Anda di halaman 1dari 29

ayumuliadewi

This WordPress.com site is the bee's knees

Menu
Skip to content
 Home
 About me
STROKE (CVA)
October 14, 2013
BY AYU MULIA DEWI

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK

A. Tinjauan Teoritis

Konsep Dasar CVA

1.Pengertian

stroke (CVA) penyakit serebral vaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dan pembuluh darah serebral
atau dari seluruh sistem pembuluh darah (Dongoes, 2012).

stroke (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak
(Brunner & Suddarth, 2002).
stroke (CVA) adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat berupa defisit
neurologis fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian dan semata-mata disebabkan oleh ganguan peredaran darah otak non traumatik (M.Clevo
Rendy, 2012).

Jadi stroke (CVA) adalah penyakit neurologis yang timbul secara mendadak yang disebabkan
gangguan peredaran darah ke otak.

Klasifikasi stroke (Arif Muttaqin, 2008)

1) Stroke Hemoragik (SH)

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaracnoid. Disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah pada area otak tertentu. Biasanya kejadian saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga saat istrirahat.Kesadaran klien umumnya menurun .Perdarahan otak dibagi menjadi
2 yaitu:

a) Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena heniasi
otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons, dan serebellum.

b) Perdarahan subaracnoid

pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh
darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, merenggangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan
lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan terjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri
hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebri. Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya).

2) Stroke Non Haemoragik (SNH)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya
baik.

2. Etiologi

1) Trombosis

Trombosis merupakan penyebab utama dari stroke. Thrombus yang merupakan penyebab tersebut
sering terjadi pada pembuluh darah yang mengalami orterosklerosis. Terbentuknya thrombus
biasanya di bifurkasia (percabangan) arteri, dan umumnya pada pertemuan antara arteri korotis
interna dan arteri vertebra atau antara arteri vertebra dan arteri basiler. Thrombus sering terjadi pada
susila dan penyakit jantung aterosklerotik. Stroke karena trombosis akan lebih berat bila didahului
TIA atau bersama TIA.

2) Emboli Serebral

Embolus yang terjadi berupa bekuan darah, lemak, bakteri, tumor dan udara sehingga menyebabkan
sumbatan. Tempat tersangkutnya (berhentinya) embolus umumnya di pembuluh darah kecil di daerah
bifurkasia. Embolus berasal dari jantung kiri atau plaque dari arteri karotis yang mengalami
arteroklerotis. Daerah yang mengalami stroke adalah daerah yang dialiri oleh arteri serebri media.

3) Iskemia / TIA

Iskemia yang terjadi karena thrombus atau plaque arterosklerosis yang terlepas sehingga
mengganggu aliran darah atau menyumbat. TIA merupakan keadaan awal atau serangan sebelum
stroke atau sering disebut Angina Serebral. Stroke yang terkena iskemia dapat terjadi 6 bulan setelah
menderita TIA atau mengalami TIA secara berulang.

4) Perdarahan Serebral

Perdarahan serebral merupakan penyebab stroke yang paling fatal. Pembuluh darah yang pecah
menyebabkan perdarahan di dalam jaringan otak atau area sekitarnya.

a) Perdarahan Ekstradural (perdarahan epidural)

Terjadi karena fraktur tengkorak dan sobekan pada arteri serebral media.

b) Perdarahan Subdural (antara durameter dan arachoid)


Pada dasarnya sama dengan perdarahan epidural, tetapi pembuluh darah yang pecah adalah vena,
terjadi dalam periode yang lama sehingga terjadi hematom menyebabkan tekanan di dalam otak
meningkat.

c) Perdarahan Subarachnoid

Terjadi terutama karena hipertensi atau trauma, terbanyak disebabkan oleh aneurisma yaitu terjadi
kebocoran pada area lingkaran Willisi dan malformasi arteriovenous congenital.

d) Perdarahan Intraserebral

Terjadi karena dengan hipertensi atau arteriosclerosis serebral. Terjadi juga karena perubahan
degeneratif penyakit yang biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

5) Faktor resiko

1) Usia: makin bertambah usia resiko stroke makin tinggi, hal ini berkaitan dengan elastisitas
pembuluh darah

2) Jenis kelamin: laki-laki mempunyai kecenderungan lebih tinggi

3) Ras dan keturunan: stroke lebih sering ditemukan pada kulit putih

4) Hipertensi: hipertensi menyebabkan aterosklerosis pembuluh darah serebral sehingga lama-


kelamaan akan pecah menimbulkan perdarahan.

