Anda di halaman 1dari 12

Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar di kelas sebagai upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Metode ceramah.
Dalam metode ceramah proses belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru umumnya
didominasi dengan cara ceramah.
Dalam pembelajaran Pendidikan Teknologi Dasar (TIK), ada beberapa motode yang umum
digunakan, diantaranya adalah :
a. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan mengahasilkan
pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan siswa memahami materi tersebut. Metoda Tanya
Jawab akan menjadi efektif
bila materi yang menjadi topik bahasan menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi
tinggi. Pertanyaaan yang diajukan bervariasi, meliputi pertanyaan tertutup (pertanyaan yang
jawabannya hanya satu kemungkinan) dan pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak
kemungkinan jawaban), serta disajikan dengan cara yang menarik.

b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara mengelola pembelajaran dengan penyajian materi melalui
pemecahan masalah, atau analisis sistem produk teknologi yang pemecahannya sangat
terbuka. Suatu diskusi dinilai menunjang keaktifan siswa bila diskusi itu melibatkan semua
anggota diskusi dan menghasilkan suatu pemecahan masalah.
Jika metoda ini dikelola dengan baik, antusiasme siswa untuk terlibat dalam forum ini sangat
tinggi. Tata caranya adalah sebagai berikut: harus ada pimpinan diskusi, topik yang menjadi
bahan diskusi harus jelas dan menarik, peserta diskusi dapat menerima dan memberi, dan
suasana diskusi tanpa tekanan.

c. Metode Pemberian Tugas


Metode pemberian tugas adalah cara mengajar atau penyajian materi melalui penugasan siswa
untuk melakukan suatu pekerjaan. Pemberian tugas dapat secara individual atau kelompok.
Pemberian tugas untuk setiap siswa atau kelompok dapat sama dan dapat pula berbeda.
Agar pemberian tugas dapat menunjang keberhasilan proses pembelajaran, maka: 1) tugas
harus bisa dikerjakan oleh siswa atau kelompok siswa, 2) hasil dari kegiatan ini dapat
ditindaklanjuti dengan presentasi oleh siswa dari satu kelompok dan ditanggapi oleh siswa
dari kelompok yang lain atau oleh guru yang bersangkutan, serta 3) di akhir kegiatan ada
kesimpulan yang didapat.

d. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu cara pengelolaan pembelajaran di mana siswa melakukan
aktivitas percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajarinya.
Dalam metode ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri
dengan mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan
menarik kesimpulan sendiri tentang obyek yang dipelajarinya. Di dalam TIK, percobaan
banyak dilakukan pada pendekatan pembelajaran analisis sistem terhadap produk teknik atau
bahan.
Percobaan dapat dilakukan melalui kegiatan individual atau kelompok. Hal ini tergantung dari
tujuan dan makna percobaan atau jumlah alat yang tersedia. Percobaan ini dapat dilakukan
dengan demonstrasi, bila alat yang tersedia hanya satu atau dua perangkat saja.

1
e. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara pengelolaan pembelajaran dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, benda, atau cara kerja suatu produk
teknologi yang sedang dipelajari. Demontrasi dapat dilakukan dengan menunjukkan benda
baik yang sebenarnya, model, maupun tiruannya dan disertai dengan penjelasan lisan.
Demonstrasi akan menjadi aktif jika dilakukan dengan baik oleh guru dan selanjutnya
dilakukan oleh siswa. Metoda ini dapat dilakukan untuk kegiatan yang alatnya terbatas tetapi
akan dilakukan terus-menerus dan berulang-ulang oleh siswa.

f. Metode Tutorial/Bimbingan
Metode tutorial adalah suatu proses pengelolaan pembelajaran yang dilakukan melalui proses
bimbingan yang diberikan/dilakukan oleh guru kepada siswa baik secara perorangan atau
kelompok kecil siswa. Disamping metoda yang lain, dalam pembelajaran Pendidikan
Teknologi Dasar, metoda ini banyak sekali digunakan, khususnya pada saat siswa sudah
terlibat dalam kerja kelompok.
Peran guru sebagi fasilitator, moderator, motivator dan pembimbing sangat dibutuhkan oleh
siswa untuk mendampingi mereka membahas dan menyelesaikan tugas-tugasnya
Penyelenggaraan metoda tutorial dapat dilakukan seperti contoh berikut ini:
- Misalkan sebuah kelas dalam bahan ajar Pengerjaan Kayu 2, jam pelajaran pertama
digunakan dalam bentuk kegiatan klasikal untuk menjelaskan secara umum tentang teori dan
prinsip.
- Kemudian para siswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membahas pokok bahasan yang
berbeda, selanjutnya dilakukan rotasi antar kelompok.
- Sementara para siswa mempelajari maupun mengerjakan tugas-tugas, guru berkeliling
diantara para siswa, mendengar, menjelaskan teori, dan membimbing mereka untuk
memecahkan problemanya.
- Dengan bantuan guru, para siswa memperoleh kebiasaan tentang bagaimana mencari
informasi yang diperlukan, belajar sendiri dan berfikir sendiri.
Perhatian guru dapat diberikan lebih intensif kepada siswa yang sedang mengoperasikan alat-
alat yang belum biasa digunakan.

