Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk
terjadinya perkembangan fisik, intelektual, emosional individu secara optimal,
sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-
individu lain. Sementara gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya
gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologi,
yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa
nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari hari), atau
meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas (Purba, 2008).
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa yang ditandai dengan penurunan
atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realita (halusinasi dan
waham), afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu
berfikir abstrak) dan mengalami kesukaran aktifitas sehari-hari (Keliat, 2006).
Prevalensi skizofrenia sebesar 1% dari populasi penduduk di dunia dari total
jumlah penduduk tanpa membedakan jenis kelamin, ras dan budaya. Wanita
cenderung mengalami gejala yang lebih ringan, lebih sedikit rawat inap dan
fungsi sosial yang lebih baik di mayarakat dibandingkan laki-laki (Sinaga,
2006). Menurut Videbeck (2008) gejala skizoprenia dapat dibagi menjadi dua
kategori yaitu gejala positif meliputi adanya waham, halusinasi, disorganisasi
pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur, sedangkan gejala negatif
meliputi gejala samar, afek datar, tidak memiliki kemauan, menarik diri dari
masyarakat atau mengisolasi diri.
Salah satu perilaku skizofrenia adalah waham. Waham adalah keyakinan
terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak
diyakini oleh orang lain dan bertantangan dengan realita normal (Fitria, 2009).
Waham terjadi karena munculnya perasaan terancam oleh lingkungan, cemas,
merasa sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi sehingga individu

1
mengingkari ancaman dari persepsi diri atau objek realitas dengan menyalah
artikan kesan terhadap kejadian, kemudian individu memproyeksikan pikiran
dan perasaan internal pada lingkungan sehingga perasaan, pikiran, dan
keinginan negatif tidak dapat diterima menjadi bagian eksternal dan akhirnya
individu mencoba memberi pembenaran personal tentang realita pada diri
sendiri atau orang lain (Purba, 2008).
Menurut WHO (2015) angka penderita gangguan jiwa secara global sekitar 21
juta orang. Prevalensi gangguan jiwa waham di Amerika Serikat diperkirakan
0,025 sampai 0,03 persen. Usia onset kira-kira 40 tahun, rentang usia untuk
onset dari 18 tahun sampai 90 tahunan, terdapat lebih banyak pada wanita
(Arief, 2011). Berdasarkan data Riskesdas 2013 menyebutkan angka penderita
gangguan jiwa di Indonesia sebanyak 0,17% atau secara absolute terdapat 400
ribu jiwa penduduk Indonesia sedangkan pasien gangguan jiwa ringan hingga
berat di Jawa Barat mencapai 465.975 orang naik signifikan dari 2012 sebesar
296.943 orang. Konferensi Nasional Psikiatri Komunitas ke-3 mengungkap
fakta penting, di mana jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Barat naik
sekitar 63% (Pusdalisbang, 2014). Berdasarkan data di ruang rawat inap Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat 7 masalah keperawatan terbanyak bulan
Oktober 2015 yang diurutkan dari terbesar sampai terkecil adalah resiko
perilaku kekerasan/perilaku kekerasan sebesar 228 (39,5%), halusinasi 214
(37,1%), defisit perawatan diri 130 (22,5%), isolasi sosial 19 (3,3%), waham 13
(2,2%), harga diri rendah 4 (1,3%), dan resiko bunuh diri 4 (1,3%). Bulan
November 2015, 7 masalah keperawatan terbanyak adalah kekerasan/perilaku
kekerasan sebesar 200 (33,1%), halusinasi 212 (35,1%), defisit perawatan diri
123 (20,3%), isolasi sosial 38 (6,3%), waham 19 (3,1%), harga diri rendah 6
(0,9%), dan resiko bunuh diri 6 (0,9%). Bulan Desember 2015, 7 masalah
keperawatan terbanyak adalah resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan
sebesar 98 (40,1%), halusinasi 87 (35,9%), defisit perawatan diri 38 (15,7%),
isolasi sosial 13 (5,3%), harga diri rendah 3 (1,24%), waham 4 (1,6%), dan
resiko bunuh diri 1 (0,4%). Berdasarkan data tiap bulan di seluruh ruang rawat

2
inap, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada klien dengan waham
yang dikarenakan jumlah klien waham yang sedikit. Berdasarkan studi
pendahuluan tanggal 9 Januari 2016 di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Jawa Barat didapatkan jumlah klien dengan waham berjumlah 20
orang.
Kebanyakan pasien gangguan jiwa yang mengalami waham terjadi gangguan
orientasi realita, pasien tidak mampu menilai dan berespon secara realita.
Gangguan orientasi realita dapat diukur dengan melakukan kemampuan menilai
realita (reality testing ability). Kemampuan menilai realita adalah kemampuan
yang menentukan persepsi, respons, emosi dan perilaku dalam berelasi dengan
realitas kehidupan. Kemampuan menilai realita juga menentukan sejauh mana
keberhasilan pengobatan dan perawatan yang diberikan pada klien dengan
masalah keperawatan waham (Wiramihardja, 2007).
Hasil kemampuan menilai realita pada masing-masing klien berbeda-beda, hal
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor internal dan eksternal. Faktor
internal berupa umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Faktor eksternal berupa
strategi pelaksanaan, terapi aktivitas kelompok, dukungan keluarga dan
pengobatan (Wiramihardja, 2007). Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama
dapat mempengaruhi kemampuan menilai realita pada klien dengan masalah
keperawatan waham, sehingga dari hasil uji kemampuan menilai realita dapat
ditentukan apakah tindakan pengobatan dan keperawatan yang diberikan
berhasil atau tidak. Berdasarkan uraian di atas kami tertarik melakukan
penelitian tentang “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai
Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat”.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh faktor umur terhadap kemampuan menilai realita pada
klien dengan gangguan orientasi realita: waham di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?
2. Apakah ada pengaruh faktor pendidikan terhadap kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?
3. Apakah ada pengaruh faktor strategi pelaksanaan terhadap kemampuan
menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?
4. Apakah ada pengaruh faktor pernah atau tidaknya dilakukan TAK terhadap
kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi realita:
waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?
5. Apakah ada pengaruh faktor pernah atau tidaknya keluarga berkunjung
terhadap kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi
realita: waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Menganalisa pengaruh faktor usia terhadap kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

4
b. Menganalisa pengaruh faktor pendidikan terhadap kemampuan menilai
realita pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
c. Menganalisa pengaruh faktor sudah atau belum dilakukan SPTK terhadap
kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi realita:
waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
d. Menganalisa pengaruh faktor perah atau tidaknya dilakukan TAK
terhadap kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan
orientasi realita: waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat.
e. Menganalisa pengaruh faktor pernah atau tidaknya keluarga berkunjung
terhadap kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan
orientasi realita: waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat.

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memperkuat teori berbagai faktor yang
mempengaruhi kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan
orientasi realita: waham
2. Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan
kepustakaan dalam penelitian, selanjutnya dapat digunakan sebagai data
dasar jika suatu saat akan dilakukan penelitian tentang hal yang sama
atau yang terkait.
b. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam
memberikan dan meningkatkan mutu dan kualitas asuhan keperawatan,
khususnya dalam memberikan intervensi pada asuhan keperawatan jiwa.

5
c. Bagi Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan,
pengetahuan, pengalaman dan bahan tambahan atau data dasar untuk
penelitian selanjutnya, khususnya tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan
orientasi realita.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Waham


1. Pengertian
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudaah kehilangan kontrol
(Depkes RI, 2000).
Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertantangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998 dalam Nita Fitria, 2009).
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan
latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan tentang
isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak cocok dengan
intelegensia dan latar belakang kebudayaannya, keyakinan tersebut
dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat diubah-ubah.
2. Macam - Macam Waham
a. Waham Agama
Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang– ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih
setiap hari.” Atau klien mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang
dapat mengendalikan makhluknya.

7
b. Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki kekuatan khusus
atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang –
ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya ini pejabat di Departemen Kesehatan lho...”
“Saya punya tambang emas!”
c. Waham curiga
Keyakinan bahwa seseorang atau sekelompok orang berusaha
merugikan atau mencederai dirinya, diucapakan berulang – ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya tahu ... semua saudara saya ingin menghancurkan hidup saya
karena mereka semua iri dengan kesuksesan yang dialami saya.”
d. Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit, diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
Contoh:
Klien selalu mengatakan bahwa dirinya sakit kanker, namun setelah
dilakukan pemeriksaan labolatorium tidak ditemukan adanya sel
kanker pada tubuhnya.
e. Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulang – ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Ini kan alam kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh – roh.”
(Fitria, 2010).

8
3. Faktor Prediposisi Waham
a. Genetis: diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis: adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter: abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
d. Virus: paparan virus influensa pada trimester III
e. Psikologis: ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
4. Faktor Presipitasi Waham
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
Rentang Respon Neurobiologi
Adaptif Maladaptif
Pikiran logis Proses pikir Gangguan proses pikir waham
Persepsi akurat Kadang ilusi PSP : halusinasi
Emosi konsisten Emosi +/- Kerusakan emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Perilaku tidak sesuai
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial terorganisir
5. Proses Terjadinya/Psikodinamika
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan
menilai dan memilik terganggu
b. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespon terganggu tampak dari perilaku non verbal
(ekspresi dan gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial)
c. Gangguan orientasi realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia
d. Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a gangguan asosiasi, afek,
ambivalen, autistik serta gangguan atensi dan aktivitas

9
e. Gejala sekunder: halusinasi, waham dan gangguan daya ingat.
Adapun proses terjadinya waham dibagi menjadi enam fase yaitu:
a. Fase Lack of Human Need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapat
terjadi pada orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat
terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan
kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara reality dengan selft ideal sangat
tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang
sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dan
diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat
pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang (life span
history).
b. Fase Lack of Self Esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat
lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki
kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang
melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh.
Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support
sistem semuanya sangat rendah.
c. Fase Control Internal External
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak

10
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien
adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi
prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi
sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak
benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya
toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi
pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
d. Fase Environment Support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien
menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya
kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (Super Ego) yang
ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
e. Fase Comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering
menyendiri dan menghindar interaksi sosial (Isolasi sosial).
f. Fase Improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham
yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau
kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang hilang).
Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat
menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk

11
mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta
memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan
menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
6. Tanda dan Gejala
a. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
perorganisasian bicara (tangensial neologisme, sirkumstansial)
b. Fungsi Persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
c. Fungsi emosi
Efek tumpul kurang respon emosional, afek datar, afek tidak sesuai,
reaksi yang berlebihan, ambifalen
d. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotipik
gerakan yang di ulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi
stimulus yang jelas, katatonia
e. Fungsi sosial kesepian
Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah
f. Dalam tatanan keperawatan jiwa respon neurobiologis yang sering
muncul adalah gangguan isi pikir: waham dan PSP: halusinasi
7. Dampak atau Akibat yang Ditimbulkan

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,


orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan
yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.

B. Kemampuan Menilai Realita


Kemampuan klien menilai realita adalah kemampuan yang menentukan
persepsi, respons, emosi dan perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan.
Kekacauan perilaku, waham dan halusinasi adalah salah satu contoh
penggambaran gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas (RTA).
Daya nilai adalah kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak
yang sesuai dengan situasi tersebut.