5) Penyakit jantung: pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan kardiak output, sehingga
terjadi gangguan perfusi serebral

6) Diabetes mellitus: terjadi gangguan vaskuler, sehingga terjadi hambatan dalam aliran darah ke
otak

7) Polisitemia: kadar Hb yang tinggi (> 16 mg/dl) menimbulkan darah menjadi lebih kental
dengan demikian aliran darah ke otak lebih lambat

8) Perokok: rokok menimbulkan plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi
aterosklerosis

9) Alcohol: pada alkoholik dapat mengalami hipertensi, penurunan aliran darah ke otak dan
aritmia
10) Peningkatan kolesterol: kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya
lemak sehingga aliran darah lambat

11) Obesitas: pada obesitas kadar kolesterol darah meningkat dan terjadi hipertensi

(Tarwoto, 2007)

3. Patofisiologi

Beberapa factor penyebab stroke antara lain: hipertensi, penyakit kardiovaskular-embolisme serebral
berasal dari jantung, kolestrol tinggi, obesitas, peningkatan hematokrit yang meningkatkan resiko
infark serebral, diabetes mellitus, kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi), merokok, penyalahgunaan obat (khususnya kokain), dan konsumsi alcohol.(Arif
muttaqin, 2008)

Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penyebab infark pada otak, trombus dapat
berasal dari flak arterosklerosis, sehingga terjadi thrombosis serebral, thrombosis ini terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemik jaringan otak yang dapat
menimbulkan odema dan kongesti disekitarnya (Arif Muttaqin,2008).

Aneurisme intracranial adalah dilatasi dinding arteri serebral yang mungkin terjadi karena Hipertensi,
arterosklerosis, yang mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh darah dengan dilanjutkan
kelemahan pada dinding pembuluh darah karena kerusaakan congenital atau terjadi karena
penambahan usia. Pelebaran Aneurisma dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak
yang mengakibatkan terjadinya perdarahan intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau kedalam jaringan otak itu sendiri. Akibat pecahnya pembuluh darah menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan jaringan otak yag
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak,
edema dan mungkin herniasi otak (Arif Muttaqin,2008 ; bruner & suddarth, 2002).

Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti endokarditis infeksi, infark miocard, katup jatung
rusak, fibriasi atrium menyebabkan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak,
dan udara sehingga terjadinya emboli serebral, biasanya embolus menyumbat arteri serebral tengah
atau cabang-cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral (Bruner & suddarth, 2002).

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan pefusi darah pada otak akan menyebabkan insufisiensi
darah ke otak sehingga akan terjadi keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung dapat
menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat kurang dari 10-15
menit dapat menyebabkan deficit sementara dan bukan deficit permanen. Sedangkan iskemik yang
dalam waktu lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak
sehingga terdinya perubahan perfusi jaringan serebral. Gangguan predaran darah otak akan
menimbulkan gangguan pada metabolisme pada sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak mampu
menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan okigen yang
terdapat dari arteri-arteri yang menuju otak sehingga bisa terjadi kerusan sel neuron. Selain
kerusakan pada neuron terjadi kerusakan pada pengaturan panas dalam otak (hipotalamus) yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan metabolism serebral (Fransisca B. Batticaca, 2008; Bruner &
Suddarth, 2002).

Semua factor tersebut akan menyebabkan terjadinya stroke tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah yang tersumbat). Secara patologis gambaran klinis yang sering terjadi yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, hemiparesis atau hemiplegi, kesadaran menurun, kelumpuhan wajah atau anggota badan
(biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak, kelemahan, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (gangguan hemisensorik), perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium,
letargi, stupor, koma), afasia (bicara tidak lancar), kesulitan memahami ucapan, disartria (bicara
cadel atau pelo), gangguan penglihatan, vertigo, pasien harus berbaring di tempat tidur, pasien sulit
bernafas, adanya ronchi, dan batuk, pasien juga sering bertanya-tanya dengan penyakitnya dan terjadi
peningkatan suhu tubuh. Komplikasi yang terjadi akibat dari CVA yaitu hipoksia serebral dan
Embolisme serebral (FransiscaB.Batticaca, 2008;Bruner & Suddarth, 2002;Arif Muttaqin,2008)

