TESIS
TESIS
1 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
2
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
4
SURAT PERNYATAAN
Memyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis
yang berjudul :
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Difteri
di Kabupaten Sidoarjo
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Rachmadi Purwana, dr., S.KM. selaku pembimbing akademik yang
telah bersedia memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan kerangka
berpikir yang logic dalam penyusunan tesis ini
2. Dr. Dewi Susanna, dra., M.Kes. selaku penguji yang telah bersedia memberikan
masukan, kritik yang membangun dan pemahaman baru dalam penyusunan tesis
ini
3. Dr. Ratna Djuwita, dr., M.PH. selaku penguji yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk menjadi tim penguji dalam sidang tesis ini
4. Dr. Julitasari Sundoro, dr., M.Sc. dari Kementerian Kesehatan selaku penguji
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi tim penguji dalam sidang
tesis ini
5. Sukanda, S.E., M.KM. dari Dinas Kesehatan Kota Depok selaku penguji yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi tim penguji dalam sidang tesis
ini
6. Renti Mahkota, S.KM., M. Epid. yang telah memberikan banyak solusi di tengah
kebingungan saya dalam penyusunan tesis ini
7. Dr. Besral, S.KM., M.Sc. berjasa untuk rumus alternatif besar sampel
8. Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo yang telah bersedia membantu saya dalam
memperoleh data yang saya perlukan
9. Ibu saya tersayang yang senantiasa mendoakan, menyemangati, dan mendukung
saya dalam perjalanan hidup, studi ini, dan langkah saya di masa datang
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
6
10. Keluarga saya yang telah dan akan selalu mendukung dan senantiasa
mengulurkan tangan ketika saya perlukan
11. Sahabat- sahabat saya yang telah mendoakan dan memberikan spirit to stay focus
12. Teman kerja saya yang telah menyemangati saya untuk sampai di titik ini
13. Teman seperjuangan yang telah melewati masa 2 tahun dengan saling
memberikan dukungan, bantuan, dan berbagi dalam banyak suka dan sedikit
duka
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah bersedia membantu. Mohon maaf apabila ada kekurangan dalam
penulisan tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
7
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama : Kusuma Scorpia Lestari
NPM : 1006799110
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Departemen : Kesehatan Lingkungan
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Tesis
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 10 Juli 2012
Yang menyatakan
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
8
ABSTRAK
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
9
ABSTRACT
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
10
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN.................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH .......................................................... vii
ABSTRAK ......................................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ............................................................................ 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4.1 Tujuan Umum....................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 5
1.5.1 Bagi Peneliti ......................................................................................... 5
1.5.2 Bagi Program ........................................................................................ 5
1.6 Ruang Lingkup Penelitian................................................................................. 5
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
11
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 55
6.1.1 Variabel Penelitian ............................................................................... 55
6.4.2 Desain Penelitian .................................................................................. 55
6.4.3 Bias Seleksi .......................................................................................... 56
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
12
DAFTAR REFERENSI
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
13
DAFTAR TABEL
Tabel 5.3 Hubungan Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Difteri ......................... 48
Tabel 5.8 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan Kejadian Difteri ....................... 51
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
14
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.10 Sebaran Kasus Difteri Bulan Januari 2011 - Februari 2012.......................... 45
Gambar 5.11 Jumlah Kasus Difteri 1 Januari 2011-29 Februari 2012 .............................. 46
Gambar 5.12 Distribusi Jumlah Kasus Difteri Pada Kecamatan Januari 2011 -
Februari 2012 ...................................................................................................................... 47
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
15
DAFTAR SINGKATAN
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
16
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 8 – Kuesioner
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
17
BAB 1
PENDAHULUAN
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang mudah menular disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diphtheriae. Difteri merupakan masalah kesehatan sejak
ribuan tahun yang lalu yang menyerang kesehatan manusia yang dapat
mengakibatkan komplikasi dan kematian. Difteri ditemukan pada era Hipoccrates
saat wabah kali pertama terjadi yaitu pada abad ke V Sebelum Masehi (Nandi dkk,
2003).
Pada tahun 1883 bakteri penyebab difteri diidentifikasi oleh Klebs dan pada
tahun 1890 antitoksin difteri dikembangkan. Pertama kali vaksin dikeluarkan pada
tahun 1920. Dengan adanya pengembangan vaksin kejadian difteri menurun secara
signifikan (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011). Pada beberapa negara di dunia
difteri masih endemik antara lain di bagian Asia, Afrika, dan Amerika Selatan (Shah,
2005).
Pada tahun 2011 Indonesia merupakan negara tertinggi kedua setelah India
yaitu 806 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2010 dimana Indonesia
juga merupakan negara tertinggi kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus. Pada
tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dan 219 kasus pada tahun 2008. Sedangkan kasus
difteri tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah India dengan 3485 kasus. Tahun
2010 kasus difteri di India sebanyak 3123 kasus yang kasusnya menurun dari tahun
ke tahun yaitu 3529 kasus pada tahun 2009, 3977 kasus pada tahun 2008. Sudan
merupakan negara tertinggi ketiga dengan 193 kasus difteri. pada tahun 2011 Nepal
merupakan negara tertinggi ketiga dengan 146 kasus difteri pada tahun 2010, 277
kasus pada tahun 2009, dan 149 kasus pada tahun 2008 (WHO, 2012).
Di Asia Tenggara (South East Asia Regional Office) pada tahun 2011 Indonesia
menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus difteri setelah India dengan jumlah
kasus difteri 3485, dan Nepal merupakan negara ketiga dengan 94 kasus dfteri. Pada
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
18
tahun 2010, Indonesia negara kedua tertinggi dengan 432 kasus difteri difteri (WHO,
2012).
Penyakit difteri dapat dicegah dengan imunisasi sesuai dengan Pengembangan
Program Imunisasi (PPI). Sasaran program ini adalah bayi usia 2-12 bulan untuk
vaksin Diffteri Pertusis Tetanus (DPT) sebagai imunisasi dasar. Pada usia 6-7 tahun
(Sekolah Dasar kelas 1) pemberian booster Difteri Toksoid (DT) (Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2011).
Kadar antibodi yang diukur dari vaksin yang diterima pada imunisasi dasar
memiliki perbedaan pada pemberian jumlahnya. Terdapat perbedaan pada imunisasi 1
kali dengan 3 kali atau lebih dan pada imunisasi 2 kali dengan 3 kali atau lebih
(Lubis, 2005). Semakin buruk status gizi penderita semakin tinggi angka kematian.
Penderita dengan status gizi baik memiliki prognosis lebih baik daripada penderita
dengan gizi kurang (Setiyono, 1989). Kepadatan hunian tempat tidur, kelembaban
dalam rumah, jenis lantai rumah, sumber penularan, dan pengetahuan ibu memiliki
hubungan bermakna dengan kejadian difteri (Kartono, 2007). Status imunisasi, status
gizi memiliki hubungan bermakna dengan kejadian difteri (Rusli, 2003). Kepadatan
serumah, status imunisasi, dan status gizi memiliki hubungan dengan kejadian difteri
(Sitohang, 2002).
Di Indonesia tahun 2011 difteri tersebar di 18 provinsi dengan total 811 kasus/
38 meninggal yaitu di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Bali. Kejadian difteri
tertinggi di Indonesia adalah di Jawa Timur dengan 664 kasus/20 meninggal
(Kementerian Kesehatan, 2012).
Difteri masih menjadi masalah kesehatan yang serius di Indonesia khususnya
di Jawa Timur. Kecenderungan kasus difteri selalu naik di Jawa Timur dari tahun ke
tahun. Tahun 2003 (5 kasus), tahun 2004 (15 kasus), tahun 2005 (33 kasus), tahun
2006 (43 kasus), tahun 2007 (86 kasus), tahun 2008 (77 kasus/11 kematian), tahun
2009 (140 kasus/8 kematian), dan tahun 2010 (304 kasus/21 kematian). Penyebaran
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
19
kasus difteri cenderung meluas dari tahun ke tahun di Jawa Timur. Tahun 2003 (3
kabupaten/kota), tahun 2004 (9 kabupaten/kota), tahun 2005 (15 kabupaten/kota),
tahun 2006 (17 kabupaten/kota), tahun 2007 (17 kabupaten/kota), tahun 2008 (20
kabupaten/kota), tahun 2009 (24 kabupaten/kota), dan tahun 2010 (31
kabupaten/kota) dan s/d 9 Oktober 2011 (34 kabupaten/kota) (Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur, 2011).
Pada tahun 2010 Case Fatality Rate (CFR) difteri masih tinggi (7%), bahkan di
tempat tertentu bisa mencapai 50%. Sebesar 74% kasus difteri di Jawa Timur
terjadi pada kelompok umur balita dan anak Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar
(<9 tahun). Peningkatan jumlah kematian pada periode Januari s.d. Juni 2010 (103
kasus, 7 meninggal, CFR 7%) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun
2009 (63 kasus, 3 meninggal, CFR 4,8%). Pada tahun 2011 CFR difteri sebesar 3,3%
pada periode yang sama (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011).
Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di Jawa Timur pada 9 Oktober 2011 dengan
dasar hukum pernyataan KLB oleh Gubernur. Situasi penyakit difteri per tanggal 24
November 2011 dari 38 kabupaten sebagai berikut : jumlah 432 penderita dengan 12
penderita meninggal. Jumlah tertinggi di kota Surabaya 63 kasus, Kota Malang
sebesar 57 kasus, Bondowoso 46 kasus, Lumajang 39 kasus, Situbondo 38 kasus,
Kabupaten Malang 32 kasus, Bangkalan 27 kasus, Jember 21 kasus, Sidoarjo 21
kasus. Jumlah kematian terbanyak di Bondowoso sebanyak 3 orang, Sumenep
sebanyak 2 orang (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011).
Jumlah kasus difteri pada tahun 2011 mengalami peningkatan 123,5%
dibandingkan tahun 2010 yaitu dari 17 penderita pada tahun 2010 menjadi 38
penderita pada tahun 2011. Sedangkan jumlah kasus difteri pada tahun 2010
mengalami peningkatan 41% dibandingkan pada tahun 2009 yaitu dari 12 penderita
pada tahun 2009 menjadi 17 penderita pada tahun 2010. Jumlah kasus difteri pada
tahun 2011 menjadi 38 penderita. Jumlah kasus difteri di Sidoarjo sejak 1 Januari
2011 sampai 29 Februari 2012 sebanyak 41 penderita (Dinas Kesehatan Kabupaten
Sidoarjo, 2012). Jumlah desa/kelurahan di Kabupaten Sidoarjo yang telah mencapai
Universal Child Immunization (UCI) tahun 2010 adalah 338 desa/kelurahan dari 353
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
20
desa/kelurahan yang ada (95,75%) sedangkan pada tahun 2009 adalah 344
desa/kelurahan dari 353 desa/kelurahan yang ada (97,45%). Terdapat penurunan
jumlah sebanyak 6 desa/kabupaten. Berdasarkan pemantauan kesehatan lingkungan
tahun 2010, diketahui jumlah rumah seluruhnya sebanyak 391.308 dan yang diperiksa
sebanyak 241.306 (61,67 %). Dari jumlah yang diperiksa tersebut, yang termasuk
rumah sehat sebanyak 153.393 rumah (39,20 %) (Profil Kesehatan Kabupaten
Sidoarjo, 2010).
Terjadinya peningkatan kasus difteri dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2009
kasus difteri sebanyak 12, pada tahun 2010 sebanyak 17 dan pada tahun 2011 kasus
difteri sebanyak 38. Sejak pada tanggal 1 Januari 2011 sampai 29 Februari 2012
sebanyak 41 penderita.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
21
Bagi Peneliti
Mendapatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman mengenai kejadian
difteri dan faktor risiko difteri di Kabupaten Sidoarjo
Bagi Program
Mendapatkan masukan dari hasil penelitian ini untuk dijadikan bahan dalam
perbaikan program selanjutnya untuk penanggulangan difteri
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIFTERI
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang mudah menular yang disebabkan
oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Kuman ini menghasilkan eksotoksin yang
menimbulkan gejala lokal dan umum. Gejala antara lain demam yang tidak terlalu
tinggi, lesu, pucat, sakit kepala, anoreksia sehingga penderita tampak sangat lemah.
Gejala umum ini biasanya disertai gejala lokal setiap bagian yang terkena seperti
pilek, nyeri telan, sesak nafas, suara serak. Gejala – gejala akibat eksotoksin
tergantung pada jaringan yang terkena seperti miokarditis, paralisis jaringan syaraf,
dan nefritis (Nelson, 2004).
Masa inkubasi difteri antara 2-5 hari. Masa penularan penderita difteri 2-4
minggu sejak masa inkubasi. Sedangkan masa penularan karier bisa sampai 6 bulan
(Departemen Kesehatan, 2007). Penularan terjadi apabila kontak dengan penderita
difteri atau dengan karier difteri (terdapat kuman namun tidak menimbulkan gejala).
Bakteri ditularkan secara kontak langsung melalui batuk, bersin atau berbicara dan
kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku atau mainan yang terkontaminasi
oleh karena bakteri ini. Penegakan diagnosa melalui gejala yang dialami serta tanda
klinis. Pemeriksaan laboratorium selalu dilakukan namun hasil laboratorium
membutuhkan waktu yang lama (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006).
Manusia merupakan reservoir tunggal dan sumber penularan utama
Corynebacterium diphtheriae. Kuman yang infektif ditularkan melalui tetesan air liur
akibat batuk, bersin, dan berbicara atau melalui alat-alat atau pakaian dan melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi (Nelson, 2004). Kuman ini cukup
resisten terhadap udara panas, dingin, kering, dan tahan hidup pada debu dan muntah
selama 6 bulan (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006). Dapat mati pada
suhu 60˚C selama lebih 10 menit. Dengan menggunakan desinfektan dapat dengan
6 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
23
mudah membunuh bakteri ini. Bakteri ini dapat terdispersi dengan debu. Sinar
matahari langsung dapat membunuh bakteri ini selama beberapa jam (Frobisher,
1978).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
24
sebanyak 153 kasus, tahun 2009 sebanyak 129 kasus, tahun 2008 sebanyak 95 kasus
(WHO, 2012).
Pada tahun 2011 Indonesia merupakan negara tertinggi kedua setelah India
yaitu 806 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2010 dimana Indonesia
juga merupakan negara tertinggi kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus. Pada
tahun 2009 sebanyak 189 kasus, dan 219 kasus pada tahun 2008. Sedangkan kasus
difteri tertinggi pertama di dunia tahun 2011 adalah India dengan 3485 kasus. Tahun
2010 kasus difteri di India sebanyak 3123 kasus yang kasusnya menurun dari tahun
ke tahun yaitu 3529 kasus pada tahun 2009, 3977 kasus pada tahun 2008. Sudan
merupakan negara tertinggi ketiga dengan 193 kasus difteri. pada tahun 2011 Nepal
merupakan negara tertinggi ketiga dengan 146 kasus difteri pada tahun 2010, 277
kasus pada tahun 2009, dan 149 kasus pada tahun 2008 (WHO, 2012).
Di Asia Tenggara (South East Asia Regional Office) pada tahun 2011 Indonesia
menduduki peringkat kedua dengan 806 kasus difteri setelah India dengan jumlah
kasus difteri 3485, dan Nepal merupakan negara ketiga dengan 94 kasus dfteri. Pada
tahun 2010, Indonesia negara kedua tertinggi dengan 432 kasus difteri difteri (WHO,
2012).
Semua manusia dapat terinfeksi oleh Corynebacterium diphtheriae, namun
80% kasus terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun dan tidak mendapatkan
imunisasi primer. Individu yang belum mendapatkan imunisasi yang umumnya
terjadi kematian (Nelson, 2004). Golongan umur yang sering terkena difteri adalah 2-
10 tahun. Jarang ditemukan pada bayi berumur di bawah 6 bulan oleh karena
imunisasi pasif melewati plasenta dari ibunya. Juga jarang pada dewasa yang
berumur diatas 15 tahun. Terjadinya epidemi pada suatu daerah yang sudah lama
bebas dari penyakit ini, dapat ditimbulkan karena adanya penderita difteri atau
kariernya yang datang dari luar, atau terjadi mutasi dari jenis non virulen menjadi
virulen (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
28
dan berada di bawah titer optimal. Untuk itu pemberian difteri toksoid dapat
diberikan bersama – sama dengan tetanus toksoid (Kementerian Kesehatan, 2012).
1. Pencahayaan Alami
Menurut The American Public Health Association salah satu syarat rumah
untuk menjamin kesehatan adalah rumah tersebut harus terjamin
penerangannya. Penerangan ini diatur sedemikian rupa agar tidak terlalu gelap
atau tidak silau. Cahaya alamiah mempergunakan sumber cahaya yang
terdapat di alam biasanya sinar matahari. Cahaya berperan sebagai pembunuh
kuman oleh karena cahaya memiliki gelombang elektromagnetik dan
memiiliki energi (Azwar, 1996).
Corynebacterium diphtheriae dibandingkan dengan kuman lain yang tidak
berspora lebih tahan terhadap pengaruh cahaya (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1994). Sinar matahari langsung dapat membunuh
bakteri ini selama beberapa jam (Frobisher, 1978). Corynebacterium
diphtheriae dapat mati apabila terkena sinar matahari kurang lebih 3 jam
(Sharp, 1938).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
29
2. Ventilasi Rumah
Ventilasi rumah berfungsi antara lain menjaga aliran udara di dalam rumah
tetap segar dan membebaskan udara ruangan dari bakteri (Notoatmodjo,
1997). Suatu ruangan yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik, dan
dihuni oleh manusia akan menimbulkan beberapa keadaan yang dapat
merugikan kesehatan misalnya (Azwar, 1996) :
a. Kadar oksigen akan berkurang. Padahal manusia tidak mungkin hidup
tanpa oksigen
b. Bersamaan dengan itu kadar karbondioksida yang bersifat racun
meningkat
c. Ruangan akan berbau disebabkan oleh bau tubuh, pakaian, pernafsan, dan
bau mulut
d. Kelembaban udara dalam ruangan akan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit ataupun pernafasan
Menurut Winslow, setiap gram gram debu jalanan mengandung kira-kira 50
juta bakteri, sedangkan debu yang terdapat dalam ruangan biasanya
diperkirakan mengandung 5 juta bakteri per gram. Jumlah bakteri dalam udara
akan bertambah jika di ruangan tersebut terdapat sumbernya, misalnya
penderita TBC, influenza, ataupun luka terbuka bernanah (Azwar, 1996).
