Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Tulang merupakan material komposit alamiah yang terdiri dari komponen
organik dan inorganik. Komponen inorganik penyusun tulang (45-65 %) adalah
suatu bentuk kalsium fosfat [Darwis & Warastuti, 2008]. Tulang berfungsi
sebagai rangka, penyokong dan pelindung organ tubuh serta sebagai penghubung
antar otot sehingga memungkinkan terjadinya gerakan [Rivera-Munoz, 2011].
Kerusakan/cacat pada tulang mengakibatkan terganggunya fungsi tersebut
sehingga tulang perlu diperbaiki. Banyak upaya telah dilakukan dalam
pengembangan biomaterial untuk perbaikan atau penggantian tulang. Selain
mempertimbangkan biocompatibility, pertimbangan khusus untuk bahan
pengganti tulang adalah biomechanical nature, yaitu biomaterials harus memiliki
sifat mekanik yang diperlukan untuk kinerja yang tepat dalam fungsi mereka
[Liu, 1997]. Penggunaan graft tulang (allograft dan xenograft) di Indonesia terus
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh bertambah luasnya bidang
pemakaian graft tulang tersebut tidak hanya pada bidang orthopedik tetapi juga
telah mulai banyak dipakai pada opthalmologik dan periodontal (gigi). Selain itu
peningkatan pemakaian graft juga disebabkan oleh bertambahnya prevalensi
penyakit yang memerlukan graft tulang [Darwis & Warastuti, 2008].
Banyak kasus yang terjadi terkait dengan kerusakan tulang (bone defect)
seperti kanker tulang, periodontitis dan kecelakaan yang menyebabkan patah
tulang sehingga membutuhkan graft tulang sebagai pengganti tulang yang rusak.
Saat ini graft tulang yang banyak digunakan pada bidang ortopedi yaitu natural
bone antara lain autograft (tulang dari pasien yang sama), allograft (tulang dari
donor manusia lain) dan xenograft (tulang hewan). Bone graft yang biasanya
digunakan adalah autograft dan allograft. Namun, autograft tidak dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan bone graft yang terus meningkat [Miranda dkk, 2013].
Sedangkan allograft dan xenograft dapat menimbulkan reaksi autoimun serta
kemungkinan terjadinya transfer penyakit [Darwis & Warastuti, 2008].
Biomaterials merupakan material yang berfungsi mengembalikan dan
meregenerasi jaringan hidup yang rusak [Park dkk., 2000]. Biomaterials telah
digunakan untuk menggantikan jaringan-jaringan biologis dalam bidang
kedokteran dan penggunaannya telah meningkat secara signifikan dalam 10 tahun
terakhir [Dobos, 2012].
Tricalsium phosphate (TCP) adalah biomaterials sintetik yang mengalami
kemajuan pesat dalam 20 hingga 30 tahun terakhir [Kuo dkk., 2007]. TCP
merupakan bioceramics yang memiliki sifat biocompatibility yang baik serta tidak
menimbulkan inflamasi ketika digunakan sebagai implan penghubung/jaringan
tulang. Keunikan TCP dibandingkan biomaterials sintetik lain adalah similaritas
sifat kimianya dengan fase mineral tulang [Ghosh dkk., 2008]. Penggunaan TCP
mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan metode-metode sebelumnya.
Pasca implantasi TCP dalam jaringan tulang, tidak terjadi penurunan volum dan

