Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini penyakit Diabetes Mellitus (DM) atau yang dikenal di masyarakat

sebagai penyakit kencing manis semakin banyak dijumpai pada penduduk di

dunia (Fransisca, 2012). DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya (American Diabetes Association [ADA] 2006). DM tipe 2 ditandai

dengan metabolisme abnormal pada karbohidrat, protein, lemak, dan peningkatan

kadar gula darah (Persatuan Endokrinologi Indonesia [PERKINI], 2011).

Seseorang dikatakan menderita DM tipe 2 jika memiliki kadar gula darah puasa

>126 mg/dl dan gula darah acak >200 mg/dl disertai dengan keluhan klasik

berupa polyuria, polydipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya (PERKINI, 2011).


Di dalam penelitian (Rahmawati, Teuku Tahlil , Syahrul, 2016) DM

merupakan salah satu penyakit kronis dengan angka kejadian yang tinggi dan

merupakan masalah yang sangat serius dan cenderung menakutkan bagi

masyarakat (Fransisca, 2012). Angka kejadian penyakit DM terus meningkat dari

tahun ke tahun dan distribusi penyakitnya juga menyebar pada semua tingkatan

masyarakat tanpa membedakan status sosial, ekonomi, ras dan daerah geografis

(Girsang, 2012). Tandra (2014) menyebutkan bahwa sekarang ada sekitar 230 juta
diabetesi (penderita diabetes) dengan angka kejadian naik 3 persen atau 7 juta

orang setiap tahun. Pada Tahun 2025 jumlah penderita DM diperkirakan akan

mencapai sekitar 350 juta orang di dunia (Fransisca, 2012). Diperkirakan lebih

dari setengah penderita DM berada di Asia, terutama di India, Cina, Pakistan, dan

Indonesia (Tandra, 2014).


Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2011 didalam

penelitian (Nuradhayani, Arman, Sudirman, 2017) menunjukkan jumlah penderita

Diabetes Melitus di dunia sekitar 200 juta jiwa dan diprediksikan akan meningkat

dua kali, 366 juta jiwa tahun 2030 (WHO, 2011). Berdasarkan problem data

Internasional Diabetes Federation (IDF) tingkat prevelensi global penderita DM

pada tahun 2012 sebesar 8,4% dari populasi penduduk dunia dan mengalami

peningkatan 382 kasus pada tahun 2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035

jumlah insiden DM akan mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) diantara

usia penderita DM 40-59 tahun (IDF, 2013).


Di dalam penelitian (Nuradhayani, Arman, Sudirman, 2017) di Asia Tenggara

terdapat 12,3 juta jiwa pada tahun 2011 diperkirakan meningkat menjadi hingga

19,4 juta jiwa pada tahun 2020 (WHO, 2011). Indonesia menempati peringkat

pertama di Asia Tenggara, dengan Prevelensi penderita sebanyak 8,246,000 jiwa

di tahun 2000 dan di proyeksi meningkat 2,5 kali lipat sebanyak 21,257,000

penderita pada tahun 2030 (WHO,2009).


Di dalam penelitian (Nuradhayani, Arman, Sudirman, 2017) Pada tahun 2013,

proporsi penduduk Indonesia yang berusia > 15 tahun dengan DM adalah 6,9%.

Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter, tertinggi terdapat di DI Yogyakarta

2,6%, DKI Jakarta 2,5%, Sulawesi Utara 2,4% dan Kalimantan Timur 2,3%.
Prevelensi DM yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi

terdapat di Sulawesi Tengah 3,7%, Sulawesi Utara 3,6%, Sulawesi Selatan 3,4%

dan Nusa Tenggara Timur 3,3% (Kemenkes, 2013).


Di dalam penelitian halimatus sa’diyah (2017), angka prevalensi Diabetes

Melitus berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia di Jawa Timur pada tahun

2013 sebesar 2,1% (Dinkes Jatim, 2016). Berdasarkan data yang di dapat dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi (2016), jumlah kunjungan penderita

Diabetes Melitus pada tahun 2016 sebanyak 7.292 kunjungan dari total kunjungan

45 puskesmas yang berada di Kabupaten Bnayuwangi.


DM dapat menyebabkan komplikasi pada berbagai sistem tubuh, baik

komplikasi akut maupun kronik. Komplikasi DM terjadi pada semua organ tubuh

dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat

gagal ginjal. Selain kematian, DM juga dapat menyebabkan kecacatan. Sebanyak

30% pasien DM mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati dan 10%

mengalami amputasi tungkai kaki (Mashudi, 2011). Witasari (2009) juga

menyebutkan bahwa sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,30% dari penduduk Indonesia

setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi DM.