12
1. Daya Nilai Sosial
Kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar (situasi nyata
dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam situasi
tersebut dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam
kehidupan sosial budayanya. Gangguan jiwa yang berat atau kepribadian
antisosial maka daya nilai sosialnya sering terganggu.
2. Uji Daya Nilai
Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai
dalam situasi imajiner yang diberikan.
Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya
dan arti dari suatu situasi (termasuk di dalamnya dari gejala itu sendiri). Tilikan
terdiri dari 6 derajat, yaitu:
1. Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya.
2. Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya.
3. Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya.
4. Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak
memahami penyebab sakitnya.
5. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku
praktisnya. Tilikan derajat 6: menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya
disertai motivasi untuk mencapai perbaikan.
Kemampuan menilai realita berkaitan dengan kemampuan untuk menerima
realitas, banyak sekali masalah-masalah kehidupan yang muncul. Perbedaan
(discrepancy) antar impuls-impuls, harapan-harapan, dan ambisi sesorang bisa
dilihat dari phak lainnya. Maksud dari pernyataan ini adalah bahwa pada
dasarnya kita dapat menghadapi dua pihak yang bertentangan antara keinginan
dan kenyataan. Pada orang-orang yang tidak normal keinginan dan harapan
terlalu jauh dibandingkan dengan kenyataan. Hal ini disebabkan oleh orientasi
orang tersebut terlalu bersifat subyektif atau terhadap dirinya saja. Orang-orang
dewasa atau normal dalam membuat suatu keputusan bahkan merumuskan

13
keinginan senantiasa memperhatikan mengenai kemungkinan suatu keinginan
tercapai. Artinya, mempertimbangkan realitas, orientasi bukan hanya pada diri
sendiri, tetapi juga pada pihak-pihak lain yang tersangkut. Sebaliknya, pada
mereka yang kurang sehat mental, antara keinginan dan kenyataan tidak banyak
berbeda, sehingga tidak memperlihatkan adanya motivasi dan usaha
(Wiramihardja, 2007).
Pada mereka yang dinilai tidak mampu mengenali realitas, sering melakukan
apa yang disebut oleh Freud sebagai defends mechanism. Defends mechanism
ini bersifat alamiah dan timbul karena individu berkeinginan untuk
mempertahankan diri dari ancaman-ancaman yang timbul dari realitas yang
tidak mampu ia tanggulangi. Bentuk-bentuk defends mechanism semakin hari
semakin banyak, karena pada dasarnya manusia ingin bertahan dari jenis-jenis
ancaman tersebut. Jenis-jenis ancaman ini akan bertambah banyak pada
kehidupan yang lebih kompleks atau modern, diantaranya:
1. Denial, yaitu menlolak, dalam bentuk melupakan atau melakukan tindakan-
tindakan lain yang bertentangan dengan suatu realitas yang tidak
menyenangkannya.
2. Fantasi, yaitu realitas-realitas yang tidak menyenangkan ia persepsikan
justru sebagai hal yang menyenangkan.
3. Projection, yaitu menumpahkan pengalaman dan penghayatan atau ingatan
yang tidak menyenangkan di dalam di dalam dirinya pada hal lain atau pihak
lain.
4. Kompensasi, yaitu melakukan tindakan untuk “mengurangi” atau
menyembunyikan “kekurangan yang dirasakan”
Kompensasi berlebih atau “Over Compensation” merupakan istilah yang lebih
penting dalam wacana gangguan kejiwaan, yang berarti tindakan berlebihan
(Wiramihardja, 2007)
Menurut Keliat (1998), gangguan orientasi adalah ketidakmampuan klien
menilai dan berespon pada realitas. Klien tidak dapat membedakan lamunan
dan kenyataan. Klien tidak mampu memberikan respon secara akurat, sehingga

14
tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Hal ini
disebabkan karena terganggunya fungsi kognitif dan proses pikir, fungsi
persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi
kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik
terganggu. Gangguan fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan
kemampuan berespon terganggu yang tampak dari perilaku non verbal (ekspresi
muka, gerakan tangan) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
Pengukuran kemampuan menilai realita meliputi:
1. Kemampuan Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala
upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
a. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
b. Pemahaman (comprehension)
c. Penerapan (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (syntesis)
f. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang
mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat,
sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk
menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau
prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan
demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang
kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke
tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi (Wahit, 2006).

2. Kemampuan Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah
afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan

15
nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan
perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat
tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu:
a. Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan)
b. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”
c. Valuing (menilai atau menghargai)
d. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
e. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan
suatu nilai atau komplek nilai)
(Wahit, 2006).
3. Kemampuan Psikomotor
Kemampuan psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan
keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima
pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya
merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan
dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-
kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan
aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan
sebagainya. Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui:
pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung, sesudah mengikuti pembelajaran,
yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, dan sikap, beberapa waktu sesudah
pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya (Wahit, 2006).
Penelitian ini hanya menggunakan 2 kemampuan, yaitu kemampuan kogniti
dan kemampuan psikomotor. Kemampuan afektif tidak diukur karena pada
klien dengan waham sikap klien berubah-ubah setiap waktunya, sehingga sukar
untuk dilakukan observasi.

16
Pengukuran kemampuan menilai realita dengan menggunakan lembar observasi
yang di dalamnya terdapat beberapa pernyataan. Pengukuran kemampuan
menilai realit menggunakan skala Guttman. Skala Guttman merupakan skala
yang bersifat tegas dan konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas
seperti jawaban dari pertanyaan atau pernyataan seperti ya dan tidak, positif dan
negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Skala Guttman ini pada
umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi penilaian, apabila skor
benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan analisisnya dapat dilakukan
seperti skala Likert (Hidayat, 2007). Penelitian ini menggunakan 2 bentuk
interpretasi penilaianpada masing-masing kemampuan, pada kemampuan
psikomotor menggunakan skor tidak pernah nilainya 4, skor kadang-kadang
nilainya 3, skor sering nilainya 2, dan skor selalu nilainya 1. Kemampuan
kognitif menggunakan interpretasi penilaian dengan skor ya nilainya 1 dan skor
tidak nilainya 2. Masing-masing kemampuan dijumlahkan, lalu didapatkan
totalnya, selanjutnya interpretasi dalam bentuk persentase berdasarkan skala
Guttman.
Cara interpretasi dapat berdasarkan persentase sebagai berikut:
0 25 50 75 10
% % % % 0%
S B C K
B
Bagan 2.1 Cara Interpretasi Skala Guttman Berdasarkan Persentase
(Sumber: Hidayat, 2011)

Keterangan:
Angka: 0-25% : Sangat baik
Angka: 26-50% : Baik
Angka: 51-75% : Cukup
Angka: 76-100%: Kurang
(Hidayat, 2011)
C. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai Realita
1. Faktor Internal
b. Umur

17
Umur berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi
berbagai stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan
keterampilan dalam mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005). Umur
individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun
(Elizabeth (1995) dalam Wahit, 2006). Perkembangan umur meliputi
perkembangan fisik, kognitif, psikososial. Perkembangan kognitif
meliputi kemampuan berfikir abstrak, dan berkembangnya pengunaan
alasan yang ilmiah, ketidakdewasaan berfikir dalam beberapa perilaku
dan kebiasaan, pendidikan difokuskan untuk persiapan ke pendidikan
yang lebih tinggi dan universitas. Perkembangan psikososial meliputi
pencarian identitas termasuk identitas seksual, hubungan dengan orang
tua baik, pergaulan dengan teman sebaya berdampak positif atau negatif
(Papalia et al, 2007). Pikiran sehat menyatakan cara berfikir pemuda
berbeda dengan anak-anak dan remaja. Pemuda melakukan beberapa
percakapan yang berbeda, memahami materi yang lebih rumit,
mengunakan pengalaman untuk memecahkan masalah (The Corner,
2010). Seseorang yang mempunyai pandangan atau penilaian yang baik
terhadap kekuatan dan kelemahannya mampu melihat dan menilai dirinya
secara obyektif dan realitas.
Penelitian yang dilakukan Siagian (1995, dalam Parendrawati, 2008)
mengemukakan bahwa semakin lanjut usia seseorang semakin meningkat
pola kedewasaan teknis dan kedewasaan psikologis dengan menunjukkan
kematangan jiwa, semakin bijaksana, mampu berpikir secara rasional,
mengendalikan emosi dan bertoleransi terhadap orang lain.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah ciri-ciri fisik, karakter dan sifat yang berbeda yang
mempengaruhi kemampuan menilai realita (Stuart & Laria, 2005).
Penderita jiwa ringan pada peremuan terjadi dua kali lebih banyak
dibanding laki-laki dan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi.
Penderita gangguan jiwa berat lebih banyak diderita laki-laki dari pada

18
perempuan (Riskesdas-Depkes, 2007). Jenis kelamin sangat berpengaruh
terhadap kemampuan menilai realita, setidaknya 2/3 dari orang dengan
kemampuan menilai realita yang kurang adalah perempuan yang
dihubungankan dengan tingkat kecemasan (Gillberg, Harrington,
Steinhausen, 2005).
Wanita memiliki sekitar dua kali lipat lebih tinggi pada tingkat
kemampuan menilai realita seumur hidupnya yang dihubungankan
dengan tingkat kecemasan (Merikangas dan Pine, 2002). Alasan mengapa
kemampuan menilai realita mempengaruhi perempuan lebih sering dari
laki-laki karena perempuan memiliki fluktuasi hormon sepanjang
hidupnya, termasuk pubertas, menstruasi, kehamilan, dan menopause.
Fluktuasi ini diperkirakan memicu ketidakseimbangan dalam sistem
neurotransmiiter lainnya, dan menjadi kondisi provokasi.
d. Pendidikan
Pendidikan adalah status resmi teingkat pendidikan terakhir yang
ditempuh oleh klien. Pendidikan menjadi suatu tolak ukur kemampuan
klien untuk berinteraksi secara efektif (Stuart & Laraia, 2005). Menurut
Potter & Perry (2005), keikutsertaan klien dalam belajar secara tidak
langsung dipengaruhi oleh keinginan untuk mendapatkan pengetahuan
dan kemampuan. Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi
kemampuannya dalam menilai realita, di mana semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang, maka semakin tinggi pula daya pemahamannya
mengenai realita (Kuncoroningrat (1997) dalam Wahit, 2006). Tingkat
pendidikan rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut
mudah mengalami kecemasan. Kecemasan terjadi karena individu
tersebut tidak bisa memecahkan masalah dengan baik, semakin tingkat

19
pendidikannya tinggi akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir
(Stuart dan Sudeen. 200, dalam Rahma, 2010). Terbentuknya tindakan
seseorang didasari atas perilaku-perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng darpada perilaku yang tidak didasari oleh
pengetahuan (Notoatmojo, 2003).

2. Faktor Eksternal
a. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Waham
1) Pengertian
Strategi Pelaksanaan merupakan pendekatan yang bersifat membina
hubungan saling percaya antara klien dengan perawat, dampak yang
terjadi jika tidak tidak diberikan strategi pelaksanaan maka akan
berdampak pada klien melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya seperti menyerang orang
lain, memecahkan perabot dan lain-lain (Stuart dan Sundeen, 1995,
dalam Fitria, 2012).
2) Tujuan
a) Pasien dapat beroreintasi pada realitas secara bertahap
b) Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c) Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya
d) Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
3) Tindakan
a) Membina hubungan saling percaya
Sebelum memulai mengkaji pasien waham, perawat harus
membina hubungan saling percaya terlebih dahulu agar pasien
merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat,
tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina
hubungan saling percaya, yaitu:
(1) Mengucapkan salam teraupetik
(2) Berjabat tangan

20
(3) Menjelaskan tujuan interaksi
(4) Membuat kontrak topik waktu dan tempat setiap kali bertemu
pasien
b) Membantu orientasi realitas
(1) Tidak mendukung atau membantah waham
(2) Meyakinkan pasien dalam keadaan aman
(3) Mengobservasi pengaruh waham pada aktivitas sehari-hari
(4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya,
dengarkan tanpa memberikan dukungan atau menyangkal
sampai pasien berhenti membicarakannya
(5) Memberikan pujian jika penampilan dan orientasi sesuai
dengan realitas
c) Mendiskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak
terpenuhi sehingga menimbulkan kecemasan, rasa takut dan
marah.
d) Meningkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional pasien.
e) Mendiskusikan tentang kemampuan positif yang dimiliki.
f) Membantu melakukan kemampuan yang dimiliki
g) Mendiskusikan tentang obat yang diminum.
h) Melatih minum obat yang benar (Keliat & Akemat, 2009)
4) Evaluasi
Proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada pasien atau kemampuan, hasil yang diharapkan dari
pasien yang mengalami waham setelah diberikan tindakan
keperawatan. Pasien mampu:
a) Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan
b) Berkomunikasi sesuai dengan kenyataan
c) Menggunakan obat dengan benar dan patuh (Purba, 2008).