1
2

perubahan morfologi serta mampu teradsorpsi dan menyatu baik dengan tulang.
Keunggulan TCP yang lainnya yaitu tidak terjadinya reaksi imunogenik terhadap
material TCP dalam tubuh [Oonishi dkk., 1997].
TCP berpori telah digunakan sebagai pengisi sel (loading), drug-releasing
agent dan dalam implantasi jaringan [Sopyan dkk., 2007]. Morfologi pori dapat
dibentuk melalui beberapa metode, salah satunya adalah protein foaming
consolidation [Fadli & Sopyan, 2009]. Metode protein foaming consolidation
menggunakan kuning telur sebagai pembentuk pori. Penggunaan kuning telur
sebagai pembentuk pori memiliki beberapa keunggulan, yaitu sifatnya yang
harganya murah, ramah lingkungan dan distribusi pori yang tersebar merata [Fadli
& Sopyan, 2009].
1.2 Identifikasi Masalah
Penggunaan biomaterials seperti TCP dalam implantasi tulang sudah
seharusnya memenuhi persyaratan tersebut. Ukuran, interkonektivitas dan
distribusi pori merupakan parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
TCP berpori. TCP telah digunakan oleh Fadli dkk [2014] dalam fabrikasi keramik
berpori untuk aplikasi tulang implant, yang menghasilkan keramik berpori dengan
derajat porositas berkisar 61 - 82% dan compressive strength berkisar 0,73 - 2,89
MPa.
Pembuatan keramik berpori dapat dilakukan melalui berbagai metode, salah
satunya adalah protein foaming consolidation. Kuning telur digunakan sebagai
agen pembentuk pori dikarenakan sifatnya yang berbentuk gel. Proses sintering
akan menghilangkan protein didalam slurry sehingga akan membentuk pori di
dalam sampel [Fadli & Sopyan, 2009]. Pembuatan alumina berpori menggunakan
kuning telur telah dilakukan oleh Fadli dan Sopyan [2009]. Hasil penelitian
tersebut menghasilkan derajat porositas alumina berkisar 43,6-50,4% dengan
compressive strength 4,57-5,72 MPa. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan
TCP berpori dikarenakan TCP merupakan biomaterials yang komposisi kimianya
mirip dengan tulang manusia serta memenuhi karakteristik sebagai implan
[Kivrak & Cuneyt, 1998].
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengaruh komposisi slurry dan temperatur sintering
terhadap sifat fisik, kimia dan mekanik TCP berpori dengan metode
protein foaming-consolidation
2. Karakterisasi TCP berpori yang mampu memenuhi standar sebagai graft
tulang sintetik.
1.4 Urgensi Penelitian
Kebutuhan akan implan tulang di beberapa rumah sakit di Indonesia
dilaporkan meningkat seiring dengan tingginya jumlah penderita patah tulang
[Miranda et al, 2013]. Peningkatan penderita patah tulang itu dipicu semakin
tingginya jumlah kecelakaan di jalan raya dan kecelakaan kerja.Selain itu,
3

keberadaan Indonesia pada zona rentan bencana alam, menjadikan ketersediaan


implan tulang untuk rekonstruksi korban bencana sangat krusial. TCP merupakan
material yang memiliki tingkat biodegradasi yang sesuai dengan laju pertumbuhan
tulang dan bersifat osteoconductive. Sifat bioaktif, biokompatibel, stabilitas
termal, dan tingkat bioresorbable lebih unggul jika dibandingankan dengan
hidroksiapatit yang membuat TCP sangat baik untuk menjadi implant tulang.
Metode protein foaming-consolidation merupakan metode yang dapat
menghasilkan porositas 39-49%, hasil ini mendekati porositas dari cancellous
bone yaitu 30-90%.
1.5 Luaran yang Diharapkan
Dihasilkan prototype TCP berpori yang memenuhi standar sebagai graft
tulang sintetik dan menjadi artikel ilmiah untuk dapat dipublikasikan di forum
ilmiah nasional.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengembangkan metode fabrikasi TCP yang lebih ekonomis sehingga
mampu diproduksi dalam skala besar.
2. Data-data yang diperoleh dapat menjadi acuan/sumber referensi bagi
perkembangan peneliti lain yang mengkaji topik yang sama.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tulang
Tulang merupakan ciri khas yang dimiliki oleh vertebrata. Tulang
diklasifikasikan menjadi cortical dan sponge bone berdasarkan mikro struktur
mineral. Cortical bone merupakan tulang padat (tidak berpori) sedangkan sponge
bone adalah jenis tulang berpori [Rivera-Munoz, 2011]. Tulang merupakan
jaringan dinamis yang dapat mengalami remodeling yang sering terjadi akibat
adanya cedera pada tulang, walaupun memiliki kemampuan untuk melakukan
mengembalikan fungsi mekanis tulang [Gomes, 2004].
Tulang adalah bahan komposit alami yang tersusun atas 60 % mineral, 10 %
air, dan 30 % matriks anorganik. Tulang memiliki empat fungsi utama di dalam
tubuh manusia. Fungsi yang pertama adalah tulang sebagai kerangka kerja
struktural tubuh yang dapat berkontraksi dengan otot untuk menggerakkan tubuh.
Fungsi yang kedua yaitu menyediakan kebutuhan mineral (terutama kalsium dan
phosphate) untuk seluruh tubuh. Fungsi yang ketiga yaitu melindungi organ-organ
vital di bagian dalam tubuh. Fungsi tulang yang keempat yaitu sebagai tempat
untuk mengembangkan sistem imun [Gomes, 2004].
Tulang dapat memiliki porositas yang sangat tinggi maupun sangat rendah.
Porositas tulang dapat berubah secara terus menerus dari 5% sampai 95%.
Berdasarkan porositasnya, jaringan tulang dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
trabecular atau cancellous bone yang memiliki porositas 50 – 95% dan cortical
bone yang memiliki porositas 5-10% [Doblaré et al, 2004].
4