Penyakit diabetes ini dikenal juga dengan juga dengan sebutan “lifelong

disease”dikarenakan penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan selama rentang

hidup penderitanya. Namun demikian, risiko terjadinya komplikasi yang dapat

meningkatkan risiko kematian dapat dikurangi jika penderita diabetes lebih peduli

untuk menjaga atau mengontrol kondisinya agar dapat hidup lebih panjang dan

sehat (Sutandi, 2012).


Kadar gula yang tinggi (hiperglikemi) merupakan pintu gerbang bagi berbagai

komplikasi yang muncul pada penderita diabetes. Tiga macam penyakit


komplikasi yang khas yang terjadi pada diabetes mellitus yaitu retinopati,

neuropati, dan nepropati. Retinopati terjadi akibat kelebihan glukosa yang

menyerang lensa atau kerusakan pembuluh darah pada retina. Nepropati

disebabkan karena kerusakan pembuluh darah pada ginjal akibat akumulasi

glukosa yang berlebih. Selain itu diabetes mellitus juga dapat menyebabkan

aterosklerosis dan gangguan kardiovaskular seperti insufisiensi cerebrovaskular,

iskemik, penyakit pembuluh darah, dan gangren (Tortota dan Derickson, 2006).

Oleh karena itu, pengendaalian glukosa pada penderita diabetes merupakan hal

yang sangat penting.


Tindakan pengendalian DM sangat di perlukan, khususnya dengan

mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal, merupakan

salah satu usaha pencegahan yang terbaik terhadap kemungkinan berkembangnya

komplikasi dalam jangka panjang (Alam dan Hadibroto, 2005). Adapun kriteria

untuk menyatakan pengendalian yang baik diantaranya: tidak terdapat atau

minimal glukosaria, tidak terdapat ketonuria, tidak ada ketoasidosis, jarang sekali

terjadi hipoglikemia, glukosa puasa normal, dan HbA1C (Glycated Hemoglobin

atau Glycosylated Hemoglobin) normal. Hasil dari the United Kingdom

Prospective Diabetes Study (UKPDS) menunjukkan setiap penurunan 1% dari

HbA1C, akan menurunkan risiko komplikasi sebesar 35% (Delamater, 2006).


Seperti halnya penyakit kronis lainnya, diabetes menjadi beban bagi pasien

dan keluarga. Biaya medis penderita diabetes yaitu dua-tiga kali lebih tinggi

dibandingkan dengan non-diabetes. Selain meningkatkan biaya pengobatan,

komplikasi jangka panjang dan pendek menyebabkan masalah serius tidak hanya

bagi penderita DM, namun juga pada keluarganya. Untuk menghindari


komplikasi diabetes dan mengurangi risiko kematian terkait diabetes, pasien

memerlukan perawatan khusus dan jangka panjang (Cheragi et al., 2015).


Peran serta masyarakat terutama keluarga sangat dibutuhkan untuk

meminimalisir dampak dari penyakit DM. Perawatan berbasis keluarga

merupakan perawatan kesehatan yang berkesinambungan dan komperhensif yang

diberikan kepada individu dengan melibatkan kelurga di tempat tinggal mereka

yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memaksimalkan

tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit (Triwibowo, 2013).

Keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan suatu penyakit (Sutandi,

2012). Keluarga merupakan orang terdekat sehingga memiliki pengaruh terbesar

dalam status kesehatan seseorang. lebih lanjut, keluarga dapat menjadi role model

untuk perilaku kesehatan. Terakhir dukungan keluarga merupakan motivasi

terbesar bagi seseorang (Harris, 2006). Konsep perawatan berpusat pada keluarga

termasuk nilai-nilai individualitas, fleksibilitas, kompetensi budaya, dan

kemitraan dengan keluarga (Rostami et al., 2015).


Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen penting

dalam perawatan pasien DM dan sangat diperlukan dalam upaya memperbaiki

status kesehatan pasien. Menurut Funnall et al (2008), DSME merupakan suatu

proses yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri. Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Jack et al (2004) DSME menggunakan metode pedoman,

konseling, dan intervensi perilaku untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

DM dan meningkatkan keterampilan individu dan keluarga dalam mengelola

penyakit DM. Pendekatan pendidikan kesehatan dengan metode DMSE tidak


hanya sekedar menggunakan metode penyuluhan baik langsung maupun tidak

langsung namun telah berkembang dengan mendorong partisipasi dan kerjasama

diabetesi dan keluarganya (Glasgow et al., 2009). DSME mengintegrasikan lima

pilar penatalaksaaan DM yang menekankan pada interveni perilaku secara

mandiri (Norris et al.,2009).


