PENDAHULUAN
semua proses yang terjadi pada zaman dahulu hingga menjadikan bumi seperti
mengingat bahkan kita melakukan hampir semua aktifitas yang ada diatas
berasal dari bumi, dengan demikian pentinglah bagi kita untuk memiliki
geologi dalam suatu daerah diperlukan melalui beberapa cara, salah satunya
Dalam penelitian kali ini, saya akan membahas mengenai proses dan hasil
1
2
tersebut dan dituangkan dalam sebuah peta geologi, dan mampu meningkatkan,
Struktur, dan Geologi Sejarah, dengan hasil akhir berupa satu Peta Geologi
dengan skala yang lebih besar, yaitu 1:25.000, dan diharapkan dapat membantu
tersebut.
diterapkan prinsip dan metode penelitian Geologi yang telah dipelajari. Adapun
aspek-aspek Geologi yang akan dikaji dan diidentifikasi adalah sebagai berikut:
5. Bagaimana potensi sumber daya alam yang ada pada daerah penelitian?
3
penelitian?
Maksud dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami
kondisi Geologi yang ada pada daerah Tegalega, dengan menerapkan prinsip dan
tidak resmi.
5. Mengetahui potensi sumber daya alam yang ada pada daerah penelitian,
Manfaat dari hasil pemetaan Geologi ini diharapkan dapat menambah ilmu
dari penyusun guna persiapan untuk menghadapi dunia kerja, serta membantu
masyarakat sekitar dalam pengetahuan sumber daya alam dan juga potensi
lingkungannya.
5. Fosil, guna mengetahui umur relative yang nantinya akan mewakili umur
6. Stratigrafi, guna mengetahui tatanan urutan satuan dari yang paling tua
daerah penelitian.
yaitu :
bakosturnal.
3. Palu geologi, terdiri dari palu batuan sedimen dan palu batuan beku yang
5. Kantong sampel, diberi tanda untuk tiap batuan dan nomor stasiun
7. HCl 0,1 M, untuk menguji ada tidaknya kandungan karbonat pada batuan.
9. Alat tulis, meliputi buku catatan lapangan, clipboard, busur derajat, pensil,
,1992) skala 1:100.000 dan Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972) skala 1:100.000.
7
mengenai medan lapangan yang akan diteliti dimulai dari aspek Geomorfologi,
Positioning System (GPS) antara lain adalah melakukan perhitungan arah dan
jarak lintasan terhadap suatu titik patokan yang dapat ditentukan pada peta, seperti
peta.
8
mendapatkan umur relatif dari suatu satuan batuan, dan analisis petrografi
stratigrafi, analisis struktur geologi, dan analisis sejarah geologi. Tahapan ini
Pembuatan peta tematik berupa peta pola jurus dan kemiringan lapisan batuan
serta peta geologi juga termasuk kedalam pengerjaan studio. Keseluruhan dari
1. Pembuatan laporan yang meliputi bab satu dan dua, dilakukan sebelum
2. Pembuatan laporan yang meliputi bab tiga dan empat, yang menguraikan
telah dibuat saat penelitian lapangan, Peta Pola Jurus Perlapisan Batuan, Peta
pekerjaan lapangan.
permukaan bumi. Analisis data geomorfologi dalam penelitian ini mengacu pada
pendekatan yang dikembangkan oleh Van Zuidam (1985), tentang pembuatan atau
klasifikasi peta geomorfologi terapan, yang dalam hal ini bertujuan untuk
morfometri.
10
Morfografi
lapangan berupa pengenalan bentuk lahan, juga identifikasi pola yang tampak dari
tampilan kerapatan kontur pada peta, sehingga dapat menentukan perbukitan atau
menyediakan mata air tanah dangkal. Aspek – aspek morfografi yang digunakan
1. Ketinggian absolute
Tabel 1.1 Hubungan Ketinggian Absolut dengan Morfografi (Van Zuidam, 1985)
3. Bentuk lereng, terdiri atas bentuk lereng cembung, cekung dan lurus.
4. Pola Punggungan.
5. Pola pengaliran.
11
dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur
geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta kondisi alam. Howard (1967) membagi
pola pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi.