Menurut Kepmenkes RI No. 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan ditetapkan luas ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10% dari luas lantai (Departemen Kesehatan, 1999).
Corynebacterium diphtheriae ditularkan secara langsung melalui batuk, bersin
atau berbicara dan kontak tidak langsung melalui debu, baju, buku atau
mainan yang terkontaminasi oleh karena bakteri ini tahan hidup pada debu
dan muntah selama 6 bulan (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2006).
3. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian ruang tidur adalah perbandingan antara luas ruang tidur
dengan jumlah individu semua umur yang menempati ruang tersebut.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
30
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
31
tidak menunjukkan gejala klinis yang dapat dilihat namun dapat menularkan penyakit
kepada orang lain (Departemen Kesehatan, 1997). Karier merupakan sumber
penularan yang berbahaya karena tidak dikenal dan bersifat silent (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006).
2.2.5. Mobilitas
Terjadinya epidemi pada suatu daerah yang sudah lama bebas dari penyakit
difteri, dapat ditimbulkan karena adanya penderita difteri atau kariernya yang datang
dari luar, atau terjadi mutasi dari jenis non virulen menjadi virulen (Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006). Di Polandia pada tahun 1992 – 1995
dilaporkan 19 dari 25 orang yang didiagnosa difteri telah mengunjungi negara lain
diantaranya Rusia, Ukraina, dan Belarus (Galazka, 2000). Kasus difteri dilaporkan di
London yaitu seorang wanita yang sebelumnya bepergian dari India terserang difteri
faring dan difteri kulit (Hart, 1996). Di New Zealand kejadian difteri pertama kali
selama kurun waktu 19 tahun terjadi pada anak yang berusia 32 bulan. Hal ini
kemungkinan tertular dari ayahnya yang memiliki lesi di kulit dan sebelumnya telah
bepergian dari Bali (Gidding, 2000).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
34
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
35
dan Garut diperoleh hasil status imunisasi, kepadatan hunian tempat tidur,
kelembaban dalam rumah, jenis lantai rumah, sumber penularan, dan pengetahuan ibu
memiliki hubungan dengan terjadinya difteri.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI
OPERASIONAL
Mobilitas
Reservoir: Kepadatan
manusia
(sumber
penularan –
Kontak
Agent Difteri : penderita Perna
Langsung
dan karier Host :
Corynebacterium dan Kontak pasan
difteri) Difteri
diphtheriae Tidak dan
Langsung Kulit
Environment
Tahan di
debu dan Umur tersering
muntah Sanitasi dan
(2-10 tahun)
selama 6 Higiene
Jenis Kelamin
bulan
Mati Status Imunisasi
terkena Perilaku
Status Gizi
sinar
matahari
selama 3
jam Pengetahuan
Sikap
Resisten
Tindakan
terhadap
udara
dingin,
panas, dan
kering
Pencahayaan alami
Luas ventilasi
Kepadatan hunian
Lingkungan Fisik Jenis dinding
Rumah Jenis lantai
20 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
21
Teori Nelson (2004) menyatakan bahwa manusia sebagai reservoir tunggal dari
Corynebacterium diphtheriae dan sumber penularan utama.
Teori Nuzirwan Acang dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Falultas Kedokteran
Universitas Indonesia (2006) menyebutkan Corynebacterium diphtheriae dapat hidup
pada debu dan muntah selama 6 bulan. Disamping itu, resisten terhadap udara panas,
dingin, dan kering. Bakteri ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Umur
yang tersering terkena difteri adalah 2-10 tahun. Jarang pada usia di bawah 6 bulan
dan pada usia di atas 15 tahun.
Teori Frobisher (1978) menyatakan bahwa Corynebacterium diphtheriae dapat
terdispersi dengan debu. Sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri selama
beberapa jam.
Teori Galazka (2000) menyatakan bahwa kepadatan, sanitasi yang tidak baik, higiene
yang tidak baik, dan mobilitas mempunyai pengaruh terhadap terjadinya difteri.
Teori Kartono (2007) menyatakan bahwa status imunisasi yang tidak lengkap,
kepadatan hunian tempat tidur kurang 4m2/orang, kelembaban dalam rumah kurang
dari 40% dan lebih dari 70% , jenis lantai rumah berupa papan, sumber penularan
yang ada di rumah atau di sekolah, dan pengetahuan ibu tentang difteri yang kurang
memiliki hubungan dengan terjadinya difteri. Sedangkan suhu yang tidak nyaman
yaitu kurang dari 18˚C atau lebih dari 30˚C, pencahayaan alami selama kurang dari
10 menit, luas ventilasi rumah kurang dari 10% dari luas lantai, jenis dinding rumah
berupa papan tidak ada hubungan dengan terjadinya difteri.
Teori Rusli (2003) menyatakan bahwa status imunisasi yang tidak lengkap dan status
gizi yang kurang baik memiliki hubungan bermakna dengan kejadian difteri.
Sedangkan pengetahuan, sikap, tindakan tentang difteri yang kurang tidak memiliki
hubungan dengan terjadinya difteri.
Teori Sitohang (2002) menyatakan bahwa kepadatan serumah kurang dari
4,5m2/orang, status imunisasi yang tidak lengkap, status gizi yang kurang baik
memiliki hubungan bermakna terhadap kejadian difteri. Sedangkan pendapatan yang
kurang, penyuluhan yang jarang diikuti oleh responden tidak memiliki hubungan
dengan terjadinya difteri.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
22
Umur
Jenis kelamin
Lingkungan Fisik Rumah
Status Imunisasi Kejadian Difteri
Status Gizi
Sumber Penularan
Mobilitas
Pengetahuan dan sikap ibu
3.3. HIPOTESIS
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
23
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Kejadian adalah seseorang yang Anamnesa Data 1. Sakit Difteri Ordinal
difteri telah didiagnosa difteri dan penderita di 2. Tidak Sakit
oleh dokter puskesmas Pemeriksaan Dinas Difteri
di wilayah kerja Fisik oleh Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo dokter Kabupaten
sejak 1 Januari 2011 puskesmas Sidoarjo
hingga per 29 Februari
2012
2. Umur adalah lamanya Kuesioner Daftar 1. ≥ satu Nominal
responden hidup dalam dan pertanyaan tahun
satuan tahun Wawancara sampai < 4
berdasarkan ulang tahun
tahun terakhir pada saat 2. ≥ 4 tahun
terdiagnosa difteri sampai < 10
(Pada usia kurang dari tahun
4 tahun aktivitas
mayoritas di rumah dan
pada usia 5-10 tahun
kegiatan sudah ada di
luar rumah)
3. Jenis adalah keadaan tubuh Kuesioner Observasi 1. Perempuan Nominal
kelamin penderita secara gender dan 2. Laki-laki
yang dibedakan secara Wawancara
fisik
4. Pencahaya adalah penerangan Kuesioner Daftar 1. < 3 jam per Ordinal
an alami dalam rumah pada dan pertanyaan hari
dalam pagi, siang, sore hari wawancara dan 2. ≥ 3 jam per
rumah yang berasal dari sinar observasi hari
matahari langsung
yang masuk melalui
jendela, ventilasi atau
genteng kaca minimal
selama 3 jam per hari
(Corynebacterium
diphteriae mati terkena
sinar matahari dalam
kurun waktu 3 jam)
5. Luas adalah lubang Kuesioner Observasi 1. Tidak Ordinal
ventilasi penghawaan alami dan dan daftar memenuhi
rumah permanen yang pertanyaan syarat, bila
menghubungkan udara < 10% luas
luar dan udara dalam lantai
rumah yaitu minimal 2. Memenuhi
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
27
pertanyaan
14. Sikap ibu adalah jawaban ibu Kuesioner Daftar 1. Sikap tidak Ordinal
(responden) terhadap dan pertanyaan setuju, bila
pertanyaan yang wawancara menjawab
diajukan mengenai 3 benar 1 dari
sikap ibu terhadap 3
difteri dan imunisasi pertanyaan
2. Sikap
setuju, bila
menjawab 2
atau lebih
dari 3
pertanyaan
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.3.1. POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita difteri yang tercatat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2011 hingga 29 Februari 2012.
Penderita difteri yang tercatat pada register di Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo
merupakan penderita yang berobat ke puskesmas dalam wilayah kerja Kabupaten
Sidoarjo.
