Anda di halaman 1dari 15

EVALUASI PENGGUNAAN KRITERIA DIAGNOSIS

LEPTOSPIROSIS (WHO SEARO 2009) PADA PASIEN


LEPTOSPIROSIS DI RSUP DR KARIADI SEMARANG

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan


guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

LULUK ANDANI
22010110120100

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2014
ABSTRAK

Luluk Andani 1), M. Hussein Gasem2)

Latar Belakang Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang


bersifat emerging disease, terutama di wilayah Asia Tenggara. Di Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, merupakan wilayah endemis untuk leptospirosis. WHO
SEARO telah mengeluarkan guideline leptospirosis dalam pertemuan “Informal
Expert Consultation on Surveillance, Diagnosis and Risk Reduction of
Leptospirosis”. WHO SEARO 2009 menyebutkan bahwa leptospirosis adalah
penyakit yang masih overlooked dan underreported. Evaluasi kriteria diagnosis
leptospirosis WHO SEARO ini pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk
menilai apakah kriteria ini dapat digunakan untuk mempermudah diagnosis
leptospirosis.
Tujuan Mengevaluasi penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis menurut WHO
SEARO 2009 pada pasien leptospirosis di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan
sampel semua pasien leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang
periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 dalam bentuk Case Record
Form (CRF) dan termasuk kasus konfirmasi leptospirosis. Pengumpulan data
dilakukan dengan mencatat data pasien leptospirosis dari case record form.
Hasil Berdasarkan gambaran klinis dan hasil laboratorium pasien leptospirosis
dalam penelitian ini (n=61), 36 pasien (59,01%) didiagnosis sebagai leptospirosis
ringan dan 25 pasien (40,99%) didiagnosis sebagai leptospirosis berat. Pasien
dengan diagnosis leptospirosis ringan (n=36) yang masuk dalam kasus suspect
kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009 sebesar 13 pasien (36,1%)
dan yang masuk kasus probable (non-ikterik) kriteria diagnosis leptospirosis
WHO SEARO 2009 sebesar 23 pasien (63,9%). Pasien dengan diagnosis
leptospirosis berat (n=25) yang masuk dalam kasus probable kriteria diagnosis
leptospirosis WHO SEARO 2009 sebesar 25 pasien (100%).
Simpulan Penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009
memudahkan klinisi untuk menegakkan diagnosis leptospirosis pada kasus
demam akut yang tidak terdiferensiasi berdasarkan gambaran klinis, riwayat
terpajan, dan hasil laboratorium. Variabel pendukung kriteria diagnosis
leptospirosis menurut WHO SEARO 2009 dapat diterapkan untuk semua pasien
leptospirosis dalam penelitian.
Kata Kunci Evaluasi, leptospirosis, kriteria diagnosis WHO SEARO 2009

1
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
2
Staf Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran / RSUP Dr. Kariadi,
Universitas Diponegoro
ABSTRACT

Luluk Andani 1), M. Hussein Gasem2)

Background Leptospirosis is a public health problem that is emerging disease,


especially in Southeast Asia Region. In Southeast Asia, including Indonesia, into
an endemic area for leptospirosis. WHO SEARO has issued guideline of
leptospirosis in meeting “Informal Expert Consultation on Surveillance,
Diagnosis and Risk Reduction of Leptospirosis”. WHO SEARO mentioned that
leptospirosisis a disease that is still overlooked and underreported.The evaluation
of leptospirosis diagnosis criteria WHO SEARO 2009 is firstly conducted to
assest wether this criteria can be used to facilitate leptospirosis diagnosis.
Aim To evaluat leptospirosis diagnosis criteria WHO SEARO 2009 for
leptospirosis patient in RSUP Dr.kariadi Semarang.
Methods This study was a retrospective descriptive study with sample of all
patients hospitalized with leptospirosis in RSUP Dr.Kariadi Semarang in period
January 2011 to December 2013 in Case Record Form (CRF) and included
confirmed case of leptospirosis. Collecting data is done by recording leptospirosis
patient data in the case record form.
Results Based on the clinical features and laboratory results of leptospirosis
patients in this study (n=61), 36 patients (59,01%) were diagnosed as mild
leptospirosis and 25 patients (40,99%) were diagnosed as severe leptospirosis.
Patients with mild leptospirosis diagnosis (n=36) that included the suspect case
of leptospirosis diagnosis criteria WHO SEARO 2009 were 13 patients (36,1%)
and that included the probable case (non-icteric) of leptospirosis diagnosis
criteria WHO SEARO 2009 were 23 patients (63,9%). Patients with severe
leptospirosis diagnosis (n=25) that included the probable case of leptospirosis
diagnosis criteria WHO SEARO 2009 were 25 patients (100%).
Conclusions The use of leptospirosis diagnosis criteria WHO SEARO 2009
facilitates the clinician to make diagnosis of leptospirosis in cases of acute
undifferentiated fever based on clinical features, exposure history, and laboratory
results. Supporting variabel of leptospirosis diagnosis criteria WHO SEARO 2009
can be applied to all leptospirosis patient in this study.
Keyword Evaluation, leptospirosis, diagnosis criteria WHO SEARO 2009

