Disusun Oleh :
dr. Delta Kurnia
Pembimbing :
dr. Radhitiya Dewiriastuty, Sp.PD
Pendamping :
dr. Nanie Rusanti, M.Kes
dr. Rima Budiarti
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
30 mg/g
b. Hasil sedimen urin
abnormal
c. Elektrolit abnormal dan
gangguan tubulus
d. Ditemukan kelainan
pada pemeriksaan
pencitraan
e. Riwayat transplantasi
ginjal
GFR < 60ml/menit/1,73
Penurunan GFR m2 (kategori GFR G3a-
G5)
II. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal, yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault sebagai berikut:2,5
III. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan
negara lain. Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) tahun 2011 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia yaitu:2,7
1. Penyakit ginjal hipertensi (34%)
2. Nefropati diabetika (27%)
3. Glomerulonefritis (14%)
4. Obstruksi (8%)
5. Pielonefritis kronis (6%)
6. Lain-lain (6%)
7. Nefropati asam urat (2%)
8. Ginjal polikistik (1%)
9. Nefropati SLE (1%)
10. Penyakit yang tidak diketahui (1%).
11. pengelompokkan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati
urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.
IV. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama.2 Terdapat dua pendekatan teroritis untuk menjelaskan
mekanisme kerusakan nefron ginjal lebih lanjut sehingga menjadi gagal ginjal
kronik yaitu:12
1. Teori lama atau tradisi
Teori ini menjelaskan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit,
namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron
yang terganggu strukturnya. Misalnya berkaitan dengan fungsi tertentu dapat saja
benar-benar rusak atau lesi organik pada medula ginjal akan merusak susunan
anatomis dari ansa henle atau pompa klorida pars ascenden ansa henle.
2. Hipotesis Briker atau nefron yang utuh.
Hipotesis ini menjelaskan bahwa bila satu nefron terserang penyakit maka
keseluruh unit dari nefron tersebut akan hancur. Akibatnya nefron-nefron yang
masih normal akan bekerja ekstra keras untuk mengkompensasi nefron-nefron
yang rusak agar ginjal tetap bekerja optimal. Kerja ekstra dari ginjal ini yang
mengakibatkan peningkatan jumlah nefron yang rusak dan berkembang menjadi
gagal ginjal kronik. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
peningkatan tekanan darah kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi
ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan adanya penurunan fungsi
nefron yang progresif. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-
aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor β (TGF-β). Beberapa hal yang berperan terhadap terjadinya penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal.2
Penyakit ginjal dapat menyebabkan naik turunnya tekanan darah dan
sebaliknya hipertensi dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu ginjal.
Beratnya pengaruh hipertensi pada ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah
dan lamanya menderita hipertensi. Makin tinggi tekanan darah dalam waktu yang
lama makin berat komplikasi yang dapat ditimbulkan. Hipertensi oleh karena hal-
hal sebagai berikut :8
1. retensi natrium
2. peningkatan sistem RAA akibat iskemi relatif karena kerusakan regional
3. aktivitas saraf simpatis meningkat akibat kerusakan ginjal
4. hiperparatiroid sekunder
5. pemberian eritropoetin.
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan
struktur pada arteriol diseluruh tubuh ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal dan
mata. Pada ginjal arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan terjadinya
nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena
penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol
akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus sehingga seluruh
nefron rusak maka terjadilah gagal ginjal kronik.12
V. PENDEKATAN DIAGNOSTIK
Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik
adalah:2,12,13
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi
saluran kemih, batu saluran kemih, hipertensi, hiperurikemi, Lupus
Eritomatosus Sistemik (LES).
b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
Gejala lain yang dapat muncul, terutama ketika fungsi ginjal telah
memburuk adalah kulit gelap, nyeri tulang, otak dan gejala sistem saraf
(mengantuk dan kebingungan, gangguan berkonsentrasi atau berfikir, mati rasa di
tangan, kaki, atau daerah lain, kedutan otot atau kram), nafas bau, mudah memar,
perdarahan, atau darah dalam tinja, haus berlebihan, sering cegukan, impotensi,
periode menstruasi berhenti (amenore), masalah tidur, seperti insomnia, sindrom
kaki gelisah, pembengkakan kaki dan tangan (edema), serta muntah yang biasanya
pagi hari.14
Gambaran Laboratorium
Gambaran laboratorium pada pasien yang mengalami penyakit ginjal
kronik adalah:2
- Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
- Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
- Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper
atau hipokloremia, hiperfosfatemia dan asidosis metabolik.
- Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis pada pasien yang mengalami penyakit
ginjal kronik adalah : 2,4,11
Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
Pemeriksaan pemindahan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih
mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa ditegakkan.
Adapun tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan untuk mengevaluasi hasil terapi yang telah
diberikan. Biopsi ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran
ginjal yang sudah mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.2
VI. PENATALAKSANAAN
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Bila
LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit
dasarnya sudah tidak banyak bermanfaat.2
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi
komorbid
Faktor-faktor komorbid antara lain: gangguan keseimbangan cairan,
hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus
urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas
penyakit dasarnya.2
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya
hiperfiltrasi glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi
glomerulus adalah pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis.
Pembatasan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60ml/mnt, sedangkan
diatas nilai tersebut pembatasan protein tidak dianjurkan. Protein diberikan 0,6-
0,8/kgBB/hari, yang 0,35-0,5 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi
tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari. Pembatasan
asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik. Asupan
protein yang berlebih akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan glomerulus yang akan meningkatkan
progresifitas perburukan fungsi ginjal. Pembatasan protein juga berkaitan dengan
pembatasan fosfat karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang
sama.2
Terapi farmakalogis yang digunakan adalah obat antihipertensi yang
bermanfaat untuk memperkecil resiko kardiovaskular dan memperlambat
kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi
glomerulus. Penghambat ACE dapat menurunkan tekanan darah sistemik, obat ini
secara langsung menurunkan tekanan intraglomerular dengan mendilatasi secara
selektif pada arteriol aferen.2
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit
kardiovaskular
40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, anemia,
hiperfosfatemia dan terapi kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Modifikasi gaya hidup dapat memperbaiki tekanan darah yang tinggi
dan dapat meningkatkan efisiensi terapi hipertensi. Pengurangan intake natrium,
meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi berat badan, pembatasan intake alcohol
dan pemberhentian merokok adalah strategi yang direkomendasikan.2
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
Penyakit ginjal kronis mengakibatkan berbagai komplikasi yang
manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Pada
LFG 60-89 ml/mnt, tekanan darah mulai meningkat. LFG 30-60 ml/mnt,
komplikasi yang terjadi hiperfosfatemia, hipokalemia, anemia, hiperparatiroid,
hipertensi, dan hiperhomosistemia. LFG 15-29 dapat terjadi malnutrisi, asidosis
metabolik, hiperkalemia, dislipidemia. Saat LFG <15 terjadilah gagal jantung dan
uremia.2
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat hemoglobin ≤ 10 g% atau
hematokrit ≤ 30%, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber
perdarahan, morfologi eritrosit, dan lain sebagainya. Pemberian eritropeitin (EPO)
merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian tranfusi pada penyakit ginjal kronis
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat.2
Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronis yang
sering terjadi. Penatalaksanaannya dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan
pemberian kalsitriol. Penatalaksanaan hiperfosfatemia dengan cara membatasi
asupan fosfat, pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorbsi
fosfat di saluran cerna.2
Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi
kardiovaskular. Air yang masuk kedalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang
keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi air
yang keluar melalui IWL antara 500-800 ml/hari, maka air yang masuk dianjurkan
500-800 ml ditambah jumlah urin. Elektrolit yang perlu diawasi adalah kalium
dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat
mengakibatkan aritmia jantung. Oleh karena itu pemberian obat-obatan dan
makanan yang mengandung tinggi kalium harus dibatasi. Kadar kalium darah
yang dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. pembatasan natrium dimaksudkan untuk
mengendalikan hipertensi dan edema.2
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau
transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa
hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.2
A. Hemodialisa
Terapi Hemodialisa tidak boleh terlambat dengan tujuan untuk
mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien gagal ginjal kronis (GGK) yang belum tahap
akhir, karena dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi terapi ini terdiri
dari indikasi absolut dan indikasi elektif. Adapun yang termasuk dalam
indikasi absolut adalah perikarditis,enselopati/neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif adalah LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m2, mual, anoreksia, muntah dan astenia berat.14
Indikasi Hemodialisa segera :
1. Kegawatan ginjal
a. Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
b. Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
c. Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
d. Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K>6,5
mmol/l )
e. Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
f. Uremia ( BUN >150 mg/dL)
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
j. Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L)
k. Hipertermia
2. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran
dialisis.