4.3.2. SAMPEL
4.3.2.1 Kasus
Kasus difteri adalah anak yang berumur 1 tahun sampai 10 tahun yang
didiagnosa difteri oleh dokter di puskesmas di wilayah kerja Sidoarjo dan tercatat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2011 hingga 29 Februari 2012
sebanyak 41 penderita. Dengan penentuan diagnosa melalui anamnesa dan
28 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
29
pemeriksaan fisik. Data alamat sampel kasus diperoleh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo.
Kriteria inklusi:
1. Penderita difteri yang berumur 1 tahun sampai 10 tahun tercatat di register
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2011 sampai 29 Februari
2012
2. Penderita bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Sidoarjo, tidak pindah ke
daerah lain, dan rumah yang ditinggali tidak mengalami perubahan (renovasi)
sebelum terkena difteri sampai pada saat pengumpulan data di lapangan
3. Ibu penderita bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan
bersedia diwawancara
Kriteria eksklusi :
1. Penderita yang tercatat di register Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo sejak
tanggal 1 Januari 2011 sampai 29 Februari 2012, namun tidak diketemukan
alamat rumah pada saat pengumpulan data lapangan
2. Penderita tidak berada di rumah saat pengambilan data
3. Ibu penderita tidak bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan
tidak bersedia diwawancara
Kontrol
Kontrol adalah anak yang berumur 1 tahun sampai 10 tahun yang tidak tidak
menderita difteri yang merupakan tetangga dari penderita. Teknik pengambilan
sampel kontrol merupakan non random yaitu dengan informasi yang didapat dari
kasus yang telah diwawancara. Dengan menanyakan kepada responden teman sebaya
/ teman sepermainan yang merupakan tetangga sampel kasus.
Kriteria inklusi:
1. Anak yang berumur 1 tahun sampai 10 tahun bukan penderita difteri
2. Ibu dari kontrol bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan
bersedia diwawancara
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
30
Kriteria eksklusi:
1. Anak tidak berada di rumah saat pengambilan data
2. Ibu dari kontrol tidak bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini
dan tidak bersedia diwawancara
Besar sampel yang diambil dari populasi dihitung dengan menggunakan rumus
Lemeshow (1997) dengan berdasarkan pada OR dan proporsi paparan pada kelompok
kasus dan kontrol yang diketahui dari penelitian terdahulu adalah :
2
Z1 /2 [(1 1 / k ) P 1 P ] Z1 [ P1 1 P1 P2 (1 P2 ) / k ]
n 2
P1 P2
Keterangan :
(Z1-α/2 = 1,64)
(Z1-β = 0,842)
OR P2
P1
OR P2 1 P2
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
31
P1 kP2
P1
1 k
Dari rumus diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 57. Jumlah penderita difteri
di Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2011 hingga 29 Februari 2012 sebanyak 41
penderita, sedangkan yang memenuhi kriteria sebanyak 36 maka sampel yang diambil
adalah 36 kasus. Dengan demikian menggunakan perbandingan antara kasus dan
kontrol adalah 1:3, maka jumlah sampel adalah 144 dengan rincian 36 jumlah kasus
dan 108 jumlah kontrol.
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder
mengenai kasus penderita difteri di Kabupaten Sidoarjo sejak 1 Januari 2011 hingga
29 Februari 2012 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan data primer untuk memperoleh informasi mengenai umur, jenis kelamin,
lingkungan fisik rumah, status imunisasi, status gizi, sumber penularan, mobilitas,
pengetahuan dan sikap ibu terhadap penyakit difteri dengan menggunakan kuesioner
dan dilakukan wawancara, observasi, dan pengukuran.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
33
Analisis data dilakukan dengan mengolah data agar data tersebut mudah
diinterpretasikan. Variabel independen akan diuji kemaknaannya dan keeratan
hubungannya dengan variabel. Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu :
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
34
atau persentase antara beberapa kelompok data dengan menggunakan Uji chi square
dan regresi logistik dengan α = 10% dengan rumus :
N (ad-bc)2
X2 =
(a+c) (b+d) (a+b) (c+d)
Untuk menilai besar hubungan pada case control dengan menggunakan Odds
Ratio (OR). OR adalah rasio Odds paparan pada kasus berbanding dengan Odds
paparan pada kontrol.
ad
Odds Ratio (OR) =
bc
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
35
2. Pada analisis bivariat tersebut di atas akan diperoleh nilai OR (CI 90%) dan p
value
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Keadaan Geografi
Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo tahun 2010, Kabupaten Sidoarjo
adalah kabupaten yang dihimpit oleh dua sungai , sehingga terkenal dengan sebutan
kota Delta. Secara geografis Kabupaten ini terletak diantara garis 112,5 -112,9
Bujur Timur dan garis 7,3 - 7,5 Lintang Selatan.
Batas-batas wilayah Kabupaten Sidoarjo adalah :
- Utara : Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik
- Timur : Selat Madura
- Selatan : Kabupaten Pasuruan
- Barat : Kabupaten Mojokerto
Letak ketinggian wilayah Kabupaten Sidoarjo dari permukaan laut terbagi
menjadi 3 (tiga) bagian, meliputi: 40,81% berketinggian 3-10 m berada di bagian
tengah dan berair tawar, 29,99% berketinggian 0-3 m berada di sebelah timur yaitu
36 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
37
Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo berdasarkan proyeksi BPS propinsi Jawa
Timur adalah 1.778.209 jiwa, dengan 397.239 rumah tangga/Kepala Keluarga atau
rata-rata 4,5 jiwa per rumah tangga. Perkiraan laju pertumbuhan penduduk selama 5
tahun terakhir rata-rata per tahun 2,21%. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten
Sidoarjo rata-rata 2.490 jiwa per km2 (Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, 2010).
Jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2010 sebesar 1.778.210 jiwa.
Perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan relatif seimbang yaitu
869.149 (50,02%) jiwa penduduk laki-laki dan 868.542 (49,98%) jiwa penduduk
perempuan. Berdasarkan kelompok umur, persentase penduduk di Kabupaten
Sidoarjo terdiri dari: 1,91% penduduk umur <1 tahun, 7,08% penduduk umur 1-4
tahun, 8,36% penduduk umur 5-9 tahun, 19,84% penduduk umur 10-19 tahun,
45,51% penduduk umur 20-44 tahun, 11,52% penduduk umur 45-59 tahun dan 5,77%
penduduk umur 60 tahun keatas (Profil Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, 2010).
.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
39
Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa sebagian besar kasus berumur 5-10 tahun sebesar
51,6% (16 kasus), sedangkan pada kontrol yang berumur 5-10 tahun sebesar 54,8% (
51 kontrol). Sebagian besar jenis kelamin pada kasus adalah laki-laki sebesar 74,2%
(23 kasus), sedangkan pada kontrol yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 58,1% (54
kontrol).
Dalam penelitian ini lingkungan fisik rumah meliputi pencahayaan alami dalam
rumah, luas ventilasi rumah, dinding rumah, lantai rumah, dan kepadatan hunian.
Dari Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kasus sebagian besar kondisi rumah dengan sinar
matahari yang masuk ke dalam rumah lebih dari 3 jam sebesar 77,4% (24 kasus).
Pada kontrol sebagian besar kondisi rumah dengan sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah lebih dari 3 jam sebesar 73,1% (68 kontrol). Luas ventilasi pada kasus
sebagian besar memenuhi syarat yaitu ≥ 10% dari luas lantai sebesar 61,3% (19
kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar juga memenuhi syarat yaitu ≥ 10%
dari luas lantai sebesar 63,4% (59 kontrol). Kepadatan hunian pada kasus sebagian
besar memenuhi syarat yaitu ≥ 4m2 sebesar 80,6% (25 kasus). Sedangkan pada
kontrol sebagian besar tidak memenuhi syarat sebesar 51,6% (48 kontrol). Jenis
dinding pada kasus sebagian besar adalah bata/batako diplester sebesar 96,8% (30
kasus. Sedangkan pada kontrol sebagian besar adalah bata/batako diplester sebesar
94,6% (88 kontrol). Jenis lantai pada kasus sebagian besar adalah keramik sebesar
7,1% (27 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar adalah keramik sebesar
89,2% (83 kontrol).
Status imunisasi pada kasus sebagian besar adalah tidak lengkap sebesar 80,6%
(25 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar status imunisasi tidak lengkap
sebesar 78,5% (73 kontrol). Pada kasus sebagian besar status gizi baik sebesar 51,6%
(16 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar status imunisasi baik sebesar
65,6% (61 kontrol). Pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kasus sebagian besar tidak
ada sumber penularan sebesar 90,3% (28 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian
besar terdapat sumber penularan sebesar 53,8% (50 kontrol). Pada Tabel 5.1. terlihat
bahwa pada kasus sebagian besar tidak ada mobilitas sebesar 74,2% (23 kasus).
Sedangkan pada kontrol sebagian besar juga tidak ada mobilitas sebesar 61,3% (57
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
40
kontrol). Pada Tabel 5.1. terlihat bahwa pada kasus sebagian besar pengetahuan ibu
baik sebesar 90,3% (28 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar pengetahuan
ibu kurang baik sebesar 54,8% (51 kontrol). Pada kasus sebagian besar sikap ibu
setuju sebesar 51,6% (16 kasus). Sedangkan pada kontrol sebagian besar juga sikap
setuju sebesar 66,7% (62 kontrol). Variabel jenis kelamin, pencahayaan alami,
kepadatan hunian, dinding rumah, lantai rumah, sumber penularan, mobilitas, dan
pengetahuan ibu merupakan variabel dengan proporsi terpapar banyak pada
kelompok kontrol.