21
Penelitian yang dilakukan oleh Era Zana Nisa (2012) menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh pelaksanaan SPTK terhadap kemampuan
menilai realita pada klien dengan waham. Hal ini dikarenakan salah
satu tujuan dari dilaksanakannya SPTK adalah membantu klien waham
untuk berorientasi terhadap realitanya (Keliat, 2015).
b. Terapi Aktivitas Kelompok
1) Pengertian
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan
sekelompok klien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama
lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist (Yosep,
2009). Sedangkan pengertian TAK orientas realitas menurut
Purwaningsih dan Karlina (2009) adalah pendekatan untuk
mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Pengertian
yang lain menurut Keliat dan Akemat (2005), TAK orientasi realitas
adalah upaya untuk mengorientasikan keadaan nyata kepada klien,
yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan atau tempat, dan waktu.
2) Tujuan Tak Orientasi Realitas
Tujuan umum TAK orientasi realitas adalah klien mampu mengenali
orang, tempat, dan waktu dan tujuan khususnya (Keliat dan Akemat,
2005) adalah:
a. Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada.
b. Klien mampu mengenal waktu dengan tepat.
c. Klien dapat mengenal diri sendiri dan orang-orang disekitarnya
dengan tepat.
3) Aktivitas dan Indikasi TAK Orientasi Realitas
Aktivitas TAK orientasi realitas, dimana aktivitas yang dilakukan tiga
sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu. Klien yang
mempunyai indikasi TAK orientasi realitas adalah klien halusinasi,
dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya, salah mengenal orang lain,
tempat dan waktu (Keliat dan Akemat, 2005).

22
Penelitian yang dilakukan oleh Salmawati (2013) menunjukkan bahwa
klien waham yang mendapatkan kegiatan TAK orientasi realita
mengalami peningkatan kemampuan mengontrol waham yang sangat
cepat. Kegiatan TAK dapat membantu anggotanya berhubungan dan
berkomunikasi dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif
dan maladapif (Keliat & Akemat, 2004).
c. Kunjungan Keluarga
1) Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
2) Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah keberatan, kesedihan, kepedulian dari
orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita,
pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb (2002)
mendefinisikan dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima
kondinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun
kelompok. Bentuk dukungan keluarga, yaitu:
a. Dukungan Emosional (Emosional Support)
Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap
emosi. Meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap anggota keluarga yang menderita kusta (misalnya: umpan
balik, penegasan)
b. Dukungan Penghargaan (Apprasial Assistance)
c. Dukungan Materi (Tangibile Assistance)
d. Dukungan Informasi (Information support)
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien.

23
Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka
tidak sanggup merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang
berfokus pada keluarga bukan hanya untuk memulihkan keadaan klien
tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam
keluarga tersebut (Iyus Yosep, 2007).
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi
perilaku maladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan
keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (keliat, 2005).
Sesuai dengan fungsinya, pemeliharaan kesehatan keluarga
mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan yaitu:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga, kesehatan merupakan
kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti. Perubahan sekecil
apapun yang dialami oleh anngota keluarga secara tidak langsung
menjadi perhatian keluarga.
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, tugas ini
merupakan upaya keluarga yang utama, tindakan kesehatan yang
dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, perawatan
dapat dilakukan di rumah apabila keluarga telah memiliki
kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
d. Memodifikasi keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi
keluarga.

24
Menurut Sigmund Freud (2002) yang menyatakan bahwa dengan
adanya kunjungan keluarga ke rumah sakit sehingga keluarga dapat
mengenal gangguan jiwa yang diderita oleh klien dan juga kedatangan
keluarga merupakan salah satu faktor pendukung kesembuhan bagi
klien gangguan jiwa. Selain itu, keluarga juga merupakan tempat
asuhan yang tidak dapat digantikan oleh siapa pun karena hanya
keluarga yang dapat memberikan kehangatan, kasih sayang dan dapat
mengerti tentang keluhan klien (Suprayitno, 2004). Berdasarkan teori
yang dikemukan oleh Soehandu (2000), dalam bukunga Psychological
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan
perilaku yang berhubungan terhadap kekambuhan adalah di rumah
sakit sehingga klien merasa tidak sendiri dan merasa sangat
diperhatikan oleh keluarganya, karena semakin serig keluarga
berkunjung ke rumah sakit, maka semakin cepat kemungkingan klien
untuk sembuh terutama semakin meningkat juga kemampuan menilai
realitanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (2013), menunjukkan bahwa
adanya hubungan kunjungan keluarga dengan kesiapan klien pulang di
RSJ di Jawa Tengah. Kunjungan keluarga merupakan salah satu bentuk
dukungan keluarga dalam proses kesembuhan klien dengan gangguan
jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh Siswanto juga menunjukkan
bahwa beberapa klien menunjukkan kemunduran yang drastis saat
melihat teman-temannya yang dikunjungi oleh keluarganya atau
bahkan djemput pulang. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Fajarwati (2013), yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kunjungan keluarga terhadap kekambuhan klien
gangguan jiwa. Hasil penelitian Fajarwati menunjukkan bahwa klien
yang kurang mendapatkan kunjungan keluarga menyebabkan
kekambuhan gangguan jiwa yang dialami klien tersebut. Hal ini

25
menunjukkan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting
dalam berpartisipasi dalam kesembuhan klien dengan gangguan jiwa.
c. Pengobatan
Pengobatan pada klien dengan gangguan jiwa disebut dengan
psikofarmaka. Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk
klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan
psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem
saraf). Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang
meliputi teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat
psikofarmaka, lobektomi dan electro convulsi therapy (ECT),
psikoterapeutik, dan terapi modalitas. Menurut Rusdi Maslim yang
termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:
(1)Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti parkinson
(2)Anti depresi
(3)Anti maniak
(4)Anti cemas (anti ansietas)
(5)Anti insomnia
(6)Anti obsesif-kompulsif
(7)Anti panik
Jenis obat yang paling sering digunakan oleh klien jiwa adalah golongan
anti psikotik. Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau
psikotropik: neuroleptika. Mekanisme kerja dari anti psikotik adalah
menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia
nigra) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek farmakologi
dari anti psikotik, yaitu sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik,
mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi (waham),
halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir. Indikasi pemberian
diberikan pada semua jenis psikosa dan kadang untuk gangguan maniak
dan paranoid. Efek samping antipsikotik, yaitu:
1) Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)

26
a) Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1-3 minggu pemberian obat.
Terdapat trias gejala parkonsonisme, yaitu tremor (paling jelas pada
saat istirahat), bradikinesia (muka seperti topeng, berkurang
gerakan reiprokal pada saat berjalan), rigiditas (gangguan tonus
otot/kaku)
b) Reaksi distonia (kontraksi otot singkat atau bisa juga lama)
Tanda-tanda yaitu muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota
tubuh tidak terkontrol
c) Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan,
seperti adanya perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah
bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akut dan bersifat reversible
(bisa ilang/kembali normal).
d) Tardive dyskinesia
Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah
pengobatan jangka panjang bersifat irreversible (susah
hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada
lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari,
dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
2) Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk
efek samping anti kolinergik adalah:
a) Mulut kering
b) Konstipasi
c) Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese
otot-otot siliaris) menyebabkan presbiopia
d) Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergik
e) Kongesti/sumbatan nasal

27
Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan, yaitu Chlorpromazine
(thorazin) disingkat (CPZ), Halloperidol disingkat Haldol, dan Serenase
Obat Anti Parkinson memiliki mekanisme kerja, yaitu meningkatkan
reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat
penggunaan obat antipsikotik. Efek samping: sakit kepala, mual, muntah
dan hipotensi. Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil
(THF).
Obat Anti Depresan memiliki hipotesis, yaitu sindroma depresi
disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter
(seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP,
khususnya pada sistem limbik. Mekanisme kerja obat anti depresan, yaitu
meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmiter,
menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter dan menghambat
penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP. Efek
farmakologi berupa mengurangi gejala depresi dan penenang. Indikasi
digunakan pada klien dengan Sindroma Depresi. Jenis obat yang sering
digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor, amitriptyline (nama
dagang). Efek samping yaitu efek samping kolonergik (efek samping
terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi mulut kering, penglihatan
kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
Obat Anti Mania/Lithium Carbonate memiliki ekanisme kerja, yaitu
menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor
dopamin. Hipotesis pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine. Efek
farmakologi, yaitu mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan efek
sedatif, mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of
idea. Indikasi, yaitu mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi
ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania
dikombinasi dengan obat antipsikotik. Efek samping, yaitu efek
neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal

28
terapi dapat juga terjadi nausea, diare. Efek toksik, yaitu pada ginjal
(poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan
disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga
menambah keadaan oedema.
Anti Ansietas (Anti Cemas) berupa Ansxiolytic agent, termasuk minor
tranquilizer. Jenis obat antara lain: diazepam (chlordiazepoxide). Obat
Anti Insomnia, yaitu phenobarbital. Obat Anti Obsesif Kompulsif, yaitu
Clomipramine. Obat Anti Panik, yaitu imipramine.
Jenis obat psikofarmaka dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan generasi pertama (typical) dan golongan generasi kedua
(atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya :
Chlorpromazine HCL (Largactil), Trifluoperazine HCL (Stelazine),
Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol, Serenace) dan obat
yang termasuk golongan generasi kedua misalnya: Risperidone
(Risperdal), Clozapine (Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine
(Zyprexa).
Waham merupakan salah satu gejala positif dari Skizofrenia, di mana
gejala positif tersebut dapat diobati dengan pengobatan. Terapi
pengobatan yang diberikan untuk meningkatan kemampuan menilai
realita pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham dapat berupa
psikofarmaka atau psikoterapi. Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada
penderita Skizofrenia, baru dapat diberikan apabila penderita dengan
terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di mana kemampuan
menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan
pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan
catatan bahwa penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka
(Hawari, 2003).

D. Kerangka Konseptual

29
Kerangka konsep penelitian merupakan formulasi atau simplifikasi dari
kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2010).

Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Meniilai Realita

Faktor Eksternal:
Faktor Internal: 1. SPTK
1. Usia 2. TAK
2. Pendidikan 3. Keluarga
3. Jenis Kelamin
4. Pengobatan
Kemampuan Menilai Realita
1. Kemampuan Kognitif
2. Kemampuan Psikomotor
3. Kemampuan Afektif

Proses Penyembuhan Klien

Keterangan:

: Diteliti
: Tidak Diteliti

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan


Menilai Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat.

E. Hipotesis

30
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Nursalam, 2011). Setiap hipotesis terdiri dari suatu unit atau bagian
dari permasalahan. Hipotesis dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau
kompleks dan bersifat sebab atau akibat.
2. Hipotesis alternatif (H1/Ha) adalah hipotesis penelitian yang menyatakan
adanya hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih variabel.
Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut dapat sederhana atau
kompleks, dan bersifat sebab-akibat (Nursalam, 2011).
Hipotesis dalam penelitian ini menggunakan hipotesis alternatif atau penelitian
(H1) dan hipotesis nol atau statistik, yaitu:
1. Tidak ada pengaruh faktor umur terhadap kemampuan menilai realita pada
klien dengan gangguan orientasi realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Provinsi Jawa Barat.
2. Ada pengaruh faktor pendidikan terhadap kemampuan menilai realita pada
klien dengan gangguan orientasi realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Provinsi Jawa Barat.
3. Tidak ada pengaruh faktor strategi pelaksanaan terhadap kemampuan
menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi realita di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Provinsi Jawa Barat.
4. Tidak ada pengaruh faktor TAK terhadap kemampuan menilai realita pada
klien dengan gangguan orientasi realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Provinsi Jawa Barat.
5. Tidak ada pengaruh faktor keluarga terhadap kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Provinsi Jawa Barat.

