Anda di halaman 1dari 9

UJME 5 (1) (2016)

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujme

ANALISIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS X


DALAM PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING BERDASARKAN
GAYA BELAJAR SISWA

Z. Rofiqoh , Rochmad, A.W. Kurniasih


Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
Gedung D7 Lt.1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang bertujuan untuk memperoleh
Sejarah Artikel: deskripsi kemampuan pemecahan masalah siswa kelas X berdasarkan gaya
Diterima Agustus 2015 belajar siswa dalam pembelajaran discovery learning. Subjek penelitian deskriptif
Disetujui Agustus 2015 kualitatif ini adalah siswa kelas X MIA 3 MAN 2 Kudus. Pengumpulan data
Dipublikasikan Maret 2016 dilakukan melalui angket gaya belajar menurut Kolb, tes kemampuan pemecahan
masalah, dan pedoman wawancara. Analisis seluruh data dilakukan dengan
langkah-langkah: reduksi data, penyajian data, verifikasi, triangulasi, dan
kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan: 1) siswa converger paling banyak
Kata kunci: jumlahnya di kelas X MIA 3, 2) siswa converger, diverger, accommodator, dan
Analisis; assimilator memahami masalah dengan mengetahui apa yang diketahui dan
Kemampuan Pemecahan ditanyakan serta menjelaskan masalah dengan kalimat sendiri. Mereka membuat
Masalah; rencana dengan menyederhanakan masalah, mencari subtujuan, membuat
Discovery Learning; eksperimen dan simulasi, serta mengurutkan informasi. Mereka melaksanakan
Gaya Belajar. rencana dengan mengartikan masalah dalam bentuk matematika dan
melaksanakan strategi selama penghitungan berlangsung. Siswa converger dan
assimilator melihat kembali tanpa mengecek penghitungan yang terlibat, siswa
diverger tidak melihat alternatif penyelesaian yang lain dan tidak mengecek
penghitungan yang terlibat, siswa accommodator mempertimbangkan bahwa solusi
yang diperoleh logis, bertanya kepada diri sendiri apakah pertanyaan sudah
terjawab, mengecek penghitungan yang dilakukan, membaca kembali pertanyaan,
dan menggunakan alternatif penyelesaian yang lain.

Abstra
This article is written based on the result of research which is aimed to obtain a
description about 10th grade student’s problem solving ability according to learning
style in discovery learning. The subject of this descriptive qualitative research is
students' of X MIA 3 at Islamic State Senior High School 2 Kudus. The data
collection is done by using the Kolb's learning style questionnaire, problem solving
ability test, and interview manual. The analysis is done by : data reduction, data
display, triangulation, verification, and conclusion drawing. The result shows
that: (1) converger is the most found learning style in the X MIA 3, (2) converger,
diverger, accommodator, and assimilator students understand the problem by
knowing what is asked and given, and explaining problems by their words. They
devise a plan by simplifying problems, looking for subgoal, making experiment
and simulation, and arranging information. They carry out the plan by
interpreting problems in mathematical forms and performing strategy during
calculation. In looking back, converger and assimilator students did not check all
the calculation, diverger students did not look to alternative solution and did not
check the calculation, and accommodator students consider the solution obtained
is logical, ask themself whether the question is answered, check the calculation,
read again the question, and use alternative solution.
 Alamat korespondensi: © 2016 Universitas Negeri Semarang
E-mail: z.rofiqoh94@gmail.com p-ISSN 2252-6927
e-ISSN 2460-5840
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