Pada bulan Januari 2011 tidak ada kejadian difteri. Pada bulan Februari 2011 kejadian
kasus difteri pertama kali di Kecamatan Candi (1 kasus), kemudian di Kecamatan
Gedangan (1 kasus), serta di Kecamatan Tarik (1 kasus). Sebaran kasus difteri pada
bulan Februari 2011 tampak tersebar antar kecamatan yang terlihat pada Gambar 5.1.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
41
Pada bulan Maret 2011 kejadian kasus difteri hanya terjadi di Kecamatan Sukodono
(1 kasus) terlihat pada Gambar 5.2.
Pada bulan April 2011 tidak ada kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan
pada bulan Mei 2011 kejadian kasus difteri hanya terjadi di Kecamatan Waru (1
kasus) terlihat pada Gambar 5.3.
Pada bulan Juni hingga Juli 2011 tidak ada kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo.
Pada bulan Agustus 2011 kejadian kasus difteri terjadi di Kecamatan Buduran (1
kasus), kemudian di Kecamatan Sukodono (1 kasus), serta di Kecamatan
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
42
Tanggulangin (1 kasus). Sebaran kasus difteri pada bulan Agustus 2011 tampak
tersebar antar kecamatan yang terlihat pada Gambar 5.4.
Pada bulan September 2011 kejadian kasus difteri terjadi di Kecamatan Krembung
dan Kecamatan Taman masing-masing 1 kasus. Sebaran kasus difteri pada bulan
September 2011 tampak tersebar antar kecamatan yang terlihat pada Gambar 5.5.
Pada bulan Oktober 2011 dinyatakan KLB Difteri di Jawa Timur oleh Gubernur.
Kejadian kasus difteri di Kabupaten Sidoarjo meningkat hingga 11 kasus. Kasus
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
43
Pada bulan Nopember 2011 kejadian kasus difteri masih tinggi yaitu 8 kasus. Kasus
difteri di Kecamatan Sukodono (2 kasus), Kecamatan Wonoayu (1 kasus), Kecamatan
Porong (1 kasus), Kecamatan Taman (1 kasus), Kecamatan Sidoarjo (1 kasus),
Kecamatan Candi (1 kasus), dan Kecamatan Jabon (1 kasus). Sebaran kasus difteri
pada bulan Nopember 2011 berdekatan antar kecamatan yang terlihat pada Gambar
5.7.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
44
Pada bulan Desember 2011 kejadian kasus difteri masih tinggi yaitu 9 kasus. Kasus
difteri di Kecamatan Sidoarjo (3 kasus), Kecamatan Sukodono (1 kasus), Kecamatan
Tulangan (1 kasus), Kecamatan Balongbendo (1 kasus), Kecamatan Jabon(1 kasus),
Kecamatan Tarik (1 kasus), dan Kecamatan Waru (1 kasus). Sebaran kasus difteri
pada bulan Desember 2011 tampak ada yang berdekatan dan tersebar antar kecamatan
yang terlihat pada Gambar 5.8.
Pada bulan Januari 2012 tidak ada kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan
pada bulan Februari 2012 kejadian kasus difteri terjadi di Kecamatan Jabon,
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
45
Jumlah kasus difteri dalam kurun waktu Januari 2011 hingga Februari 2012 adalah 41
kasus. Kasus tertinggi di Kecamatan Sidoarjo dengan 9 kasus diikuti Kecamatan
Sukodono 6 kasus. Kecamatan yang tidak terkena kasus difteri adalah 2 kecamatan
yaitu Kecamatan Sedati dan Kecamatan Prambon. Secara keseluruhan kejadian difteri
per kecamatan yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo tampak pada Gambar 5.10.
Gambar 5.10. Sebaran Kasus Difteri pada Bulan Januari 2011 – Februari 2012
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
46
Pola kejadian kasus difteri setiap bulannya menurut jumlah kasus menunjukkan
jumlah tertinggi pada bulan Oktober 2011, diikuti bulan Desember 2011, Nopember
2011. Dalam 14 bulan (Januari 2011 – Februari 2012) tidak terdapat kasus pada bulan
Januari 2011, April 2011, Juni 2011, Juli 2011, dan Januari 2012. Hal ini terlihat pada
Gambar 5.11. sebagai berikut
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
47
Gambar 5.12 Distribusi Jumlah Kasus Difteri Pada Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo
1 Januari 2011 – 29 Februari 2012
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
48
Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa anak yang berusia 1-4 tahun memiliki risiko sebesar
1,138 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan anak usia 6-10 tahun.
Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,755 ;
OR = 1,138 ; 90% CI = 0,575-2,255).
Dari Tabel 5.2. terlihat bahwa anak yang berjenis kelamin perempuan memiliki
risiko sebesar 0,482 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan yang berjenis
kelamin laki-laki. Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik
(p value = 0,113 ; OR = 0,482; 90% CI = 0,226-1,028).
Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa pencahayaan alami kurang dari 3 jam memiliki risiko
sebesar 0,793 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan pencahayaan alami
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
49
lebih dari 3 jam. Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p
value = 0,636 ; OR = 0,793 ; 90% CI = 0,355-1,774).
Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat memiliki
risiko sebesar 1,096 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan luas ventilasi
yang memenuhi syarat. Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara
statistik (p value = 0,830 ; OR = 1,096 ; 90% CI = 0,543-2,212).
Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat
memiliki risiko sebesar 0,225 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan
kepadatan yang memenuhi syarat. Hubungan tersebut bermakna (p value ≤ 0,1)
secara statistik (p value = 0,003; OR = 0,225 ; 90% CI = 0,099-0,512).
Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa jenis dinding berupa bata/batako tidak diplester
memiliki risiko sebesar 0,587 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan
bata/batako diplester. Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara
statistik (p value = 0,633 ; OR = 0,587 ; 90% CI = 0,094-3,676).
Dari Tabel 5.3. terlihat bahwa jenis lantai plesteran memiliki risiko sebesar 1,230 kali
untuk terkena penyakit difteri dibandingkan jenis lantai keramik. Hubungan tersebut
tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,744 ; OR = 1,230 ; 90%
CI = 0,435-3,476).
Dari Tabel 5.4. terlihat bahwa status imunisasi tidak lengkap memiliki risiko sebesar
1,142 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan status imunisasi lengkap.
Hubungan tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,799 ;
OR = 1,142 ; 90% CI = 0,485-2,685).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
50
Dari Tabel 5.5. terlihat bahwa status gizi kurang baik memiliki risiko sebesar 1,787
kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan status gizi baik. Hubungan tersebut
tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,167; OR = 1,787 ; 90%
CI = 0,895-3,569).
Dari Tabel 5.6. terlihat bahwa adanya sumber penularan memiliki risiko sebesar
0,092 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan tidak adanya sumber
penularan. Hubungan tersebut bermakna (p value ≤ 0,1) secara statistik (p value =
0,00 ; OR = 0,092 ; 90% CI = 0,032-0,265).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
51
Dari Tabel 5.7. terlihat bahwa adanya mobilitas memiliki risiko sebesar 0,551 kali
untuk terkena penyakit difteri dibandingkan tidak adanya mobilitas. Hubungan
tersebut tidak bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,197; OR = 0,551
; 90% CI = 0,257-1,178).
5.4.7 Hubungan Pengetahuan Ibu dan Sikap Ibu dengan Kejadian Difteri
Tabel 5.8. Hubungan Pengetahuan Ibu dan Sikap Ibu dengan Kejadian Difteri
di Kabupaten Sidoarjo
Dari Tabel 5.8. terlihat bahwa pengetahuan yang kurang baik memiliki risiko sebesar
0,088 kali untuk terkena penyakit difteri dibandingkan pengetahuan yang baik.
Hubungan tersebut bermakna (p value ≤ 0,1) secara statistik (p value = 0,00 ; OR =
0,088 ; 90% CI = 0,031-0,254).
Dari Tabel 5.8. terlihat bahwa sikap tidak setuju memiliki risiko sebesar 1,875 kali
untuk terkena penyakit difteri dibandingkan sikap setuju. Hubungan tersebut tidak
bermakna (p value > 0,1) secara statistik (p value = 0,136 ; OR = 1,875 ; 90% CI =
0,938-3,570).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
52
memperhatikan proporsi kasus dan substansi dari hipotesa penelitian. Variabel jenis
kelamin, kepadatan hunian, sumber penularan, mobilitas, dan pengetahuan ibu tidak
dimasukkan ke dalam kandidat multivariat. Status imunisasi oleh karena penting
dimasukkan ke dalam kandidat multivariat. Variabel kandidat multivariat
selengkapnya terlihat pada Tabel 5.9.
