Anda di halaman 1dari 25

CASE REPORT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS

PEMBIMBING :

dr. Evi Handayani, Sp.THT-KL

DISUSUN OLEH :

Mutiara Sukma, S.Ked

NIM : 1102013191

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR DRADJAT PRAWIRANEGARA


SERANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

JULI 2018

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan case report
yang berjudul “Otitis Media Supuratif Kronis” dengan baik dan tepat waktu.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI di Rumah Sakit Umum Daerah dr Dradjat Prawiranegara Serang. Di samping
itu, case report ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
glaukoma sudut terbuka.

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–


besarnya kepada dr. Evi Handayani, Sp.THT-KL selaku pembimbing dalam
penyusunan referat ini di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan (THT) di Rumah Sakit Umum Daerah dr Dradjat Prawiranegara Serang.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan–rekan anggota Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Rumah Sakit Umum
Daerah dr Dradjat Prawiranegara Serang, serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa case report ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar–besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Serang, Juli 2018

Penulis

Mutiara Sukma

2
BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP)
atau dalam sehari-hari sering disebut congek. Yang disebut otitis media supuratif
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul, sekret mungkin encer atau
kental(1)

Perforasi membrana timpani dapat disebabkan perubahan tekanan mendadak –


barotrauma, trauma ledakan, atau karena adanya benda asing dalam liang telinga
( aplikator berujung kapas, ujung pena, klip kertas, dll.) Gejala nya antara lain nyeri,
sekret berdarah dan gangguan pendengaran (“suara-suara terdengar seperti saya
sedang berada dalam tong”)

Kejadian OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa, jenis
kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek). ISPA yang tidak tertanggulangi dengan
baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan
peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan
kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut
menjadi OMSK.

OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat
bersifat aktif (keluar cairan) atau tidak aktif (tenang). Penatalaksanaan OMSK dapat
berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama
untuk mencegah komplikasi. Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang
berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat
disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta
penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe
bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK
antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran.(8)

3
BAB II

STATUS PASIEN

Tanggal : 24 Juli 2018

No. Registrasi : 00.20.80.23

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. K
 Umur : 50 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Suku : Jawa
 Agama : Islam
 Alamat : Rau Timur
 Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Juli 2018 pukul 11.50
WIB

Keluhan Utama :

Telinga kiri mengeluarkan cairan jernih yang dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan
sebelum datang ke rumah sakit, yang lama-lama dirasakan menjadi kekuningan dan
berbau.

Keluhan Tambahan :

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik THT RSDP Serang dengan keluhan telinga kiri
mengeluarkan cairan jernih yang dirasakan sejak kurang lebih sejak 2 bulan sebelum
pasien kontrol ke poliklinik THT saat ini untuk ke 4 kalinya. Pasien mulai merasakan
keluhan tersebut 1 bulan sebelum pertama kali datang ke poliklinik THT RSDP untuk
konsultasi ke dokter THT. Keluhan keluarnya cairan jernih dari telinga kiri tersebut
lama-lama dirasakan menjadi berwarna kekuningan dan berbau tidak sedap. Sebelum
keluhan timbul, pasien mengatakan sering menderita batuk dan pilek yang hilang
timbul selama 3 bulan kebelakang sebelum datang ke RS. Keluhan lainnya seperti

4
nyeri pada telinga kiri dan demam disangkal oleh pasien, pasien juga menyangkal
adanya gangguan pendengaran setelah keluhan tersebut dirasakan. Pasien menyangkal
adanya riwayat trauma dan kebiasaan berenang sebelum keluhan terjadi, namun
pasien mengatakan sempat mencoba membersihkan telinga dengan cotton bud
berulang kali pada telinga kiri karena sebelumnya terasa gatal hingga kemudian
pasien mulai merasakan keluhan keluarnya cairan dari telinga kiri.

Pasien mengatakan sudah 4 kali datang ke poliklinik THT RSDP dan diberikan
beberapa macam obat tetes telinga namun keluhan tak kunjung mereda hingga kontrol
ke 3 kalinya. Saat ini pasien mulai merasakan cairan yang keluar dari telinga kiri dan
rasa gatal mulai berkurang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya

- Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun alergi terhadap jenis makanan
tertentu

- Riwayat Diabetes Mellitus, Hipertensi dan Penyakit lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Frekuensi nadi : 68x/menit