PENDAHULUAN belajar mengajar (Prasad, 2011). Selain itu,


Menurut NCTM dalam Nugraheni, et model pembelajaran discovery learning juga
al. (2014), salah satu tujuan mendasar dalam memberikan hasil yang lebih baik pada
belajar matematika adalah siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah siswa
kemampuan pemecahan masalah. Suherman, (Effendi, 2012). Meskipun demikian,
dkk dalam Utami, et al. (2014), menyatakan pembelajaran di kelas tentunya banyak
bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti gaya
dari kurikulum matematika yang sangat penting belajar, kecemasan matematika, kurangnya rasa
karena dalam proses pembelajaran maupun percaya diri, kepercayaan guru, lingkungan,
penyelesaiannya siswa dimungkinkan kurangnya perhatian orang tua, serta jenis
memperoleh pengalaman menggunakan kelamin (Peker, 2009).
pengetahuan serta keterampilan yang sudah Gaya belajar merupakan salah satu
dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan faktor yang penting dan menyangkut cara siswa
masalah yang tidak rutin. Polya (1973) memahami pelajaran tertentu. Dalam hal ini,
menyatakan bahwa tahap pemecahan masalah penting bagi guru untuk menganalisis gaya
matematika meliputi: (1) memahami masalah, belajar siswanya agar dapat melaksanakan
(2) membuat rencana penyelesaian, (3) pembelajaran yang sesuai dengan siswa. Gaya
melaksanakan rencana, dan (4) melihat belajar juga merupakan faktor yang membantu
kembali. Tahap pemecahan masalah Polya siswa menjadi problem solver yang efektif. Gaya
dimaksudkan supaya siswa lebih terampil dalam belajar siswa menurut Kolb sebagaimana
menyelesaikan masalah matematika, yaitu dikutip oleh Ramadan, et al., (2011) didasarkan
terampil dalam menjalankan prosedur-prosedur pada 4 tahapan belajar. Kebanyakan orang
dalam menyelesaikan masalah secara cepat dan melewati tahap-tahap ini dalam urutan concrete
cermat. experiences, reflective observation, abstract
Berdasarkan hasil tes PISA 2009 conceptualization, dan active experimentation. Ini
(OECD, 2010) diperoleh bahwa hanya ada berarti bahwa siswa memiliki pengalaman
15,5% siswa yang mampu menyelesaikan nyata, kemudian mengamati lalu
masalah matematika dengan menggunakan merefleksikannya dari berbagai sudut pandang,
prosedur dan strategi pemecahan masalah kemudian membentuk konsep abstrak dan
matematika. Sedangkan sisanya mampu menggeneralisasikan ke dalam teori-teori dan
menyelesaikan masalah rutin serta akhirnya secara aktif mengalami teori-teori
menggunakan rumus matematika yang ada. tersebut dan menguji apa yang telah mereka
Sementara itu, hasil TIMSS 2011 (Eievers & pelajari pada sistuasi yang kompleks. Gaya
Clerkin, 2012) menunjukkan bahwa belajar yang didasarkan pada empat hal tersebut
kemampuan pemecahan masalah siswa meliputi gaya belajar converger, diverger,
Indonesia masih berada di bawah siswa dari accommodator, dan assimilator.
negara-negara lain. Selain itu, berdasarkan Kemampuan pemecahan masalah
Praktik Pengalaman Lapangan di SMA Islam siswa yang masih kurang perlu dikaji lebih
Sudirman Ambarawa pada bulan Agustus- lanjut. Terutama jika dilihat dari segi gaya
Oktober 2014 serta wawancara terhadap guru belajar siswa yang berbeda. Untuk itulah perlu
matematika di MAN 2 Kudus pada bulan diadakan penelitian lebih lanjut mengenai
Januari 2015, diperoleh bahwa kemampuan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam
pemecahan masalah sebagian besar siswa pembelajaran discovery learning berdasarkan
masing kurang. Hal ini terlihat dari banyaknya gaya belajar converger, diverger, accomodator, dan
siswa yang masih menggunakan rumus cepat assimilator.
dalam menyelesaikan masalah matematika.
Tidak hanya itu, beberapa siswa terlihat belum Rumusan permasalahan yang dikaji
mampu memahami masalah saat mengerjakan adalah: 1) bagaimanakah klasifikasi gaya belajar
masalah matematika yang diberikan oleh guru. siswa kelas X MIA 3?, 2) bagaimanakah
deskripsi kemampuan pemecahan masalah
Sejalan dengan pentingnya kemampuan siswa untuk tiap tipe gaya belajar dalam konteks
pemecahan masalah dalam matematika, maka pembelajaran dengan discovery learning?.
perlu adanya pengajaran matematika yang
dikemas sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan pengalaman bagi siswa untuk METODE
meningkatkan dan mengembangkan Jenis penelitian ini adalah penelitian
kemampuan pemecahan masalah mereka. deskriptif-kualitatif. Penelitian ini berusaha
Pendidik tentunya juga harus mengusahakan untuk mendeskripsikan kemampuan pemecahan
pembelajaran yang dapat membantu siswa masalah siswa kelas X berdasarkan gaya belajar
untuk berusaha mencari pemecahan masalah converger, diverger, accomodator, dan assimilator.
dan menghasilkan pengetahuan yang benar- Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa
benar bermakna. Salah satunya yaitu dengan kelas X MIA 3 MAN 2 Kudus. Sementara itu,
menerapkan model pembelajaran discovery delapan siswa akan dipilih dari sumber data
learning. Discovery learning memberikan siswa penelitian berdasarkan hasil angket gaya belajar
kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses serta hasil tes kemampuan pemecahan masalah.
Angket gaya belajar yang digunakan adalah