Variabel p value
Umur 0,775
Jenis Kelamin 0,113
Pencahayaan Alami 0,636
Luas Ventilasi 0,830
Kepadatan Hunian 0,003
Jenis Dinding 0,633
Jenis Lantai 0,744
Status Imunisasi 0,799
Status Gizi 0,167
Sumber Penularan 0,000
Mobilitas 0,197
Pengetahuan Ibu 0,000
Sikap Ibu 0,136
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
53
Dari hasil diatas p value terbesar adalah variabel status imunisasi sehingga pertama
yang dikeluarkan dalam analisis multivariat. Pemodelan kedua adalah sebagai
berikut:
Dalam analisis ini uji interaksi tidak dilakukan oleh karena variabel yang bermakna
tidak ada hubungan secara substansi. Maka, persamaan logistik adalah sebagai
berikut :
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan desain case control yang secara teori mampu untuk
menjelaskan hubungan sebab akibat. Namun, dalam penelitian ini hubungan sebab
akibat dapat dijelaskan pada variabel tertentu. Selang waktu antara kejadian difteri
dengan waktu penelitian adalah sekitar satu tahun. Tinggi badan untuk menentukan
status gizi tidak dapat menggambarkan secara pasti tinggi badan sampel kasus saat
terkena difteri oleh karena ketika ibu diwawancara tentang tinggi badan anaknya
sewaktu anaknya sakit difteri hampir semua ibu tidak dapat mengingatnya. Untuk itu
dilakukan pengukuran tinggi badan.
55 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
56
Desain penelitian ini retrospektif (case control) sehingga recall bias sangat
mungkin terjadi. Pada variabel unur untuk memastikan data yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo adalah dengan mewawancarai ibu. Pada
variabel status imunisasi disamping dengan wawancara juga dengan menunjukkan
kartu imunisasi (status imunisasi) untuk meminimalkan kesalahan, walaupun data
dari kartu imunisasi sebagian besar tidak dapat diperoleh. Apabila responden
menjawab dengan ragu atas pertanyaan yang diajukan maka pertanyaan diajukan
kembali dan jika diperlukan juga mengajukan pertanyaan tersebut kepada anggota
keluarga.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
57
baik yang menunjukkan gejala maupun tidak menunjukkan gejala (karier) yang
berarti sumber penularan tidak pada satu namun beberapa sumber. Terjadinya KLB
difteri di suatu daerah yang sudah lama bebas dari penyakit ini dapat ditimbulkan
karena adanya penderita difteri atau kariernya yang datang dari luar. Kecamatan yang
tidak terkena difteri adalah Kecamatan Sedati dan Kecamatan Prambon. Kedua
keccamatan ini merupakan kecamatan dengan area pemukiman lebih sedikit
dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Di Kecamatan Sedati merupakan daerah
yang berbatasan dengan selat dan juga terdapat lapangan udara. Daerah yang tidak
padat pemukiman serta daerah yang berbatasan dengan selat diduga merupakan salah
faktor daerah yang tidak mudah menularkan difteri.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
58
Kabupaten Sidoarjo mayoritas yang terkena adalah laki-laki. Data Profil Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo tahun 2010 distribusi jenis kelamin laki-laki dan perempuan
adalah 50,02% dan 49,98%. Sedangkan distribusi jenis kelamin perempuan dan laki-
laki pada kasus sebesar 25,8% dan 74,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun
proporsi jenis kelamin laki-laki dan perempuan di Kabupaten Sidoarjo hampir rata,
kejadian difteri banyak menyerang anak berjenis kelamin laki-laki. Kondisi ini
dimungkinkan karena anak laki-laki sering beraktivitas di luar rumah dibandingkan
dengan anak perempuan dimana mungkin sumber penularan ada di luar rumah.
Penelitian ini sejalan dengan dua penelitian sebelumnya yatiu penelitian
Sitohang (2002) dan Varkilla,dkk (2002). Pada penelitian Sitohang (2002) yaitu
tidak adanya hubungan bermakna antara jenis kelamin perempuan dengan kejadian
difteri di Kabupaten Cianjur. Pada penelitian Varkilla,dkk (2002) di Finlandia
terdapat delapan laki-laki dan tiga perempuan yang terkena difteri.
Pada analisis univariat distribusi kasus dan kontrol pada variabel dinding rumah
dan lantai rumah menunjukkan mayoritas tidak terpapar. Hal ini dikarenakan
mayoritas responden tinggal di daerah perumahan. Distribusi variabel kepadatan
hunian pada kelompok kontrol dengan kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat
sebesar 51,6%. Distribusi variabel sumber penularan pada kelompok kontrol dengan
adanya sumber penularan sebesar 53,8%.
Dalam analisis bivariat variabel pencahayaan alami tidak berhubungan secara
bermakna (p value = 0,636 ; OR = 0,793) dengan kejadian difteri. Distribusi
pencahayaan alami < 3 jam dan ≥ 3 jam adalah 22,6% dan 77,4%. Dari data yang
diperoleh sebesar 50% (5 rumah) tidak ada sinar matahari masing – masing pada
kelompok kasus dan kelompok kontrol. Sedangkan rumah dengan sinar matahari
sebesar 22,8% (26 rumah) pada kelompok kasus dan 77,2% (88 rumah) pada
kelompok kontrol. Masuknya cahaya ke dalam rumah melalui jendela sebanyak 69
rumah (55,6%), melalui ventilasi sebanyak 21 rumah (16,9%), melalui genteng kaca
sebanyak 2 rumah (1,6%), melalui pintu sebanyak 22 rumah (17,7%), tidak ada
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
59
cahaya masuk sebanyak 10 rumah (8,1%). Pada kelompok kasus masuknya cahaya ke
dalam rumah melalui jendela sebanyak 16 rumah (51,6%%), melalui ventilasi
sebanyak 4 rumah (12,9%), melalui genteng kaca sebanyak 1 rumah (3,2%), melalui
pintu sebanyak 5 rumah (16,1%), tidak ada cahaya masuk sebanyak 5 rumah (16,1%).
Mayoritas kasus difteri terjadi pada pencahayaan alami ≥ 3 jam. Hal ini
menunjukkan dengan pencahayaan alami ≥ 3 jam dimana secara teori dapat
membunuh kuman difteri tidak sejalan pada penelitian ini. Menurut Azwar
pencahayaan alami berfungsi sebagai penerangan dan dapat membunuh kuman
penyakit karena sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari. Masuknya sinar
matahari ke dalam rumah mempunyai peran dalam membunuh kuman penyakit dan
jenis kuman memiliki karakteristik tertentu dalam hubungannya dengan pencahayaan
alami.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartono (2007) yaitu tidak adanya
hubungan bermakna antara tidak adanya pencahayaan alami berupa sinar matahari
yang masuk ke dalam rumah selama 10 menit dengan kejadian difteri di Kabupaten
Garut dan Tasikmalaya.
Dalam analisis bivariat variabel luas ventilasi rumah tidak berhubungan secara
bermakna (p value = 0,830 ; OR = 1,096) dengan kejadian difteri. Distribusi luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat pada kasus adalah 38,7%
dan 61,3%. Mayoritas kasus difteri terjadi pada luas ventilasi yang memenuhi syarat.
Hal ini menunjukkan luas ventilasi yang memenuhi syarat pada penelitian ini bertolak
belakang. Kuman difteri tahan pada kelembaban dan adanya luas ventilasi yang
memenuhi syarat yang berfungsi untuk mengurangi kelembaban dapat membantu
mengurangi keberadaan dari kuman tersebut.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartono (2007) yaitu tidak adanya
hubungan bermakna antara luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat (luas ventilasi
< 10% luas lantai) dengan kejadian difteri di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya.
Dalam analisis bivariat variabel kepadatan hunian berhubungan secara
bermakna (p value = 0,003 ; OR = 0,225) dengan kejadian difteri. Kepadatan
memungkinkan terjadinya penularan secara kontak langsung terutama melalui udara
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
60
dan kontak tidak langsung. Nilai OR dibawah 1 disebabkan oleh proporsi terpapar
dalam kelompok kasus lebih sedikit dibandingkan proporsi terpapar dalam kelompok
kontrol sehingga tidak dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Kepadatan hunian
tidak dapat menggambarkan kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo. Kejadian difteri
di Kabupaten Sidoarjo terjadi menyebar (scattered) hampir tiap kecamatan. Jarak
antar kecamatan begitu jauh sehingga penularan dimungkinkan di luar area rumah.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kartono (2007) yaitu ada hubungan
bermakna antara kepadatan hunian < 4m2 / orang dengan kejadian difteri di
Kabupaten Garut dan Tasikmalaya. Dari uji multivariat diperoleh kepadatan hunian
yang tidak memenuhi syarat memberikan peluang terjadinya difteri 15,778 kali
dibandingkan dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Begitu pula dengan
dua penelitian yang lain yaitu penelitian Sitohang (2002) dan Quick (2000).
Penelitian Sitohang (2002) yaitu ada hubungan bermakna antara kepadatan hunian <
4m2 / orang dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur dan orang yang tidur
dalam kamar yang berpenghuni padat meningkatkan 6 kali risiko untuk terjadinya
difteri dibandingkan dengan orang yang tidur dalam kamar tidur yang tidak padat.