Indikasi Hemodialisia Kronik
Hemodialisia kronik adalah hemodialisia yang dikerjakan berkelanjutan
seumur hidup oleh penderita gagal ginjal kronik dengan menggunakan mesin
hemodialisia. Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt.
Keadaan pasien yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal
berikut:12
a. GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
b. Gejala uremia meliputi: letargi, anoreksia, nausea, mual dan muntah
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot
d. Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan
(edema, efusi pleura)
e. Komplikasi metabolik yang refrakter
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi
sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.15
C. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:16
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Hubungan Hipertensi dan Gagal Ginjal Kronik
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat. Hipertensi
dapat menjadi salah satu penyakit primer yang menyebabkan kerusakan pada
ginjal. Sebaliknya, penyakit ginjal kronik yang berat dapat menyebabkan
hipertensi atau ikut berperan dalam hipertensi melalui mekanisme retensi natrium
dan air, peningkatan sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) akibat iskemik
relatif karena kerusakan regional, aktivitas saraf simpatis meningkat akibat
kerusakan ginjal, hiperparatiroid sekunder dan pemberian eritropoetin.4,16
Hipertensi melalui suatu proses yang mengakibatkan hilangnya sejumlah
besar nefron fungsional yang progresif dan irreversible. Peningkatan tekanan dan
regangan yang kronik pada arteriol dan glomeruli diyakini dapat menyebabkan
sklerosis pada pembuluh darah glomeruli atau yang sering disebut dengan
glomerulosklerosis. Penurunan jumlah nefron akan menyebabkan proses adaptif,
yaitu meningkatnya aliran darah, peningkatan LFG dan peningkatan keluaran urin
di dalam nefron yang masih bertahan. Proses ini melibatkan hipertrofi dan
vasodilatasi nefron serta perubahan fungsional yang menurunkan tahanan vaskular
dan reabsorbsi tubulus di dalam nefron yang masih bertahan. Perubahan fungsi
ginjal dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada
nefron yang ada. Lesi-lesi sklerotik yang terbentuk semakin banyak sehingga
dapat menimbulkan obliterasi glomerulus, yang mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal lebih lanjut, dan menimbulkan lingkaran setan yang berkembang secara
lambat yang berakhir sebagai penyakit Gagal Ginjal Terminal.4,13
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny.P
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Bantan
Nomor MR : 028929
Tanggal masuk RS : 6 Maret 2018 dirawat di bagian penyakit dalam
ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan Utama
Sesak nafas yang memberat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Bengkalis pada tanggal 6
Maret 2018 dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 hari SMRS.
Pasien mengeluhkan sesak nafas terus menerus dan merasa napasnya terasa
pendek, pasien lebih nyaman pada posisi duduk, tetapi sesak nafas tidak
berkurang dengan dibawa beristirahat. Sesak nafas tidak dipicu dan tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, makanan, debu, perubahan cuaca dan perubahan
posisi. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri dada sisi kiri yang menjalar ke
leher hingga ke rahang.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah yang memberat sejak 1
minggu SMRS. Muntah tidak menyemprot, lebih kurang 2 kali sehari sebanyak +
½ gelas aqua setiap kali muntah. Muntah berisi makanan dan cairan, tidak berisi
darah. Pasien muntah setiap kali makan, pasien tidak ada minum obat untuk
mengurangi keluhannya. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan karena
mual yang dirasakannya. Pasien hanya makan nasi ± 6-7 sendok per harinya.
Pasien juga mengeluhkan badannya terlihat pucat dan badannya terasa lemas
sehingga hanya bisa tirah baring di rumah. Pasien mengalami penurunan berat
badan sebanyak + 5 kg selama 2 bulan. Pasien tidak mengeluhkan adanya batuk
berdahak dan batuk berdarah. Pasien belum pernah berobat sebelumnya untuk
keluhan tersebut.
Pasien juga mengeluhkan kedua kakinya sembab yang semakin memberat
sejak + 2 minggu SMRS. Tidak ada perubahan warna kulit disekitar kaki yang
sembab, tidak nyeri, dan tidak terasa panas di kaki yang sembab. Nyeri saat BAK
(-), BAK berdarah (-), BAK ± 6 kali sehari hanya ± 600ml/hari (1 botol aqua
sedang) dengan jumlah minum seperti biasa. BAB berdarah (-), mencret (-) dan
lendir (-).
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat Hipertensi (+) sejak 8 tahun SMRS, pasien tidak pernah
kontrol dan tidak ada minum obat dari dokter, pasien hanya minum
obat herbal rebusan dedaunan.