Frekuensi nafas : 17x/menit

Suhu : 36˚ C

5
B. STATUS THT

Pemeriksaan telinga

Pemeriksaan Komponen Dextra Sinistra


Bentuk telinga Normal Normal
luar
Daun telinga Normotia Normotia
Retroaurikuler Normal Normal
Daun Telinga Radang - -
Nyeri Tarik - -
Nyeri Tekan - -
Tragus
Warna Merah Merah muda
Hiperemis - +
Dinding Edema - -
Liang
Telinga Massa - -
Serumen + -
Warna - Kuning
kehijauan
Sekret Jumlah - Sedikit
Konsistensi Lunak Lunak

Membran Warna Pucat Pucat, dengan


Timpani perforasi
sentral
Cone of light (+) di arah pukul 5 -
Bulging - -
Tidak utuh Retraksi - -
Perforasi - (+) di sentral
Rinne (256 Hz) + +
Rinne (512 Hz) + +
Tes Garpu Rinne ( 1024 - -
Tala Hz)

Weber Tidak ada lateralisasi


Schwabach Sama dengan pemeriksa
Tes berbisik + +
Kesimpulan Normal Normal

Audiogram Tidak dilakukan

6
Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan Komponen Dextra Sinistra


Bentuk Hidung Normal
Deformitas - -
Hidung Nyeri Tekan - -
Dahi - -
Pipi - -
Krepitasi - -

Sinus Paranasal

Inspeksi : Tidak ada tanda radang, trauma, sikatrik, massa

Pemeriksaan Dextra Sinistra


Nyeri tekan - -
Nyeri ketuk - -

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Dextra Sinistra

Vestibulum Lapang Lapang

Konka Inferior Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis

Konka Media Eutrofi, tidak hiperemis Eutrofi, tidak hiperemis

Konka Superior Tidak terlihat Tidak terlihat

Meatus Nasi Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan

Kavum Nasi Tidak Ada Kelainan Tidak Ada Kelainan

Mukosa Tidak Hiperemis Tidak Hiperemis

Sekret - -

Septum Tidak Ada Deviasi Tidak Ada Deviasi

Pemeriksaan Orofaring dan Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dextra Sinistra


Simetris/Tidak Simetris Simetris
Palatum mole Warna Merah muda Merah muda
dan

7
Arkus faring Edema - -
Bercak/eksudat - -
Permukaan Warna Merah muda Merah muda
Faring Permukaan Licin Licin
Ukuran T1 T1

Warna Merah muda Merah muda


Permukaan Licin Licin
Tonsil Muara kripta Tidak Tidak
Melebar Melebar
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan - -
dengan pilar
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema - -
Abses - -
Gigi Karies/radiks - -
Warna Merah muda Merah muda
Lidah Bentuk Normal Normal
Massa - -

Pemeriksaan Laring ( Laringoskopi indirek)

Pemeriksaan tidak dilakukan

Pemeriksaan Keterangan
Epiglotis Tidak dinilai
Aritenoid Tidak dinilai
Ventrikular band Tidak dinilai
Plica vocalis Tidak dinilai
Subglotis Tidak dinilai
Sinus Piriformis Tidak dinilai
Valekula Tidak dinilai

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher: Tidak terdapat pembesaran KGB


daerah colli

RESUME

8
Pasien datang ke poliklinik THT RSDP Serang dengan keluhan telinga kiri
mengeluarkan cairan jernih yang dirasakan sejak kurang lebih sejak 2 bulan sebelum
pasien kontrol ke poliklinik THT saat ini untuk ke 4 kalinya. Pasien mulai merasakan
keluhan tersebut 1 bulan sebelum pertama kali datang ke poliklinik THT RSDP untuk
konsultasi ke dokter THT. Keluhan keluarnya cairan jernih dari telinga kiri tersebut
lama-lama dirasakan menjadi berwarna kekuningan dan berbau tidak sedap. Sebelum
keluhan timbul, pasien mengatakan sering menderita batuk dan pilek yang hilang
timbul selama 3 bulan kebelakang sebelum datang ke RS. Keluhan lainnya seperti
nyeri pada telinga kiri dan demam disangkal oleh pasien, pasien juga menyangkal
adanya gangguan pendengaran setelah keluhan tersebut dirasakan. Pasien menyangkal
adanya riwayat trauma dan kebiasaan berenang sebelum keluhan terjadi, namun
pasien mengatakan sempat mencoba membersihkan telinga dengan cotton bud
berulang kali pada telinga kiri karena sebelumnya terasa gatal hingga kemudian
pasien mulai merasakan keluhan keluarnya cairan dari telinga kiri. Pasien mengatakan
sudah 4 kali datang ke poliklinik THT RSDP dan diberikan beberapa macam obat
tetes telinga namun keluhan tak kunjung mereda hingga kontrol ke 3 kalinya. Saat ini
pasien mulai merasakan cairan yang keluar dari telinga kiri dan rasa gatal mulai
berkurang.

