalasi dbawah glottis
menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa berat dan
kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun
sehingga timbul atelectasis(kolapsnya paru). Ekspektorasi partikel – partikel karbon
dalam sputum merupakan tanda utama cedera inhalasi ini.
Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu daerah yang
tertutup.
Luka bakar pada wajah atau leher.
Rambut hidung yang gosong
Suara menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum
yang penuh jelaga.
Sputum yang berdarah.
Pernapasan yang berat atau takipnea dan tanda – tanda penurunan kadar
oksigen (hipoksemia) yang lain.
Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring.
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan
disebut sebagai luka bakar superficial partial – thickness, deep partial – thickness, dan
full – thickness. Respon local terhadap luka abkar bergantung pada dalamnya
kerusakan kulit :