• Riwayat Diabetes melitus (-)
• Riwayat Stroke (-)
• Riwayat Asma (-)
• Riwayat TBC (-)
• Riwayat batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih (-)
• Riwayat sakit jantung (-)
• Riwayat sakit maag (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa dengan
pasien. Riwayat HT (-), DM (-), penyakit jantung (-), asma (-),
penyakit ginjal (-).
Riwayat Sosial, Ekonomi dan Kebiasaan
Pasien adalah ibu rumah tangga
Riwayat merokok (-)
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat kebiasaan makan bersantan
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 6 Maret 2018.
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Vital Sign : - Tekanan darah : 179/81 mmHg
- Frekuensi nadi : 78 x/menit, regular
- Frekuensi napas : 24 x/menit
- Suhu : 370 C
Pemeriksaan Kepala – Leher
Kepala : kesan normocephal, Deformitas (-)
Mata : Udem palpebra (-/-), Konjungtiva anemis(+/+), Sklera ikterik(-/-),
Reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+), pupil isokor
(D: 3mm/3mm).
Telinga – Hidung – Mulut – Leher : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan Thorax
Paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : Vocal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi napas vesikuler, wheezing -, rhonki pada basal +
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIK 5. Dua jari lateral linea
midclavicula sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung pada ICS II parasternal line dextra,
batas kiri pada ICS V midklavikula line sinistra
Auskultasi: Bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-), scar (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-)
Perkusi : Shifting dullness (+)
Inguinal
Inspeksi : Hernia (-), Massa (-).
Palpasi : Teraba denyut arteri femoralis (+), massa (-), nyeri tekan
(-).
Ekstremitas superior:
Warna kulit normal, turgor kulit normal, edema -/-, akral hangat +/+, CRT
< 2 detik.
Ekstremitas inferior:
Warna kulit normal, turgor kulit normal, edema +/+, akral hangat +/+, CRT
< 2 detik.
Status urologikus:
• CVA : balotement (-), nyeri tekan (-/-), nyeri ketok (-/-)
• Suprapubik : bulging (-), nyeri tekan (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah (tanggal 6/3/2018) :
– Hb : 6,1 g/dL
– Leukosit : 5.800 uL
– Trombosit : 131.000 uL
– Kreatinin : 10,4 mg %
– Ureum : 142 mg %
– Kolesterol total : 148 mg %
– GDS : 149 mg %
– HbsAg kualitatif: negatif
RESUME
Anamnesis:
Sesak nafas memberat sejak 1 hari SMRS tidak dipicu dan tidak dipengaruhi
oleh aktivitas, makanan, debu, perubahan cuaca dan perubahan posisi. Pasien
tidak mengeluhkan adanya nyeri dada sisi kiri yang menjalar ke leher hingga
ke rahang.
Pemeriksaan Fisik
TD : 179/81 mmHg
Pernafasan : 24 x/menit
Konjungtiva Anemis (+/+)
pitting udem
- -
+ +
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 6,1 g/dL
Ureum: 142 mg/dl
Kreatinin: 10,4 mg/dL
USG Traktus Urinarius: massa kistik bersepta di ren sinistra
Daftar masalah
1. CKD stage V
2. Hipertensi grade II
3. Anemia
4. Kista ginjal
DIAGNOSIS KERJA
CKD stage V
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
• Bed rest
• IV plug
• Oksigen nasal kanul 2 liter
• Diet rendah garam
• Diet rendah cairan <1L/hari
• Diet sebanyak 30-35 kkal/kg BB ideal /hari
BB ideal = (165-100) x 0,9 = 59 kg
Kalori = (30 – 35) x 59 kg = 1.770-2.065 kkal
• Diet rendah protein 0,6 gr/kgBB ideal /hari
Kebutuhan protein= 0,6 x 59 = 36 gr
• Kebutuhan transfusi PRC
(10-6) x 4 x 40= 624 cc : 200 cc= 3 labu
Hemodialisa 2x
Farmakologi
Injeksi Furosemid 3 x 1 ampul
Injeksi Omeprazol 2 x 1 ampul
Bicnat 3 x 1
Amlodipin 1 x 10 mg
Clonidine 3 x 0,15 mg
Asam Folat 3 x 1
Ketocid 1 x 1
Sucralfate syr 3 x CI
Paracetamol 3 x 500 mg
FOLLOW UP
Tanggal 7 Maret 2018
S Mual (+)
O KU : tampak sakit berat, composmentis