F. Penelitian Terkait

31
1. Era Zana Nisa (2012)
Judul: Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham
Terhadap Kemampuan Menilai Realitas di Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Medan
Tabel 2.1 Pengaruh Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham
Terhadap Kemampuan Menilai Realitas di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Medan (Era
Zana Nisa, 2012)
Populasi Tindakan yang Uji Statistik yang
Hasil Penelitian
Penelitian Dilakukan Digunakan
Penelitian yang Intervensi yang Hasil Penelitian ini
dilakukan dilakukan adalah penelitian paired- bertujuan untuk
merupakan dengan menerapkan test menunjukkan mengetahui
penelitian desain strategi pelaksanaan hasil yaitu p = pengaruh strategi
One Group Pretest komunikasi untuk 0.000 (p < 0.05), pelaksanaan
Posttest, melaksanakannya artinya ada komunikasi
dengan jumlah pada kelompok perbedaan terhadap
sampel 15 orang intervensi yang kemampuan kemampuan
dengan terdiri dari tiga kognitif dan pasien waham
menggunakan sesi pertemuan. psikomotor pasien dalam menilai
teknik purposive Instrumen yang dalam menilai realita dengan
sampling digunakan adalah realita pre-post menggunakan uji
kuesioner untuk test pada kelompok t-test.
mengukur intervensi.
kemampuan
kemampuan kognitif
dengan metode
wawancara dan
lembar observasi
penilaian
kemampuan
psikomotor

2. Salmawati, Faisal Asdar, dan Rusli (2013)

32
Judul: Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Kemampuan
Klien Mengontrol Waham di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan
Tabel 2.2 Pengaruh Penerapan Asuhan Keperawatan Terhadap Kemampuan Klien
Mengontrol Waham di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan
(Salmawati, Faisal Asdar dan Rusli, 2013)
Populasi Tindakan yang Uji Statistik yang
Hasil Penelitian
Penelitian Dilakukan Digunakan
Populasi dalam Pengumpulan data Hasil analisis Penelitian ini
penelitian ini yaitu dilakukan dengan bivariat didapatkan merupakan jenis
semua mengunakan ada pengaruh penelitian quasi
klien dengan kuisioner dan penerapan asuhan ekperimental
gangguan waham lembar observasi. keperawatan design: Non
yang dirawat di Data yang terhadap equivalen control
Ruang Intermediat terkumpul kemampuan klien group desaign.
Rumah Sakit kemudian diolah mengontrol Analisis data
Khusus Daerah dan dianalisis pengaruh yang mencakup
Provinsi Sul-Sel dengan bermakna analisis univariat
sebanyak adalah menggunakan penerapan asuhan dengan mencari
178 orang. Teknik komputer program keperawatan distribusi
pengambilan microsoft excel dan terhadap frekuensi, analisis
sampel dalam program statistik Kemampuan bivariat dengan uji
penelitian ini yaitu (SPSS) versi 16.0. mengontrol waham wilcoxon (p<0,05)
nonprobability pada kelompok untuk mengetahui
sampling dengan perlakuan hubungan
cara porpusive (p<0,00). antarvariabel.
sampling sebanyak
30 responden sesuai
dengan
kriteria inklusi dan
kriteria ekslusi

3. Trini Puji Lestari, Mochsudin, dan Wilhemus Hary Susilo (2014)

33
Judul: Gambaran Perilaku Pasien dengan Waham Paranoid di Unit
Intermediate Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat
Tabel 2.3 Gambaran Perilaku Pasien dengan Waham Paranoid di Unit Intermediate
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat (Trini Puji Lestari,
Mochsudin, dan Wilhemus Hary Susilo, 2014)
Populasi Tindakan yang Uji Statistik yang
Hasil Penelitian
Penelitian Dilakukan Digunakan
Teknik sampling Pengumpulan data Hasil penelitian Dianalisis
yang digunakan dilakukan menemukan menggunakan
adalah teknik melalui wawancara sepuluh tema yaitu metode Colaizzi
Sampling mendalam dengan persepsi, keraguan, serta menggunakan
Purposive. menggunakan hak, program analisis
Informan dipilih pedoman reaksi, perilaku, untuk penelitian
sendiri oleh wawancara yang perasaan, jangka kualitatif yaitu
peneliti untuk direkam panjang, jangka program NVivo 10.
dimasukkan menggunakan tape pendek, positif dan Jumlah informan
dalam sampel recorder negatif. sebanyak 6 orang.
berdasarkan
wawasan para
peneliti
tentang populasi.

4. Arista Raisatur R. (2015)

34
Judul: Analisis Faktor Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Ekonomi Terhadap
Gangguan Jiwa di RW VIII Kelurahan Muktiharjo Kidul
Tabel 2.4 Analisis Faktor Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Ekonomi Terhadap
Gangguan Jiwa di RW VIII Kelurahan Muktiharjo Kidul (Arista Raisatur R., 2015)
Populasi Tindakan yang Uji Statistik yang
Hasil Penelitian
Penelitian Dilakukan Digunakan
Populasi pada Pengumpulan data Ada hubungan Jenis penelitian
penelitian ini dilakukan dengan antara jenis kelamin adalah jenis
adalah masyarakat menggunakan dengan gangguan penelitian
di RW VIII kuesioner di mana jiwa dengan p- kuantitatif
Kelurahan di dalamnya value 0,0012. Ada observasional
Muktiharjo Kidul. terdapat instrumen hubungan antara analaitik dengan
Sampel pada tentang jenis pendidikan dengan pendekatan cross
penelitian ini kelamin, pendidikan gangguan jiwa sectional dan uji
berjumlah 96 dan ekonomi. dengan p-value statistik yang
responden. 0,007. Ada digunakan adalah
hubungan antara chi square.
ekonomi dengan
gangguan jiwa
dengan p-value
0,000.

5. Siswanto (2013)

35
Judul: Hubungan Kunjungan Keluarga dengan Kesiapan Pasien Pulang di
Rumah Sakit Jiwa di Jawa Tengah
Tabel 2.5 Hubungan Kunjungan Keluarga dengan Kesiapan Pasien Pulang di Rumah
Sakit Jiwa di Jawa Tengah (Siswanto, 2013)
Populasi Tindakan yang Uji Statistik yang
Hasil Penelitian
Penelitian Dilakukan Digunakan
Penelitian ini Pengumpulan data Ada hubungan Jenis penelitian ini
menggunakan dilakukan dengan antara kunjungan adalah deskritif
total sampling menggunakan kleuarga dengan korelasional
sehingga jumlah lembar observasi kesiapan klien dengan pendekatan
populasi sama terhadap kunjungan pulang, yang cross sectional.
dengan jumlah keluarga dan dibuktikan dengan Penelitian ini
sampel, yaitu 85 kesiapan klien tingkat kemaknaan menggunakan uji
responden. pulang. 0,047, dengan nilai statistik chi-
Populas pada probabilitas 0,05. square.
penelitian ini
adalah klien yang
berada di abngsal
MPKP.

36
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan perencanaan penelitian yang menyeluruh yang
menyangkut semua komponen dan langkah penelitian dengan
mempertimbangkan etika penelitian, sumber daya penelitian dan kendala
penelitian. Desain penelitian akan sangat membantu peneliti untuk dapat
menerjemahkan hipotesis konseptual yang abstrak menjadi hipotesis
operasional yang terinci, spesifik, dan terukur sehingga siap untuk diuji (Nasir,
2011).
Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan retrospektif.
Penelitian analitik merupakan penelitian yang terdiri atas variabel bebas dan
terikat, membutuhkan jawaban mengapa dan bagaimana, penelitian ini biasanya
menggunakan analisis statistik inferensial (Hidayat, 2007). Pendekatan
retrospektif yaitu rancang bangun dengan melihat ke belakang dari suatu
kejadian yang berhubungan dengan kejadian kesakitan yang diteliti (Hidayat,
2007). Jenis pendekatan penelitian ini, melakukan pengukuran pada variabel
dependen terlebih dahulu, sedangkan variabel independen ditelusuri secara
retrospektif untuk menentukan ada tidaknya faktor (variabel independen) yang
berperan (Nursalam, 2011). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada
tidaknya pengaruh umur, pendidikan, SPTK, TAK dan kunjugan keluarga
terhadap kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi
realita di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

B. Kerangka Kerja
Kerangka kerja merupakan bagan kerja rancangan kegaitan penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, dan teknik sampling
penelitian, teknis pengumpulan data, dan analisa data (Hidayat, 2007).

37
Kerangka kerja dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Populasi
Semua klien dengan gangguan orientasi realita: waham di ruang rawat inap RSJ Provinsi Jawa Barat
(Rajawali. Merak, Merpati, Nuri, Perkutut, Kasuari, Cendrawasih, Elang, Garuda, Gelatik)

Sampel
Klien dengan gangguan orientasi realita: waham di ruang rawat inap RSJ Provinsi Jawa Barat Rajawali.
Merak, Merpati, Nuri, Perkutut, Kasuari, Cendrawasih, Elang, Garuda, Gelatik) (n=20)

Sampling
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling

Desain Penelitian
Desain penelitian pada penelitian ini menggunakan analitik dengan pendekatan retrospektif

Informed Consent

Variabel Independen Variabel Dependen


Faktor yang mempengaruhi kemampuan menilai realita: Kemampuan menilai realita
1. Usia 1. Kemampuan kognitif
2. Pendidikan
2. Kemampuan psikomotor
3. SPTK
4. TAK
5. Kunjungan Keluarga

Analisa data: Editing, Coding, Scoring, Analisa data: Editing, Coding, Scoring,
Tabulating,Processing, dan Cleaning Tabulating,Processing, dan Cleaning

Analisis statistik deskriptif proporsi persentase Analisis statistik deskriptif proporsi persentase

Hasil Uji statistik Hasil


Regresi linier berganda

Penyajian hasil

Bagan 3.1 Kerangka Kerja Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai


Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

38
C. Identifikasi Variabel
Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan
variabel-variabel yang ada dalam penelitian seperti variabel independen,
dependen, moderator, kontrol, dan intervening. Variabel independen merupakan
variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen
(terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama variabel bebas artinya bebas
dalam memengaruhi variabel lain. Variabel dependen merupakan variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel moderator
merupakan variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan variabel
independen dan dependen yang memengaruhi kedua variabel tersebut. Variabel
kontrol merupakan variabel yang dibuat konstan sehingga tidak akan
memengaruhi variabel utama yang diteliti. Variabel intervening merupakan
variabel yang memperkuat atau memperlemah variabel dependen dan
independen tetapi tidak dapat diukur (Hidayat, 2007).
1. Variabel Independen
Merupakan variabel yang mempengaruhi variabel dependen. Variabel
independen pada penelitian ini adalah umur, pendidikan, SPTK, TAK dan
kunjungan keluarga pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di
ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
2. Variabel Dependen
Merupakan variabel yang dipengaruhi. Variabel dependen pada penelitian ini
adalah kemampuan menilai realita pada klien dengan gangguan orientasi
realita: waham di ruang rawat inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.

D. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang

39
dijadikan ukuran dalam penelitian, sedangkan cara pengukuran merupakan cara
di mana variabel dapat diukur dan ditentukan karateristiknya (Hidayat, 2007).