2.2 Karakteristik Porous Tricalcium Phosphate sebagai Cancellous Bone


Trikalsium fosfat (Ca3(PO4)2) merupakan salah satu biocompatible ceramics
yang sifat fisik dan kimianya mirip dengan struktur mineral tulang dan gigi
manusia. TCP adalah bioresorbable ceramics yang telah banyak digunakan dalam
perbaikan tulang dan coating metal dalam penggantian jaringan. Hal ini
dikarenakan TCP lebih stabil dibandingkan kalsium fosfat lainnya serta memiliki
pH, temperatur dan komposisi yang paling dekat dengan physiological fluid.
Tulang adalah jaringan hidup yang terus tumbuh. Perbaikan/penggantian
tulang dengan biomaterials memiliki beberapa karakteristik agar implantasi dapat
berkoordinasi baik dengan jaringan tulang. Osteointegration, osteoconduction,
osteoinduction dan osteogenesis merupakan karakteristik biologi yang harus
dimiliki biomaterials. Osteointegration yaitu kemampuan implan untuk berikatan
secara kimia dengan permukaan tulang. Osteoconduction adalah kemampuan
implan untuk mendorong pertumbuhan tulang. Osteoinduction merupakan
kemampuan implan untuk menginduksi osteoblast dan osteogenesis yaitu
pembentukan tulang baru yang didampingi material implan oleh osteoblast
[Moore et al., 2001].
Karakteristik lain yang harus dimiliki biomaterials adalah karakteristik fisik,
meliputi kuat tekan, derajat porositas, ukuran, distribusi dan morfologi serta
interkonektivitas antar pori. Kuat tekan tulang manusia bervariasi dari 2-230 MPa
menurut letak dan fungsinya [Hench & Wilson, 1993]. Derajat porositas tulang
manusia berkisar 5-30% untuk compact bone dan 30-90% pada cancellous bone
[Carter & Hayes, 1977]. Biomaterials dengan ukuran pori <1 µm hanya dapat
berinteraksi dengan protein, pori 1-20 µm dapat berperan dalam dalam
pengembangan dan pertumbuhan sel sedangkan pada pertumbuhan tulang
dibutuhkan pori berukuran 100-1000 µm untuk distribusi aliran darah [Emadi et
al, 2010]. Distribusi dan morfologi pori mempengaruhi penetrasi tulang kedalam
material implant sedangkan interkonektivitas antar pori akan memperlancar
sirkulasi dan pertukaran cairan tubuh, difusi ion, suplai nutrisi dan penetrasi sel
osteoblast [Ravaglioli & Krajewski, 1997].
2.4 Fabrikasi Porous Tricalcium Phosphate dengan Protein Foaming-
Consolidation Method
Protein foaming-consoliadation merupakan metode pembentukan pori
dengan penambahan protein dan starch ke dalam keramik. Campuran tersebut
kemudian di cetak ke dalam molds dan di keringkan di dalam oven dan
dimasukkan ke dalam furnace untuk proses sintering [Sopyan et al, 2012].
Metode ini menggunakan protein seperti yolk sebagai pembentuk pori. Yolk terdiri
dari 51% lipids, 24% air dan 25% protein. Lipids didalam yolk akan mengurangi
kapasitas foaming protein pada saat pembentukan pori [Sopyan et al, 2012].
Selama proses foaming, slurry akan melalui empat tahapan yaitu pre-heating,
foaming, consolidating dan stabilizing. Proses foaming ini dapat dilihat pada
gambar 2.8.
5

Gambar 2.8 Mekanisme proses foaming-consolidation [Sopyan et al, 2012]