1
Student of Medical Faculty of Diponegoro University
2
Staff of Department of Internal Medicine, Medical Faculty/ Dr. Kariadi
Hospital, Diponegoro University
PENDAHULUAN

Leptospirosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang bersifat


emerging disease, terutama di wilayah Asia Tenggara (South-East Asia region).
Kebanyakan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menjadi
wilayah endemis untuk leptospirosis, terutama pada daerah-daerah yang sering
mengalami banjir. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia
sebagai negara dengan insiden leptospirosis tinggi dan dengan tingkat kematian
penderita tertinggi ke tiga di dunia. 1,3-5
Di Indonesia, penyakit ini tersebar luas di Pulau Jawa, Sumatera Selatan,
Sumatera Barat, Riau, Sumatera Utara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Kejadian Luar
Biasa tercatat terjadi di Riau (1986), Jakarta (2002), Bekasi (2002), dan Semarang
(2003).6
Dinas Kesehatan Jawa Tengah mencatat jumlah kasus leptospirosis sejak
2005 sampai 2009 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 tercatat jumlah
kasus leptospirosis di Kota Semarang sebesar 239 kasus dengan angka kematian
mencapai 9 orang. Meskipun terjadi penurunan di tahun 2010 sampai 2012, akan
tetapi kasus leptospirosis masih perlu perhatian yang serius. Dalam penelitian M.
Hussein Gassem dkk. (2009) disebutkan bahwa di Semarang, leptospirosis
merupakan salah satu penyebab utama dari demam akut yang tidak terdiferensiasi
sehingga kasus leptospirosis sering tidak terdiagnosis dengan benar. Di RSUP
Dr.Kariadi Semarang sendiri ditemukan kurang lebih 50 pasien dengan kasus
leptospirosis berat tiap tahunnya.7,8
Pada tanggal 17-18 September 2009 di Chennai, India, terdapat pertemuan
ahli- ahli untuk membahas leptospirosis dalam “Informal Expert Consultation on
Surveillance, Diagnosis and Risk Reduction of Leptospirosis” WHO SEARO
2009. Tujuan dari pertemuan tersebut adalah untuk meninjau epidemiologi
leptospirosis di kawasan Asia Tenggara berkaitan dengan dampak perubahan
iklim, meninjau kasus definitif yang ada dengan memperhatikan perubahan
epidemiologi dan gambaran klinis leptospirosis, serta untuk menyarankan
bagaimana cara diagnosis leptospirosis, termasuk di dalamnya mengenai
pemeriksaan laboratorium. WHO SEARO 2009 menyebutkan bahwa leptospirosis
adalah penyakit yang masih overlooked dan underreported.3 Berdasarkan latar
belakang tersebut di atas, yaitu mengenai leptospirosis dan variasi gambaran
klinisnya, serta adanya pedoman diagnosis leptospirosis berdasarkan WHO
SEARO 2009, maka diadakan penelitian untuk mengetahui evaluasi penggunaan
kriteria diagnosis leptospirosis (WHO SEARO 2009) pada pasien leptospirosis di
RSUP Dr. Kariadi Semarang.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif dengan


menggunakan case record form penelitian leptospirosis. Sampel penelitian adalah
semua pasien leptospirosis yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode
Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 yang memenuhi kriteria inklusi: 1)
tercatat dalam penelitian klinis leptospirosis di RSUP Dr. Kariadi Semarang
(dr.M. Hussein Gasem, dkk) dalam bentuk case record form dan 2) termasuk
kategori kasus konfirmasi leptospirosis. Pada penelitian ini setiap pasien yang
memenuhi kriteria penilaian dimasukkan dalam penelitian. Pada penelitian ini
didapatkan 61 pasien leptospirosis sebagai sampel.

