Anda di halaman 1dari 3

Ukuran Tahu dan Tempe di Bali Mengecil Lantaran Harga

Kedelai Naik
Senin, 16 Maret 2015 01:07 WIB

Tribun Bali/Lugas Wicaksono


Seorang pembuat tempe dan tahu mencuci kedelai dan menata tempe di belakang rumahnya, Kelurahan
Kampung Tinggi, Singaraja, Bali, Minggu (15/3/2015).

Laporan Wartawan Tribun Bali, Lugas Wicaksono


TRIBUNNEWS.COM, SINGARAJA - Pengusaha tahu dan tempe di
Singaraja, Bali, tetap menjalankan produksinya kendati harga kedelai naik karena
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Untuk mengurangi kerugian,
mereka terpaksa memperkecil ukuran tahu dan tempe.
Muhammad Said misalnya. Pembuat tahu dan tempe asal Kelurahan Kampung Tinggi,
Singaraja, Buleleng, Bali, itu memilih mengecilkan ukuran tahunya, menyusul harga
kedelai naik dari sebelumnya Rp 7.000 menjadi Rp 8.000 per kilogram. Ia mengaku
sebagian kedelai yang dijual di pasaran merupakan kedelai impor.
Pria yang sudah 15 tahun menjadi pembuat tempe itu mengaku tidak mungkin
menaikkan harga tempe dan tahu. Menurutnya, mahalnya harga dikhawatirkan dapat
membuat tempe dan tahu tidak laku.
"Kalau dimahalkan tidak ada yang membeli, nanti dikembalikan ke sini enggak bisa
dipakai lagi dan jika dibuang tambah merugi banyak," ujar Said kepada Tribun Bali,
Minggu (15/03/2015).
"Sebelumnya, satu bungkus tempe biasanya kami isi satu kilogram kedelai. Tapi
sekarang kami kurangi rata-rata dua ons. Tahu kami kurangi ukurannya sekitar satu
centimeter dari 10 sentimeter jadi sembilan sentimeter," ungkapnya.
Kenaikan harga kedelai juga mempengaruhi jumlah produksi. Jika sebelumnya setiap
hari Said mampu memproduksi tempe dan tahu dengan 150 kilogram kedelai, kini
hanya 80 kilogram kedelai saja.
"Sudah biasa seperti ini setiap kedelai naik. Pelanggan sudah paham juga karena
banyak di televisi beritanya kalau kedelai naik. Semoga harganya bisa kembali normal
biar kami bisa normal kembali," terangnya.

Harga kedelai naik jauh di atas patokan


Oleh : Arif Wicaksono

Senin, 26 Agustus 2013


06:58 WIB

JAKARTA. Pemerintah gagal menerapkan tata niaga kedelai. Walau pemerintah


sudah memerintahkan Bulog menjaga dan menyalurkan kedelai impor, termasuk
mematok harga jual kedelai ke perajin sebesar Rp 7.450 per kilogram (kg),
kenyataannya saat ini harga kedelai sudah mencapai Rp 9.000 per kg.

Harga kedelai yang tinggi tentu membuat perajin tahu tempe menjerit. Direktur Induk
Koperasi Tahu dan Tempe Indonesia (Inkopti), Aip Syarifuddin mengatakan,
kenaikan harga kedelai sebagai imbas anjloknya nilai tukar rupiah. "Senin lalu naik
Rp 500, Rabu Rp 150, dan Jumat Rp 200, jadi dalam waktu dekat kenaikan sudah
Rp 850- Rp 1.000 per kg," katanya akhir pekan lalu.
Dengan kenaikan tesebut, kini harga kedelai impor bervariasi antara Rp 8.500–Rp
8.700 per kg dari sebelumnya Rp 6.000–Rp 7.000 per kg. Bahkan di Cilacap Jawa
tengah, harga kedelai mencapai Rp 9.000 per kg.

Oleh karena itu, Aib meminta pemerintah mengambil kebijakan lain untuk menekan
harga kedelai. Misalnya dengan membebaskan bea masuk yang saat ini 5%.

Seperti kita ketahui, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres)


Nomor 32 tahun 2013 yang menugaskan Bulog menjaga pasokan dan harga kedelai
impor. Menteri Perdagangan juga mengeluarkan peraturan (Permendag) Nomor 26
Tahun 2013 tentang harga pembelian dan penjualan (HPP) kedelai. Dalam aturan
itu harga pembelian kedelai petani dipatok Rp 7.000 per kg dan harga jual ke perajin
tahu dan tempe Rp 7.450 per kg.

Menurut Aip, kebutuhan kedelai dalam negeri tahun ini naik hingga menjadi 2,7 juta
ton, dari tahun lalu yang hanya 2,4 juta ton. Dari jumlah ini, perajin tahu dan tempe
membutuhkan pasokan 1,8 juta ton. Adapun dari total kebutuhan kedelai tahun ini,
sebanyak 850.000 ton dipasok lokal, sisanya impor.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemdag, Bachrul Chairi menyakinkan


bahwa stok kedelai aman. Pemerintah memastikan ada stok kedelai 300.000 ton
untuk memenuhi kebutuhan dua bulan ke depan. Oleh karena itu dia meminta
perajin tahu tempe tidak panik.

Pasokan 300.000 ton kedelai didapat dari 14 importir. Sebanyak 149.209 ton masih
dalam proses impor dan 156.333 ton lainnya dalam pengapalan, sehingga
ditargetkan tiba akhir Agustus ini. Pasokan itu untuk menjaga kebutuhan September
dan Oktober.

Untuk sampai akhir tahun ini, dalam satu minggu ke depan Kemdag akan merilis
surat persetujuan impor (SPI) bagi 19 perusahaan importir kedelai. Selain impor ada
potensi panen kedelai lokal sebesar 5.100 ton pada Agustus dan September.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina menambahkan, harga


jual kedelai naik lantaran nilai tukar rupiah melemah terhadap dollar Amerika Serikat.
"Jika dihitung nilai tukar rupiah terhadap dollar Rp 11.000, importir masih untung jika
menjual kedelai Rp 7.700 per kg, karena harga ditingkat global turun," ujarnya.

Editor : Barratut Taqiyyah

Anda mungkin juga menyukai