Proses pemanasan akan merubah struktur dari protein (denaturation) tanpa


adanya perubahan volume, setelah itu akan terjadi proses foaming yang
menyebabkan meningkatnya volume slurry hingga mencapai volume maksimal
sesuai dengan kemampuan protein melakukan proses foaming, kemudian pada
saat consolidating, drying bodies terdiri dari fasa cair dan padat. Fasa cair dari
drying bodies akan di evaporasi menjadi fasa gas dan akan dikeluarkan dari
drying bodies secara difusi ataupun konveksi sampai drying bodies mencapai
tahap stabilizing [Sopyan et al, 2012].
Protein Foaming-Consolidation telah diterapkan oleh Fadli dan Sopyan
[2009] dalam fabrikasi alumina berpori menggunakan protein. Protein yang
dipakai adalah protein kuning telur yang telah diisolasi dari telur ayam. Alumina
yang dihasilkan mempunyai derajat porositas 39-49% dengan kuat tekan 0,8-7,5
MPa.

Gambar 2.9 Hasil SEM Alumina-hydroxyapatite [Sopyan et al, 2012]

2.3 Drying dan Sintering


Dua proses penting dalam fabrikasi keramik adalah drying dan sintering.
Drying merupakan proses pemisahan air dari campuran. Dalam fabrikasi keramik,
drying dibutuhkan untuk melepaskan air dari slurry. Selama proses berlangsung,
molekul air berdifusi ke permukaan dimana proses evaporasi terjadi. Tahapan
proses pelepasan molekul air dapat dilihat pada Gambar 2.11. Gambar tersebut
6

menunjukkan bahwa selama proses drying, material akan mengalami penyusutan.


Penyusutan yang terjadi dikarenakan air telah terevaporasi keluar bahan sehingga
ukuran material semakin kecil. Material yang telah melewati proses ini disebut
green bodies.

Gambar 2.11 Pelepasan air selama drying (a) keramik basah, (b) sebagian air
telah hilang dan (c) keramik kering [Kingery, 1960]
Sintering merupakan proses pemanasan pada temperatur tinggi untuk
meningkatkan kekuatan mekanik material. Proses ini juga dapat didefinisikan
sebagai proses produksi suatu material dengan mikro struktur dan porositas yang
terkontrol. Sintering dapat diklasifikasikan menjadi sintering fasa padat dan fasa
cair. Sintering fasa padat terjadi jika material berada dalam fasa padat pada
temperatur sintering sedangkan sintering fasa cair terjadi apabila terdapat cairan
selama sintering berlangsung. Selama sintering berlangsung, struktur partikel
material akan tumbuh (coarsening) dan menyatu membentuk kesatuan massa
(densifikasi) [Kang, 2005]. Hal ini merupakan fenomena dasar dari proses
sintering dan dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Fenomena dasar yang terjadi selama sintering [Kang, 2005]
Selama coarsening dan densifikasi berlangsung, terjadi pergerakan partikel
material. Pergerakan tersebut terjadi secara kompleks dan dikarenakan adanya
difusi permukaan (Ds), difusi gas (Dg), difusi kisi (Dl), difusi boundary (Db),
perbedaan viskositas (η) dan perbedaan tekanan uap (Δp) partikel.
7

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Bahan Baku
Bahan baku penelitian meliputi bubuk TCP (Sigma Aldrich, Jerman).
Kuning telur yang telah diisolasi dari telur ayam lokal, starch, Darvan 821 A
(R.T. Vanderbilt, USA) dan Minyak goreng. Kuning telur berfungsi sebagai
pembentuk pori sedangkan minyak goreng digunakan sebagai pelumas untuk
mempermudah pelepasan sampel dari mold [Fadli and Sopyan, 2009].
3.2 Peralatan Utama dan Penunjang
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah furnace yang
berfungsi sebagai tempat terjadinya burning dan sintering. Peralatan penunjang
yang dipakai meliputi oven, stirrer, stainless steel mold, jangka sorong dan
mistar.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan persiapan slurry. Slurry disiapkan dengan
mencampur bubuk TCP, starch, Darvan 821A dan kuning telur di gelas beker.
Slurry diaduk secara mekanik pada kecepatan 150 rpm selama 3 jam. Campuran
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipanaskan di oven dengan
suhu 180°C selama 1 jam. Sebelum memasukkan slurry ke dalam cetakan,
cetakan dilumasi dengan minyak goreng untuk mempermudah proses pelepasan
dari mold serta mendapatkan kualitas permukaan sampel yang bagus. Sampel
dilepas dari cetakan dan dibakar pada temperatur 600˚C (laju pemanasan 10˚
C/menit) untuk menghilangkan yolk dan diakhiri dengan sintering (laju
pemanasan 2˚C/menit) pada suhu 1100, 1200 dan 1300°C masing-masing selama
1 jam.
an
Starch Darv
82 A
1
TCP
Yolk

