Anda di halaman 1dari 24

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS)

RUMAH SAKIT Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR

Oleh :
Kelompok 13

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Tanggal 19 Juli 2018

Oleh:
Kelompok 13

Telah Diperiksa Dan Disahkan:


Tanggal : 19 juli 2018

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan,

………………………………. …………………………….
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan satuan acara penyuluhan yang berjudul “TB Paru”.
Atas dukungan moral dan material yang diberikan dalam penyusunan satuan
acara penyuluhan ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Restu Kurnia Tjahjani, M.Kes, selaku direktur RSUD. Dr. Saiful
Anwar Malang.
2. Sri Endah Noviani SH, M. SC, S, selaku Kepala Bidang Pendidikan Dan
Penelitian RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang.
3. Kepala Ruang 25 IPD RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang.
4. Pembimbing Klinik Ruang 25 IPD RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang.
5. Faqih Ruhyanudin, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp KMB selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
6. Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Malang
7. Pengunjung selaku audiens di ruang 25 IPD RSUD. Dr. Saiful Anwar
Malang.
8. Orang tua serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa satuan acara penyuluhan ini belum sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan
untuk penyempurnaan dalam satuan acara penyuluhan ini.
Akhir kata kami berharap semoga satuan acara penyuluhan ini dapat
bermanfaat untuk pembaca dan digunakan dengan sebaik-baiknya.
Malang, 31 Mei 2018

penulis
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : TB Paru
Sub Pokok Bahasan : Tb Paru
Sasaran : Orang tua dan Keluarga
Tempat : Ruang 25 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Hari/Tanggal : Kamis, 19 Juli 2018
Waktu Penyuluhan : 30 menit

1. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan Mycobacterium

africanum. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat sistemik

dan disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang mayoritas (> 95%)

menyerang paru.

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar

kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh

lainnya. TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk

pleura (selaput paru) (Tim Kelompok Kerja PPOK, 2003). Kuman ini

berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Bakteri Tahan Asam

(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

Kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun dalam

jaringan tubuh.
Penderita TB BTA positif menyebarkan kuman melalui batuk atau

bersin ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Droplet yang mengandung

kuman dapat bertahan di selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap

dan lembab. Penularan juga dapat terjadi secara langsung jika dahak

penderita diludahkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari,

kemudian mengering dan menyatu dengan debu, jika debu ini terhisap

maka orang tersebut akan terinfeksi.

Di Indonesia, TBC merupakan masalah utama kesehatan

masyarakat. Jumlah pasien TBC di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di

dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun

ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Di Indonesia dengan

prevalensi TBC positif 0,22%, penyakit ini merupakan salah satu penyakit

yang setiap tahun mortalitasnya cukup tinggi. Kawasan Indonesia timur

banyak ditemukan terutama gizi makanannya tidak memadai dan hidup

dalam keadaan sosial ekonomi dan higiene dibawah.

Hampir 10 tahun lamanya Indonesia menempati urutan ke-3

sedunia dalam hal jumlah penderita tuberkulosis. Berdasarkan Data Badan

Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan jumlah penderita

tuberkulosis di Indonesia sekitar 528.000. Laporan WHO pada tahun 2009,

mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah

penderita TBC sebanyak 429.000 orang. Pada Global Report WHO 2010,

didapat data TBC Indonesia, total seluruh kasus TBC tahun 2009 sebanyak

294.731 kasus, dimana 169.213 adalah kasus TBC baru BTA positif,
108.616 adalah kasus TBC BTA negatif, 11.215 adalah kasus TBC ekstra

paru, 3.709 adalah kasus TBC kambuh, dan 1.978 adalah kasus

pengobatan ulang diluar kasus kambuh.

Pada anak, TBC secara umum dikenal dengan istilah “flek paru-

paru”. Tuberkulosis pada anak juga mempunyai permasalahan khusus

yang berbeda dengan orang dewasa, baik dalam aspek diagnosis,

pengobatan, pencegahan, maupun TBC pada kasus khusus, misalnya

padaanak dengan infeksi HIV. Selain itu, pemeriksaan TBC yang

memerlukan sampel dahak dari sang anak masih sulit diterapkan karena

anak kecil sulit mengeluarkan dahak. Akibatnya, kesulitan dan keraguan

dalam aspek diagnosis ini seringkali menimbulkan terjadinya over

diagnosis dan over treatment dalam penanganan TBC anak.