40
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Klien Menilai Realita pada
Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Independen: Faktor umur adalah faktor Kuesioner Nominal 17-25 tahun : 6
Faktor Umur internal yang mempengaruhi 26- 35 tahun : 5
kemampuan menilai realita 36- 45 tahun : 4
klien dengan gangguan 46- 55 tahun : 3
orientasi realita 56 -65 tahun : 2
>65 tahun :1
Independen: Faktor pendidikan adalah Kuesioner Nominal Tidak sekolah : 5
Faktor Pendidikan faktor internal yang SD :4
mempengaruhi kemampuan SMP :3
menilai realita klien dengan SMA :2
gangguan orientasi realita PT :1
Independen: Faktor strategi pelaksanaan Kuesioner Nominal Sudah dilakukan : 1
Faktor Strategi adalah faktor eksternal yang Belum dilakukan : 2
Pelaksanaan mempengaruhi kemampuan
menilai realita klien dengan
gangguan orientasi realita
Independen: Faktor TAK adalah faktor Kuesioner Nominal Pernah : 1
Faktor TAK eksternal yang mempengaruhi Tidak : 2
kemampuan menilai realita
klien dengan gangguan
orientasi realita
Independen: Faktor pendidikan adalah Kuesioner Nominal Pernah : 1
Faktor Kunjungan faktor eksternal yang Tidak : 2
Keluarga mempengaruhi kemampuan
menilai realita klien dengan
gangguan orientasi realita

41
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
Dependen: Kemampuan menilai realita Lembar Ordinal Kemampuan Kognitif
Kemampuan Menilai adalah kemampuan yang observasi Ya : 1
Realita menentukan persepsi, Tidak : 2
respons, emosi dan perilaku
Kemampuan Psikomotor
dalam berelasi dengan realitas
kehidupan. Kemampuan Tidak pernah :4
menilai realita terdiri dari Kadang-kadang : 3
kemampuan kognitif dan Sering :2
kemampuan psikomotor. Selalu :1
1) Penilaian

Keterangan:
N : Nilai
Kemampuan
menilai realita
Sp : Skor yang
didapat
Sm : Skor tertinggi
maksimal
2) Kategori
(1) Angka 0-25%:
sangat baik
(2) Angka 26-50%:
baik
(3) Angka 51-75%:
cukup
(4) Angka 76-100%:

42
kurang

63

43
D. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari
saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek
tersebut (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian adalah subjek yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua klien dengan gangguan orientasi
realita: waham di ruang rawat inap RSJ Provinsi Jawa Barat (Rajawali.
Merak, Merpati, Nuri, Perkutut, Kasuari, Cendrawasih, Elang, Garuda,
Gelatik) dengan jumlah 20 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagaian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Teknis pengambilan sampel penelitian ini adalah klien dengan gangguan
orientasi realita: waham di ruang rawat inap. Besar sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 20 orang.
Kriteria inklusi merupakan kriteria di mana subjek penelitian mewakili
sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel. Pertimbangan
ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentuukan kriteria inklusi
(Hidayat, 2007). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
a. Klien dengan gangguan orientasi realita: waham di ruang rawat inap.
b. Mampu berkomunikasi dengan baik.
c. Bersedia menjadi responden penelitian.
d. Kooperatif dalam pelaksanaan penelitian.
3. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. Cara pengambilan sampel
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu probability sampling dan
nonprobability sampling. Pengambilan sampel pada penelitian dilakukan

44
dengan cara nonprobability sampling yaitu total sampling. Teknik
sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang
ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut
pertimbangan pakar. Beberapa jenis atau cara penarikan sampel secara
nonprobabilitas. Total sampling adalah pengambilan sampel dengan
mengambil semua anggota populasi (Alimul, 2007). Pengambilan sampel
pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil semua anggota
populasi.

E. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian
Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di ruang rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat dilakukan pada 9 Januari 2016-16
Januari 2016.
2. Tempat Penelitian
Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan menilai realita
pada klien dengan gangguan orientasi realita: waham di ruang rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, yang beralamat di Jl. Kolonel
Matsuri Km. 7 Cisarua.

G. Pengumpulan Data dan Analisis Data


1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada
rancangan penelitian dan teknik instrumen yang digunakan. Selama
proses pengumpulan data, peneliti memfokuskan pada penyediaan
subjek, melatih tenaga pengumpul data (jika diperlukan), memperhatikan
prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah-
masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2011).

45
Pengumpulan data pada penelitian ini diawali dengan melihat fenomena
yang ada di RSJ Provinsi Jawa Barat. Setelah menemukan fenomena
yang ada, maka peneliti menyusun proposal penelitian. Setelah proposal
penelitian disetujui, maka peneliti langsung menyebarkan kuesioner dan
lembar observasi yang diberikan di setiap ruangan rawat inap di RSJ
Provinsi Jawa Barat. Lembar kuesioner diisi oleh peneliti yang datanya
didapatkan dari status klien dan dari hasil wawancara dengan perawat
yang bertanggung jawab dengan klien tersebut. Lembar observasi
dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap klien tersebut selama
1 minggu. Setelah selesai melakukan pengumpulan data, peneliti
melakukan rekapitulasi dari data yang didapat dan dimasukkan ke dalam
bagian pembahasan, dan selanjutnya peneliti melakukan analisis dengan
menggunakan data yang ada.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur
pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian. Alat ukur
pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa kuesioner/angket,
observasi, wawancara atau gabungan ketiganya (Hidayat, 2007).
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan lembar observasi.
Lembar observasi adalah pedoman terperinci yang berisi langkah-
langkah melakukan observasi mulai dari merumuskan masalah, kerangka
teori untuk menjabarkan perilaku yang akan di observasi (Hidayat, 2007)
3. Analisis Data
Kegiatan analisis data meliputi persiapan, tabulasi, dan aplikasi data.
Selain itu, analisis data juga dapat menggunakan uji statistik bila data
tersebut harus diuji dengan uji statistik (Hidayat, 2007). Langkah-
langkah dalam analisis data, yaitu:
a. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan
penelitian setelah pengumpulan data. Ada beberapa tahapan dalam
pengolahan data, yaitu:

46
i. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner
sudah:
a) Lengkap, yaitu semua pertanyaan sudah terisi jawabannya.
b) Jelas, yaitu jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup
jelas terbaca.
c) Relevan, yaitu jawaban yang tertulis apakah relevan dengan
pertanyaan.
d) Konsisten, yaitu apakah antara beberapa pertanyaan yang
berkaitan isi jawabannya konsisten (Hastono, 2007).
Editing pada penelitian ini dilakukan dengan pengecekan isian
data demografi dan pertanyaan pada kuesioner apakah sudah
dijawab dengan lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
ii. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk
memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel (Hidayat, 2008). Coding pada penelitian ini
menggunakan kode yang diproses dengan menggunakan program
komputer.
a. Responden
Kode: R1, R2, R3, . . . dan seterusnya
b. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai Realita
i. Faktor Umur
17.25tahun : 4
26- 35 tahun : 3
36- 45 tahun : 2
46- 55 tahun : 1

47
(2) Faktor Pendidikan
Tidak sekolah : 5
SD :4
SMP :3
SMA :2
PT :1
(3) Faktor SPTK
Sudah dilakukan : 1
Belum dilakukan : 2
(4) Faktor TAK
Pernah : 1
Tidak : 2
(5) Faktor Kunjungan Keluarga
Pernah : 1
Tidak : 2
c. Kemampuan Menilai Realita
Sangat baik :1
Baik :2
Cukup :3
Kurang :4
iii. Scoring
Scoring adalah memberikan skor terhadap semua item yang telah
diisi oleh responsen (Arikunto, 2010). Kegiatan pemberian skor
dilakukan pada setiap lembar kuesioner, sesuai dengan skor pada
definisi operasional. Beberapa cara pemberian skor pada
penelitian ini, antara lain:
Kemampuan menilai realita:
Angka 0-25%: sangat baik
Angka 26-50%: baik
Angka 51-75%: cukup
Angka 76-100%: kurang

48
iv. Tabulating
Pembuatan tabulasi termasuk dalam kerja memproses data.
Membuat tabulasi merupakan tindakan memasukkan data ke
dalam tabel dan mengatur semua angka sehingga dapat dihitung
dalam berbagai kategori (Nazir, 2005). Proses tabulating pada
penelitian ini dilakukan setelah semua data melalui proses editing
dan scoring. Tabulating pada penelitian ini menggunakan tabel
yang terdapat di dalam program komputer.
E. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah
melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah
memproses data agar data yang sudah dimasukkan dapat
dianalisis (Hastono, 2007). Pemprosesan data pada penelitian ini
dilakukan dengan cara memasukkan data dari kuesioner ke paket
program komputer agar selanjutnya dapat dilakukan analisis.
F. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan
kembali data yang sudah dimasukkan apakah ada kesalahan atau
tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat kita
memasukkan data ke komputer (Hastono, 2007). Cleaning pada
penelitian ini dilakukan dengan cara pengecekan kembali data
yang sudah dimasukkan ke dalam program komputer, jika
terdapat kesalahan, data yang salah dihapus dan diganti dengan
data yang sesuai atau benar.
a. Analisis Univariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui derajat atau tingkatan pada
masing-masing variabel, yang dapat disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi atau diagram. Analisis univariat pada penelitian ini termasuk
dalam tahapan analisis deskriptif proporsi persentase, di mana pada
tahapan ini tidak hanya mencari nilai frekuensi atau jumlah, tetapi
juga melihat nilai minimun, maksimum, mean dan standar deviasi.

49
Cara untuk memperoleh nilai persen pada kemampuan menilai realita
menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
N : Nilai kemampuan menilai realita
Sp : Skor yang didapat
Sm : Skor tertinggi maksimal
(Nursalam, 2007)
b. Analisis Multivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh antara
variabel independen dengan variabel dependen dengan menggunakan
uji statistik regresi linier berganda. Menurut Suprapto (2004) dalam
Susilo (2012), manfaat analisis regresi linier berganda meliputi:
1) Dipergunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari setiap
variabel bebas (yang tercakup dalam persamaan) terhadap variabel
tak bebas, jika variabel bebas tersebut naik 1 unit dan variabel
lainnya (sisanya) tetap dengan menggunakan nilai koefisien regresi
parsial.
2) Dimanfaatkan untuk meramalkan nilai variabel tak bebas Y, jika
seluruh variabel bebasnya sudah diketahui nilainya dan semua
koefisien regresi parsial sudah dihitung.
Analisis linier berganda dimaksudkan untuk menguji pengaruh dua
atau lebih variabel independen terhadap satu variabel dependen.
Model ini mengasumsikan adanya hubungan satu garis lurus atau
linier antara variabel dependen dengan masing-masing prediktornya
(Ghozali, 2011). Hubungan ini biasanya disampaikan dalam
persamaan matematis, dan pada penelitian ini, persamaan matematis
yang terbentuk adalah:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + εi
KMR = α + β1U + β2P + β3SPTK + β4TAK + β4KK+ εi

50
Keterangan:
Y : Kemampuan menilai realita (KMR sebagai variabel dependen)
α : Konstanta
β1-β5 : Koefisien regresi variabel independen
X1 : Usia (U sebagai variabel independen)
X2 : Pendidikan (P sebagai variabel independen)
X3 : Startegi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (SPTK sebagai
variabel independen)
X4 : Terapi Aktivitas Kelompok (TAK sebagai variabel independen)
εi : Error (Kesalahan sampel yang digunakan untuk menggambarkan
ukuran kesalahan populasi)
Setelah dilakukan uji asumsi klasik, langkah selanjutnya adalah
melakukan analisis regresi linier berganda. Tahapan uji regresi
linier berganda dengan bantuan program komputer pada penelitian
ini sesuai dengan teori dari Janie (2012), yaitu:
a) Buka file data yang sudah dimasukkan pada bagian
sebelumnya.
b) Dari menu utama, pilih menu Analyze Regression Linear
hingga muncul kotak dialog Linear Regression.

