EPILEPSI
OLEH :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan epilepsi dapat menyerang pada siapa pun di seluruh dunia, anak-
anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Rentang usia orang
dengan epilepsi adalah 20-70 tahun per 100.000 orang, dengan prevalensi jumlah
4-10 orang per 1000 (Baker & Jacoby, 2002). WHO (2009) menambahkan bahwa
sekitar 50 juta penduduk di seluruh dunia menderita epilepsi. Sebanyak 90% orang
pertambahan sebesar 70.000 kasus baru setiap tahun diperkirakan 40% sampai 50%
terjadi pada anak-anak. Sebagian besar epilepsy bersifat idiopatik, tetapi sering juga
disertai dengan gangguan neurologi seperti ratardasi mental, palsi selebral dan
yang tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. Defenisi
gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa
alasan, kejang sementara dan/atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal,
sebuah masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi terkait dengan kinerja
sistem saraf pusat di otak. Saraf di otak berfungsi sebagai koordinator dari semua
epilepsi, sistem saraf pusat di otak mengalami gangguan, sehingga koordinasi dari
sistem saraf di otak tidak dapat mengirimkan sinyal ke sistem panca indera.
muncul disebabkan gangguan fungsi otak secara intermiten, yang terjadi akibat
epilepsi yang dikenal dengan nama epileptic seizure adalah manifestasi klinis yang
listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan dan bukan disebabkan oleh suatu
sebagai berikut yaitu gejala yang timbulnya mendadak, hilang spontan dan
cenderung untuk berulang. Sedangkan gejala dan tanda-tanda klinis tersebut sangat
bervariasi dapat berupa gangguan tingkat penurunan kesadaran, gangguan sensorik
dan perubahan tingkah laku (psikologis). Semuanya itu tergantung dari letak fokus
yang ditandai dengan kejang-kejang tiba-tiba serta mengeluarkan air liur berwarna
putih. Pada umumnya epilepsi dapat muncul karena penderita mengalami kelelahan
atau mengalami benturan dibagian kepala, yang disusul dengan tidak sadarkan diri,
terjatuh, tubuh tegang, lalu disusul dengan gerakan-gerakan kejang tanpa terkendali
di seluruh tubuh. Kejang biasanya berlangsung paling lama lima menit. Sesudahnya
penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah.
Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi setelah kejang (Catur,
2016).
B. Klasifikasi
1. Epilepsy idiopatik
otak, neoplasma otak, seli iskemia, enselopati, abses otak dan jaringan perut
(Haryanti, 2017).
C. Etiologi
Epilepsi sebagai gejala klinis bisa bersumber pada banyak penyakit di otak.
Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai
epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang,
atas terjadinya epilepsy berdasarkan study kasus rumah sakit yaitu adanya infeksi
Cental Nervous Sistem (CNS), kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri,
trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, stroke, cerebral edema, hypoxia dan
keracunan.
D. Patofisiologi
Otak terdiri dari sekian biliun sel neuron yang satu dengan lainnya saling
berhubungan. Hubungan antar neuron tersebut terjalin melalui impuls listrik dengan
normal, lalu-lintas impuls antar neuron berlangsung dengan baik dan lancar.
inhibitory neurotransmitter.
area otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadilah apa
yang disebut sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat mengenai pada
sekelompok kecil neuron atau kelompok neuron yang lebih besar atau bahkan
meliputi seluruh neuron di otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari
kelompok neuron yang ikut terkena dalam proses sinkronisasi inilah yang
oksipitalis). Hambatan oleh GABA ini dalam bentuk inhibisi potensial post
sinaptik
normal tapi sistem pencetus impuls (eksitatorik) yang terlalu kuat. Keadaan
tempat di otak.
Pada dasarnya otak yang normal itu sendiri juga mempunyai potensi untuk
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk timbulnya kejang sebenarnya ada tiga
Perlu adanya “pacemaker cells” yaitu kemampuan intrinsic dari sel untuk
menimbulkan bangkitan.
terganggu fungsi neuronnya (eksitasi berlebihan dan inhibisi yang kurang) dan akan
Pada gambaran EEG dapat terlihat sebagai perubahan dari polyspike menjadi spike
and wave yang makin lama makin lambat dan akhirnya berhenti. Dulu dianggap
E. Gejala
1. Bangkitan umum :
c. Pasca Serangan :
2. Jenis parsial :
Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan epilepsi partial (lokal,
fokal):
1. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal.
a. Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja
b. Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan
d. Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu.
e. Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau
k. Disertai vertigo
klonik).