25
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

angket gaya belajar Kolb yang disadur dari kemampuan pemecahan masalah siswa, maka
Universitas Miami dan selanjutnya dilakukan digunakanlah tes kemampuan pemecahan
validasi isi dan konstruk oleh tiga validator yang masalah dengan materi persamaan
terdiri dari Ketua Jurusan Psikologi UNNES, trigonometri. Sementara itu, untuk mengetahui
dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris apakah kemampuan pemecahan masalah siswa
UNNES, dan dosen Jurusan Bahasa dan Sastra yang diperoleh dari hasil tes tertulis sesuai
Indonesia UNNES. Sedangkan validitas empirik dengan keadaan siswa sebenarnya, maka
dari angket gaya belajar dilakukan dengan dilakukanlah wawancara. Wawancara yang
melaksanakan pra-penelitian pengisian angket dilaksanakan berpedoman dengan pedoman
gaya belajar pada kelas X MIA 2 MAN 2 wawancara yang sudah dibuat. Pedoman
Kudus. wawancara juga mengacu pada tahap
Sementara itu, untuk tes kemampuan kemampuan pemecahan masalah Polya.
masalah yang digunakan juga dilakukan validasi Setelah dilaksanakan pengisian angket
isi dan konstruknya oleh dua orang dosen gaya belajar siswa di kelas X MIA 3, maka hasil
Jurusan Matematika FMIPA UNNES. Delapan pelaksanaan pengisian angket dapat dilihat pada
siswa yang dipilih sebagai subjek wawancara Tabel 1 berikut.
kemampuan pemecahan masalah dipilih Tabel 1 Hasil Angket Gaya Belajar
berdasarkan keunikan jawaban siswa saat tes Kelas X MIA 3
kemampuan pemecahan masalah, keaktifan
siswa, dan kemampuan siswa
mengkomunikasikan ide secara lisan maupun
tulisan. Wawancara dilakukan untuk
memperkuat dugaan awal pada hasil analisis tes
kemampuan pemecahan masalah. Selain itu,
wawancara juga berfungsi sebagai triangulasi
yaitu triangulasi dengan metode. Sedangkan Sementara itu, hasil tes kemampuan
wawancara terhadap dua subjek yang berbeda pemecahan masalah (TKPM) untuk tiap tipe
untuk tiap tipe gaya belajar, berfungsi sebagai gaya belajar dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
triangulasi dengan sumber data. Selanjutnya Tabel 2 Hasil TKPM untuk Tiap Tipe
analisis seluruh data dilakukan dengan langkah- Gaya Belajar
langkah sebagai berikut: tahap reduksi data,
tahap penyajian data dan tahap verifikasi atau
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Pada penelitian ini, hasil penelitian
meliputi hasil validasi serta hasil pelaksanaan Sedangkan hasil wawancara pada
untuk tiap-tiap instrumen yang digunakan. Ada delapan subjek dengan dua subjek untuk tiap
empat instrumen yang digunakan dalam tipe gaya belajar diperoleh skor kemampuan
penelitian ini, yaitu: (1) instrumen Rencana pemecahan masalah (KPM) sebagai berikut.
Pelaksanaan Pembelajaran, (2) instrumen Tabel 3 Hasil Wawancara KPM
angket gaya belajar, (3) instrumen tes
kemampuan pemecahan masalah, dan (4)
instrumen pedoman wawancara.
Sebagai tolak ukur untuk mengetahui
tipe gaya belajar siswa, digunakanlah instrumen
angket gaya belajar menurut Kolb yang disadur
dari halaman website Universitas Miami.
Angket gaya belajar ini kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. PEMBAHASAN
Sebelum angket diujikan di kelas penelitian, Klasifikasi Gaya Belajar Siswa
maka diadakanlah kegiatan pra-penelitian Dari hasil penelitian diperoleh bahwa
angket gaya belajar siswa. Kegiatan pra- dari 32 siswa kelas X MIA 3, 12 siswa memiliki
penelitian dimaksudkan untuk mengetahui ada gaya belajar converger, 6 siswa memiliki gaya
tidaknya subjek untuk tiap tipe gaya belajar. belajar diverger, 6 siswa memiliki gaya belajar
Dari kegiatan pra-penelitian diperoleh bahwa accommodator, dan 8 siswa memiliki gaya belajar
terdapat 18 siswa tipe converger, 8 siswa tipe assimilator. Presentase keberadaan tipe gaya
diverger, 9 siswa tipe accommodator, dan 2 siswa belajar converger, diverger, accommodator, dan
tipe assimilator. Dengan demikian, instrumen assimilator berturut-turut adalah 37,5%, 25%,
angket gaya belajar yang dibuat sudah teruji 18,75%, dan 18,75%. Ini berarti pada kelas X
validitas empiriknya. MIA 3 jumlah siswa yang memiliki gaya belajar
Sebagai instrumen untuk mengetahui converger lebih banyak daripada siswa tipe gaya