Metode Pembelajaran Efektif


Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita
berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan
yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi.
Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu
vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan
harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di
bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.

Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro
dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat
orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya
dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-
masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi
kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.

2
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif,
setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan
mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk
menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus
dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat
diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok.
Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder),
pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan
peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing


Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.
Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan
kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu
yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan
permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan
pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi
atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah
pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat
laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat
menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran
yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah


Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna
bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi
penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi
siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang

3
berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data,
hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya
dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan
mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang
berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide
pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-
ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan
menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta
lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas
pada dua orang tersebut).

Picture and Picture


Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan /
diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-
gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:

4
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together


Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor
kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama
mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)


Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling
sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru
yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian
kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu
topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam
terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu
laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode
investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya
digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-
kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6
orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan
akademik.

b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum
yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.

c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus
melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para
siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah.
Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika

5
diperlukan.

d. Analisis dan sintesis


Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan
merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.

e. Penyajian hasil akhir


Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas
mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.

f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau
kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw

Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-
komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif
yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap
penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari
masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk
kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan
menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik
bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke
kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting
dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa.
Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh
materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus
menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)

Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif
yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan
reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT
memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:

1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan
dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat
penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang
disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan
pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari
6
prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih
mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang
didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari
pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu
akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan
presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru
membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya
dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.

5. Team recognize (penghargaan kelompok)


Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat
sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat
julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai
40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)


Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain
sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota
yang tahu
menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.

Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.

Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples


Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-
contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.

7
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan /
menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat
pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang
ingin dicapai.
7. Kesimpulan.

Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.

Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study


Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya
disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di
Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.

2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat
rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.

3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas
sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.

4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil


mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.

5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama
mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini
merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk
pembelajaran berikutnya.

6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan
seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan

8
pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)


Permasalah terbesar yang dihadapi para peserta didik sekarang (siswa) adalah mereka belum bisa
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dan bagaimana pengetahuan itu akan
digunakan. Hal ini dikarenakan cara mereka memperolah informasi dan motivasi diri belum
tersentuh oleh metode yang betul-betul bisa membantu mereka. Para siswa kesulitan untuk
memahami konsep-konsep akademis (seperti konsep-konsep matematika, fisika, atau biologi),
karena metode mengajar yang selama ini digunakan oleh pendidik (guru) hanya terbatas pada
metode ceramah. Di sini lain tentunya siswa tahu apa yang mereka pelajari saat ini akan sangat
berguna bagi kehidupan mereka di masa datang, yaitu saat mereka bermasyarakat ataupun saat di
tempat kerja kelak. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang benar-benar bisa memberi
jawaban dari masalah ini. Salah satu metode yang bisa lebih memberdayakan siswa dalah
pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning / CTL)

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan
kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan
muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan
agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah
dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang sehingga akan dihayati dan
diterapkan dalam tugas pekerjaan.

CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.

Menurut teori pembelajran kontekstual, pembelajaran terjadi hanya ketika siswa (peserta didik)
memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dapat terserap kedalam
benak mereka dan mereka mampu menghubungannya dengan kehidupan nyata yang ada di
sekitar mereka. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa pikiran secara alami akan mencari makna
dari hubungan individu dengan linkungan sekitarnya.

Berdasarkan pemahaman di atas, menurut metode pembelajaran kontekstual kegiatan


pembelajaran tidak harus dilakukan di dalam ruang kelas, tapi bisa di laboratorium, tempat kerja,
sawah, atau tempat-tempat lainnya. Mengharuskan pendidik (guru) untuk pintar-pintar memilih
serta mendesain linkungan belajar yang betul-betul berhubungan dengan kehidupan nyata, baik
konteks pribadi, sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, serta lainnya, sehingga siswa memiliki
pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif
pemahamannya.

Dalam linkungan seperti itu, para siswa dapat menemukan hubungan bermakna antara ide-ide
abstrak dengan aplikasi praktis dalam konteks dunia nyata; konsep diinternalisasi melalui
menemukan, memperkuat, serta menghubungkan. Sebagai contoh, kelas fisika yang mempelajari
tentang konduktivitas termal dapat mengukur bagaimana kualitas dan jumlah bahan bangunan
mempengaruhi jumlah energi yang dibutuhkan untuk menjaga gedung saat terkena panas atau
terkena dingin. Atau kelas biologi atau kelas kimia bisa belajar konsep dasar ilmu alam dengan
mempelajari penyebaran AIDS atau cara-cara petani bercocok tanam dan pengaruhnya terhadap
lingkungan.
Dengan menerapkan CTL tanpa disadari pendidik telah mengikuti tiga prinsip ilmiah modern
yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam semesta, yaitu:
1) Prinsip Kesaling-bergantungan,
2) Prinsip Diferensiasi, dan
9
3) Prinsip Pengaturan Diri.