Pola pengaliran dasar merupakan pola pengaliran yang terbaca dan dapat
dikontrol oleh kemiringan lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan, struktur
geologi, jenis dan kerapatan vegetasi serta kondisi alam. Howard (1965) membagi
Pola Pengaliran Dasar dan Pola Pengaliran Modifikasi, pada Gambar 1.2 menurut
Gambar 1.2 Pola Pengaliran Dasar menurut Zenith, 1932 (A) dan Pola Pengaliran
Modifikasi menurut Howard, 1967 (B dan C)
12
Tabel 1.2 Pola pengaliran dasar dan karakteristiknya (Van Zuidam, 1985)
Pola Pengaliran
Karakteristik
Dasar
Morfogenetik
Kenampakan bentuk lahan pada muka bumi disebabkan dua proses yakni
endogenik yaitu merupakan proses yang dipengaruhi oleh kekuatan dari dalam
kerak bumi dan proses eksogenik yang merupakan proses yang dipengaruhi dari
luar seperti iklim, vegetasi, dan erosi. Bentuk lahan dapat dibedakan berdasarkan
proses genetiknya menjadi bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst,
Simbol warna (tabel 1.3) digunakan untuk aspek geomorfologi yang jelas
dan memiliki arti penting di dalam peta tersebut, seperti aspek morfogenetik di
warna.
Tabel 1.3 Klasifikasi warna Satuan Geomorfologi berdasarkan Genetik Bentuk lahan
(Van Zuidam, 1975)
Menurut Verstappen dan Van Zuidam (1968 dan 1975) bahwa proses
Morfometri
besar sudut lereng, untuk mengetahui jumlah tersebut melalui perhitungan dari
4–8 7 – 15 Landai
8 – 16 15 – 30 Agak curam
16 - 35 30 – 70 Curam
Rumus kemiringan lereng dari peta topografi dan foto udara (Van Zuidam, 1985):
S = ( h / D ) X 100 %
Keterangan:
S = Kemiringan lereng ( % )
h = Perbedaan ketinggian ( m )
sistem penamaannya mengacu pada penamaan tidak resmi, yaitu satuan batuan.
1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau
bila perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
satuan dan keseragaman secara lateral / suatu lapisan tergantung dari jenis litologi
dan media pengendapan. Jadi kontak antar satuan batuan atau sentuh stratigrafi
dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada dua macam hubungan stratigrafi
terdapat gap umur, sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan
relatif sama.
yang meliputi pengukuran arah jurus dan kemiringan lapisan batuan, pengamatan
Selain dari data lapangan juga perlu dilakukan pengamatan terhadap peta
punggungan dan kelurusan sungai dan anomali sungai. Anomali sungai adalah
1.4.4.3..1 Lipatan
batuan yang ditunjukan sebagai suatu lengkungan pada bidang perlapisan batuan.
hal ini batuan yang lebih tua akan lebih dalam letaknya.
18
2. Sinklin adalah lipatan dimana bagian cekungnya mengarah keatas, dalam hal
berangsur pada kemiringan (dip) lapisan batuan, perulangan variasi litologi, dan
berdasarkan nilai plunge (penunjaman) dan nilai dip axial surface yang tertuang
Gambar 1.3 Klasifikasi Lipatan (Fleuty, 1964) dalam Davis et. al. (1996)
19
1.4.4.3..2 Kekar
Kekar adalah jenis struktur yang umum dijumpai pada batuan. Struktur
kekar didefinisikan sebagai bidang rekahan atau pecahan pada batuan yang sedikit
atau tidak sama sekali mengalami pergeseran. Kekar merupakan salah satu
struktur yang sulit untuk diamati, namun didalam analisis kekar dapat dipakai
atau proses pembentukannya dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu :
1. Kekar gerus (shear joint) adalah rekahan yang terbentuk adanya geseran dan
gesekan pada batuan (shearing), memiliki ciri fisik antara lain lurus, bentuk
(tarikan), mempunyai ciri fisik antara lain relatif tidak lurus, bentuk
tarikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tension joint dan release joint.
Tension joint adalah kekar tarik yang bidang rekahannya sejajar dengan arah
tegasan utama, sedangkan release joint adalah kekar tarik yang terjadi akibat
dari hilangnya gaya yang bekerja dan posisi rekahannya tegak lurus terhadap
gaya utama.