TD : 165/75 mmHg P : 18 x/m
N : 63 x/m S : 36oC
USG Traktus Urinarius
Interpretasi: massa kistik bersepta di ren sinistra bosniak II, tak
tampak kelainan pada ren dextra maupun vesica urinaria
A CKD stage V+HHD+anemia penyakit ginjal+kista ginjal
P Terapi
Ketocid 3x1
Sucralfate syr 3xC1
Terapi lain lanjut
S Mual (+)
O KU : tampak sakit berat, composmentis
TD : 140/80 mmHg P : 20 x/m
N : 62 x/m S : 36,6oC
A CKD stage V+HHD+anemia penyakit ginjal+kista ginjal
P Terapi
Lanjut
Rencana Hemodialisa hari selasa sore 13-3-2018
S Mual (+)
O KU : tampak sakit sedang, composmentis
TD : 155/75 mmHg P : 20 x/m
N : 64 x/m S : 36oC
A CKD stage V on HD 1x+HHD+anemia penyakit ginjal+kista ginjal
P Terapi
Rencana Hemodialisa hari ini
Qb: 100-150 cc
UFG: 1500-2000 ml/menit
Waktu: + 2-3 jam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis gagal ginjal kronik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis
didapatkan adanya mual dan muntah, sesak nafas, penurunan nafsu makan, badan
terasa lemas. Pasien baru terdiagnosis gagal ginjal dan belum pernah melakukan
cuci darah. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 8 tahun yang lalu.
Adanya riwayat hipertensi memberikan informasi mengenai diagnosis etiologi
dari gagal ginjal pada pasien.
selektif arteriol efferent. Obat ACE Inhibitor juga menurunkan proteinuria, dan
memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis.2
Pada pemeriksaan USG Traktus Urinarius diperoleh hasil berupa massa
kistik bersepta di ren sinistra bosniak II.
Kista merupakan suatu rongga yang dilapisi oleh epitel dan berisi cairan.
Kista ginjal dapat berkembang pada setiap lokasi di sepanjang tubulus ginjal, dari
kapsul Bowman ke saluran pengumpul, dengan proses yang diwariskan, melalui
perkembangan atau dapatan. Kista ginjal simple atau sederhana yang diperoleh
umumnya terjadi pada orang berusia diatas 50 tahun, dan tidak terkait dengan
penyakit apapun.17,18
Kista adalah jaringan atau kantong tertutup yang biasa terbentuk di tempat
manapun di tubuh. Kista dapat berisi udara atau cairan. Kista yang terbentuk pada
ginjal biasanya berisi cairan. Satu atau lebih kista dapat berkembang pada saluran
kecil di ginjal. Kista ginjal sederhana berbeda dari kista ginjal polikistik (kista
yang berkembang ketika seseorang memiliki penyakit ginjal polikistik) yang
merupakan penyakit genetik. Meskipun penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami,
kista sederhana/simple bukanlah suatu kondisi yang diwarisi. Kista ginjal simple
banyak ditemukan sejalan dengan peningkatan usia. Hampir 30 % orang yang
berusia diatas 70 memiliki minimal satu kista ginjal simple atau sederhana.
Sampai dengan 27% dari individu lebih besar dari 50 tahun mungkin memiliki
kista ginjal sederhana yang tidak menimbulkan gejala.17,18
Kista ginjal adalah lesi tumor jinak ginjal yang paling sering dijumapi
(70% dari tumor ginjal yang asimptomatik). Kista bisa tunggal / simple ataupun
multiple, dapat unilateral maupun bilateral. Angka insiden kista simple pada usia
dibawah 18 tahun sekitar 0,1 – 0,45 % dengan insiden rata – rata 0,22 %. Pada
orang dewasa, frekwensi meningkat sejalan dengan usia. Pada usia di bawah 40
tahun, angka insiden 20 %, dan setelah 40 tahun meningkat menjadi 33 %
kebanyakan penelitian menunjukkan tidak ada predileksi khusus pada perbedaan
jenis kelamin, tetapi pada 2 penelitian oleh Bearth-Steg (1977) dan Tada dkk
(1983), menunjukkan bahwa pada pria lebih sering daripada wanita. Kista simple
atau soliter merupakan kelainan non genetik. Karena kasus ini lebih sering
didapatkan pada orang dewasa., diduga kista soliter ginjal adalah kelainan yang
didapat. Biasanya kista ginjal asimptomatik dan tidak dijumpai tanda – tanda
klinis yang signifikan.19
BAB V
KESIMPULAN