Perbedaan TBC anak dan TBC dewasa adalah TBC anak lokasinya

pada setiap bagian paru sedangkan pada dewasa di daerah apeks dan infra

klavikuler. Kemudian terjadi pembesaran kelenjar limfe regional

sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran kelenjar limfe regional. Pada

anak penyembuhan dengan perkapuran dan pada dewasa dengan fibriosis.

Pada anak lebih banyak terjadi penyebaran hematogen sedangkan pada

dewasa jarang.

Sumber utama penularan adalah orang dewasa dengan TBC paru

dengan sputum positif (Mycobacterium tuberculosis), dan susu dari hewan

yang terinfeksi (Mycobacterium bovis). Diagnosis berdasarkan gambaran

rontgen toraks dan tes tuberkulin positif. Sputum biasanya tidak ada,

namun hasil tuberkulosis mungkin bisa didapatkan dari bilas lambung.


Pencegahan tergantung pada perbaikan kondisi sosioekonomi, dan

kemudian pada beberapa pemeriksaan termasuk pengenalan serta terapi

tepat pada infeksi TBC dewasa, imunisasi BCG. Sedangkan masalah

perilaku tidak sehat antara lainakibat dari meludah sembarangan, batuk

sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang kurang atau tidak

seimbang, dan lain-lain

Usia anak merupakan usia yang sangat rawan terhadap penularan

penyakit tuberkulosis. Angka penularan dan bahaya penularan yang tinggi

terdapat pada golongan umur 0-6 tahun dan golongan umur 7-14 tahun.

Usia anak sangat rawan tertular tuberkulosis dan apabila terinfeksi mereka

mudah terkena penyakit tuberkulosis.

2. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit, peserta penyuluhan dapat

memahami tentang TB Paru.

3. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit peserta penyuluhan dapat:

1. Menjelaskan pengertian TB Paru.

2. Menjelaskan etiologi TB Paru

3. Menjelaskan klasifikasi TB Paru

4. Materi
Terlampir
5. Metode
1. Ceramah

2. Tanya jawab
6. Media
1. LCD

2. Leaflet

7. Rancangan Pelaksanaan
a. Struktur organisasi
Penanggung Jawab :

1) Penanggungjawab :

2) Penyaji :

3) Moderator :

4) Observer :

5) Fasilitator :

b. Waktu
Pukul 7.30 WIB – 08.00 WIB (30 menit)
8. Uraian Tugas
a. Moderator
a. Uraian tugas :

1) Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim

kepada peserta.

2) Mengatur proses dan waktu penyuluhan.

3) Menutup acara penyuluhan.

b. Penyaji
a. Uraian tugas :

1) Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan

proses penyampaian materi penyuluhan.

2) Menyampaikan / menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas

dan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta.


3) Memotivasi peserta untuk bertanya.

c. Observer
a. Uraian tugas :

1) Mencatat nama, alamat, dan jumlah peserta yang datang serta

menempatkan diri ke tempat yang memungkinkan dapat

mengawasi jalannya proses penyuluhan.

2) Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta.

3) Mangamati perilaku verbal dan nonverbal peserta selama

proses penyuluhan.

4) Menyampaikan evaluasi langsung secara tertulis pada penyuluh

tentang hal yang dirasa tidak sesuai dengan rencana

penyuluhan.

d. Fasilitator
Uraian tugas :

1) Menjalin kerjasama dengan moderator dalam menyajikan materi

penyuluhan

2) Memotivasi peserta kegiatan dalam bertanya

3) Menjadi contoh dalam kegiatan.


9. Kegiatan Penyuluhan
a. Proses Pelaksanaan

KEGIATAN Metode/
NO TAHAP WAKTU
Penyaji Pasien / Keluarga Media

1. Pendahuluan 5 menit 1. Membagi leaflet 1. Menjawab salam Ceramah


2. Memberikan salam 2. Menyimak
3. Memperkenalkan diri 3. Menjawab dengan
4. Menyampaikan benar
kontrak waktu dan 4. Menerima leaflet
aturan
5. Menyampaikan pokok
bahasan
6. Menyampaikan tujuan

2. Isi 15 menit 1. Penyampaian materi 1. Peserta mendengarkan Ceramah


tentang : secara seksama LCD
1. Pengertian TB Paru 2. Peserta
2. Penyebab TB Paru memperhatikan
3. Klasifikasi TB
Paru
4. Penanganan TB
Paru
5. Pemeriksaan
penunjang TB Paru
2. Diskusi
3 Evaluasi 5 Menit 1. Memberikan 1. Menjawab pertanyaan Tanya
pertanyaan berkaitan 2. Memperhatikan Jawab
dengan materi yang
sudah dijelaskan
2. Memberikan
kesempatan kepada
peserta untuk bertanya

4. Penutup 5 menit 1. Kesimpulan 1. Mendengarkan dan Ceramah


2. Memberikan salam memperhatikan
penutup 2. Menjawab salam

10. Antisipasi Masalah


1. Bila dari hasil pengamatan observer peserta kurang perhatian, bicara

sendiri/tidak aktif suasana tenang dan mengembalikan perhatian

peserta pada proses penyuluhan serta memotivasi peserta untuk aktif

bertanya.