Menurut penelitian Halimatus Sa’diyah Tahun 2017, dalam (Norris, Engelgau

& Narrayank, 2012 dalam Rahamawati, 2015) dikatakan bahwa dengan melalui

penerapan DSME akan dapat memfasilitasi penderita DM Tipe 2 dengan

pengetahuan tentang penyakit, perilaku bagaimana mengontrol gula darah

mandiri, pembatasan merokok, latihan fisik yang tepat untuk penderita DM dan

juga memfasilitasi dengan kemampuan psikososial terhadap kepercayaan, sikap,

keterampilan koping dalam mengelola penyakit. Sehingga akan menghasilkan

perilaku yang mampu mengelola kabar glukosa mandiri, diet yang tepat, perilaku

merokok dan meningkatkan latihan kegiatan fisik yang akan menghasilkan tujuan

jangka pendek (tekanan darah dalam batas normal, tingkat kolesterol, kontrol

glikemik, berat badan serta mampu memanfaatkan pelayanan ksehatan) dan

tujuan jangka panjang berkurangnya angka kesakitan dan kematian serta

mencapai kualitas hidup bagi penderita DM Tipe 2.


Berdasarkan data dan fenomena diatas maka, selanjutnya saya tertarik untuk

meneliti permasalahan tersebut dengan judul : Pengaruh Diabetes Self

Management Education (DSME) berbasis android Terhadap self care behavior

pasien diabetes mellitus tipe 2 di puskesmas mojopanggung tahun 2018.


1.2 Rumusan Masalah
Adakah pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) berbasis

android terhadap Self Care Behaviour penderita Diabetes Melitus tipe 2 di

puskesmas Mojopanggung Tahun 2018 ?


1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

berbasis android terhadap Self Care Behaviour penderita Diabetes Melitus

tipe 2 di puskesmas Mojopanggung Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Self Cre Behaviour penderita Diabetes Militus tipe 2

sebelum dilakukan Diabetes Self Management Education (DSME)

berbasis android di puskesmas Mojopanggung Tahun 2018.


2. Mengidentifikasi Self Cre Behaviour penderita Diabetes Militus tipe 2

sesudah dilakukan Diabetes Self Management Education (DSME)

berbasis android di puskesmas Mojopanggung Tahun 2018.


3. Menganalisa pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME)

berbasis android terhadap Self Care Behaviour penderita Diabetes

Melitus tipe 2 di puskesmas Mojopanggung Tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Memberi tambahan pengetahuan khususnya pada penderita diabetes

militus tipe 2 beserta keluarganya dalam mengontrol kadar gula darag

(perawatan diri) di Puskesmas Mojopanggung Thaun 2018.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

kesehatan dan dapat dijadikan data untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai penambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa mengenai

Diabates Self Management Education (DSME) dan sebagai referensi bagi

mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk penelitian

selanjutnya mengenai DSME.

3. Responden

Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perawatan

Diabetes secara mandiri sehingga responden memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang cukup sebagai bekal unutk melakukan pengelolaan

Diabetes Melitus Tipe 2 secara mandiri. Dengan demikian komplikasi

Diabetes Melitus baik itu komplikasi jangka pendek maupun komplikasi

jangka panjang dapat dicegah atau ditangani.

4. Masyarakat
Menambah wawasan masyarakat dan meningkatkan kesadaran

masyarakat tentang pentingnya melakukan perawatan secara mandiri baik

untuk mencegah terjadinya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 maupun

yang sudah terdiagnosa sebagai pasien Diabetes Melitus.

5. Puskesmas

Hasil penelitian ini merupakan masukan bagi Puskesmas

Mojopanggung sebagai tambahan informasi mengenai pengaruh Diabetes

Self Management Education (DSME) berbasis android yang dapat

dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan informasi yang

lebih rinci dan spesifik kepada masyarakat khususnya pada penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam

memberikan edukasi mengenai perawatan diabete secara mandiri untuk

pasien Diabetes Melitus Tipe 2 serta sebagai referensi baik bagi

Puskesmas Mojopanggung maupun bagi Dinas Kesehatan Banyuwangi

untuk mencegah peningkatan angka kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di

Kabupaten Banyuwangi.

Anda mungkin juga menyukai