c) Setelah muncul kotak dialog Linear Regression, pada kotak


Dependent isikan variabel KMR dan pada kotak
Independent(s) isikan dengan variabel U, P, SPTK, TAK dan
KK, lalu pada kotak Method pilih Enter dan tekan OK, maka
akan muncul di Output Viewer.

d) Cara untuk menginterpretasikan model regresi, yaitu pertama


dengan menginterpretasikan koefisien determinasi, kedua uji
signifikans simultan dengan uji statistik F, dan ketiga uji
regresi parsial dengan uji t.

e) Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit


dari model regresi. Interpretasi koefisien determinasi dapat
dilihat pada tampilan luaran model summary menunjukkan

51
besarnya adjusted R2. Standard error of estimate (SEE), jika
nilainya semakin kecil membuat model regresi semakin tepat
dalam memprediksi variabel dependen.
f) Uji pengaruh simultan digunakan untuk mengetahui apakah
variabel independen secara bersama-sama atau simultan
mempengaruhi variabel dependen. Uji signifikans simultan
dengan uji statistik F dapat dilihat pada tabel ANOVA atau F
test. Jika probabilitas jauh lebih kecil dari 0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa koefisien regresi U, P, SPTK, TAK dan
KK tidak sama dengan nol, atau keempat variabel independen
secara simultan berpengaruh terhadap KMR. Hal ini juga
berarti bahwa nilai koefisien determinasi R2 tidak sama dengan
nol atau signifikans. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa:
Jika Fhitung < Ftabel atau probabilitas (signature) > 0,05 maka H0
diterima, H1 ditolak
Jika Fhitung > Ftabel atau probabilitas (signature) < 0,05 maka H0
ditolak, H1 diterima
g) Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji
regresi parsial dengan menggunakan uji statistik t, di mana
untuk menginterpretasikan parameter variabel independen
dapat menggunakan unstandardized coefficients maupun
standardized coefficients. Penelitian ini menggunakan
unstandardized coefficients, dikarenakan pada variabel
independen tidak ada perbedaan unit ukuran, di mana semua
variabel independen menggunakan skala atau satuan yang
sama. Jika pada hasil uji statistik t ditemukan bahwa nilai
probabilitas variabel independen di bawah 0,05, maka dapat
dikatakan bahwa variabel independen tersebut signifikans
terhadap nilai α = 0,05.
h) Selanjutnya untuk menentukan faktor yang lebih dominan
yang mempengaruhi nyeri kepala adalah dengan menggunakan

52
persamaan regresi, yaitu dengan cara melihat koefisien dari
masing-masing variabel independen pada unstandardized
coefficients, jika diantara koefisien tersebut terdapat koefisien
yang tertinggi, maka variabel dengan koefisien tertinggi itulah
yang merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
kemampuan menilai realita.

H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubunan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan.
Masalah etika yang harus diperhatiakn antara lain sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberiakn lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak
bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden. Beberapa
informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain:
partisipasi responden, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang
akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi,
dan lain-lain (Hidayat, 2007).
2. Tanpa Nama (Anomity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2007).

53
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jamian
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompom data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007).

54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan penelitian dipaparkan pada bab ini yang meliputi
data umum dan data khusus, dan pembahasan yang berkaitan dengan
penelitian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai Realita
pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Menilai Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah
responden sebesar 20 responden. Pengumpulan data pada penelitian ini
dilakukan pada tanggal 9 Januari 2016 sampai dengan 16 Januari 2016.
A. Data Umum
Data umum merupakan data demografi yang meliputi jenis kelamin dan
jenis ruangan.
1. Jenis Kelamin
Berikut ini data umum responden berdasarkan jenis kelamin.

Jenis Kelamin

40.00%
Perempuan
Laki-laki
60.00%

Diagram 4.1 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan diagram di atas, responden dengan jenis kelamin laki-laki


sebanyak 12 orang (60%) dan perempuan sebanyak 8 orang (40%).

55
2. Jenis Ruangan
Berikut ini data umum responden berdasarkan jenis ruangan.

Jenis Ruangan
30.00%

Akut
Tenang

70.00%

Diagram 4.2 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Jenis Ruangan

Berdasarkan diagram di atas, responden dengan gangguan orientasi


realita: waham yang berada di ruangan akut sebanyak 6 orang (30%)
sedangkan di ruangan tenang sebanyak 14 orang (70%).
3. Jenis Waham
Berikut adalah data umum responden berdasarkan jenis waham.

Jenis Waham
16.67%
8.33%
4.17%
20.83% Curiga
Kebesaran
Agama
Nihilistik
Somatik
50.00%

Diagram 4.3 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Jenis Kelamin

56
Berdasarkan diagram di atas, responden dengan waham curiga sebesar 4
orang (20%), waham kebesaran sebesar 12 orang (60%), waham agama
sebesar 5 orang (25%), waham nihilistik sebesar 1 orang (5%), dan
waham somatik sebesar 2 orang (10%).
4. Lama Rawat
Berikut adalah data umum responden berdasarkan lama rawat.

Lama Rawat

30.00% 30.00%

<7 Hari
7-10 Hari
> 10 Hari

40.00%

Diagram 4.4 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Lama Rawat

Berdasarkan diagram di atas, responden yang lama rawatnya <7 hari


sebesar 6 orang (30%), yang lama rawatnya 7-10 hari sebesar 8 orang
(40%), yang lama rawatnya >10 hari sebesar 6 orang (30%).

57
5. Berapa Kali Masuk Rumah Sakit
Berikut adalah data umum responden berdasarkan berapa kali masuk
rumah sakit.

Berapa Kali Masuk Rumah Sakit

15.00%
10.00%

1 Kali
2 Kali
55.00% 3 Kali
4 Kali
5.00% >4 Kali
15.00%

Diagram 4.5 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Berapa Kali Masuk RS

Berdasarkan diagram di atas, responden yang 1 kali atau pertama kali


masuk rumah sakit sebesar 2 orang (10%), 2 kali masuk rumah sakit
sebesar 3 orang (15%), 3 kali masuk rumah sakit sebesar 3 orang (15%),
4 kali masuk rumah sakit sebesar 1 orang (5%), dan >4 kali masuk
rumah sakit sebesar 11 orang (55%).

58
6. Diagnosa Medis
Berikut adalah data umum responden berdasarkan diagnosa medis.

Diagnosa Medis

15.00%
10.00%
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Hebefrenik
Bipolar
Psikosa
60.00%
15.00%

Diagram 4.6 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Diagnosa Medis

Berdasarkan diagram di atas, responden yang diagnosa medisnya


Skizofrenia Paranoid sebesar 12 orang (60%), Skizofrenia Hebefrenik
sebesar 3 orang (15%), Bipolar sebesar 3 orang (15%), Psikosa sebesar 2
orang (10%).

59
7. Obat yang Diberikan
Berikut adalah data umum responden berdasarkan obat yang diberikan.

Obat yang Diberikan


60%
60% 50%
50% 40%
40%
25%
30%
15%
20% 10% 10%
10%
0%
e

ne
ol

ne
in

in

in
on
rid

zi
pi
az

az

ap
id

ra
pe

za
m

rid

oz
er

pe
ro

lo

an
sp

Cl
io

uo
Ha
rp

Ol
Ri
Th

ifl
lo

Tr
Ch

Diagram 4.7 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan Orientasi


Realita Berdasarkan Obat yang Diberikan

Berdasarkan diagram di atas, responden yang mendapatkan obat


Chlorpromazine sebesar 12 orang (60%), Thioridazine sebesar 5 orang
(25%), Haloperidol sebesar 10 orang (50%), Risperidone sebesar 8 orang
(40%), Clozapine sebesar 2 orang (10%), Olanzapine sebesar 2 orang
(10%), dan Trifluoperazine sebesar 3 orang (15%).

60
B. Data Khusus
Data khusus merupakan data yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan. Data khusus pada penelitian ini melalui dua tahapan, yaitu
analisis univariat dan analisis multivariat. Data khusus pada penelitian ini,
meliputi kemampuan menilai realita dan uji statistik regresi linier berganda.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini terdiri dari frekuensi dan persen
dari data umur, pendidikan, SPTK, TAK, kunjungan keluarga dan
kemampuan menilai realita.
a. Umur Responden
Berikut ini adalah data khusus responden berdasarkan umur.

Umur Pasien

25.00%
35.00% 17 - 25 Tahun
26 - 35 Tahun
36 - 45 Tahun
10.00%
46 - 55 Tahun
30.00%

Diagram 4.8 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan Umur

Berdasarkan diagram di atas, responden dengan gangguan orientasi


realita: waham yang berusia 17-25 tahun yaitu sebanyak 7 orang
(35%) sedangkan yang berusia 26-35 tahun sebanyak 6 orang
(30%), usia 46-55 tahun sebanyak 5 orang (25%), usia 36 - 45
tahun sebanyak 2 orang (10%).

61
b. Tingkat Pendidikan
Berikut adalah data khusus responden berdasarkan tingkat
pendidikan.

Tingkat Pendidikan

Tidak sekolah
15.00% 5.00% 30.00% SD
SMP
30.00% SMA
Perguruan Tinggi
20.00%

Diagram 4.9 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan diagram di atas, responden dengan gangguan orinetasi


realita: waham berada pada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak
6 orang (30%) dan SMA 6 orang (30%) sedangkan pada tingkat
pendidikan SMP sebanyak 4 orang (20%), perguruan tinggi
sebanyak 3 orang (15%), tidak sekolah sebanyak 1 orang (5%).

62
c. SPTK
Berikut adalah data khusus responden berdasarkan sudah atau
belum dilakukannya SPTK.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


25.00%

Belum
dilakukan
Sudah
dilakukan

75.00%

Diagram 4.10 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan SPTK

Berdasarkan diagram di atas, responden yang sudah dilakukan


SPTK sebesar 15 orang (75%) dan responden yang belum
dilakukan sebesar 5 orang (25%).

63
d. TAK
Berikut adalah data khusus berdasarkan pernah atau tidak
dilakukannya TAK.

Terapi Aktivitas Kelompok

40.00%

Pernah
60.00%
Tidak

Diagram 4.11 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan TAK

Berdasarkan diagram di atas, responden yang pernah mengikuti


TAK orientasi realita sebesar 8 orang (40%) dan yang tidak pernah
sebesar 12 orang (60%).

64
e. Kunjungan Keluarga
Berikut adalah data khusus berdasarkan ada atau tidaknya
kunjungan keluarga.

Kunjungan Keluarga

Pernah
45.00%
Tidak pernah
55.00%

Diagram 4.12 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan Kunjungan Keluarga

Berdasarkan diagram di atas, responden yang pernah mendapatkan


kunjungan keluarga sebesar 9 orang (45%) dan yang belum pernah
mendapatkan kunjungan keluarga sebesar 11 orang (55%).

65
f. Kemampuan Menilai Realita
Berikut ini adala data khusus responden berdasarkan kemampuan
menilai realita.

Kemampuan Menilai Realita

30.00%
10.00%

Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang

60.00%

Diagram 4.13 Karakteristik Responden Klien dengan Gangguan


Orientasi Realita Berdasarkan Kemampuan Menilai
Realita

Berdasarkan diagram di atas, responden yang berjumlah 20 orang,


yang merupakan klien dengan gangguan orientasi realita: waham,
yang memiliki kemampuan menilai realita dengan kategori sangat
baik sebesar 0 orang (0%), baik sebesar 2 orang (10%), cukup
sebesar 12 orang (60%), dan kurang sebesar 6 orang (30%).
Responden yang memiliki kemampuan menilai realita dengan
kategori cukup lebih dominan, yaitu sebesar 12 orang (60%).