Penelitian Quick (2000) di Georgia Rusia yang menyatakan bahwa tinggal di hunian
yang padat meningkatkan risiko sebesar 2,79 kali untuk terjadinya penularan difteri.
Menurut Galazka (2000) KLB difteri yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat telah
terjadi pada mereka yang hidup dengan kondisi padat.
Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Rusli (2003) diperoleh yaitu tidak
adanya hubungan bermakna antara kepadatan hunian < 4m2 / orang dengan kejadian
difteri di Kabupaten Cianjur.
Dalam analisis bivariat variabel jenis dinding tidak berhubungan secara
bermakna (p value = 0,633 ; OR = 0,587) dengan kejadian difteri. Dinding yang
berupa bata/batako yang tidak diplester memungkinkan debu berada di celah-celah
bata/batako dan menyulitkan untuk dibersihkan. Kuman difteri dapat bertahan di debu
sekitar 6 bulan. Dalam penelitian ini mayoritas responden tidak terpapar yaitu dengan
kondisi dinding berupa bata/batako yang diplester. Hal ini juga sama dalam penelitian
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
61
Kartono (2007) yaitu tidak adanya hubungan bermakna antara jenis dinding berupa
papan dengan kejadian difteri di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya.
Dalam analisis bivariat variabel jenis lantai tidak berhubungan secara bermakna
(p value = 0,744; OR = 1,230) dengan kejadian difteri. Hal ini berbeda dengan
penelitian Kartono (2007) yaitu ada hubungan bermakna antara jenis lantai berupa
tanah/ papan dengan kejadian difteri di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya. Tempat
tinggal responden dalam penelitian ini mayoritas di perumahan yang menggunakan
lantai keramik.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
62
kekebalan terhadap difteri dipengaruhi oleh adanya antitoksin di dalam darah dan
kemampuan seseorang untuk membentuk antitoksin dengan cepat. Kemampuan ini
merupakan akibat dari imunisasi aktif dari pernah menderita atau vaksinasi.
Mengingat kejadian difteri yang merebak luas dari satu kota/kabupaten di Jawa Timur
mungkin juga disebabkan oleh hal tersebut di atas.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sitohang (2002) diperoleh yaitu tidak
ada hubungan bermakna pada uji multivariat antara status imunisasi DPT tidak
lengkap dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur. Penelitian yang dilakukan oleh
Isbagio (2004) tentang pengaruh status imunisasi DPT terhadap kekebalan penyakit
difteri dan tetanus pada murid kelas 1 Sekolah Dasar di Bogor didapatkan bahwa
tidak ada hubungan antara imunisasi DPT lengkap (I,II,III) dan tidak lengkap.
Berbeda dengan penelitian Kartono (2007) yaitu ada hubungan bermakna antara
tidak lengkapnya status imunisasi DPT dengan kejadian difteri di Kabupaten Garut
dan Tasikmalaya. Dari uji multivariat diperoleh bahwa status imunisasi DPT dan DT
yang tidak lengkap memberikan peluang terjadinya difteri 46,403 kali dibandingkan
dengan status imunisasi DPT dan DT yang lengkap. Dalam penelitian Rusli (2003)
diperoleh yaitu ada hubungan bermakna antara tidak lengkapnya status imunisasi
DPT dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur. Uji multivariat diperoleh status
imunisasi yang tidak lengkap memberikan risiko 2,74 kali anak untuk terserang
difteri dibandingkan dengan imunisasi lengkap. Sedangkan pada analisis bivariat
pada penelitian Sitohang (2002) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara
status imunisasi yang tidak lengkap dengan kejadian difteri. Pada penelitian Quick
(2000) menunjukkan bahwa kejadian difteri pada anak yang mendapat imunisasi <3
kali (tidak lengkap) adalah 19 kali dibandingkan dengan imunisasi lengkap.
Penelitian di London dengan desain cohort mengenai imunitas diperoleh
menurunnya imunitas pasif alami yang berasal dari ibu akan membentuk imunitas
yang baik. Keadaan ini diperoleh dengan imunisasi secara teratur dan sesuai jadwal.
Dengan imunisasi DPT lengkap dapat mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis,
dan tetanus (Booy dkk, 2005).
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
63
Dalam analisis bivariat variabel status gizi tidak berhubungan secara bermakna
(p value = 0,167 ; OR = 1,787) dengan kejadian difteri. Sedangkan dalam analisis
multivariat status gizi berhubungan secara bermakna (p value = 0,075 ; OR = 2,216)
setelah dikontrol variabel lainnya. Status gizi kurang baik berisiko 2,216 kali terkena
difteri dibandingkan dengan status gizi baik setelah dikontrol dengan variabel
lainnya. Kekurangan gizi menyebabkan orang rentan terhadap penyakit.
Hal ini sejalan dengan penelitian Rusli (2003) diperoleh yaitu ada hubungan
bermakna antara status gizi KEP dengan terjadinya difteri. Uji multivariat diperoleh
bahwa status gizi KEP memberi risiko 2,17 kali terjadinya difteri dibandingkan
dengan status gizi non KEP. Penelitian Sitohang (2002) diperoleh yaitu ada hubungan
bermakna antara status gizi buruk dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur.
Orang dengan status gizi buruk berisiko 1,2 kali untuk terkena penyakit difteri
dibandingkan dengan orang dengan status gizi baik.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
64
dengan tidak adanya sumber penularan. Penelitian Sitohang (2002) diperoleh yaitu
ada hubungan bermakna antara sumber penularan dengan kejadian difteri di
Kabupaten Cianjur. Adanya sumber penularan meningkatkan risiko 3,5 kali untuk
terkena difteri dibandingkan dengan tidak adanya sumber penularan.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
65
tentang imunisasi dan penyakit difteri serta banyak mendapat informasi dari
puskesmas dan Dinas Kesehatan terkait.
Dalam penelitian Kartono (2007) diperoleh yaitu ada hubungan bermakna
antara pengetahuan ibu yang rendah dengan kejadian difteri di Kabupaten Garut dan
Tasikmalaya. Dari hasil uji multivariat diperoleh hasil bahwa pengetahuan ibu yang
rendah tentang imunisasi dan penyakit difteri memberikan peluang terjadinya difteri
sebesar 9,826 kali dibandingkan dengan pengetahuan ibu yang tinggi. Dalam
penelitian Rusli (2003) diperoleh yaitu ada hubungan bermakna antara kurang
baiknya pengetahuan ibu dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur. Uji
multivariat diperoleh kurang baiknya pengetahuan ibu memberi risiko 2,72 kali
dengan kejadian difteri di Kabupaten Cianjur dibandingkan dengan pengetahuan ibu
yang baik.
Dalam analisis bivariat variabel sikap ibu tidak berhubungan secara bermakna
(p value = 0,136 ; OR = 1,875) dengan kejadian difteri. Pada analisis multivariat
sikap ibu berhubungan secara bermakna (p value = 0,062 ; OR = 2,304) dengan
kejadian difteri setelah dikontrol dengan variabel lainnya. Sikap ibu tidak setuju
tentang imunisasi dan difteri berisiko 2,304 kali pada anaknya terkena difteri
dibandingkan dengan sikap ibu setuju tentang imunisasi dan difteri setelah dikontrol
dengan variabel lainnya. Dalam penelitian Rusli (2003) diperoleh yaitu ada hubungan
bermakna p = 0,016 OR = 3,76 antara sikap ibu tidak setuju dengan kejadian difteri di
Kabupaten Cianjur.
Dari hasil akhir uji interaksi diketahui variabel yang mempunyai nilai OR
terbesar adalah variabel yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap kejadian
difteri, variabel tersebut adalah sikap ibu.
Secara keseluruhan hasil dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya. Meskipun dengan variabel yang sama akan tetapi beda definisi
operasional, beda populasi sehingga ada yang menunjukkan hasil yang sama dan ada
yang berbeda. Hasil yang sama dalam penelitian ini dan penelitian sebelumnya adalah
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
66
variabel status gizi, kepadatan hunian, sumber penularan, pengetahuan ibu, dan sikap
ibu memiliki hubungan dengan terjadinya difteri. Sedangkan umur, jenis kelamin,
mobilitas, pencahayaan alami, luas ventilasi, dan jenis dinding tidak memiliki
hubungan dengan terjadinya difteri. Hasil yang berbeda adalah status imunisasi dan
jenis lantai.
Kejadian difteri di Jawa Timur yang sejak lama endemis menjadikan kasu
difteri semakin menyebar dan meningkat. Daerah yang telah lama endemis difteri
menyulitkan dalam penenggulangan difteri. Dengan pengukuran kadar antitoksin
dalam tubuh mereka yang telah diimunisasi dan yang pernah sakit difteri dapat
diketahui kekebalan tubuhnya. Hal ini dapat dijadikan acuan. Faktor lain seperti
pencarian karier yang jumlahnya lebih banyak dari penderita difteri juga penting
untuk penanggulangan difteri. Tenaga kesehatan, anak-anak sekolah, anak-anak
sepermainan, keluarga terdekat merupakan orang yang rentan/ berisiko terhadap
difteri
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
2. Pemetaan kasus difteri didapatkan pada awal dan akhir kejadian cenderung
menyebar sedangkan pada pertengahan cenderung merapat antar kecamatan.