2. Untuk mencegah peserta meninggalkan acara penyuluhan sebelum

selesai penjelasan/demonstrasi materi penyuluhan, sejak awal

pembawa acara perlu mengingatkan pada peserta.

3. Bila terdapat anak-anak yang dapat mengganggu kelancaran proses

penyuluhan, fasilitator dapat mengajaknya bermain di luar ruangan

penyuluhan.

11. Evaluasi
1. Evaluasi Terstruktur
 Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum

dan saat penyuluhan


 Pelaksanaan penyuluhan sesuai yang telah dirumuskan pada SAP

 Audien hadir di tempat penyuluhan 25 IPD RSSA

 Jumlah peserta yang datang minimal 20 orang

 Kesiapan penyuluh termasuk kesiapan modul dan media yang akan

digunakan

 Kesiapan audien meliputi kesiapan menerima penyuluhan

2. Proses
 Berjalan dengan baik dan tepat waktu sesuai dengan perencanaan

 Peserta memperhatikan selama kegiatan penyuluhan dilakukan

3. Hasil
 Peserta penyuluhan mampu memahami dan menjelaskan kembali

apa yang telah disampaikan oleh penyuluh

 Peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh penyuluh

 Terjadi peningkatan rata-rata pengetahuan peserta sebelum dan

sesudah penyuluhan
MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian TB Paru
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik

yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan

oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC

menyerang paru, 85% dari seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya

(15%) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ

dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya (Icksan dan Luhur, 2008).

Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TBC dibagi dalam: TBC paru BTA

positif: sekurangnya 2 dari3 spesimen sputum BTA positif, TBC paru BTA

negatif: dari 3 spesimen BTA negatif, foto toraks positif (Rani, 2006). Infeksi

pada paru-paru dan kadang-kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010).

Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena

selain dapat menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium juga

dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam hewan misalnya sapi,

anjing, babi, unggas, biri-biri dan hewan primata,bahkan juga ikan (Soedarto,

2007).

2. Penyebab TB Paru
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium

tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan

termasuk dalam ordo Actinomycetales. Mycobacterium tuberculosis meliputi

M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii (Zulkoni, 2010).

Mycobacterium tuberculosis merupakan sejenis kuman berbentuk batang


dengan ukuran panjang 1-4/μm dan tebal 0,3-0,6/μm (Sudoyo, 2007).

Mycobacterium tuberculosisadalah suatu basil Gram-positif tahan-asam

dengan pertumbuhan sangat lamban (Tjay dan Rahardja, 2007).

3. Klasifikasi TB
a. Klasifikasi pasien TB

Selain pengelompokan pasien berdasarkan definisi tersebut di atas, pasien

juga diklasifikasikan menurut:

1) Lokasi anatomi dari penyakit

2) Riwayat pengobatan sebelumnya

3) Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

4) Status HIV

b. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

1) Tuberkulosis Paru:

a) Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. TB paru

karena adanya lesi pada jaringan paru

b) Limfadenitis TB di rongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau

efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang mendukung

TB paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru.

c) Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB

ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

2) Tuberkulosis ekstra paru:

a) Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,

kelenjer limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak

dan tulang.
b) Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru

harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium

tuberculosis.

c) Pasien B ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ, di

klasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ

menunjukkan gambaran TB yang terberat.

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1. Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan

pengobatan TB sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT

namun kurang dari 1 bulan (< dari 28 dosis).

2. Pasien yang pernah diobati TB : adalah pasien yang sebelumnya

pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (>dai 28 dosis).

Pasien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil

pengobatan TB terakhir, yaitu:

a. Pasien kambuh : adalah pasien TB yang pernah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB

berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis (baik

karena benar-benar kambuh atau karena reinfeksi).

b. Pasien yang diobati kembali setelah gagal, adalah pasien TB

yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan

terakhir.

c. Pasien yang diobati kembali sembuh putus berobat (Lost to

follow-up) adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan


lost to follow up (klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai

pengobatan pasien setelah putus berobat/ default).

d. Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil

akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

d. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pengelompokan pasien disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji

dari Myobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:

1) Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis obat

OAT lini pertama saja

2) Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT

lini pertama selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara

bersamaan.