26
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

belajar yang lain. melalui tahap abstract conceptualization, siswa tipe


Hal yang sama juga ditemukan pada converger dapat menggunakan simbol-simbol
hasil penelitian Peker & Mirasyedioglu (2008) abstrak (Ramadan, et al., 2011). Dalam hal ini
bahwa banyaknya siswa tipe gaya belajar diverger yaitu simbol atau kalimat bentuk matematika.
dan accommodator lebih sedikit daripada Sehingga, pada tahap melaksanakan rencana
banyaknya siswa tipe converger dan assimilator. dalam penelitian ini, siswa tipe converger (AED
Peker (2005) menemukan bahwa 65,8% siswa dan EDA) mampu melaksanakan rencana
memiliki gaya belajar assimilator, 25,8% siswa dengan mengartikan masalah yang diberikan
memiliki gaya belajar converger, 5,2% siswa dalam bentuk kalimat matematika. Setelah
memiliki gaya belajar diverger, dan 3,2% siswa mampu melewati dua tahap pemecahan
memiliki gaya belajar accommodator. Selain itu, masalah sebelumnya, maka siswa tipe converger
Ozgen, et al. (2011) juga menemukan bahwa akan mampu melaksanakan strategi selama
tipe gaya belajar accommodator merupakan tipe proses dan penghitungan berlangsung.
gaya belajar yang jarang ditemui. Pada kasus tertentu, siswa tipe converger
belum mampu melaksanakan strategi selama
Pada siswa sekolah menengah atas, proses dan penghitungan berlangsung. Hal ini
siswa yang biasanya menyukai matematika dan karena ada faktor lain yang menyebabkan hal
ilmu pengetahuan alam merupakan siswa ini terjadi. Misalnya karena faktor manajemen
jurusan matematika dan ilmu pengetahuan waktu yang belum baik. Hal ini seperti yang
alam. Pada penelitian ini, kelas penelitian dialami oleh AED pada saat mengerjakan
adalah kelas X MIA 3 yang merupakan kelas masalah 2.
matematika dan ilmu pengetahuan alam. Seseorang yang memiliki tipe belajar
Sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan converger akan memberikan penekanan dalam
bahwa siswa kelas X MIA 3 yang memiliki gaya hal pengambilan keputusan (Cavas, 2010). Hal
belajar converger dan assimilator lebih banyak ini diketahui dari cara belajar siswa tipe
daripada gaya belajar yang lain. Hal ini relevan converger yang melalui tahap abstract
dengan pendapat dari Kolb sebagaimana dikutip conceptualization. Seorang yang converger akan
oleh Litzinger & Osif (1992) dan berdasarkan mengambil keputusan yang lain untuk
penelitian oleh Orhun (2007). menyelesaikan masalah matematika, misalnya
mengambil keputusan untuk menggunakan cara
Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Tipe lain dalam menyelesaikan masalah matematika.
Converger Sehingga pada penelitian ini ditemukan bahwa
Richmond & Cummings (2005) siswa tipe converger (AED dan EDA)
menyatakan bahwa siswa tipe converger belajar menggunakan strategi atau cara penyelesaian
melalui abstract conceptualization dan active yang lain ketika mereka tidak bisa
experimentation. Dengan belajar melalui tahap menggunakan strategi yang sebelumnya
abstract conceptualization, siswa converger mampu dipakai.
memiliki fokus terhadap logika, ide, dan konsep Pada tahap melihat kembali, siswa tipe
yang dari masalah yang diberikan. Hal ini converger mampu mampu melihat kembali
memungkinkan converger memahami konsep masalah dan penyelesaiannya dengan
dari masalah yang diberikan, termasuk konsep mempertimbangkan bahwa solusi yang
dari apa yang diketahui dan yang ditanyakan, diperoleh logis, menggunakan alternatif
serta konsep masalah tersebut. Pada penelitian penyelesaian yang lain, bertanya kepada diri
ini, diperoleh bahwa siswa tipe gaya belajar sendiri apakah pertanyaan sudah terjawab, dan
converger (AED dan EDA) mampu memahami membaca kembali pertanyaan. Indikator-
masalah dengan memahami apa yang diketahui indikator pemecahan masalah ini merupakan
dan yang ditanyakan pada masalah serta aktualisasi dari cara belajar siswa tipe converger
menjelaskan masalah dengan menggunakan yang belajar melalui abstract conceptualization
kalimat sendiri. Dengan belajar melalui tahap yang lebih menekankan pada pengambilan
abstract conceptualization, siswa tipe converger akan keputusan (Cavas, 2010).
menggunakan perencanaan yang sistematis Siswa tipe converger akan
(Richmond & Cummings, 2005). Siswa tipe mempertimbangkan segala sesuatu yang ia
converger akan membuat rencana secara putuskan dalam menyelesaikan masalah.
sitematis, urut, dan terkonsep. Sementara itu, Tetapi, pada kasus dimana siswa tipe converger
dengan belajar melalui tahap active tidak meneliti atau mengecek kembali pekerjaan
experimentation, siswa tipe converger akan yang dia lakukan, maka siswa tipe converger juga
mencoba mempraktikan dan membuat simulasi tidak akan bisa melaksanakan dengan benar
terkait dengan rencana penyelesaian masalah. strategi yang telah dipilihnya dalam
Pada penelitian ini, siswa gaya belajar converger memecahkan suatu masalah. Siswa tipe
(AED dan EDA) membuat rencana converger, memang tidak cenderung sabar dan
penyelesaian dengan menyederhanakan tidak merefleksikan segala sesuatu yang ia telah
masalah, membuat eksperimen dan simulasi, kerjakan (Richmond & Cummings, 2005). Dari
mencari subtujuan (hal-hal yang perlu dicari sinilah, peran guru dibutuhkan. Guru perlu
sebelum menyelesaikan masalah), dan mengajak siswa untuk berlatih bersabar dan
mengurutkan informasi. Dengan belajar terbiasa melakukan refleksi atas sesuatu yang