Pada pemeriksaan otoskop ditemukan dinding liang telinga kiri hiperemis dengan
sekret berwarna kuning kehijauan. Membran timpani utuh pada telinga kanan dan
perforasi sentral pada telinga kiri. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran dengan
menggunakan penala (Rinne, Weber, Schwabach) dapat disimpulkan bahwa
pendengaran pasien normal pada kedua telinga. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tidak ditemukan kelainan.

IV. DIAGNOSIS KERJA

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) Auricula Sinistra Aktif Tipe Benigna

Dasar yang mendukung :

- Keluhan pada telinga kiri keluar cairan berwarna jernih yang lama-lama menjadi
kekuningan dan berbau.

- Sebelumnya pasien mempunyai kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud.

9
- Pasien juga mengeluhkan sebelumnya mengalami batuk dan pilek yang cukup sering
berulang.

- Pada otoskopi, ditemukan sekret pada telinga kiri berwarna kuning kehijauan dan
adanya serumen pada telinga kanan yang minimal dengan konsistensi yang lunak.

- Membran timpani pada telinga kiri tidak intak (perforasi) pada bagian sentral

- Pada pemeriksaan dengan menggunakan tes penala (Rinne, Weber, Schwabach)

didapatkan pendengaran normal.

V. DIAGNOSIS BANDING

- Otitis Media Sub-Akut

- Otitis Media Supuratif Kronis Maligna

VI. RENCANA PENATALAKSANAAN

Non Medikamentosa :

- Konsumsi obat secara teratur


- Menjaga higiene telinga

- Tidak mengorek-ngorek telinga secara sembarangan

- Menjaga agar lubang telinga tidak kemasukan air

Medikamentosa

R/ H2O2 (20 cc); 3 x 5 tetes/hari ADS

R/ Ofloxacin solution 0,3% (Tarivid Otic®) fl.I; 3 x 2 tetes/hari ADS

R/ Loratadine 10 mg + Metylprednisolon 8 mg

→ 10 kapsul; 2 x 1 kapsul/hari

R/ Cefixime; 2 x 1 tablet (100 mg)/hari selama lima hari

R/ Paracetamol; 3 x 1 tablet (500 mg)/hari selama tiga hari

10
VII. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
- Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat (bila perlu)

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad sanationam : Dubia ad Malam

Ad fungtionam : Dubia ad Malam

11
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI TELINGA(2)

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

TELINGA LUAR

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan
duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½- 3
cm.

Pada sepertiga bagian luar liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat
terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam sedikit
dijumpai kelenjar serumen.

TELINGA TENGAH

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:

- batas luar : membran timpani


- batas depan : tuba eustachius
- batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
- batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
- batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars

12
flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut


sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5 untuk membran
timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa
kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak cahaya
mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius.

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah


dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-
belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani.

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari


luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada
tingkap lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.

Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat
aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum
mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah.

TELINGA DALAM

Terdiri dalam terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak

13
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan


membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa, sedangkan
skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut
dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

Ear Diagram(3):

II. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.1 Definisi(7)

14
Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga
tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik
sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan. Otitis media
supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya
kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini
biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala
penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini
dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah
yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi
pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan
kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung.

2.2 Epidemiologi(7)

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga yang
memiliki prevalensi tinggi dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di
negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%,
dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan
prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari
1%. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran,
Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak
penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga
tengah terbanyak adalah OMSK.

2.3 Etiologi

Infeksi kronis telinga tengah cenderung disertai sekret purulen. Proses infeksi ini
sering disebabkan oleh infeksi campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik
yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini dan berasal dari meatus
acusticus externus, kadang berasaldari nasofaring melalui tuba Eustachius saat
infeksi saluran nafas atas. Hasil penelitian di bagian THT FKUI/RSCM ditemukan
kuman OMSK dengan kolesteatoma dari operasi radikal mastoidektomi. Di

