Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam

kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama

kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat. Gangguan kekurangan gizi tingkat buruk yang

terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dipulihkan walaupun kebutuhan

gizi selanjutnya terpenuhi.


Untuk mendapatkan gizi yang baik pada bayi yang baru lahir maka ibu

harus sesegera mungkin menyusui bayinya karena ASI memberikan peranan

penting dalam menjaga kesehatan dan mempertahankan kelangsungan hidup bayi.

Oleh karena itu, bayi yang berumur kurang dari enam bulan dianjurkan hanya

diberi ASI tanpa makanan pendamping. Makanan pendamping hanya diberikan

pada bayi yang berumur enam bulan ke atas (Suraji, 2003).


Berdasarkan data Susenas tahun 2004-2008 cakupan pemberian ASI

ekslusif di Indonesia berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Cakupan

pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan turun dari 62,2% (2007) menjadi

56,2% tahun 2008, sedangkan pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% (2007)

menjadi 24,3% (2008) (Minarto, 2011). Data Survei Demografi dan Kesehatan

Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI

eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003

dan 2007 (Fikawati dan Syafiq, 2010).


Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan penurunan persentase bayi yang

menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%. Pemberian ASI kurang

dari 1 jam setelah bayi lahir tertinggi di Nusa Tenggara Timur (56,2%) dan

terendah di Maluku (13%) dan di Sulawesi Selatan hanya 30,1%. Sebagian besar

proses menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1- 6 jam setelah bayi lahir, namun

masih ada 11,1 % yang dilakukan setelah 48 jam (Riskesdas, 2010). Jumlah bayi

yang diberi ASI eksklusif di Sulawesi Selatan tahun 2008 yaitu 57,48% dan tahun

2007 57,05% (Profil kesehatan Sul-Sel, 2008), sedangkan di kota parepare,

prevalensi ASI eksklusif sampai 6 bulan rata-rata perbulan tahun 2011 yaitu

6,48% dan prevalensi IMD 27,4% (Dinas Kesehatan Kota Parepare). .


Program peningkatan penggunaan ASI menjadi prioritas karena dampaknya

yang luas terhadap status gizi dan kesehatan balita, upaya peningkatan kualitas

hidup manusia harus dimulai sejak dini yaitu sejak masih dalam kandungan

hingga usia balita. Dengan demikian kesehatan anak sangat tergantung pada

kesehatan ibu terutama masa kehamilan, persalinan dan masa menyusui

(Zainuddin, 2008)
Pada masa kehamilan perlu dipersiapkan tentang pengetahuan, sikap,

perilaku dan keyakinan ibu tentang menyusui, asupan gizi yang cukup, perawatan

payudara dan persiapan mental agar mereka siap secara fisik dan psikis untuk

menerima, merawat dan menyusui bayinya sesuai dengan anjuran pemberian ASI

eksklusif hingga bayi berusia enam bulan dan tetap menyusui hingga anaknya

berusia 24 bulan (Zainuddin, 2008).


Pemerintah telah menetapkan target cakupan pemberian ASI Eksklusif pada

tahun 2010 pada bayi 0-6 bulan sebesar 80% (Depkes, 2007; Minarto, 2011)

sehingga berbagai kebijakan dibuat pemerintah untuk mencapai kesehatan yang

2
optimal yaitu Keputusan Menteri Kesehatan (Kemenkes) Nomor 237 tahun 1997

tentang pemasaran Pengganti Air Susu Ibu dan Kepmenkes No. 450/2004 tentang

Pemberian Air Susu Ibu secara ekslusif pada Bayi di Indonesia.


Program ASI Eksklusif merupakan program promosi pemberian ASI saja

pada bayi tanpa memberikan makanan atau minuman lain. Tahun 1990,

pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional Peningkatan Pemberian ASI

(PPASI) yang salah satu tujuannya adalah untuk membudayakan perilaku

menyusui secara eksklusif kepada bayi dari lahir sampai usia 4 bulan. Tahun 2004,

sesuai dengan anjuran WHO, pemberian ASI eksklusif ditingkatkan menjadi 6

bulan sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia no.450/MENKES/SK/VI/2004
Undang-undang no. 7/1997 tentang pangan serta Peraturan Pemerintah No.

69/1999 tentang label dan iklan pangan. Dalam Kepmenkes no. 237/ 1997 antara

lain diatur bahwa sarana pelayanan kesehatan dilarang menerima sampel atau

sumbangan susu formula bayi dan susu formula lanjutan atau menjadi ajang

promosi susu formula.


Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan juga menjadi provinsi pertama yang

mengesahkan Peraturan daerah tentang ASI melalui Perda no. 6 tahun 2010.