HASIL

Tabel 1. Analisis Gambaran Klinis Pasien Leptospirosis (n=61) menurut Kriteria


Diagnosis Leptospirosis WHO SEARO 2009

Gambaran Klinis Jumlah Persentase (%)


Demam 61 100
Nyeri kepala 36 59
Mialgia 25 40,9
Kelemahan 32 52,4
Conjunctival Suffusion 27 44,2
Nyeri betis 18 29,5
Batuk 23 37,7
Batuk berdarah 5 8,1
Ikterik 25 40,9
Manifestasi perdarahan 29 47,5
Iritasi meningeal 8 13,1
Anuria 0 0
Oliguria 4 6,5
Proteinuria 11 18,0
Sesak napas 12 19,6
Aritmia jantung 20 32,7
Rash di kulit 1 1,6

Tabel 2. Analisis Hasil Laboratorium Pasien Leptospirosis (n=61) menurut


Kriteria Diagnosis Leptospirosis WHO SEARO 2009

Hasil Laboratorium Jumlah Persentase(%)


Temuan urin: proteinuria, sel pus, darah 29 47,5

Neutrofilia relatif (>80%) dengan


6 9,8
limfopenia1
Hitung trombosit <100.000/mm3 38 62,2
Peningkatan bilirubin > 2 mg% ; peningkatan 45 73,7
enzim hepar yang meningkat moderat (serum
alkali fosfatase, serum amilase, CPK)2
Catatan:
Kriteria nilai normal laboratorium RSUP Dr. Kariadi Semarang
Netrofil = 47-80%
Limfosit = 20-45%
Trombosit = 150.000-400.000 mm3
Bilirubin total = 0-1 mg/dl
SGOT/ AST = 15-37 U/l
SGPT/ ALT = 30-65 U/l
Alkali fosfatase = 5,0-136,0 U/l
Amilase = 10-95 U/l
CPK = 0,5-1,5 mg/dl
1
49 pasien tidak dilakukan pemeriksaan hematologi untuk hitung jenis sel
2
61 pasien tidak ditemukan data serum amilase pada case record form penelitian leptospirosis

Tabel 3. Analisis Riwayat Terpajan dengan Lingkungan yang Terkontaminasi Leptospira


sp.
Riwayat terpajan Jumlah Persentase (%)
1. Faktor risiko pekerjaan 32 52,4
2. Faktor risiko tempat tinggal (endemis 56 91,8
leptospirosis)
3. Faktor risiko pekerjaan dan tempat tinggal 28 45,9
Keterangan:

24,5% pasien tidak diketahui riwayat pekerjaannya

Tabel 4. Distribusi diagnosis leptospirosis

Diagnosis Jumlah Persentase (%)


Leptospirosis ringan 36 59,01
Leptospirosis berat 25 40,99
Total 61 100

Tabel 5. Analisis leptospirosis ringan (n=36)

Kasus Jumlah Persentase (%)


Suspect 13 36,1
Probable 23 63,9
Total 36 100

Setelah dilakukan analisis, dari penelitian ini didapatkan pasien dengan


diagnosis leptospirosis berat (n=25) yang masuk dalam kasus probable kriteria
diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009 sebesar 25 pasien (100%).
PEMBAHASAN

Dari data case record form didapatkan gambaran klinis, riwayat terpajan, dan
hasil laboratorium pasien leptospirosis yang kemudian dianalisis untuk
mengetahui frekuensi dan persentasenya. Selanjutnya dilakukan pembagian
diagnosis leptospirosis ringan dan leptospirosis berat berdasarkan ada tidaknya
ikterik pada pasien. Ikterik merupakan indikator utama untuk leptospirosis berat.
Selanjutnya dilakukan evaluasi menggunakan kriteria diagnosis leptospirosis
WHO SEARO 2009.

Kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009 ternyata dapat digunakan


untuk mendiagnosis kasus demam akut yang tidak terdiferensiasi. Ini terbukti
dengan semua kasus suspect leptospirosis masuk ke dalam diagnosis leptospirosis
ringan. Artinya dengan menggunakan kriteria ini, kita dapat menentukan pasien
demam akut sebagai kasus suspect leptospirosis dan terbukti sesuai laboratory
confirmation sebagai kasus konfirmasi leptospirosis. Hasil ini sesuai dengan
penelitian oleh Gassem dkk (2009) bahwa leptospirosis merupakan salah satu
penyebab demam akut yang tidak terdiferensiasi di Semarang.7

Pasien yang masuk dalam kasus probable leptospirosis, 23 pasien tidak terdapat
ikterus dan 25 pasien terdapat ikterus. Pasien yang non ikterik ini masuk dalam
kasus probable ringan dan didiagnosis sebagai leptospirosis ringan. Sedangkan
semua pasien dengan ikterik masuk ke dalam kasus probable leptospirosis
(100%). Artinya dengan menggunakan kriteria ini, kita dapat menentukan pasien
demam akut sebagai kasus probable leptospirosis dan terbukti sesuai laboratory
confirmation sebagai kasus konfirmasi leptospirosis.

Dengan menggunakan kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO ini, klinisi


dapat memikirkan leptospirosis sebagai salah satu diagnosis banding untuk kasus
demam akut yang tidak terdiferensiasi, terutama bila pasien berasal dari daerah
endemis leptospirosis dan memiliki faktor risiko terpajan Leptospira sp. Selain itu
dengan kriteria ini klinisi dapat mendiagnosis dini kasus suspect leptospirosis
tanpa harus ditemukan gambaran klinis leptospirosis berat (ikterik, manifestasi
perdarahan, gangguan ginjal) untuk mendiagnosis kasus sebagai leptospirosis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009 memudahkan


klinisi untuk menegakkan diagnosis leptospirosis pada kasus demam akut yang
tidak terdiferensiasi berdasarkan gambaran klinis, riwayat terpajan, dan hasil
laboratorium.

Variabel pendukung kriteria diagnosis leptospirosis menurut WHO SEARO 2009


dapat diterapkan untuk semua pasien leptospirosis dalam penelitian.

Saran

Klinisi diharapkan menggunakan kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO


2009 dalam mendiagnosis pasien dengan demam akut dan memiliki riwayat
terpajan Leptospira sp. Bagi peneliti lain diharapkan melakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penerapan kriteria diagnosis leptospirosis WHO SEARO 2009.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. M. Hussein Gasem Ph.D, Sp.PD-
KPTI yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr.RA Kisdjamiatun RMD,
M.Sc selaku ketua penguji dan dr. Fathur Nur Kholis, SpPD selaku penguji, serta
pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Human leptospirosis: guidance for diagnosis,