Prinsip kesaling-bergantungan mengajarkan bahwa segala sesuatu di alam semesta saling


bergantung dan saling berhubungan. Dalam CTL prinsip kesaling-bergantungan mengajak para
pendidik untuk mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lainnya, dengan siswa-siswa,
dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip kesaling-bergantungan mengajak siswa
untuk saling bekerjasama, saling mengutarakan pendapat, saling mendengarkan untuk
menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari pemecahan masalah. Prinsipnya adalah
menyatukan pengalaman-pengalaman dari masing-masing individu untuk mencapai standar
akademik yang tinggi.

Prinsip diferensiasi merujuk pada dorongan terus menerus dari alam semesta untuk
menghasilkan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam CTL prinsip diferensiasi
membebaskan para siswa untuk menjelajahi bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-
masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri. Disini para siswa diajak untuk
selalu kreatif, berpikir kritis guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

Prinsip pengaturan diri menyatakan bahwa segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari
oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya.
Mereka menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif,
membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan
dengan kritis menilai bukti. Selanjutnya dengan interaksi antar siswa akan diperoleh pengertian
baru, pandangan baru sekaligus menemukan minat pribadi, kekuatan imajinasi, kemampuan
mereka dalam bertahan dan keterbatasan kemampuan.

Kembali ke konsep tentang CTL. Dalam pembelajaran kontekstual guru dituntut membantu
siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya adalah guru lebih berurusan dengan strategi dari
pada memberi informasi. Di sini guru hanya mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Kegiatan belajar mengajar (KBM) lebih
menekankan Student Centered daripada Teacher Centered. Menurut Depdiknas guru harus
melaksanakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari
oleh siswa. 2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian
secara seksama. 3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya
memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran
kontekstual. 4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari
dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka. 5)
Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan
refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.

Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran kontekstual harus
disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami,
Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.

MENGAITKAN: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru


menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal
siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup
harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang
terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka
peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap
permasalahan tersebut.

MENGALAMI: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti


belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan
pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat
memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.

10
MENERAPKAN: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat
bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan
masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.

KERJASAMA: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain
adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara
individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja
secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan.
Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten
dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat
berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim
tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa
mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.

MENTRASFER: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan
dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam
pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.

Menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontektual (CTL) memiliki tujuah


komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya
(Questioning), masyarakat-belajar (Learning Community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic). Adapaun penjelasannya sebagai berikut:

1. Konstruktivisme (constructivism). Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang


menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi
merupakan suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.

2. Menemukan (Inquiry). Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran


berbasis kontekstual Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi (observation),
bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hiphotesis), pengumpulan data (data gathering),
penyimpulan (conclusion).

3. Bertanya (Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari bertanya.
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual. Kegiatan bertanya
berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali pemahaman siswa, 3) membangkitkan
respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal
yang sudah diketahui siswa, 6) memfokuskan perhatian pada sesuatu yang dikehendaki guru, 7)
membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali
pengetahuan siswa.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community). Konsep masyarakat belajar menyarankan hasil


pembelajaran diperoleh dari hasil kerjasama dari orang lain. Hasil belajar diperolah dari
‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antar yang tau ke yang belum tau. Masyarakat belajar
tejadi apabila ada komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi
pembelajaran saling belajar.

5. Pemodelan (Modeling). Pemodelan pada dasarnya membahasakan yang dipikirkan,


mendemonstrasi bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan malakukan apa yang
guru inginkan agar siswanya melakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-
satunya model. Model dapat dirancang dengan ,elibatkan siswa dan juga mendatangkan dari luar.

6. Refleksi (Reflection). Refleksi merupakan cara berpikir atau respon tentang apa yang baru

11
dipelajari aau berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan dimasa lalu. Realisasinya
dalam pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi yang berupa
pernyataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu.

7. Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessment). Penialaian adalah proses pengumpulan


berbagai data yang bisa memberi gambaran mengenai perkembangan belajar siswa. Dalam
pembelajaran berbasis CTL, gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui guru agar
bisa memastikan bahwa siswa mengalami pembelajaran yang benar. Fokus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses
maupun hasil.

Kelebihan & Kekurangan Contextual Teaching and Learning

Kelebihan
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,
sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya
akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa
karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa
dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme
siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.

Kelemahan
1. Guru lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan
sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang
sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru
bukanlah sebagai instruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah
pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

2. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide–
ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi–strategi
mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan
bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang
diterapkan semula.

12

Anda mungkin juga menyukai