1.4.4.3.3 Sesar
diperkirakan dengan melihat indikasi yang ada seperti lipatan seret (dragfold),
20
offset litologi, kekar, slicken side, breksi sesar, zona hancuran, kelurusan,
(σ2), dan tegasan minimum (σ3); arah tegasan, sifat tegasan, dan gambaran
Dari data cermin sesar yang ditemukan, dapat ditentukan jenis sesar
dengan menggunakan klasifikasi Rickard (1972) (Gambar 1.4). Data dip, pitch,
dan pergerakan sesar diplot kedalam segitiga dip-pitch (B), kemudian diagram B
tersebut diplot ke segitiga dip-pitch (A), sehingga nama sesar dapat di tentukan
3. Sesar naik dekstral dengan dip < 45 ( Right thrust slip fault ).
4. Sesar dekstral naik dengan dip < 45 ( Thrust right slip fault ).
5. Sesar naik dekstral dengan dip > 45 ( Right reverse slip fault ).
6. Sesar dekstral naik dengan dip > 45 ( Reverse right slip fault ).
8. Sesar dekstral normal dengan dip < 45 ( Lag right slip fault ).
9. Sesar normal dekstral dengan dip < 45 ( Right lag slip fault ).
10. Sesar normal dekstral dengan dip < 45 ( Right normal slip fault ).
11. Sesar dekstral normal dengan dip > 45 ( Normal right slip fault ).
12. Sesar normal dengan dip < 45 ( Lag slip fault ).
13. Sesar normal dengan dip > 45 ( Normal slip fault ).
14. Sesar normal sinistral dengan dip < 45 ( Left lag slip fault ).
15. Sesar sinistral normal dengan dip < 45 ( Lag left slip fault ).
16. Sesar sinistral normal dengan dip > 45 ( Normal left slip fault ).
17. Sesar normal sinistral dengan dip < 45 ( Left normal slip fault ).
19. Sesar sinistral naik dengan dip < 45 ( Thrust left slip fault ).
20. Sesar naik sinistral dengan dip < 45 ( Left thrust slip fault ).
21. Sesar naik sinistral dengan dip > 45 ( Left reverse slip fault ).
22. Sesar sinistral naik dengan dip > 45 ( Reverse left slip fault ).
22
yang dilakukan oleh Moody dan Hill (1956) yang meneliti hubungan tegasan
pemodelan sistem patahan mendatar Moody dan Hill (1956) (gambar 1.5) sebagai
berikut:
1. Jika suatu materi isotrofik yang homogen dikenai suatu gaya kompresi
antara 45° bidang shear maksimum dan 30° bidang shear yang terbentuk
permukaan yang tegasan gerusnya nol dan sering kali berada tegak lurus
atau normal terhadap salah satu arah tegasan. Akibatnya salah satu dari
3. Orde kedua dalam sistem tegasan ini muncul dari tegasan yang berarah
300-450 dari tegasan orde pertama atau tegak lurus terhadap bidang gerus
23
maksimum orde pertama. Bidang gerus orde kedua ini akan berpola
sama dengan pola bidang gerus yang terbentuk pada orde pertama.
4. Orde ketiga dalam sistem ini arahnya akan mulai menyerupai arah orde
seterusnya dari orde pertama, kedua dan orde ketiga. Akibatnya tak akan
muncul jumlah tak terhingga dari arah tegasan. Sistem ini dipecahkan
kedalam delapan arah shear utama empat antiklinal utama, dan arah
lapangan kenampakan orde pertama dan orde kedua dapat kita bedakan
Dari data cermin sesar yang ditemukan, dapat dikelompokkan sesar yang
termasuk “strike slip” dan “dip slip”. Pengelompokkan sesar tersebut, yaitu :
Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk ditemukan, untuk itu, dapat
jenis berdasarkan orientasi tegasan utama (Gambar 1.6) dan dinyatakan dalam 1
Gambar 1.6 Hubungan antara pola tegasan dengan jenis sesar yang terbentuk
(Anderson, 1951)
bidang sesar mendekati 30º. Dalam hal ini, bidang sesar vertikal dan bergerak
secara horizontal.
pembahasan dari aspek tersebut disusun berdasarkan urutan kejadian dan waktu,
mikroskop binokuler yang melalui beberapa tahapan, mulai dari pencucian contoh
batuan, pemerian nama fosil, sampai pada penarikan kisaran umur dan interpretasi
dalam sayatan tipis tersebut. Seluruh mineral yang terdapat di dalam sayatan tipis
optik yang dimaksud antara lain bentuk kristal, belahan, inklusi, warna,
klasifikasi menurut Travis (1955) (Gambar 1.7). Untuk penamaan batuan sedimen
digunakan klasifikasi Pettijohn (1975) (Gambar 1.8 b), klasifikasi ini didasarkan
atas kandungan feldsfar, kuarsa, fragmen batuan dan jumlah matriks dan
(1962) (Gambar 1.8 a) yang menggunakan komposisi matriks, fragmen, dan fosil
Schmid (1981) dalam Gillepsic & Styles (1999) (Gambar 1.9 & Tabel 1.5),
Tabel 1.5 Klasifikasi batuan volkaniklastik (Schmidt, 1981) dalam Gillepsic & Styles
(1999)
29
koordinat 107°21'30”BT sampai 107° 26' 30” BT dan 6° 27' 00” LS sampai 6° 32'
00” LS. Daerah penelitian termasuk kedalam sebagian lembar peta rupabumi
Lokasi Penelitian