15
RSCM dari Januari sampai April 1996 didapat kuman aerob yang paling sering
ditemukan Proteus mirabilis (58,5%), sedangkan Pseudomonas (31,5%).
Sedangkan OMSK tanpa kolesteatoma kuman aerob yang tersering
adalah Pseudomonas aeruginosa (22,46%), Staphylococcus (16,33%). Namun
secara umum, kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK di Indonesia
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp (Proteus mirabilis) 20%
dan Staphylococcus aureus 25%. Mikroorganisme lain yang juga dapat
menyebabkan OMSK adalah Escherichia coli, Aspergillus, Streptococcus
haemolyticus, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes, Klebsiella sp, Bacteroides
fragilis, Haemophilus influenzae, Micrococcus catarrhalis,
Clostridium perfringens serta beberapa jenis virus. Diantara mikroorganisme
tersebut, Pseudomonas aeruginosa yang paling dicurigai menyebabkan destruksi
progresif dari telinga tengah dan mastoid.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif


menjadi kronis sangat majemuk, antara lain(1):
1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat:
-Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang

Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran


bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui
tuba eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari
meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas
aeruginosa, B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme dari nasofaring
diantaranya Streptococcus viridans(Streptococcus A hemolitikus,Streptococcus
Bhemolitikus)dan Pneumococcus.

-Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total.


2. Perforasi membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya
pada telinga tengah.
4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini
dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan
granulasi atau timpanosklerosis.
5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di
mastoid.

16
6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan
mekanisme pertahanan utuh.

2.4 Klasifikasi(8)

OMSK dibagi menjadi 2 tipe, yaitu benigna dan maligna.


1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi
saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel
skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel,
metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang
jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
1.1. Penyakit aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang
dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid
sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai
perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang
telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang
luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakankonservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan
atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang
berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.

1.2. Penyakit tidak aktif


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai sepertivertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

17
1.Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.
2.Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.
3.Mandi dan berenang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi.
4.Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.
5.Otitis media supuratif akut yang berulang.
Pada tipe aman/ mukosa/ benign tidak ditemukan adanya kolesteatoma, hanya
terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Letak perforasi
terutama pada bagian sentral , umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya.

Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang


Pada OMSK tipe maligna/ atikoantral/ ganas/ tidak aman/ tipe tulang ini
ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Perforasi pada OMSK tipe bahaya
letaknya di marginal atau atik, kadang-kadang dengan perforasi subtotal dengan
kolesteatoma. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan
khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin
sampai menghasilkan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial
yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe
yaitu :
a. Kolesteatoma kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang dari membran tympani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatoma lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan
parese fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

18
b. Kolesteatoma didapat
1. Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi dari
membran timpani terutama terjadi pada daerah atik atau pars flaksida
karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan fungsi
tuba.

2. Secondary acquired cholesteatoma.


Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan
kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi
marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal
aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi
membran tympani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.(1)
Berdasarkan letak perforasi, terdapat 3 tipe perforasi membran tympani, yaitu:

1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior.
Seluruhtepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. Perforasi ini
biasa terjadi pada OMSK tipe benigna.

19
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran tympani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma.
Dapat ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe maligna.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
Dapat ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe maligna.

2.5_Patofisiologi(1)

Otitis media supuratif kronik sering merupakan penyakit kambuhan daripada


menetap. Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada
berdasarkan keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan
karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek
kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Secara umum
gambaran yang ditemukan adalah :

1. Terdapat perforasi membran timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat


bervariasi mulai dari 20% luas membran timpani sampai seluruh membran dan
terkenanya bagian-bagian dari anulus.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan


tampak normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau
metaplasia mukosa menjadi epitel transisional.

3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya


infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis
karena penyakit trombotik pembuluh darah mukosa yang memperdarahi inkus
ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi
pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah dalam, sehingga arkus stapes
dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis
tetapi disebabkan oleh terbentuknya enzim osteolitik atau kolagenase dalam
jaringan ikat subepitel

20
Bentuk otitis media akut yang berat juga dapat mengakibatkan terjadinya daerah –
daerah osteitis atau osteomielitis dinding atau septa mastoid. Lama kelamaan akan
menyebabkan keluarnya cairan purulen, bau yang terus menerus atau sekuestrasi
tulang.

2.6_Diagnosis(4)

Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama
pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana
untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan
derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada
murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem
evoked response audiometry) bagi pasien/anak yang tidak kooperatif dengan
pemeriksaan audiometri nada murni.

Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji
resistensi kuman dari sekret telinga.

2.7 Terapi (5)

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang.
Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara
lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi
membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan
dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus
paranasal, (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga
mastoid, dan (4) gizi dan higiene yang kurang.

Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga,
berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi
dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika
dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual
di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang ototoksik. Oleh sebab itu penulis
menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus
selama 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral
diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi

21
terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang
dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan
ampisilin asam klavulanat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini
bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya
infeksi berulang maka, sumber infeksi tersebut harus diobati terlebih dahulu.
Mungkin juga perlu dilakukan pembedahan misalnya adenoidektomi atau
tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah
dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler,
maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi

2.8 Prognosis(9)

Pasien dengan OMSK mempunyai prognosis yang baik bila mempunyai


respek untuk mengontrol infeksi. Penyembuhan yang berhubungan dengan
kehilangan pendengaran bervariasi tergantung pada sebabnya. Conductive hearing
loss sering dapat diperbaiki sebagian dengan pembedahan. Tujuan dari
penatalaksanaan adalah untuk menyediakan telinga yang aman bagi pasien.

Banyak morbiditas OMSK datang dari yang berhubungan dengan conductive


hearing loss dan stigma sosial atas sering keluarnya cairan berbau busuk dari
telinga yang terkena. Mortalitas OMSK meningkat dari yang berhubungan dengan
komplikasi intrakranial. OMSK sendiri bukan penyakit yang fatal. Meskipun
beberapa penelitian melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai
komplikasi dari OMSK.

22
BAB IV

DISKUSI

Dalam kasus di atas kita mendapatkan bahwa penyakit Otitis Media


Supuratif Kronik (OMSK) yang dikeluhkan oleh pasien disebabkan karena
kebiasaan pasien untuk mengorek-ngorek telinganya secara sembarangan dengan
menggunakan cotton bud sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pasien
mengatakan keluhan baru timbul setelah kebiasaan mengorek telinga tersebut
dilakukan oleh pasien.

Untuk membantu penegakkan diagnosis pada Ny. K ini kita melakukan


pemeriksaan otoskop dan tes penala pada kedua telinga pasien sebagai tes saringan
untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pendengaran pada pasien. Pada
pemeriksaan otoskop ditemukan, dinding liang telinga kiri hiperemis dengan sekret
berwarna kuning kehijauan. Inspeksi membran timpani tidak intak dengan perforasi
sentral pada telinga kiri dan intak pada telinga kanan. Pada pemeriksaan fungsi
pendengaran dengan menggunakan penala dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki
pendengaran yang normal. Tetapi untuk lebih memastikan hal ini kita perlu
melakukan pemeriksaan audiometri karena subjektifitas pada pemeriksaan tes penala
cukup tinggi, baik pada pasien maupun pada pemeriksa.

23
BAB V

KESIMPULAN

Salah satu penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi yang bisa
diakibatkan oleh beberapa faktor seperti higiene telinga yang buruk, riwayat
kebiasaan mengorek-ngorek telinga, sistem imunitas tubuh yang rendah, dan terapi
yang terlambat atau tidak adekuat.

Pada bentuk penyakit OMSK yang lebih berat, komplikasi penyakit ini bisa
bermanifestasi di telinga tengah dalam bentuk perforasi membran timpani persisten
dan erosi tulang pendengaran. Akibat infeksi telinga tengah hampir selalu berupa tuli
konduktif. Pada membran timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang
pendengaran terputus, akan menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat
tuli konduktif tidak selalu berhubungan dengan penyakitnya sebab jaringan patologis
yang terdapat di kavum timpani pun dapat menghantar suara ke telinga dalam. Di
telinga dalam bisa bermanifestasi dalam bentuk fistula labirin dan tuli sensorineural.
Sedangkan komplikasi terberat bisa bermanifestasi ke susunan saraf pusat seperti
meningitis, abses otak, sampai meningoensefalitis. Oleh karena itu, diagnosis dini dan
terapi yang efektif serta adekuat merupakan suatu keharusan untuk mencegah
komplikasi penyakit ini dan kesembuhan bagi pasien itu sendiri.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13.
Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. P392-5

2. Damayanti S, Retno W. Sumbatan Hidung. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 10-13.

3. Figure Of Ear. Available from:


http://fisiologikedokteran.files.wordpress.com/2009/11/anatomy_ear3.gif
Accessed on: July 25, 2018

4. Endang M, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 69-70.

5. Endang M, Retno W, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. p 71-72.

6. Otitis Media Supuratif Kronik. Updated December 7, 2007. Available from :


http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13 Accessed on: July
25, 2018

7. Tinjauan OMSK. Available from : http://www.scribd.com/doc/48785845/Case-


Report-Session-OMSK-Tipe-Benigna Accessed on: July 24, 2018

8. OMSK. Available from: http://www.scribd.com/doc/60032661/OMSK

Accessed on: July 24, 2018

9. Parry D. Chronic Suppurative Otitis Media. Updated October 13, 2011. Available
from:http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview. Accessed on:
July 20, 2018.

25

Anda mungkin juga menyukai