Drying (180°C, 1 Jam)


Molding

Burning & sintering


De-molding

Gambar 3.1 Skema fabrikasi TCP berpori melalui protein foaming-consolidation


8

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian meliputi variabel tetap dan berubah. Variabel tetap pada
penelitian ini adalah jumlah darvan (6 gr), jumlah starch (3 gr), kecepatan
pengadukan (150 rpm), waktu pengadukan (3 jam), temperatur pengeringan
(180°C) dan waktu pengeringan (1 jam) sedangkan variabel berubah terdiri dari
rasio komposisi slurry TCP : Yolk (24 gr : 24 gr , 24 gr : 36 gr dan 24 gr : 48 gr)
dan temperatur sintering (1100, 1200 dan 1300˚C).
3.5 Analisa Hasil dan Pengolahan Data
3.5.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)
SEM berfungsi untuk mengetahui morfologi sampel. Morfologi merupakan
bentuk atau keadaan permukaan suatu material. Hasil SEM dapat menunjukkan
ukuran dan bentuk pori pada sampel.
3.5.2 X-Ray Diffraction (XRD)
XRD digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristal dalam material dengan
cara menentukan parameter struktur kisi
3.5.3 Persentase Penyusutan (shrinkage)
Tinggi dan diameter sampel diukur menggunakan jangka sorong sebelum
dan sesudah sintering. Sampel diukur 5 kali untuk setiap variabel proses
kemudian hasil rataannya digunakan dalam kalkulasi shrinkage seperti pada
Persamaan III.1.
Vbs-Vas
%shrinkage  100% (III.1)
Vbs
Dimana Vbs dan Vas merupakan volum sampel sebelum dan sesudah sintering.
3.5.4 Densitas dan Porositas
Densitas dan porositas merupakan karakteristik yang menggambarkan
distribusi pori pada sampel. Densitas diperoleh dengan menimbang dan
menghitung volum sampel. Formula untuk menghitung densitas dapat dilihat pada
Persamaan III.2. Setelah memperoleh data densitas, maka porositas dapat dihitung
menggunakan Persamaan III.3 hingga III.4.
massa (gr)
Densitas sampel,  s  (III.2)
volum (cm3 )
s
Densitas relatif,  r  100% (III.3)
t
Dimana ρt adalah densitas teoritis.
Porositas  100%   r (III.4)
3.5.5 Compressive Strength Testing (Uji Kuat Tekan)
Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui ketahanan sampel apabila diberi
sejumlah beban (loading). Compressive strength diperoleh dari kurva stress-strain
dengan cara membebani sampel dengan laju 2,5 mm min-1 hingga sampel tersebut
hancur (failure).
9

BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN


4.1 Anggaran Biaya
Adapun biaya penelitian yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Anggaran Biaya Penelitian
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp.)
1 Peralatan Penunjang Rp. 1.325.000
2 Bahan habis pakai Rp. 2.722.500
3 Analisa Hasil Rp. 4.950.000
4 Perjalanan Rp. 1.600.000
5 Lain-lain Rp. 1.750.000
Jumlah Rp. 12.347.500
4.2 Jadwal Penelitian
Penelitian direncanakan berlangsung selama 3 bulan. Jadwal pelaksanaan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jadwal pelaksanaan penelitian
Bulan Ke-
No Kegiatan 1 2 3
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penelusuran literatur
2 Persiapan alat dan bahan
3 Pelaksanaan penelitian
4 Pengujian hasil
5 Peyusunan laporan dan jurnal