3) Multi drugresistent (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan

Rifampisin (R) secara bersamaan.

4) Extensive drug resistent (TB XDR): Tb MDR yang sekaligus juga

resisten terhadap salah satu OAT golongan flurokuinolon dan

minimal salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin,

kapreomisin dan Amikasin).

5) resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap rifampisin dengan

atau tanpa resisten terhadap OAT lain yang terdeteksi

menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip

(konvensional).

e. Klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV


Pemeriksaan HIV wajib ditawarkan pada semua pasien TB anak

berdasarkan pemeriksaan HIV, TB pada anak diklasifikasikan sebagai:

a) HIV Positive

b) HIV negatif

c) HIV tidak diketahui

4. Komplikasi Tb Paru

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan

menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan

komplikasi lanjut.

1. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,

Poncet’s arthropathy

2. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi

Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT/fibrosis paru, kor

pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa

(ARDS), sering terjadi pada TBC milier dan kavitas TBC (Sudoyo, 2007).

Komplikasi penderita stadium lanjut adalah hemoptisis berat (perdarahan

dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok,

kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ

lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (Zulkoni, 2010)

5. Gejala Klinis

Gejala klinik Gejala klinik tuberkulosis pada tidak spesifik. Hal ini merupakan

hambatan di dalam deteksi dini penyakit ini sehingga pemeriksaan pembantu

seperti: uji
tuberkulin, darah rutin, dan rontgen dadamempunyai arti penting dalam

diagnosis tuberkulosis pada anak (Hartoyo dan Roni, 2002).

Gejala TBC terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala khusus. Gejala

umum, meliputi:

a) Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan

tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang

baik.

b) Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria,

atau infeksi saluran napas akut) dapat disertai dengan keringat malam.

c) Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di

daerah leher, ketiak, dan lipatan paha.

d) Gejala dari saluran napas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah

disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.

e) Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh

dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda

cairan dalam abdomen.

Gejala khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya:

a. TBC kulit atau skrofultoderma

b. TBC tulang dan sendi

c. TBC otak dan saraf

d. Gejala mata

Seorang anak juga patut dicurigai menderita TBC apabila:

a. Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA

positif.
b. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7

hari) (Anonim, 2006).

6. Cara Penularan

Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran

napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak (droplet

infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita TBC

terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak tersebut

dan luka di kulit. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali di Screen

semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan penderita

(Tjay dan Rahardja, 2007).

Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang

bertebaran sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus

baru meningkatkan resiko penularan karena semakin lama periode

pemajanan, semakin besar resiko inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding

berminyak yang kuat. Dapat terjadi infeksi tuberkulosis (primer) dengan

atau tanpa manifestasi penuh penyakit (infeksi pascaprimer atau sekunder)

(Gould dan Brooker, 2003).

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke

udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau

droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman TBC

masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC tersebut

dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang


penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin

menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak

terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni,

2010).

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan

berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC (Sudoyo, 2007).

5. Penatalaksanaan
1. Tahap pencegahan
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan
Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan
antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC
paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan
mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ;
(1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan
internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan
orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi
yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan
lingkungan,
(2) Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika
kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan
pasteurisasi produk ternak,
(3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada
pencegahan dan pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi,
sakit kronis dan mental.
b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar
pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent,
Host dan Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk
kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik
dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat
dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang
resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk
yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai
infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada
TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit,
disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga
ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap
epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk
membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari
tekanan psikis.
c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC.
Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha
penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan
hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung
situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC,
serta penegasan perlunya rehabilitasi.
2). Pengobatan
Pengobatan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan tahap lanjutan. Lama pengobatan 6-8 bulan, tergantung berat
ringannya penyakit. Penderita harus minum obat secara lengkap dan
teratur sesuai jadwal berobat sampai dinyatakan sembuh. Dilakukan tiga
kali pemeriksaan ulang dahak untuk mengetahui perkembangan kemajuan
pengobatan, yaitu pada akhir pengobatan tahap awal, sebulan sebelum
akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mutaqin, 2010. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Zulkifli Amin, Asril Bahar, 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: UI

Anda mungkin juga menyukai