surveillance, and control [internet]. 2003. Available from:
http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/WHO_CDS_CSR_EPH_2002.23.pdf
2. Setiawan, I Made. Klasifikasi dan Teknik Klasifikasi Bakteri Leptospira
[internet]. 2008. Available from:
http://imadesetiawan.files.wordpress.com/2009/09/klasifikasi-dan-teknik-
klasifikasi-bakteri-leptospira.pdf
3. World Health Organization (Regional Office for South-East Asia).
Informal Expert Consultation on Surveillance, Diagnosis, and Risk
Reduction of Leptospirosis [internet]. 2009. Available from:
http://www.searo.who.int/entity/emerging_diseases/topics/Communicable
_Diseases_Surveillance_and_response_SEA-CD-217.pdf
4. Ernawati K. Leptospirosis sebagai Penyakit Pasca Banjir serta Cara
Pencegahannya [internet]. 2008. Available from: http://jurnal
.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/25274082631.pdf
5. Zein U.Leptospirosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Vol 3.5 th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2010.
6. Widoyono. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan). Jakarta : Penerbit Erlangga; 2008.
7. Gasem MH, Wageenar JFP, Goris MGA, Adi MS, Isbandrio BB,
Hartskeerl RA, et al. Murine Typhus and Leptospirosis as causes of Acute
Undifferentiated Fever, Indonesia [internet]. 2009. Available from:
http://www.cdc.gov/eid/article/15/6/08-1404_article.htm
8. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan 2012
(Visual Data Kesehatan Provinsi Jawa Tengah) [internet] . 2012. Available
from:http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/manajemen_informasi/
BUKU_SAKU_KESEHATAN_TW2_TAHUN 2012_FINAL_PDF.pdf
9. Muliawan, Sylvia Y. Bakteri Spiral Patogen (Treponema, Leptospira, dan
Borrelia). Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.
10. Cook, Gordon C dan Alimuddin I.Zumla. Tropical Diseases. China:
Elsevier; 2009.
11. Mandal, Bibhat K. Penyakit Infeksi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008.
12. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC;
2007.
13. Singh, Suman P. Self Assessment And Review Microbiology
Immunology.The Arora Medical Book Publisher pvt.ltd; 2010.
14. Setiawan, I Made. Clinical and Laboratory Aspect of Leptospirosis in
Humans volume.27- No.28. Universa Medicina; 2008.
15. Anies, Suharyo Hadisaputro, M.Sakundamo, Suhartono. Lingkungan dan
Perilaku pada Kejadian Leptospirosis. Media Medika Indonesia; 2009.
Available from : http://eprints.undip.ac.id/19108/2/07_anies_-
_lingkungan_leptospirosis.pdf
16. Priyanto A. Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian
leptospirosis studi kasus di Kabupaten Demak. Semarang: Program
Magister Epidemiologi Pasca Sarjana UNDIP; 2008.
17. Gassem M.Hussein. Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis:
Gambaran Klinik Dan Diagnosis Leptospirosis Pada Manusia. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2002
18. Sarwani Dwi Sri Rejeki. Faktor Risiko Lingkungan Yang Berpengaruh
Terhadap Kejadian Leptospirosis Berat. Semarang; 2005
19. Lestariningsih. Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis: Gagal
Ginjal Akut Pada Leptospirosis. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro; 2002
20. Garna, H Herry. Buku Ajar Divisi Infeksi Dan Penyakit Tropis.Bandung:
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, RSUP Dr.Hasan Sadikin
Bandung; 2012.
21. Levett, P.N. Leptospirosis Clinical Microbiology Review 14 (2):296-326;
2001.
22. Fauci, Anthony S, Dennis L. Kasper, Dan L. Longo, Joseph Loscalzo,
Eugene Braunwald, Stephen L.Hauser, dkk. Harrison Manual Kedokteran.
Tangerang Selatan: Karisma Publishing Group; 2009.
23. D.Popa, D.Vasile, A.Ilco. Severe acute pancreatitis-a serious complication
of leptospirosis. J Med Life. 2013 September 15; 6(3): 307–309. Published
online 2013 September 25. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3786492/
24. Soeharyo Hadisaputro. Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis:
Faktor- Fator Risiko Leptospirosis. 2002. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
25. Wagenaar JFP. What role do coagulation disorders play in pathogenesis of
leptospirosis.J Travel Med 2007; 12 (1) :111-122
26. Thales de Brito, Vera Demarchi Aiello, Luis Vernando Ferras da Silva,
Ana Maria Goncalves da Silva, Wellington Luiz Ferreira da Silva, Jussara
Bianchi Castelli, Antonio Carlos Seguro. Human Hemorrhagic Pulmonary
Leptospirosis: Pathological Findings and Pathophysiological Correlations.
PLoS One. 2013; 8(8): e71743. Published online 2013 August 12. doi:
10.1371/journal.pone.0071743. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3741125/
27. Sarwandi Dukut AH. Kelainan Kardiovaskuler Pada Leptospirosis Berat.
Semarang ; 2004
28. Bobby Setadi, Andi Setiawan, Daniel Effendi, Sri Rezeki S Hadinegoro.
Petunjuk praktis leptospirosis. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 3, Desember
2001: 163 – 167. Available from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/3-3-
10.pdf
29. Hendra Sinarta Ketaren. Karakteristik dan Kondisi Lingkungan Rumah
Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/ Kota di
Provinsi NAD Tahun 2007. Medan; 2007

Anda mungkin juga menyukai