4. Komplikasi

1) Hipoksia serebral

2) Hipertensi/hipotensi

3) Gangguan pada aliran darah serebral

4) Kejang

5) Emboli serebral

6) Peningkatan tekanan intrakranial

7) Imobilitas

8) Kontraktur

9) Trombosis vena

10) Inkontinensia urine

11) Abrasi kornea

12) Hemiparese atau defisit neurologi


5. Pemeriksaan Diagnostik (Fransica B.Batticaca, 2008)

1) CT scan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark, CT scan dapat
digunakan untuk infark dengan perdarahan.

2) Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik.

3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, haemoragik.

4) EEG : mengindetifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak.

5) Lumbal fungsi menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subaraknoid atau perdarahan intra kranial.

6) GCS (glasgow coma scale)

Menurut Arif Muttaqin (2008) Skala ini mengungkapkan kesadaran klien yaitu koma atau tidak
koma dengan cara menilai respon klien terhadap rangsangan yang diberi yaitu :

a) Respon membuka mata

4 : Spontan

3 : Terhadap rangsangan suara

2 : Dengan rangsangan nyeri

1 : Tidak ada reaksi

b) Respon bicara

5 : baik dan tidak ada disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tahu dimana dia
berada).

4 : kacau (konfused) dapat bicara dalam kalimat namun ada disorientasi waktu dan tempat.

3 : tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata namun tidak berupa kalimat)

2 : mengerang (tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang)


1 : tidak ada jawaban.

c)Respon gerakan (motorik)

6 : menurut perintah

5 : mengetahui lokasi nyeri

4 : reaksi menghindar

3 : reaksi fleksi abnormal

2 : reaksi ekstensi abnormal

1 : tidak ada reaksi

Nilai GCS disajikan dengan simbol EVM

Nilai GCS tertinggi = 15 dan nilai terendah = 3

Nilai GCS > 9 : tidak koma

Nilai GCS < 9 : koma

7) Tingkat kesadaran

Menurut Arif Muttaqin (2008) Evaluasi tingkat kesadaran merupakan bagian penting proses
pemeriksaan neurologis.

a) Sadar

Karakteristik : sadar penuh akan sekeliling, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu,
kooperatif, dapat mengulang beberapa angka yang disebut dokter, beberapa menit kemudian.

b) Otomatisme
Karakteristik : tingkah laku relatif normal, dapat berbicara dalam kalimat tetapi mengalami
kesulitan dalam mengingat dan memberi penilaian, tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum periode
hilangnya kesadaran, dapat mengajukan pertanyaan yang sama berulang kali.

c) Kacau

Karakteristik : melakukan aktivitas yang bertujuan (misalnya, menyuapkan makanan ke mulut)


dengan gerakan yang canggung, disorientasi waktu, tempat, dan orang. Biasanya sulit dibangunkan.

d) Delirium

Karakteristik : disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, bersifat selalu
menolak, sulit dibangunkan.

e) Stupor

Karakteristik : diam, mungkin kelihatannya tidur, memberikan respon terhadap rangsangan suara
yang keras, terganggu oleh cahaya, memberikan respon terhadap rangsangan rasa sakit.

f) Stupor Dalam

Karakteristik : bisu, sulit dibangunkan (ada respon sedikit terhadap rangsangan nyeri), memberikan
respon terhadap nyeri dengan gerakan otomatis yang tidak mempunyai tujuan.

g) Koma

Karakteristik : tidak sadar, tubuh flaksid, tidak ada respon terhadap rangsangan nyeri maupun verbal,
refleks masih ada: muntah, lutut, kornea.

h) Koma Ireversibel dan kematian

Karakteristik : refleks hilang, pupil terfiksasi dan dilatasi, pernapasan dan denyut jantung berhenti.