66
2. Analisis Multivariat
Analisis multivariat pada penelitian ini meliputi uji asumsi klasik dan
analisis regresi linier berganda dengan taraf signifikan 5%. Hasil uji
statistik dengan regresi linier berganda pada penelitian ini, yaitu:
a. Koefisien Determinasi
Tabel 4.1 Hasil Koefisien Determinasi Regresi Linier Berganda
pada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai
Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Model Summary

Change Statistics
Adjusted Std. Error of R Square
Model R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .734a .539 .374 .487 .539 3.273 5 14 .036
a. Predictors: (Constant), KELUARGA, PNDIDIKN, TAK, UMUR, SPTK

Berdasarkan model summary menunjukkan besarnya adjusted R2


0,539, hal ini berarti 53,9% variasi Kemampuan Menilai Realita
(KMR) dapat dijelaskan oleh variasi dari keempat variabel
independen umur (U), pendidikan (P), SPTK (Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan), TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) dan
kunjungan keluarga (KK), sedangkan sisanya (100% - 53,9% =
46,1%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar variabel
independen yang diteliti. Standard error of estimate (SEE) sebesar
0,487, makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi tepat
dalam memprediksi variabel dependen.

67
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Tabel 4.2 Uji Signifikansi Simultan Regresi Linier Berganda pada
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menilai Realita
pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
ANOVA b

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.880 5 .776 3.273 .036 a

Residual 3.320 14 .237


Total 7.200 19
a. Predictors: (Constant), KELUARGA, PNDIDIKN, TAK, UMUR, SPTK
b. Dependent Variable: K MR

Berdasarkan tabel ANOVA atau tabel F test, diperoleh nilai


probabilita sebesar 0,036. Nilai probabilitas jauh lebih kecil dari
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien regresi U, P, SPTK,
TAK dan KK tidak sama dengan nol, atau keempat variabel
independen secara simultan berpengaruh terhadap kemampuan
menilai realita. Hal ini juga berarti nilai koefisien determinasi R 2
tidak sama dengan nol, atau signifikan.

68
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Cara untuk menginterpretasikan koefisien parameter variabel
independen pada penelitian ini menggunakan unstandardized
coefficients, yang dikarenakan unit ukuran atau satuan dari masing-
masing variabel sudah sama.
Tabel 4.3 Uji Signifikan Parameter Individual Regresi Linier
Berganda pada Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan
Menilai Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Sta
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 2.097 .935 2.244 .042
UMUR -.077 .120 -.150 -.643 .530 -.157 -.169 -.117 .604 1.657
PNDIDIKN .243 .112 .473 2.166 .048 .414 .501 .393 .691 1.448
SPTK -.389 .332 -.281 -1.171 .261 -.192 -.299 -.212 .573 1.746
TAK .418 .231 .341 1.811 .092 .442 .436 .329 .927 1.079
KELUARGA .294 .310 .244 .948 .359 .469 .246 .172 .498 2.007
a. Dependent Variable: RTA

Berdasarkan tabel di atas, ditemukan bahwa semua variabel (U, P,


SPTK, TAK, dan KK) memiliki nilai signature (sig.) yang masing-
masing adalah signature umur 0,530, signature pendidikan 0,048,
signature SPTK 0,261, signature TAK 0,092 dan keempat variabel
signifikan pada α = 5%. Hal ini terlihat dari nilai probabilitas atau
signature keempat variabel yang jauh di bawah 0,05. Pengaruh
pada masing-masing variabel independen terhadap variabel
dependen sebagai berikut:

69
1) Pengaruh Faktor Umur terhadap Kemampuan Menilai Realita
Tabel 4.4 Pengaruh Faktor Umur Terhadap Kemampuan Menilai
Realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat
Kemampuan Menilai Realita
Kategori
Kurang Cukup Baik Sangat Baik
Faktor Umur
n % n % n % n %
Faktor 17-25 Tahun 1 5% 4 20% 2 10% 0 0%
Umur 26-35 Tahun 4 20% 3 15% 0 0% 0 0%
36-45 Tahun 0 0% 1 5% 0 0% 0 0%
46-55 Tahun 1 5% 4 20% 0 0% 0 0%
Total 6 30% 12 60% 2 10% 0 0%

Kategori Total
Signature
Faktor Umur
n %
Faktor 17-25 Tahun 7 35%
Umur 26-35 Tahun 7 35%
36-45 Tahun 1 5% 0,530
46-55 Tahun 5 25%
Total 20 100%

Berdasarkan tabel di atas, responden yang berumur 17-25 tahun


dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 1 orang (5%), 17-
25 tahun dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 4 orang
(20%), 17-25 tahun dan kemampuan menilai realita baik sebanyak
2 orang (10%). Responden yang berumur 26-35 tahun dan 12
4
kemampuan menilai realita kurang sebanyak 4 orang (20%), 26-35
tahun dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 3 orang
(15%). Responden yang berumur 36-45 tahun dan kemampuan
menilai realita cukup 1 orang (5%). Responden yang berumur 46-
55 tahun dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 1 orang
(5%), 46-55 tahun dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak
4 orang (20%). Berdasarkan di mana hal ini dibuktikan dengan
nilai signature atau probabilitas sebesar 0,530, yang nilainya lebih
besar dari nilai 0,05, yang artinya tidak ada pengaruh faktor umur
terhadap kemampuan menilai realita.

70
2) Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kemampuan Menilai Realita
Tabel 4.5 Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kemampuan
Menilai Realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi
Jawa Barat
Kategori Kemampuan Menilai Realita
Faktor Kurang Cukup Baik Sangat Baik
Pendidikan n % n % n % n %
Faktor Tidak Sekolah 1 5% 0 0% 0 0% 0 0%
Pendidika SD 3 15% 3 15% 0 0% 0 0%
n SMP 1 5% 2 10% 1 5% 0 0%
SMA 1 5% 4 20% 1 5% 0 0%
PT 0 0% 3 15% 0 0% 0 0%
Total 0 0% 12 60% 2 10% 0 0%

Kategori
Total
Faktor Signature
Pendidikan n %
Faktor Tidak Sekolah 1 5%
Pendidika SD 6 30%
n SMP 4 20%
0,048
SMA 6 30%
PT 3 15%
Total 20 100%

Berdasarkan tabel di atas, responden yang tidak sekolah dan


kemampuan menilai realita sebanyak 1 orang (5%). Responden
yang SD dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 3 orang
(15%), Sd dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 3 orang
12
(15%). Responden yang SMP dan kemampuan menilai realita
4
kurang sebanyak 1 orang (5%), SMP dan kemampuan menilai
realita cukup sebanyak 2 orang (10%), SMP dan kemampuan
menilai realita baik sebanyak 1 orang (5%). Responden yang SMA
dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 1 orang (5%),
SMA dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 4 orang
(20%), SMA dan kemampuan menilai realita baik sebanyak 1 orang
(5%). Responden yang PT dan kemampuan menilai realita cukup
sebanyak 3 orang (15%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji
regresi linier berganda didapatkan adanya pengaruh faktor
pendidikan terhadap kemampuan menilai realita, di mana hal ini
dibuktikan dengan nilai signature atau probabilitas sebesar 0,048,
yang nilainya lebih kecil dari nilai 0,05.

71
3) Pengaruh Faktor SPTK terhadap Kemampuan Menilai Realita
Tabel 4.6 Pengaruh Faktor SPTK terhadap Kemampuan Menilai
Realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat
Kategori Kemampuan Menilai Realita
Faktor Kurang Cukup Baik Sangat Total
Signature
SPTK Baik
n % n % n % n % n %
Faktor Belum 1 5% 3 25 1 5% 0 0% 5 25%
SPTK dilakukan %
Sudah 5 25% 9 45 1 5% 0 0% 15 75%
0,261
dilakukan %
Total 6 30% 11 70 2 10 0 0% 20 100%
% %

Berdasarkan tabel di atas, responden yang SPTK belum dilakukan


dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 1 orang (5%),
belum dilakukan dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 3
orang (25%), belum dilakukan dan kemampuan menilai realita baik
sebanyak 1 orang (5%). Responden yang SPTK sudah dilakukan
dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 5 orang (25%),
sudah dilakukan dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 9
orang (45%) dan sudah dilakukan dan kemampuan menilai realita
baik 1 orang (5%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi
linier berganda didapatkan tidak adanya pengaruh faktor SPTK
terhadap kemampuan menilai realita, di mana hal ini dibuktikan
dengan nilai signature atau probabilitas sebesar 0,261, yang
nilainya lebih besar dari nilai 0,05.

72
4) Pengaruh Faktor TAK terhadap Kemampuan Menilai Realita
Tabel 4.7 Pengaruh Faktor TAK Terhadap Kemampuan Menilai
Realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa
Barat
Kategori Kemampuan Menilai Realita
Total Signature
Faktor Kurang Cukup Baik Sangat Baik
TAK N % n % n % n % n %
Pernah 0 0% 7 35 1 5 0 0% 8 40
Faktor
% % %
TAK
Tidak 6 30% 5 25 1 5 0 0% 12 60
0,092
pernah % % %
Total 6 30 12 60 2 10 0 0% 20 100
% % % %

Berdasarkan tabel di atas, responden yang pernah dilakukan TAK


dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 7 orang (35%),
pernah dilakukan dan kemampuan menilai realita baik sebanyak 1
orang (5%). Responden yang tidak pernah TAK dan kemampuan
menilai realita kurang sebanyak 6 orang (30%), tidak pernah dan
kemampuan menilai realita cukup sebanyak 5 orang (25%), tidak
pernah dan kemampuan menilai realita baik sebanyak 1 orang
(5%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier
berganda didapatkan tidak adanya pengaruh faktor TAK terhadap
kemampuan menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai
signature atau probabilitas sebesar 0,092, yang nilainya besar dari
12
nilai 0,05.
4

73
5) Pengaruh Faktor Kunjungan Keluarga Terhadap Kemampuan
Menilai Realita
Tabel 4.8 Pengaruh Faktor Kunjungan Keluarga Terhadap
Kemampuan Menilai Realita di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Jiwa Provinsi Jawa Barat
Kategori Kemampuan Menilai Realita
Total
Faktor Kurang Cukup Baik Sangat Baik
Signature
Kunjungan
Faktor n % n % n % n % N %
Keluarga
Kunjun
Pernah 1 5% 6 30 2 10 0 0% 9 45%
gan
% %
Keluarg
Tidak pernah 5 25 6 30 0 0 0 0% 11 55%
a 0,359
% % %
Total 6 30 12 60 2 10 0 0% 20 100
% % % %

Berdasarkan tabel di atas, responden yang pernah dikunjungin


keluarga dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 1 orang
(5%), pernah dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 6
orang (30%), pernah dan kemampuan menilai realita baik sebanyak
2 orang (10%). Responden yang tidak pernah dikunjungi keluarga
dan kemampuan menilai realita kurang sebanyak 5 orang (25%),
tidak pernah dan kemampuan menilai realita cukup sebanyak 6
orang (30%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi
linier berganda didapatkan tidak adanya pengaruh faktor kunjungan
keluarga terhadap kemampuan menilai realita, di mana hal ini
dibuktikan dengan nilai signature atau probabilitas sebesar 0,359,
12
yang nilainya besar dari nilai 0,05. 4

C. Pembahasan
1. Pengaruh Faktor Umur Terhadap Kemampuan Menilai Realita pada
Klien Gangguan Orientasi Realita: Waham
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh faktor
umur terhadap kemampuan menilai realita pada klien gangguan
orientasi realita: waham. Hal ini dibuktikan dengan uji statistik regresi
linier berganda di mana nilai signature dari faktor umur sebesar 0,530