DAFTAR PUSTAKA
Carter, D.R. & Hayes, W.C. (1977). The compressive behavior of bone as a two-
phase porous structure. Journal Bone Joint Surgery. 59 : 954-962.
Darwis, D. & Warastuti, Y. (2008). Sintesis dan Karakterisasi Komposit
Hidroksiapatit (HA) Sebagai Graft Tulang Sintetik. Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi. 4 : 143-153.
Doblaré, M, J., García, J.M., Goméz, M.J., (2004). Review Modelling bone tissue
fracture and healing: a review. Engineering Fracture Mechanics. 71 : 1809 -
1840.
Dobos, Petr. (2012). Synthesis of foamed bioceramics for potential medical
applications. Tesis Master. Brno University of Technology.
Emadi, R., Tavanga, F., Iman, S.R.E., Sheikhhosseini, A. & Kharaziha, M.
(2010). Nanostructured Forsterite Coating Strengthens Porous
Hydroxyapatite for Bone Tissue Engineering. Journal of the American
Ceramic Society. 93 : 2679–2683.
Fadli, A., Rasyid, A. & Firmansyah, R. (2014). Efect of Sintering Temperature
Rate on Physical Properties of Porous Tricalcium Phosphate (TCP)
Ceramics. Proceeding ASEAN COSAT 2014. Bogor. 427-432.
10

Fadli, A. &. Sopyan, I. (2009). Preparation of Porous Alumina for Biomedical


Applications through Protein Foaming-Consolidation Method. Material
Research Innovation. 13(3): 327-329.
Ghosh, S. K., Nandi, S. K., Kundu, B., Datta, S., De, D. K. & Roy, S. K. (2008).
In vivo response of porous hydroxyapatite and ß-tricalcium phosphate
prepared by aqueous solution combustion method and comparison with
bioglass scaffolds. Journal of Biomedical Material Research Part B Applied
Biomaterials 86: 217-27.
Gomes, M.M.E. (2004). A Bone tissue engineering strategy based on starch
scaffolds and bone marrow cells cultured in a flow perfusion bioreactor.
Disertasi Doktor, University of Minho.
Hench, L. L. & Wilson, J. (1993). An introduction to bioceramics. Singapore:
World Scientific.
Kang, S-J., L. (2005). Sintering: densification, grain growth and microstructure.
Amsterdam: John Wiley & Sons.
Kingery, W. D. (1960). Introduction to ceramics. New York: John Wiley & Sons.
Kuo, T. C., Lee B. S., Kang, S. H., Lin, F. H. & Lin, C. P. (2007). Cytotoxicity of
DP-bioglass paste used for treatment of dentin hypersensitivity. Journal of
Endodostics. 33: 451-454.
Liu, Qing. (1997). Hydroxyapatite/Polymer Composites For Bone Replacement.
Disertasi Doktor, University of Twente.
Miranda, Z.I., Siswanto, & Dyah, H. (2013). Sintesis Komposit Kolagen-
Hidroksiapatit Sebagai Kandidat Bone-Graft. Journal of Physic and
Application. 1 : 89-103.
Moore, W. R., Graves, S. E. & Bain, G. I. (2001). Synthetic bone graft substitutes.
ANZ Journal of Surgery. 71: 354-361.
Oonishi, H., Kushitani, S., Yasukawa, E., Iwaki, H., Hench, L. L., Wilson, J.,
Tsuji, E. & Sugihara, T. (1997). Particulate bioglass compared with
hydroxyapatite as a bone graft substitute. Clinical Orthopaedics and Related
Reasearch. 334: 316-325.
Park, S. H., Llinás A., Goel, V. K. & Keller, J. C. (2000). Hard tissue
replacement. The Biomedical Engineering Handbook: Second Edition. Ed.
Joseph D. Bronzino. Boca Raton: CRC Press LLC.
Ravaglioli, A. & Krajewski, A. (1997). Implantable porous ceramics. Journal of
Material Science Forum. 250: 221-230.
Rivera-Munoz, E. M. (2011). Hydroxyapatite-based materials: synthesis and
characterization, biomedical engineering-frontiers and challenges, Prof.
Reza Fazel (Ed.). http://www.intechopen.com. ISBN: 978-953-307-309-5.
Diakses 5 Maret 2015.
Sopyan, I., Fadli, A. & Mel, M. (2012). Porous alumina–hydroxyapatite
composites through protein foaming–consolidation method. Journal of
Mechanical Behaviour Biomedical Material. 8 : 86–98.
Sopyan, I., Fadli, A. & Mel, M. (2013). Protein Foaming-consolidation Method
for Fabrication of High Performance Porous Bioceramics. Advance Material
Research. 622-623 : 1759-1763.
Sopyan, I., Mel, M., Ramesh, S. & Khalid, K. A. (2007). Porous hydroxyapatite
for artificial bone applications. Science and Technology of Advanced
Materials. 8: 116–123.

Anda mungkin juga menyukai