6. Penatalaksanaan Medis

1) Penatalaksanaan umum

a) Pada fase akut

(a) Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator


(b) Monitor peningkatan tekanan intracranial

(c) Monitor fungsi pernafasan: analisa gas darah

(d)Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

(e) Evaluasi status cairan dan elektrolit

(f) Control kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan cegah resiko injuri

(g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompres lambung dan pemberian makanan

(h) Cegah emboli paru dan tromboflebitis dengan antikoagulan

(i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan
motorik, nervus cranial, dan reflex

b) Fase rehabilitasi

(a) Pertahankan nutrisi yang adekuat

(b) Program manajemen bladder dan bowel

(c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)

(d)Pertahankan integritas kulit

(e) Pertahankan komunikasi yang efektif

(f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

(g) Persiapan pasien pulang

2) Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50 ml untuk
dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruksif akut

a) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher
b) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh klien TIA

c) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

d) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisme

3) Terapi Obat

a) Pengobatan konservatif:

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)


2. Dapat diberikan histamine, aminophilin, papaverin intra arterial
3. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting
dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi trombosit seperti aspirin digunakan
untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi ateroma
4. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskuler
b) Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke:

(a) Stroke iskemia

a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue plasminogen)

b) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa beta, kaptopril,
antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi

(b) Stroke hemoragik

a) Antihipertensi: kaptopril, antagonis kalsium

b) Diuretic: manitol 20%, furosemide

c) Antikonvulsan: fenitoin

4) Therapi alternatif

a) Akupuntur

b) Terapi pijat
c) Aroma terapi

d) Therapi musik, Meditasi, Yoga

e) Therapi nutrisi

2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan CVA

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan.
Tujuan pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data, sehingga ditemukan diagnosa
keperawatan (Dongoes, 2012).

a. Pengumpulan data

a) Aktivitas dan istirahat

Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis (hemiplegia) .

Tanda : gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegi), kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran.

b) Sirkulasi

Gejala : Adanya penyakit jantung (MI vaskuler, GJK, Endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat
hipertensi postural.

Tanda : hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada CVA) sehubungan dengan adanya
embolisme/ malformasi vaskuler,

Nadi : Frekuensi jantung bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung/kondisi jantung, obat-
obatan, efek stroke pada pusat vasomator).Distrima, perubahan EKG Desiran pada karotis, temoralis
dan arteri iliaka/aorta yang abnormal.

c) Integritas Ego

Gejala : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa


Tanda : emosi labil, dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira. Kesulitan untuk
megekspresikan diri.

d) Eleminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen (distensi,
kandung kemih berlebihan, bising )

e) Makanan dan cairan

Gejala : nafsu makan hilang, mual-muntah selama fase akut(peningkatan TIK), kehilangan sensasi
(rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia, adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak
dalam darah.

Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada reflex palatum dan faringeal). Obesitas (factor resiko).

f) Neurosensori

Gejala : Sinkope/pusing (sebelum serangan CSV/selama TIA). Sakit kepala akan berat dengan
adanya perdarahan intraserebral atau subarakhnoid.
Kelemahan/kesemutan/kebas (biasanya terjadi selama serangan TIA, yang ditemukan dalam berbagai
derajat pada stroke jenis yang lain),sisi yang terkena terlihat seperti mati/lumpuh. Penglihatan
menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan monokuler), penglihatan
ganda, (diplopia) atau gangguan yang lain, penglihatan ganda, (diplopia) atau gangguan yang lain.

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal hemoragis, dan
biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat alamai, gangguan tingkah
laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi kognitif (seperti penurunan memory,
pemecahan masalah). Ekstremitas : kelemahan/paralysis (kontra lateral pada semua jenis stroke)
gangguan tidak sama, refleks respon melemah secara kontra laterl, pada wajah terjadi paralysis atau
parese (ipsilateral). Afasia moyorik (kesulitan untuk mengungkapkan kata), afasia sensorik (kesulitan
untuk memahami kata-kata secara bermakna) atau afasia global (gabungan dari kedua hal di atas.)
kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktil (agnosia).
Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakkan (apraksia). Ukuran
atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral (perdarahan/herniasi)

g) Nyeri

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)

Tanda : tingkah laku tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot.


h) Pernafasan

Gejala : merokok (faktor resiko)

Tanda : ketidak mampuan menelan (batuk atau hambatan jalan nafas, ronchi, sulit bernafas).

i) Keamanan

Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan .

Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh (stroke kanan). Kesulitan untuk melihat objek
dari sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit. Tidak
mampu mengenai objek, warna kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik. Gangguan
berespon terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh. Kesulitan dalam menelan, tidak
mampu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, tidak sabar / kurang kesadaran
diri (stroke kanan).

j) Interaksi sosial

Tanda : masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.

k) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke (factor resiko). Pemakaian kontrasepsi
oral, kecanduan alcohol (factor resiko)

2. Diagnosa keperawatan (Carpenito,2006)

a) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah : gangguan
oklusi, haemoragi, vasospasme serebral, edema serebral.

b) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan imobilitas, sekreasi statis .

c) Hipertermi berhubungan dengan kerusakan pengaturan panas akibat CVA

d) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan neuromuskuler : kelemahan,


parestesia, paralisis spastik.

e) Deficit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.


f) kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi.

g) Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler atau perseptual.

h) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia.

i) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis, stress psikologi

j) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan


neoromuskular, kehilangan tonus atau kontrol otot fasial atau oral, kelemahan atau kelelahan umum.

k) Resiko cedera berhubungan dengan kelemahan motorik

l) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan
keterbatasan kognitif.

3. Perencanaan

Menurut Dongoes (2012) setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Prioritas masalah keperawatan
berdasarkan berat ringannya masalah mengancam atau tidak untuk keselamatan pasien

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan denganinterupsi aliran darah : gangguan


oklusi, haemoragi, vasospasme serebral.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat.

Kriteria hasil : tanda-tanda vital normal, tidak ada tanda peningkatan TIK, kesadaran membaik.

Intervensi :

a) Pantau atau catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan
normalnya.

Rasional : mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK

b) Pantau tanda-tanda vital seperti: Tekanan darah, nadi, dan respirasi dan tanda peningkatan TIK
Rasional : variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan atau trauma serebral pada daerah
vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi factor pencetus. Hipotensi dapat
terjadi karena syok (kolaps sirkulasi sirkuler), peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya
formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavika dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan
tekanan pada kedua lengan. Perubahan adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya
kerusakan otak. Ketidak teraturan pernafasan dapat memberikan gambaran lokasi kerusakan
serebral/ peningkatan TIK

c) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan (30º dari bidang anatomis) dan dalam posisi
anatomis.

Rasional : menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi
atau perfusi serebral.

d) Pertahankan tirah baring

Rasional : mencegah pendarahan dalam kasus stroke hemoragik.

e) Kolaborasi dengan beri O2 sesuai indikasi


Rasional : menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan vasodilatasi serebral dan tekanan
meningkat/ terbentuknya edema.

f) Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai steroid sesuai indikasi

Rasional : mengendalikan edema cerebral

2) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan mobilisasi, sekresi stasis.

Tujuan : bersihan jalan nafas efektif

Kriteria hasil : pasien tidak sesak nafas, jalan nafas lancar, wheezing tidak ada.

Intervensi :

a) Ajari pasien batuk efektif

Rasional : meningkatkan keefektifan upaya batuk dan pembersihan sekret.

b) Atur posisi pasien atau berikan cairan dalam kemampuan individu.

Rasional : meningkatkan drainase sekret.


c) Lakukan pengisapan melalui vasotrakeal bila pasien tidak mengeluarkan lendir sendiri.

Rasional : pengisapan tidak harus rutin dan lamanya harus dibatasi untuk menurunkan hipoksia.

d) Kolaborasi dalam pemberian mukolitik.

Rasional : mengeluarkan sekret.

3) Hipertermi berhubungan dengan kerusakan pengaturan panas akibat CVA

Tujuan : suhu tubuh pasien normal

Kriteria hasil : keluarga mengatakan tubuh pasien tidak panas, suhu tubuh pasien 36-370C, pasien
tidak teraba panas.
Intervensi:

a) Observasi Tanda-tanda vital pasien

Rasional : untuk mengetahui perkembangan keadaan pasien

b) Berikan kompres air hangat di daerah dahi dan axila

Rasional : menurunkan suhu tubuh kembali normal .

c) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian tipis

Rasional : pengeluaran panas melalui evaporasi

d) Beri HE keluarga tentang cara mengatasi hipertermi

Rasional : memberi informasi sehingga menambah pengetahuan keluarga

e) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik

Rasional : untuk menurunkan panas suhu tubuh pasien

4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan neuromuskuler : kelemahan,


parestesia atau paralisis.