74
dan nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai signifikan
0,05 (0,530 > 0,05).
Umur berhubungan dengan pengalaman seseorang dalam menghadapi
berbagai stressor, kemampuan memanfaatkan sumber dukungan dan
keterampilan dalam mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005).
Kemampuan menilai realita adalah Faktor umur tidak ada pengaruhnya
terhadap kemampuan menilai realita dikarenakan perkembangan umur
meliputi perkembangan fisik, kognitif, psikososial. Perkembangan
kognitif meliputi kemampuan berfikir abstrak, dan berkembangnya
pengunaan alasan yang ilmiah, ketidakdewasaan berfikir dalam
beberapa perilaku dan kebiasaan, pendidikan difokuskan untuk
persiapan ke pendidikan yang lebih tinggi dan universitas.
Perkembangan psikososial meliputi pencarian identitas termasuk
identitas seksual, hubungan dengan orang tua baik, pergaulan dengan
teman sebaya berdampak positif atau negatif (Papalia et al, 2007).
Pikiran sehat menyatakan cara berfikir pemuda berbeda dengan anak-
anak dan remaja.
2. Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Kemampuan Menilai Realita
pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh faktor
pendidikan terhadap kemampuan menilai realita pada klien gangguan
orientasi realita: waham. Hal ini dibuktikan dengan uji statistik regresi
linier berganda di mana nilai signature dari faktor pendidikan sebesar
0,048 dan nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai
signifikan 0,05 (0,048 < 0,05).
Pendidikan adalah status resmi tingkat pendidikan terakhir yang
ditempuh oleh klien. Pendidikan menjadi suatu tolak ukur kemampuan
klien untuk berinteraksi secara efektif (Stuart & Laraia, 2005).
Pendidikan memiliki pengaruh terhadap kemampuan menilai realita
pada klien dengan waham Menurut Potter & Perry (2005),
keikutsertaan klien dalam belajar secara tidak langsung dipengaruhi
oleh keinginan untuk mendapatkan pengetahuan dan kemampuan. Klien

75
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, memiliki keinginan
untuk mendapatkan pengetetahuan dan kemampuan. Faktor pendidikan
memiliki pengaruh terhadap kemampuan menilai realita dikarenakan
makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi
sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat
pendidikan seseorang mempengaruhi kemampuannya dalam menilai
realita, di mana semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka
semakin tinggi pula daya pemahamannya mengenai realita
(Kuncoroningrat (1997) dalam Wahit, 2006).
3. Tidak Ada Pengaruh Faktor SPTK Terhadap Kemampuan Menilai
Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh faktor
umur terhadap kemampuan menilai realita pada klien gangguan
orientasi realita: waham. Hal ini dibuktikan dengan uji statistik regresi
linier berganda di mana nilai signature dari faktor SPTK sebesar 0,261
dan nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai signifikan
0,05 (0,261 > 0,05).
Pada hasil yang didapatkan peresentasi terbanyak pada klien yang
sudah dilakukan SPTK yaitu pada karakteristik cukup (45%) dan yang
paling sedikit pada karakteristik baik (5%). Berdasarkan data tersebut
bisa dilihat adanya pengaruh dilakukannya SPTK meskipun tidak
signifikan. Hal ini juga bisa disebabkan kurang adanya inisiatif dalam
memberikan SPTK pada klien dengan waham. Menurut Keliat (2015),
penatalaksamaan asuhan keperawatan harus menciptakan lingkungan
yang terapeutik dalam bentuk klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Wahyuni (2011), di mana dalam pelaksanaan SPTK harus menyediakan
sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong klien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan
dinding, majalah atau permainan.

76
4. Tidak Ada Pengaruh Faktor TAK Terhadap Kemampuan Menilai
Realita pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham
Berdasarkan hasil uji statistik menuunjukkan bahwa tidak adanya
pengaruh faktor TAK terhadap kemampuan menilai realita pada klien
gangguan orientasi realita: waham. Hal ini dibuktikan dengan uji
statistik regresi linier berganda di mana nilai signature dari faktor TAK
sebesar 0,092 dan nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan
nilai signifikan 0,05 (0,092 > 0,05).
Hasil yang didapatkan tidak sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Salmawati (2013) menunjukkan bahwa klien waham
yang mendapatkan kegiatan TAK orientasi realita mengalami
peningkatan kemampuan mengontrol waham yang sangat cepat.
Namun demikian pada penelitian ini klien yang pernah mengikuti TAK
berada pada karakteristik cukup 35% dan baik 5% dibandingkan dengan
klien yang tidak pernah mengikuti TAK berada pada kondisi kurang
dengan persentase terbanyak yaitu 30% sedangkan klien yang pernah
mengikuti TAK tidak ada pada kondisi kurang. Pada klien yang tidak
pernah mengikuti TAK pada kondisi menilai cukup sebanyak 25% dan
baik 5%. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa pada klien
yang pernah mengikuti TAK terdapat perubahan cara menilai orientasi
realita dibandingkan dengan yang tidak pernah sekalipun tidak ada
pengaruh yang signifikan.
5. Pengaruh Kunjungan keluarga Terhadap Kemampuan Menilai Realita
pada Klien dengan Gangguan Orientasi Realita: Waham
Hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda didapatkan tidak
adanya pengaruh faktor kunjungan keluarga terhadap kemampuan
menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai signature atau
probabilitas sebesar 0,359, yang nilainya besar dari nilai 0,05.

Berdasarkan hasil uji statistik, tidak ditemukan adanya pengaruh


kunjungan keluarga terhadap kemampuan menilai realita pada klien
dengan gangguan orientasi realita: waham. Hal ini dikarenakan

77
responden yang dijadikan penelitian lama rawatnya ada yang <7 hari.
Sedangkan secara teori lama rawat yang ideal adalah 7-10 hari
(Nursalam, 2010). Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian
Noviandi (2008) yang mengatakan semakin lama klien dirawat maka
semakin banyak klien tersebut mendapatkan terapi pengobatan dan
perawatan, sehingga klien akan mampu menilai realitas. Klien yang
tidak mendapatkan kunjungan keluarga sebanyak 11 orang (55%), lebih
banyak dari klien yang mendapatkan kunjungan keluarga. Penelitian
yang dilakukan oleh Fajarwati (2013), menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara kunjungan keluarga terhadap kekambuhan klien
gangguan jiwa. Hasil penelitian Fajarwati menunjukkan bahwa klien
yang kurang mendapatkan kunjungan keluarga menyebabkan
kekambuhan gangguan jiwa yang dialami klien tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting
dalam berpartisipasi dalam kesembuhan klien dengan gangguan jiwa.
Berapa kali masuk rumah sakit juga menjadi faktor penyebab tidak
adanya pengaruh kunjungan keluarga terhadap kemampuan menilai
realita. Hal bisa dikarenakan kurang adanya kesatuan pendapat antara
pihak keluarga dengan petugas kesehatan dalam proses perawatan
(Keliat, 2015).

D. Keterbatasan Penelitian

78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda
didapatkan tidak adanya pengaruh faktor umur terhadap kemampuan
menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai signature atau
probabilitas sebesar 0,530, yang nilainya lebih besar dari nilai 0,05.
2. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda
didapatkan adanya pengaruh faktor pendidikan terhadap kemampuan
menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai signature atau
probabilitas sebesar 0,048, yang nilainya lebih kecil dari nilai 0,05.

79
3. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda
didapatkan tidak adanya pengaruh faktor SPTK terhadap kemampuan
menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai signature atau
probabilitas sebesar 0,261, yang nilainya lebih besar dari nilai 0,05.
4. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda
didapatkan tidak adanya pengaruh faktor TAK terhadap kemampuan
menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai signature atau
probabilitas sebesar 0,092, yang nilainya besar dari nilai 0,05.
5. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji regresi linier berganda
didapatkan tidak adanya pengaruh faktor kunjungan keluarga terhadap
kemampuan menilai realita, di mana hal ini dibuktikan dengan nilai
signature atau probabilitas sebesar 0,359, yang nilainya besar dari nilai
0,05.
6.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan tambahan
kepustakaan dalam penelitian, selanjutnya dapat digunakan sebagai data
dasar jika suatu saat akan dilakukan penelitian tentang hal yang sama
atau yang terkait. Selain itu, diharapkan bagi Institusi Pendidikan untuk
lebih meningkatkan praktik statistik analisis data bagi mahasiswa dalam
memahami statistik, agar mahasiswa tidak hanya mengetahui secara teori
tetapi juga dapat mengaplikasikannya dalam melakukan penelitian.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan


Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau
perbandingan dalam memberikan dan meningkatkan mutu dan kualitas
asuhan keperawatan, khususnya dalam memberikan intervensi pada
asuhan keperawatan dalam bidang keperawatan jiwa. Selain itu, hasil
penelitian ini juga dapat dijadikan bahan dasar atau perbandingan untuk

80
tindakan untuk meningkatkan kemampuan menilai realita pada klien
dengan waham.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
wawasan, pengetahuan, pengalaman dan bahan tambahan atau data dasar
untuk penelitian selanjutnya, khususnya tentang intervensi terhadap
tindakan keperawatan dalam meningkatkan kemampuan menilai realita
pada klien dengan waham.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta
Era Zana Nisa (2012). Jurnal penelitian tentang Pengaruh Pelaksanaan
Komunikasi Terapeutik pada Pasien Waham Terhadap Kemampuan Menilai
Realita di Rumah Sakit Jiwa Provsu Medan: Universitas Sumatra Utara. Di

81
akses pada tanggal 19 januari 2015; 22.00
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31777/7/Cover.pdf

Fitria, Nita. (2010). Prinsip Dasat Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan san
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika
Fajarwati kiki, DKK (2013). Jurnal Penelitian Hubungan Kunjungan Keluarga
Terhadap Kekambuhan Klien Gangguan Jiwa Di Ruang Intermediate
Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. STIKES Nani
Makassar
Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM
SPSS 19. Semarang: Universitas Diponegoro
Hastono, Sutarito Priyo. (2007). Analisis Data Kesehatan. Jakarta: FKM UI
Hawari, D. (2003). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Hawari, D. (2006). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Gaya Baru
Hidayat, Aziz A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta : Salemba medika
Irianto, Agus. (2009). Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Keancana
Prenada Media Group
Janie, Dyah Nirmala Arum. (2012). Statistik Deskritif dan Regresi Linier
Berganda dengan SPSS. Semarang: Semarang Universty Press
Keliat, B.A. dkk (2005). Modul Basic Course Community Health Nursing.
Jakarta: FIK UI
Keliat, B.A, Panjaitan, R.U., & Helena, N.(2006). Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa. Edisi 2. Jakarta: EGC
Keliat, B.A. & Akemat. (2009). Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC
Keliat, Budi Anna dan Akemat Pawirowiyono. (2015). Keperawatan Jiwa: Terapi
Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(Basic Course). Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Maslim, Rusdi. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya
Nasir, & Muhith. (2011). Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba
Medika
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2006). Pusat Promosi Kesehatan. Jakarata: Depkes RI

82
Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta
Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineke Cipta.
Nursalam. (2007). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Potter, P.A, Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.

Purba dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial
dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
Purwaningsih, dkk. 2009. Asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika

Siswanto., susila., & suyanto .(2013), Metodologi Penelitian Kesehatan dan


Kedokteran. Yogyakarta : Bursa Ilmu

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Aplikasi dalam praktik.


Jakarta : EGC

Stuart, Gail. W. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Trini Puji Lestari, dkk. (2014). Penelitian tentang Gambaran perilaku pasien
dengan waham paranoid di unit intermediate rumah sakit jiwa dr. Soeharto
heerdjan jakarta barat. Diakses pada tanggal 19/01/2016; 22.30 WIB.
file:///C:/Users/User/Downloads/ARTIKEL%20ILMIAH%20TRINI
%20PUJI%20LESTARI%20(1).pdf

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

WHO. 2015. Mental Disorders.


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/ . Diakses tanggal 6
Januari 2016, pukul 17.00 WIB

Wiramihardja, S.A. (2007). Pengantar Psikologis Klinis (Edisi Revisi. Bandung:


PT Refika Aditama.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.

83

Anda mungkin juga menyukai