27
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

telah dilaksanakan. Dengan demikian akan mampu melaksanakan tahap selanjutnya secara
dapat tercipta kemampuan pemecahan masalah maksimal.
yang lebih baik dalam matematika. Dengan belajar melalui tahap reflective
observation, siswa tipe diverger mampu
Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Tipe merefleksikan apa-apa yang sudah dia kerjakan
Diverger (Kolb & Kolb, 2005). Sehingga, pada penelitian
Richmond & Cummings (2005) ini siswa tipe diverger (MAM dan ARM) mampu
menyatakan bahwa siswa dengan tipe gaya melihat kembali masalah dan penyelesaiannya
belajar diverger belajar melalui tahap concrete dengan mempertimbangkan bahwa solusi yang
experience dan reflective observation. Concrete diperoleh logis, bertanya kepada diri sendiri
experience berarti tahap dimana siswa belajar apakah pertanyaan sudah terjawab, dan
melalui keterlibatan diri pada pengalaman membaca kembali pertanyaan. Sebaliknya, ada
belajar matematika, reflective observation berarti pula siswa tipe diverger yang tidak
tahap dimana siswa belajar melalui pengamatan mempertimbangkan bahwa solusi yang
dalam pembelajaran matematika. Kemampuan diperoleh logis. Sebagaimana yang dialami oleh
pemecahan masalah siswa tipe diverger, dalam ARM, bahwa ARM tidak yakin terhadap
penelitian ini adalah sebagai berikut. jawaban yang diperoleh serta belum
Siswa yang belajar melalui concrete menemukan bagian mana yang salah dari
experience, belajar melalui apa yang sudah pekerjaan yang dilakukan.
pernah dia alami saat pembelajaran berlangsung
(Ramadan, et al., 2011). Karena pada saat
pembelajaran matematika, siswa diminta untuk Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Tipe
dapat memahami masalah dengan mengetahui Accommodator
apa yang ada dan apa yang dicari dari masalah Richmond & Cummings (2005)
yang diberikan, maka pada penelitian ini, siswa menyatakan bahwa siswa dengan tipe gaya
tipe diverger (MAM dan ARM) mampu belajar accommodator belajar melalui tahap
memahami masalah dengan mengetahui apa concrete experience dan active experimentation.
saja yang diketahui dan ditanyakan pada Concrete experience merupakan tahap dimana
masalah dan menjelaskan masalah sesuai siswa belajar melalui pengalaman nyata. Active
dengan kalimat sendiri. experimentation merupakan tahap dimana siswa
belajar melalui eksperimen dan tindakan.
Dengan belajar melalui tahap concrete Kemampuan pemecahan masalah siswa tipe
experience pula, siswa tipe diverger mampu accommodator adalah sebagai berikut.
membuat rencana dengan menyederhanakan
masalah, membuat eksperimen dan simulasi, Siswa yang belajar melalui concrete
mencari subtujuan, dan mengurutkan informasi. experience, belajar melalui apa yang sudah
Hal ini karena pada saat proses pembelajaran pernah dia alami saat pembelajaran berlangsung
siswa sudah pernah diajarkan oleh guru. Tetapi, (Ramadan, et al., 2011). Karena pada saat
pada kasus tertentu (seperti yang dialami oleh pembelajaran matematika, siswa diminta untuk
MAM dan ARM saat mengerjakan masalah 2), dapat memahami masalah dengan mengetahui
siswa tipe diverger tidak mampu mencari apa yang ada dan apa yang dicari dari masalah
subtujuan yang perlu dicari. Hal ini diakibatkan yang diberikan. Sehingga pada penelitian ini,
oleh beberapa sebab seperti tidak teliti, lupa, siswa tipe accommodator mampu memahami
dan belum mengetahui cara mengoperasikan masalah dengan mengetahui apa yang diketahui
suatu penghitungan saat mengerjakan masalah dan ditanyakan dari masalah serta mampu
yang diberikan. Dengan belajar melalui tahap menjelaskan masalah dalam kalimat sendiri.
reflective observation, siswa tipe diverger memiliki Siswa tipe accommodator belajar melalui
kemampuan untuk mengidentifikasi contoh dari tahap active experimentation sehingga
sebuah konsep sehingga memungkinkan mereka memungkinkan mereka mampu dalam
mampu mengartikan masalah ke dalam bentuk membuat eksperimen dan simulasi. Indikator
matematika. Siswa tipe diverger selanjutnya akan seperti mampu menyederhanakan masalah,
mampu melaksanakan strategi selama proses mencari subtujuan, dan mengurutkan informasi
dan penghitungan berlangsung jika dua tahap diperoleh melalui pengalaman saat mengikuti
sebelumnya berjalan dengan lancar. Pada pembelajaran matematika di kelas. Sehingga,
penelitian ini, siswa tipe diverger (MAM dan pada penelitian ini, siswa tipe gaya belajar
ARM) mampu melaksanakan rencana dengan accomodator mampu membuat rencana dengan
mengartikan masalah ke dalam bentuk kalimat menyederhanakan masalah, membuat
matematika dan melaksanakan strategi selama eksperimen dan simulasi, mencari subtujuan,
proses dan penghitungan berlangsung. dan mengurutkan informasi.
Pada kasus tertentu, siswa tipe diverger Pada kasus tertentu, siswa dengan tipe
yang belum mampu melaksanakan strategi accommodator belum mampu mencari subtujuan
selama proses dan penghitungan berlangsung. yang perlu dicari. Hal ini diakibatkan oleh
Hal ini karena pada tahap sebelumnya (mencari beberapa sebab, seperti adanya kesulitan yang
subtujuan pada saat tahap membuat rencana) dialami oleh siswa saat memecahkan masalah.
siswa mengalami kesulitan, sehingga belum DAW tidak mengingat hal sederhana yang