Tujuan : Pasien dapat bermobilisasi sesuai kemampuan.


Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan aktivitas, pasien mampu mobilisasi secara bertahap
(menggerakkan jari tangan dan kaki, mengepal tangan, mengangkat tangan dan kaki) .

Intervensi :

a) Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal

Rasional : Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan otot.

b) Mulai melakukan latihan rentang gerak, aktif dan pasif pada semua ekstremitas

Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. .

c) Anjurkan keluarga untuk melatih pasien mobilisasi secara bertahap seperti latihan meremas
bola karet, melebarkan jari-jari dan kaki/telapak.

Rasional : Menurukan resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya
adalah perdarahan. Catatan: stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan
yang berulang.

d) Bangunkan dari kursi segera mungkin setelah tanda-tanda vital stabil kecuali pada haemoragic
serebral.

Rasional : membantu menstabilkan takanan darah (tonus vasomotor terjaga), meningkatkan


keseimbangan keseimbangan ekstremitas dalam posisi normal dan pengosonga kantunng kemih atau
ginjal. Menurunkan resiko terjadinya batu kandug kemih dan infeksi karena urine yang statis.

e) Kolaborasi dengan ahli fsioterapi secara aktif, latihan resistif, dana ambulasi pasien.

Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti
menjaga kekurangan tersebut keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.

5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.

Tujuan : Pemenuhan kebersihan diri mandi, gigi dan mulut, berpakaian, BAB/BAK, makan
minum dapat terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan ADL sendiri, pasien terpenuhi, pasien tampak tampak
bersih dan rapi

Intervensi :
a) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari – hari.

Rasional : Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara


individual.

b) Bantu ADL pasien seperti :

(1) Lakukan oral hygiene

Rasional : Membersihkan mulut dan gigi klien, perawat dapat menemukan berbagai kelaianan
seperti adanya gigi palsu, karies gigi, krusta, gigi berdarah, bau aseton sebagai ciri khas penderita
DM, serta adanya tumor. Temuan ini harus dilaporkan perawat.

(2) Bantu klien mandi

Rasional : Kolonisasi bakteri pada kulit segera dimulai setelah lahir, walaupun mikroorganisme
tersebut tidak pathogen, namun dapat bereproduksi selama 20 menit, dan menjadi ancaman bila kulit
tidak utuh. Memandikan klien merupakan salah satu cara memperkecil infeksi nosokomial. Dengan
memandikan klien, perawat akan menemukan berbagai kelainan pada kulit seperti tanda lahir, luka
memar, kulit pucat karena dingin, kutil, bentuk kuku, dekubitus, ruam kulit, ulkus atau borok.

(3) Bantu klien berpakaian

Rasional : Beberapa rumah sakit menyediakan pakaian khusus untuk klien . Namun ada yang
tidak. Klien yang mengenakan pakaian RS harus dirawat dalam keadaan imergensi, tidak ada
keluarga yang mengurus cucian pakaian, menderita penyakit menular, menderita inkonteinesia urine,
atau akan melaksanakan tindakan pembedahan.

(4) Bantu klien menyisir rambut

Rasional : Menyisir rambut merupakan bentuk fisioterapi. Menyisir rambut klien dilakukan
terutama pada klien yang tidak berdaya.

(5) Bantu makan klien

Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien

(6) Bantu klien BAB/BAK

Rasional : Memenuhi kebutuhan toileting pasien

(7) Bantu klien mengganti alas tempat tidur


Rasional : Merupakan salah satu kebutuhan fisiologi manusia. klien yang tidak berdaya dapat
mengalami inkontinensia BAB dan BAK, sehingga menimbulkan bau disekitarnya dan infeksi kulit,
sehingga perawat perlu memberikan bantuan.

c) Motivasi keluarga untuk membantu dalam pemenuhan ADL pasien.

Rasional : ADL pasien dapat terpenuhi

6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas skunder akibat defisit motorik

Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka

Kriteria hasil : Lesi tidak meluas, menunjukan perbaikan kulit seperti eritema membaik.

Intervensi

a) Inspeksi area kulit, adanya lesi, kemerahan atau pembengkakan.

Rasional : Menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat dibandingkan dengan
melakukan intervensi yang tepat.

b) Lakukan massage dan berikan lotion atau minyak pada kulit

Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit.

c) Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam.

Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah tulang
yang menonjol.

d) Anjurkan keluarga membersihkan dan mengeringkan kulit khususnya daerah – daerah dengan
kelembaban tinggi seperti perineum.

Rasional : Kulit yang bersih dan kering tidak akan cenderung mengalami kerusakan.

e) Jagalah alat tenun tetap kering dan bebas kotoran.

Rasional : Mengurangi atau mencegah adanya iritasi pada kulit.

7) Kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan dalam menelan.

Kriterial hasil : Pasien mampu makan dengan normal, pasien mampu memenuhi kebutuhan
nutrisi.

Intervensi :

a) Tinjauan ulang kemampuan menelan pasien secara individual, timbang BB secara teratur
sesuai kebutuhan.

Rasional : Intervensi nutrisi atau pilihan rute makan ditentukan oleh faktor ini.

b) Pertahankan masukan haluaran dengan akurat

Rasional : Jika menelan tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan cairan dan makanan harus
dicairkan metode alternatif untuk makan.

c) Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.

Rasional : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa ada gangguan dari luar.

d) Mulai dari memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak.

Rasional : makanan lunak lebih mudah untuk mengendalikannya dalam mulut, menurunkan risiko
terjadinya aspirasi.

e) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.

Rasional : menguatkan otot fasial dan otot menelan, menurunkan risiko tersedak.

f) Kolaborasi dalam pemberian cairan melalui IV atau makanan melalui selang.

Rasional : memberi cairan pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu ke mulut.

8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia.

Tujuan : nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil : pasien menghabiskan makanan yang diberikan di rumah sakit, BB pasien
meningkat, pasien mampu menelan makanan.
Intervensi :

a) Kaji pemasukan nutrisi pasien.

Rasional : Mengetahui intake makanan pasien.

b) Kaji kebiasaan maka pasien

Rasional : Makanan ysng telah disediakan disesuaikan dengan kebutuhan klien.

c) Beri makanan sedikit tapi sering.

Rasional : Meningkatkan asupan nutrisi secara bertahap.

d) Sajikan makanan dalam keadaan hangat.

Rasional : Menambah nafsu makan pasien.

e) Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori atau nutrisi
pasien.

9) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma neurologis

Tujuan : tidak terjadi perubahan persepsi sensori.

Kriteria hasil : pasien menunjukkan kesadaran yang baik, penglihatan normal.

Intervensi :

a) Evaluasi adanya gangguan penglihatan

Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan


pasien untuk menerima lingkungan.

b) Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian


tubuh/otot, rasa persendian
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh
buruk terhadap keseimbangan /posisi tubuh dan kesesuain dari gerakan yang menggangu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.

c) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan barang yang berbahaya.

Rasional : Menurunkan atau membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat
menimbulkan kebingungan.

d) Berbicara dengan tenang dan perlahan menggunakan kalimat pendek.

Rasional : Pasien mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman.
Tindakan ini dapat membantu pasien berkomunikasi.

e) Hilangkan kebisingan /stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan

Rasional : Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang


berhubungan dengan sensori berlebihan.

f) Lakukan validasi terdapat persepsi pasien. Oreantasikan kembali pasien secara teratur pada
lingkungan, staf, dan tindakan yang akan dilakukan.

Rasional : Membantu pasien untuk menidentifikasikan.

10) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.

Tujuan : Peningkatan terhadap bahasa.

Kriteria hasil : Pasien dapat memahami komunikasi dengan orang lain, pasien mampu berbicara
dengan jelas, suara pasien tidak pelo.

Intervensi :

a) Kaji tipe, derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami
kesulitan berbicara.

Rasional : Membantu menentukan derajat kerusakan cerebral yang terjadi dan kesulitan pasien
dalam beberapa dan kesulitan beberapa atau seluruh tahap komunikasi .

b) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana seperti membuka mata


Rasional : Melakukan penilaian terhadap kerusakan sensori.

c) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “sh”, “pus”

Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen motorik dari bicara (seperti lidah,
gerakan bibir, control nafas) yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.

d) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang . Gunakan
pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yng lebih
komplek sesuai dengan respon pasien.