F. Penatalaksanaan
1. Manajemen Epilepsi :
normal.
itu.
serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.
a. Selama Kejang
1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
3) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
2) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
4) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
6) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
7) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
G. Pencegahan
untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan sepanjang
kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang dapat
dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan tindakan
pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
dini, dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti
konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
H. Pengobatan
diberikan obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan.
Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah
dalam kepatuhan minum obat (compliance) seta beberapa efek samping yang
mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.
pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama
2-3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th.Penghentian
ajuvan atau sebagai monoterapi di epilepsi dan lainnya indikasi dan terdiri dari
beberapa tahun terakhir beberapa baru AED telah dipasarkan. Awalnya, semua
AED baru adalah disensor untuk terapi tambahan untuk pasien epilepsi. Beberapa
pregabalin, gabapentin, dan topiramate juga semakin digunakan dalam indikasi lain
sebagai psikiatri, neuro- nyeri patologis dan migrain. Studi berbasis populasi
orang dewasa dengan epilepsi refrakter, 64% digunakan politerapi dengan dua atau
lebih AED, dan 35% dari orang dewasa menderita kondisi komorbiditas terkait
SSP, mengakibatkan risiko interaksi yang cukup besar. Polytherapy dan potensi
interaksi dengan obat lain meningkat dengan bertambahnya usia, dan orang tua
adalah kelompok terbesar dengan onset epilepsi memiliki risiko interaksi yang
tinjauan sebelumnya. AED generasi kedua dan ketiga yang lebih baru kurang
berinteraksi dari pada obat yang lama, yang menghasilkan hasil terapi yang kurang
rumit dan komplikasi untuk pasien. Namun, bagaimanapun, karena AED yang lebih
baru juga sering dimetabolisme di hati, banyak dari mereka dapat menyebabkan
interaksi obat atau konsentrasi serum mereka meningkat atau pada tingkat lebih
yang penting secara klinis sangat baik pada pasien dengan epilepsi, dengan atau
pengikatan protein, metabolisme, dan ekskresi obat apa pun, dan ini telah diselidiki
secara rinci untuk banyak obat. Mereka biasanya terkait dengan perubahan dalam
metabolisme oleh induser enzim atau inhibitor dan sering digambarkan dengan baik
dalam model praklinis. Sebagian besar interaksi obat di masa lalu ditemukan karena
perubahan yang tidak terduga dalam klinis status pasien setelah penambahan atau
1. Phenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang
tonik-klonik . Efikasi, toksisitas yang rendah, serta harga yang murah menjadikan
fenobarbital obat yang penting utnuk tipe-tipe epilepsi ini. Namun, efek sedasinya
pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari (14). Efek samping SSP merupakan hal
yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping lain yang mungkin
Dagang
Untuk
Bentuk Sediaan Tersedia dalam kemasan Obat cair untuk diminum, obat
2. Karbamazepin
Karbamazepin digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan
(pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang (11) dan menghambat
terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis pada
anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12
tahun dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg.
Sedangkan pada anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari.
Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan
dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko terjadinya efek samping tersebut
Golongan Antikonvulsan
PENUTUP
(SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan yaitu modifikasi fungsi otak yang
bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak
obaobatan. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetic (meski relative kecil
Catur Nurwinta W.M, 2016. Epilepsi dan Budaya. Buletin psikolog Vol. 24 (1).
Vaidya Pooja H. 2017. Drugs Implicated In Seizures and Its Management. Journal
of Pharmacology & Clinical Research Vol. 3 (2).
Shin Hae Won, Dkk., 2014. Review of Epilepsy - Etiology, Diagnostic Evaluation
and Treatment. Journal of Neurorehabilitation Vol. 1 (3).