28
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)
diajarkan oleh guru. Hal yang sama juga abstract conceptualization dan reflective observation.
dialami oleh AN, pada saat mencari nilai sinus Dengan belajar melalui tahap abstract
sudut tertentu, AN tidak mengerjakan dengan conceptualization, memungkinkan siswa tipe
benar sehingga masih melakukan kesalahan converger untuk fokus pada logika, ide, dan
penghitungan. konsep. Termasuk konsep dari suatu masalah
Dengan belajar melalui tahap concrete yang diberikan. Konsep bagaimana masalah itu
experience, siswa pernah memperoleh dibangun dengan ide-ide matematika. Termasuk
pengalaman belajar sehingga dapat memahami konsep masalah mulai dari apa yang diketahui
arti dari ide ide matematika, sehingga dan ditanyakan dari masalah tersebut.
memungkinkan dapat mengartikan masalah ke Sehingga, pada penelitian ini, siswa dengan tipe
dalam bentuk matematika. Pada penelitian ini, gaya belajar assimilator memahami masalah
siswa tipe gaya belajar accomodator, mampu dengan memahami masalah dengan
melaksanakan rencana dengan mengartikan mengetahui apa yang diketahui dan ditanya dari
masalah ke dalam bentuk matematika dan masalah serta menjelaskan masalah dengan
melaksanakan strategi selama penghitungan kalimat sendiri. Selain itu, dengan belajar
berlangsung. melalui reflective observation memungkinkan
siswa tipe gaya belajar assimilator untuk fokus
Pada kasus tertentu, siswa tipe terhadap pemahaman makna dari ide-ide
accomodator belum mampu melaksanakan matematika, termasuk pemahaman makna dari
strategi selama proses dan penghitungan masalah yang diberikan.
berlangsung. Hal ini ada keterkaitannya dengan
indikator mencari subtujuan pada tahap Siswa yang memiliki gaya belajar
membuat rencana. Ketika siswa melakukan assimilator biasanya menjaga informasi menjadi
kesalahan dalam mencari subtujuan, maka ada terorganisir, sehingga kemampuan ini
kemungkinan siswa juga melakukan kesalahan memungkinkan siswa tipe assimilator untuk
pada saat melaksanakan strategi. Terlebih jika mengurutkan informasi yang ada dari masalah.
pada tahap melihat kembali siswa tidak Pada penelitian ini, siswa dengan tipe gaya
mengecek kembali. Hal ini seperti yang dialami belajar assimilator mampu membuat rencana
oleh AN, pada saat mencari subtujuan tidak dengan menyederhanakan masalah, membuat
teliti sehingga ada kesalahan dalam proses eksperimen dan simulasi, mencari subtujuan,
penghitungan yang berlangsung. dan mengurutkan informasi.
Siswa tipe accommodator belajar melalui Meskipun siswa tipe assimilator lebih
tahap concrete experience, sehingga suka berpikir daripada bertindak, tetapi siswa
memungkinkan mereka untuk merefleksikan tipe assimilator mampu untuk melakukan
kembali apa yang sudah mereka lakukan sesuai eskperimen dan simulasi ketika menyelesaikan
yang pernah disarankan oleh guru. Hal ini masalah matematika yang diberikan. Demikian
memungkinkan siswa tipe accommodator untuk pula menyederhanakan masalah dan mencari
melihat kembali penyelesaian yang sudah subtujuan yang perlu ditemukan terlebih
dilaksanakan dengan mempertimbangkan dahulu. Karena pada dasarnya siswa tipe
bahwa solusi yang diperoleh logis, bertanya assimilator belajar dengan melalui abstract
kepada diri sendiri apakah pertanyaan sudah conceptualization yang lebih tertarik pada hal-hal
terjawab, membaca kembali pertanyaan, dan yang bersifat konsep abstrak seperti yang ada
mengecek kembali penghitungan yang dalam matematika.
dilakukan, dan menggunakan alternatif Pada kasus tertentu, ada pula siswa
penyelesaian yang lain. Siswa tipe accomodator dengan tipe gaya belajar assimilator yang pada
akan menggunakan alternatif penyelesaian tahap membuat rencana belum mampu mencari
yang lain saat tidak mampu mengerjakan subtujuan. Hal ini dikarenakan siswa masih
strategi yang sebelumnya dikerjakan untuk bingung dengan pekerjaan yang dia kerjakan.
menyelesaikan masalah. Inilah yang kemudian menjadi sebuah masalah
Sementara itu, ada siswa tipe saat memecahkan masalah matematika. Seperti
accomodator yang tidak mempertimbangkan yang terjadi pada MA saat memecahkan
bahwa solusi yang diperoleh sudah cocok/logis, masalah 2, MA merasa bingung saat
ini terjadi ketika mereka belum menemukan mengerjakan masalah.
solusi untuk masalah yang diberikan. Dengan belajar melalui tahap abstract
Mempertimbangkan solusi yang diperoleh conceptualization, siswa tipe assimilator mampu
benar atau tidak dapat dilakukan ketika solusi memanipulasi simbol abstrak, sehingga
sudah ditemukan oleh siswa. Hal ini misalnya memungkinkan siswa tipe assimilator untuk
seperti yang dialami oleh DAW pada saat mengartikan masalah dalam bentuk
mengerjakan masalah 2. matematika. Melalui abstract conceptualization
juga memungkinkan siswa tipe assimilator untuk
Kemampuan Pemecahan Masalah untuk Tipe menganalisis ide dengan hati-hati sehingga
Assimilator mampu melaksanakan strategi selama proses
Richmond & Cummings (2005) penghitungan berlangsung.
menyatakan bahwa siswa dengan tipe gaya Pada penelitian ini, siswa dengan tipe
belajar assimilator belajar dengan melalui tahap gaya belajar assimilator mampu melaksanakan