Rasional : Menurunkan kebingungan /ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada
informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.

e) Diskusikan mengenai hal-hal yang dikenal pasien, seperti pekerjaan, keluarga, dan hobi
(kesenangan)

Rasional : Meningkatkan percakapan yang bermakna dan memberikan kesempatan untuk


ketrampilan praktis.

f) Kolaborasi dengan /rujuk kepada ahli terapi wicara

Rasional : Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik dan kognitif
berfungsi untuk mengidentifikasikan kekurangan/kebutuhan terapi.

11) Risiko cedera berhubungan dengan kelemahan motorik.

Tujuan : cedera tidak terjadi

Kriteria hasil : pasien tidak terjatuh

Intervensi :

a) Berikan keamanan pada pasien dengan memasang penghalang pada pinggir tempat tidur.

Rasional : melindungi pasien agar tidak jatuh dari tempat tidur.

b) Pertahankan tirah baring selama fase akut

Rasional : menurunkan risiko terjatuh atau trauma.


c) Jauhkan benda – benda asing yang membahayakan seperti pisau.

Rasional : menghindari pasien dari trauma.

12) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan
keterbatasan kognitif.

Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah

Kriteria hasil : Pasien memahami tentang penyakitnya.

Intervensi :

a) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada individu

Rasional : meningkatkan pemahaman terhadap keadaan.

b) Tinjau ulang atau pertegas kembali pengobatan yang diberikan identifikasi cara meneruskan
pengobatan setelah pulang.

Rasional : merupakan suatu hal yang penting pada kemajuan pemulihan dan pencegahan
komplikasi.

c) Identifikasi faktor-faktor resiko secara individual dan tanda gejala yang memerlukan kontrol
secara medis.

Rasional : meningkatkan kesehatan secara umum.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal – hal
yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi .

5. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan setelah pasien memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan rencana
tujuan dalam perencanaan serta pasien pulang (Doenges, 2012).
Hasil yang diharapkan pada pasien CVA adalah :

1) Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan serebral.

2) Bersihan jalan nafas efektif

3) Suhu tubuh pasien menurun

4) Pasien dapat bermobilisasi sesuai kemampuan.

5) Kebutuhan ADL pasien terpenuhi

6) Meningkatnya penyembuhan luka

7) Tidak terjadi kerusakan menelan

8) Nutrisi pasien terpenuhi

9) Peningkatan terhadap bahasa pasien.

10) Tidak terjadi perubahan persepsi sensori.

11) Cedera tidak terjadi

12) Pengetahuan pasien bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca,F.B.(2008).Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta


: Salemba Medika
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Edisi 8). Jakarta : EGC.

Carpenito, L.J. (2006). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis (Edisi 10). Jakarta :
EGC.

Doengoes, M.E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC.

Kurniadi,R.(2012).Latar Belakang Stroke diperoleh


dari http://asuhan keperawatan online.blogspot.com/2012/02/latar-belakang-stroke.html

Muttaqin,A.(2008).Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta :


Salemba Medika

Rendy, M.Clevo, Margaret. (2012) .Asuhan Keperawatan Medikel Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogjakarta : Nuha Medika

Share this:

 Twitter
 Facebook

THIS ENTRY WAS POSTED IN UNCATEGORIZED. BOOKMARK THE PERMALINK.

Post navigation
← ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU
Leave a Reply

 ayu mulia dewi


Search
artikel terbaru
 STROKE (CVA)
 ASUHAN KEPERAWATAN ABSES PARU
 KEKURANGAN KALORI DAN PROTEIN
 ANFIS DAN KONSEP DASAR ASKEP SISTEM SARAF
 ASKEP DISLOKASI
Arsip
 October 2013
 July 2013
 April 2013
 March 2013
 February 2013
pengunjung
 62,353 hits
calender
M T W T F S S
« Jul

1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12 13

14 15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26 27

28 29 30 31

October 2013

Categories
 kesehatan
 Uncategorized
Blogroll
 Dosen Stikes Bali
 Learn WordPress.com
 Stikes Bali
 Theme Showcase
 WordPress Planet
 WordPress.com News
Meta
 Register
 Log in
 Entries RSS
 Comments RSS
 WordPress.com

Create a free website or blog at WordPress.com.


Close and accept
Privacy & Cookies: This site uses cookies. By continuing to use this website, you agree to their
use.
To find out more, including how to control cookies, see here: Cookie Policy
 Follow

Anda mungkin juga menyukai