Jumlah kecamatan yang terkena difteri sebanyak 16 dari 18 kecamatan
4. Variabel status gizi, dan sikap ibu berhubungan secara bermakna dengan
kejadian difteri
6. Variabel yang paling berpengaruh pada kejadian difteri adalah adalah sikap
ibu
67 Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
68
7.2 SARAN
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
70
DAFTAR REFERESI
Booy, R., Haworth, E.A., Ali, K.A., Chapel, H.M., Moxon, E.R. (2005).
Immunogenicity Of Routine Vaccination Against Diphtheria, Tetanus, And
Haemophilus Influenzae Type B In Asian Infants Born In The United
Kingdom. Arch Dis Child 90 : 589-591. 23 Maret 2012.
http://adc.bmj.com/content/90/6/589.full.pdf+html
Decker, D., (2001), GIS Data Source. Canada : John Wiley & Sons.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2011). Penyakit Difteri dan Situasi di Jatim.
Surabaya. 5 Desember 2011.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
71
http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/Data%20KLB%20Difteri%
20per%2024%20November%202011.pdf
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid III. Edisi Keempat. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gidding, H.F., Burgess, M.A., Gilbert, G.L. (2000). Diphtheria in Australia, Recent
Trends and Future Prevention Strategies. CDI Vol 24 No 6 June 2000. New
South Wales. 20 Nopember 2011.
https://www.health.gov.au/internet/main/publishing.nsf/Content/cda-pubs-cdi-
2000-cdi2406-cdi2406f.htm
Harrison. (2008). Principles of Internal Medicine (17th ed). United States of America
: McGraw-Hill Companies, Inc.
Hart, P.E., Lee, P.Y.C., Macallan, D.C., John, M.H.W. (1996). Cutaneous and
Pharingeal Diphtheria Imported From The India Subcontinent. United
Kingdom. London. 24 Nopember 2011.
http://pmj.bmj.com/content/72/852/619.full.pdf+html
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2011). Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
72
Isbagio, D.W., Handayani, S., Siburian, F., Sumarmo. (2004). Pengaruh Status
Imunisasi Difteri Pertusis dan Tetanus Terhadap Respon Kekebalan Difteri
dan Tetanus Pada Murid Kelas I Sekolah Dasar di Kecamatan Cimandala.
Buletin Penelitian Kesehatan Vol. 32 No. 2 2004 : 62-72. 24 Nopember 2011.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2004-
isbagio2c-2122-respon
Leardini, N.A., Prieto, M.A., Martines, C.P., Aguerre, L.A. (1990). Current Clinical
and Epidemiological Aspects of Corynebacterium diphtheriae Infections in
Argentina. Seventh International Meeting of The European Laboratory
Working Group on Diphtheria. Vienna, Austria.
Murti, B. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Nandi, R., Purkayasha, P., Bhattacharjee, A.K. (2003). Diphteria The Patch Remains.
International Congress Series. 1254. Published by Elsevier B.V. United
Kingdom. 26 Maret 2012.
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
73
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S053151310301094X
Quick, L.M., et al. (2000). Risk Factors for Diphtheria : A Prospective Case Control
Study in Republic of Georgia 1995-1996. The Journal of Infectious Disease
An Official Publication of The Infectious Disease of America. The University
of Chicago Press.
Rusli. (2003). Hubungan Status Imunisasi Difteri dengan Kejadian Difteri pada
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Cianjur tahun 2001. Tesis Program
Magister Program Studi Epidemiologi Kekhususan Epidemiologi Lapangan
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sadoh, A.E., Sadoh, W.E. (2011). Diphtheria Mortality in Nigeria : The Need To
Stock Diphtheria Antitoxin. African Journal of Clinical and Experimental
Microbiology 12 (2) : 82-85. May 2011. Nigeria. 20 Nopember 2011.
http://www.ajol.info/index.php/ajcem/article/viewFile/64323/52414
Saikia, L., Nath, R., Saikia, N.J., Choudhury, Gargi., Sarkar, Mili. 2009. A
Diphtheria Outbreak In Assam India. Southeast Asian J Trop Med Public
Health Vol. 4 No. 3. May 2010. India. 24 Nopember 2011.
http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2010-41-3/20-4718.pdf
Setiyono., Soetrisno, P., Ismail, Djauhar., Susatya, Budi., Sudiantoro, Y.E., Partatmo,
Agus., Ismangun. (1989). Difteri pada Anak Faktor – Faktor yang
Mempengaruhi Kematian. Berita Kedokteran Masyarakat V (1). Yogyakarta.
21 Nopember 2011. http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=547
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
74
Sitohang, R.V. (2002). Hubungan Kepadatan Serumah dengan Kejadian Difteri pada
Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri di Kabupaten Cianjur Jawa Barat tahun
2000-2001. Tesis Program Magister Program Studi Epidemiologi
Kekhususan Epidemiologi Lapangan Universitas Indonesia, Jakarta.
Sharp, D.G. (1938). The Lethal Action of Short Ultraviolet Rays on Several Common
Pathogenic Bacteria.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC374478/bin/jbacter00752-
0087.tif
Worboys, M.F. (2003). GIS: A Computing Perspective. England :Taylor & Francis.
WHO. (2011). Data Incidence Rate. Annual WHO/UNICEF Joint Reporting Form
and WHO regional offices reports. 12 Juli 2012.
http://apps.who.int/immunization_monitoring/en/globalsummary/timeseries/ts
incidencedip.htm
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
75
INFORMED CONSENT
Penelitian ini berjudul “Pemetaan Kasus Difteri dan Lingkungan Fisik Rumah Pada
Kejadian Difteri di Kabupaten Sidoarjo”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan faktor lingkungan fisik rumah dan faktor lainnya dengan
kejadian difteri di Kabupaten Sidoarjo.
Manfaat penelitian ini adalah membatu orang lain dalam mencari informasi berkaitan
dengan terjadinya difteri. Hasil penelitian ini akan menambah pengetahuan dan
pemahaman terjadinya difteri serta faktor risikonya.
Dalam penelitian tidak ada paksaan dari pihak manapun dan merupakan kerelaan
untuk menjadi responden. Kesediaan Anda sebagai responden kami rahasiakan dan
tidak dipublikasikan.
“ Saya bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini yang berjudul
“Pemetaan Kasus Difteri dan Lingkungan Fisik Rumah Pada Kejadian Difteri di
Kabupaten Sidoarjo”. Saya akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya
dalam wawancara ini“
Sidoarjo, 2012
( )
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
76
Kuesioner
IDENTITAS
STATUS IMUNISASI
5. Imunisasi DPT / DT
1. Satu kali
2. Dua kali
3. Tiga kali
4. Belum pernah
5. Lupa
STATUS GIZI
7. Tinggi badan : cm
8. Berat badan : kg
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
78
SUMBER PENULARAN
18. Apakah di lingkungan rumah atau sekolah terdapat karier atau penderita
difteri?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu
19. Apakah sebelumnya pernah kontak atau berhubungan langsung dengan karier
atau penderita difteri?
1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu
20. Bila jawaban iya, dimanaka pernah kontak atau berhubungan langsung
dengan karier atau penderita difteri? siapa…
1. Di rumah sendiri
2. Di rumah orang lain
3. Di sekolah
4. Di tempat bermain
MOBILITAS
PENGETAHUAN
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
79
26. Apakah ibu mengetahui jenis imunisasi? (jawaban lebih dari satu)
1. BCG
2. DPT
3. Campak
4. Polio
5. Hepatitis
28. Apa mengetahui gejala penyakit difteri? (jawaban lebih dari satu)
1. Demam
2. Nafas sesak
3. Nafas berbunyi
4. Lain-lain, sebutkan……
5. Tidak tahu
29. Apa mengetahui tanda penyakit difteri? (jawaban lebih dari satu)
1. Ada lapisan putih pada tenggorokan
2. Pembengkakan leher
3. Tidak tahu
SIKAP
33. Apakah setuju bila anak ibu tidak menengok / tidak dibawa oleh ibu
berkunjung kepada anak sakit difteri?
1. Ya 2. Tidak
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
80
34. Bila di rumah ibu ada penderita difteri, apakah ibu setuju tidak tidur
bersama dalam satu kamar?
1. Ya 2. Tidak
TINDAKAN
38. Jika disuntikkan pada bagian paha, berapa kali suntikan imunisasi tersebut
diberikan? (menjawab no 1 s.d. 3 benar)
1. Satu kali
2. Dua kali
3. Tiga kali
4. Tidak tahu
39. Apakah anak ibu pada waktu sekolah dasar kelas 1 diimunisasi DT?
1. Ya 2. Tidak
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
81
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
82
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
83
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
84
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
86
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
87
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
88
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
89
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
90
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
91
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
92
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012
93
Universitas Indonesia
Faktor faktor..., Kusuma Scorpia Lestari, FKM UI, 2012