29
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

rencana dengan mengartikan masalah ke dalam masalah. Hanya saja pada penelitian ini,
bentuk matematika dan melaksanakan strategi ditemukan bahwa beberapa indikator
untuk menyelesaikan masalah. Pada kasus pemecahan masalah untuk tiap tahapnya ada
tertentu, siswa dengan tipe gaya belajar yang belum dilaksanakan secara maksimal oleh
assimilator belum mampu melaksanakan strategi siswa. Hal ini karena adanya kesulitan yang
untuk menyelesaikan masalah. Hal ini dialami oleh masing-masing siswa.
dikarenakan, sebagaimana sudah dibahas Pada penelitian ini, ditemukan bahwa
sebelumnya, ada kesulitan dari siswa saat siswa untuk tiap gaya belajar tidak mengalami
memecahkan masalah yang diberikan. Siswa masalah dalam memahami masalah yang
melupakan hal sederhana yang telah dijelaskan diberikan. Hal yang sama juga ditemukan pada
oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung. penelitian Aljaberi (2015) bahwa semua siswa
Dengan belajar melalui reflective untuk tiap gaya belajar baik converger, diverger,
observation, memungkinkan siswa tipe assimilator accommodator dan assimilator mampu melewati
untuk merefleksikan kembali apa yang sudah tahap memahami masalah dari tahap
dikerjakan selama proses pemecahan masalah pemecahan masalah Polya.
misalnya dengan melakukan beberapa indikator Siswa tipe converger mulai mengalami
pada tahap melihat kembali. Sehingga pada kesulitan pada saat melaksanakan tahap
penelitian ini, siswa dengan tipe gaya belajar membuat rencana, yaitu pada indikator mencari
assimilator mampu melihat kembali masalah dan subtujuan. Hal ini dikarenakan waktu yang
penyelesaian yang diperoleh dengan tersedia dirasa masih kurang cukup karena
mempertimbangkan bahwa solusi yang siswa menggunakan cara penyelesaian yang lain
diperoleh logis, membaca pertanyaan kembali, sehingga butuh waktu yang lebih. Hal yang
dan bertanya kepada diri sendiri apakah sama juga dialami oleh siswa tipe diverger. Siswa
pertanyaan sudah terjawab. tipe diverger mengalami kesulitan pada tahap
Pada kasus tertentu, siswa tipe membuat rencana. Kesulitan yang dijumpai
assimilator tidak mengecek kembali adalah siswa tidak teliti dan tidak mengingat
penghitungan yang sudah dilakukan. Hal ini kembali hal-hal sederhana saat pembelajaran
bukan berarti siswa tipe assimilator tidak berlangsung (penjelasan guru) untuk mencari
merefleksikan pekerjaannya sebagaimana dia subtujuan yang perlu dicari pada masalah.
belajar melalui reflective observation, tetapi karena Siswa tipe accommodator dan assimilator juga
siswa tipe assimilator merasa bahwa mengalami kesulitan yang tidak jauh berbeda
pekerjaannya sudah dilakukan dengan hati-hati, dengan siswa tipe diverger. Siswa sering tidak
sehingga tidak perlu pengecekan ulang. Kondisi mengingat penjelasan dari guru yang sepertinya
lain selain itu adalah adanya kesulitan saat mudah, tetapi pelaksanaannya membutuhkan
mengerjakan masalah yang diberikan. Seperti ingatan yang cukup bagus.
yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada siswa Kesulitan siswa mulai terjadi pada
tipe assimilator yang tidak mengingat hal yang tahap membuat rencana dan berdampak pada
sederhana yang sudah dijelaskan oleh guru tahap melaksanakan rencana. Akibatnya siswa
pada saat pembelajaran. tidak mampu melaksanakan strategi selama
Sementara itu, ada siswa dengan tipe proses dan penghitungan berlangsung. Lebih
gaya belajar assimilator yang mampu lanjut lagi, ketika pada tahap melihat kembali
menemukan alternatif penyelesaian yang lain siswa tidak mampu bekerja secara maksimal,
saat tidak bisa menggunakan cara penyelesaian misalnya dengan melakukan hal kecil seperti
yang semula digunakan. Seperti yang dilakukan mengecek kembali, maka pemecahan masalah
oleh FHN saat mengerjakan masalah 2, FHN siswa juga tidak dapat terlaksana dengan baik.
menggunakan cara lain ketika tidak mampu Kebanyakan siswa pada penelitian ini belum
melaksanakan cara yang sebelumnya melengkapi keseluruhan proses pemecahan
digunakan. masalah.
Siswa tipe assimilator yang belajar Tarzimah & Meerah (2010)
melalui reflective observation memiliki menemukan bahwa siswa mulai menghadapi
kemampuan untuk pertimbangan yang kesulitan dalam memecahkan masalah pada
bijaksana, sehingga apabila belum bisa saat memasuki tahap kedua, yaitu tahap
menggunakan cara penyelesaian yang membuat rencana. Karena pada saat tahap
sebelumnya digunakan, maka akan mencari kedua, siswa perlu mengorganisasikan strategi
cara penyelesaian yang lain yang mungkin bisa untuk menyelesaikan masalah dan menemukan
digunakan. jawaban. Selama proses membuat rencana,
siswa harus mampu membuat persepsi dan
Kesulitan Siswa dalam Pemecahan Masalah keputusan yang tepat terhadap apa yang akan
Matematika dilakukan. Hal yang sama juga dijumpai pada
Setelah melihat kemampuan penelitian ini. Pada penelitian ini, ditemukan
pemecahan masalah untuk tiap gaya belajar, bahwa siswa mulai mengalami kesulitan pada
terlihat bahwa siswa tipe gaya belajar converger, tahap membuat rencana, kemudian berlanjut
diverger, accommodator, dan assimilator mampu pada tahap melaksanakan rencana.
melaksanakan tiap tahap saat menyelesaikan Pada proses pemecahan masalah, ada

30
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

beberapa kemampuan yang perlu dimiliki oleh menganalisis kemampuan pemecahan masalah
siswa. Miranda (2006) menemukan bahwa siswa berdasarkan gaya belajar siswa dengan
siswa bisa jadi mengalami kesulitan dalam menggunakan masalah-masalah matematika
berpikir dan belajar saat memperhatikan yang melibatkan semua indikator dari tahap
masalah, mendeskripsikan orientasi bentuk dan kemampuan pemecahan masalah matematika
ruang, membuat persepsi secara visual dan menurut Polya, dan 6) perlu digunakannya alat
auditori, mengingat hal yang sederhana, dan ukur/instrument selain angket untuk
memahami bahasa. Sementara itu, pada mengidentifikasi gaya belajar siswa menurut
penelitian ini, kesulitan siswa terjadi karena Kolb.
siswa tidak mengingat hal sederhana, dan tidak
menggunakan ingatan secara efektif.
UCAPAN TERIMA KASIH
PENUTUP Terima kasih penulis ucapkan kepada
Berdasarkan pembahasan, diperoleh Dr. Rochmad, M.Si., selaku Pembimbing
simpulan bahwa kemampuan pemecahan Utama yang telah memberikan petunjuk,
masalah siswa kelas X MIA 3 dalam arahan dan bimbingan kepada penulis, Ary
pembelajaran discovery learning berdasarkan gaya Woro Kurniasih, S.Pd., M.Pd., selaku
belajar siswa adalah: 1) berdasarkan hasil Pembimbing Pendamping yang telah
penelitian, dari 32 siswa kelas X MIA 3 memberikan bimbingan dan masukan, dan Drs.
diperoleh bahwa 12 siswa memiliki gaya belajar Amin Suyitno, M.Pd. selaku Ketua Penguji
converger, 6 siswa memiliki gaya belajar diverger, 6 yang telah memberikan arahan dan masukan
siswa memiliki gaya belajar accommodator, dan 8 kepada penulis, serta semua pihak yang telah
siswa memiliki gaya belajar assimilator. Ini membantu selama melaksanakan kegiatan
berarti siswa tipe gaya belajar converger lebih penelitian.
banyak jumlahnya daripada siswa tipe gaya
belajar lain, 2) siswa tipe converger, diverger, DAFTAR PUSTAKA
accommodator, dan assimilator mampu Aljaberi, N.M. 2015. University Students’
memahami masalah dengan mengetahui apa Learning Styles and Their Ability to
yang diketahui dan ditanyakan pada masalah Solve Mathematical Problems.
serta menjelaskan masalah dengan kalimat International Journal of Business and
sendiri. Mereka juga membuat rencana dengan Social Science, Vol 6, No. 4 (1), 152-165.
menyederhanakan masalah, mencari subtujuan, Baht, M.A. 2014. The Effect of Learning Style
membuat eksperimen dan simulasi, serta on Problem Solving Ability among
mengurutkan informasi. Selain itu, mereka High School Students. International
melaksanakan rencana dengan mengartikan Journal Advances in Social Science and
masalah dalam bentuk matematika dan Humanities, 2 (7), 1-6.
melaksanakan strategi selama proses dan Effendi, L. A. 2012. Pembelajaran Matematika
penghitungan berlangsung. Tetapi, siswa dengan Metode Penemuan Terbimbing
converger dan assimilator melihat kembali tanpa untuk Meningkatkan Kemampuan
mengecek penghitungan yang terlibat, Representasi dan Pemecahan Masalah
sedangkan siswa diverger melihat kembali tanpa Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian
melihat alternatif penyelesaian yang lain dan Pendidikan Universitas Pendidikan
tidak mengecek pernghitungan yang terlibat, Indonesia, 13 (2) , 1-10.
sedangkan siswa accommodator melihat kembali
dengan mempertimbangkan bahwa solusi yang Eivers. E & Clerkin, A. 2012. PIRLS & TIMSS
diperoleh logis, bertanya kepada diri sendiri 2011. Dublin: Educational Research
apakah pertanyaan sudah terjawab, mengecek Centre.
penghitungan yang terlibat, melihat alteratif Kolb,Y.A. & Kolb A. D. 2005. The Kolb Learning
penyelesaian yang lain dan membaca kembali Style Inventory­Version 3.1. Ohio:
pertanyaan. HayGroup.
Saran yang diberikan dari hasil Litzinger & Osif. 1992. Accommodating Diverse
penelitian ini adalah: 1) perlu dibudayakan Learning Styles: Designing Instruction For
pengajaran mengenai pemecahan masalah Elektronic Information Sources. MI :
matematika kepada siswa sejak pendidikan Pierian Press.
dasar, 2) guru perlu memperhatikan kesulitan- Miranda, F. 2006. How Can You Tell When Your
kesulitan yang dihadapi oleh siswa agar mampu Child Has Learning Problems? LD online.
mengingatkan siswa untuk tidak melakukan Tersedia di http://www.ldonline.org/
kesalahan yang sama saat memecahkan [diakses 5 Juli 2015].
masalah, 3) guru perlu mengajarkan pemecahan
masalah matematika sesuai dengan tipe gaya Nugraheni, F., et al. Keefektifan Model Process
belajar masing-masing siswa, 4) perlu dilakukan Oriented Guided Inquiry Learning
penelitian lanjutan sebagai upaya untuk Terhadap Kemampuan Pemecahan
memperbaiki kemampuan pemecahan masalah Masalah. Unnes Journal of Mathematics,
siswa dalam memecahkan masalah matematika, (3) (1) (2014), 1-7.
5) perlu dilakukan penelitian lanjut untuk OECD. 2010. PISA 2009 results: What Students

31
Z. Rofiqoh et al. / UNNES Journal of Mathematics Education 5 (1) (2016)

Know and Can Do – Student Performance


in Reading, Mathematics, and Science
(Volume I). Tersedia di
http//dx.doi.org/10.1787/9789264091
450-en [diakses pada tanggal 6 Juli
2015].
Orhun, N. 2007. An Investigation into The
Mathematics Achievement and Attitude
towards Mathematics with respect to
Learning Style According to Gender.
International Journal of Mathematical
Education in Science and Technology, 38
(3), 321-333.
Ozgen K., et al. 2011. An Examination of
Multiple Intelligence Domains and
Learning Styles of Pre-Service
Mathematics Teachers: Their
Reflections on Mathematics Education.
Educational Research and Reviews Journal,
6 (2), 168-181.
Peker, M. 2009. Pre-Service Teachers’ Teaching
Anxiety about Mathematics and Their
Learning Style. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology
Education, 5 (4), 335-345.
Peker, M., Mirasyedioglu, S. 2008. Pre-Service
Elementary School Teachers’Learning
Styles and Attitudes towards
Mathematics. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology
Education, 4 (1), 21-26.
Polya, G. 1973. How to Solve it. New Jersey:
Princeton University Press.
Prasad, K. S. 2011. Learning Mathematics by
Discovery. Academic Voices a
Multidisplinary Journal, 1, 31-33.
Ramadan, et al. 2011. An Investigation of The
Learning Style of Prospective
Educators. The Online Journal of New
Horizons in Education, 1, 1-6.
Richmond, A.S. & Cummings. 2005.
Implementing Kolb’s Learning Style
into Online Distance Education.
International Journal of Technology in
Teaching and Learning, 1, 45-54.
Tarzimah, T. & Meerah, T. 2010. Students’
Difficulties in Mathematics Problem-
Solving: What do they say?.
International Conference on Mathematics
Education Research, 142-151.
Utami, W. N., et al. Keefektifan Model
Pembelajaran Problem Solving Berbasis
Gallery Walk Terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah. Unnes Journal of
Mathematics, (3) (2) (2014), 1-6.

32

Anda mungkin juga menyukai