Tujuan dari pengaturan ASI Eksklusif adalah untuk menjamin terpenuhinya hak

bayi, menjamin pelaksanaan kewajiban ibu memberi ASI Eksklusif, dan

mendorong peran keluarga, masyarakat, badan usaha dan pemerintah daerah

dalam pemberian ASI Eksklusif. Hak seorang ibu untuk mendapatkan informasi

tentang Inisiasi Menyusu Dini dan kolostrum, serta kesempatan ibu bersalin dan

bayi untuk melakukan inisiasi menyusu ini, dijelaskan dalam pasal 10 ayat 1, 2,

dan 3. Yang berbunyi, institusi pelayanan kesehatan dan penolong persalinan

3
wajib menyediakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang manfaat

Inisiasi Menyusu dini (IMD) dan wajib memberikan kesempatan dan membantu

ibu dan bayi melakukan inisiasi menyusu dini. Kemudian, pasal 11 ayat 2

dijelaskan pula bahwa insitusi pelayanan dan/atau penolong persalinan wajib

membantu ibu melakukan pemberian kolostrum pada bayi (Perda No. 6 Tahun

2010).
IMD dalam 30 menit pertama kelahiran merupakan salah satu dari 10

langkah menuju keberhasilan menyusui yang berdasarkan Inisiatif Rumah Sakit

Sayang Bayi (Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI)) tahun 1992. Di dalam

langkah keempat tertulis “bantu ibu mulai menyusui dalam 30 menit setelah bayi

lahir” yaitu dengan metode breast crawl dimana setelah bayi lahir lalu didekatkan

di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencari sendiri puting ibunya dan

akhirnya menghisapnya tanpa bantuan (Yohmi, 2009; Katherine et al, 2005).


IMD, ASI Ekslusif selama 6 bulan dan umur pengenalan makanan

pendamping ASI merupakan intervensi utama dalam mencapai tujuan MDGs 1

dan 4 dalam menanggulangi mortalitas dan malnutrisi pada anak (Bhutta et al,

2008 ; Dadhich and Agarwal, 2009). Alasan yang menjadi penyebab kegagalan

praktek ASI eksklusif bermacam-macam seperti misalnya budaya memberikan

makanan prelaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar,

menghentikan pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja, serta

ibu ingin mencoba susu formula. Studi kualitatif Fikawati & Syafiq melaporkan

faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor pengetahuan dan

pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan

4
terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD

(Fikawati dan Syafiq, 2009).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ASI


ASI merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi bayi yang bersifat

alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangan bayi. Definisi WHO menyebutkan bahwa ASI

ekslusif yaitu bayi hanya diberi ASI saja, tanpa cairan atau makanan padat apapun

kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan

(WHO (2002) dalam Aprilia, 2009). .


Sebelum tahun 2001, World Health Organization (WHO) merekomendasikan

untuk memberikan ASI eksklusif selama 4-6 bulan. Namun pada tahun 2001, setelah

melakukan telaah artikel penelitian secara sistematik dan berkonsultasi dengan para

pakar, WHO merevisi rekomendasi ASI eksklusif tersebut dari 4-6 bulan menjadi 6

bulan (180 hari), kemudian dilanjutkan selama 2 tahun dengan panambahan makanan

pendamping yang tepat waktu, aman, benar dan memadai (WHO, 2010).
Pemberian ASI secara dini dan ekslusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan

membantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan lambung dan

saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya antibody

penting yang ada dalam kolostrum ASI (dalam jumlah yang lebih sedikit), akan

melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya alergi. Untuk alasan tersebut,

semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum (Rahmi (2008) dalam Aprilia,

2009)

6
Selain itu inisiasi menyusu dini dan ASI ekslusif. selama 6 bulan pertama dapat

mencegah kematian bayi dan infant yang lebih besar dengan mereduksi risiko

penyakit infeksi, hal ini karena (WHO, 2010):


a. Adanya kolostrum yang merupakan susu pertama yang mengandung sejumlah

besar faktor protektif yang memberikan proteksi aktif dan pasif terhadap

berbagai jenis pathogen.


b. ASI esklusif dapat mengeliminasi mikroorganisme pathogen yang yang

terkontaminasi melalui air, makanan atau cairan lainnya. Juga dapat mencegah

kerusakan barier imunologi dari kontaminasi atau zat-zat penyebab alergi pada

susu formula atau makanan.


2.2 Komposisi ASI
Air susu ibu (ASI) selalu mengalami perubahan selama beberapa periode

tertentu. Perubahan ini sejalan dengan kebutuhan bayi (Anonim, 2010):

a. Kolostrum

Kolostrum terbentuk selama periode terakhir kehamilan dan minggu pertama

setelah bayi lahir. ia merupakan ASI yang keluar dari hari pertama sampai

hari ke-4 yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi. Kandungan

proteinnya 3 kali lebih banyak dari ASI mature. Cairan emas ini encer dan

seringkali berwarna kuning atau dapat pula jernih yang mengandung sel hidup

yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit.

Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan mekonium

dari usus bayi yang baru lahir. Volumenya bervariasi antara 2 dan 10 ml per

feeding per hari selama 3 hari pertama, tergantung dari paritas ibu.

7
b. ASI peralihan/transisi

Merupakan ASI yang dibuat setelah kolostrum dan sebelum ASI Mature

(Kadang antara hari ke 4 dan 10 setelah melahirkan). Kadar protein makin

merendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volumenya

juga akan makin meningkat

c. ASI mature

ASI matang merupakan ASI yang keluar pada sekitar hari ke-14 dan

seterusnya, komposisi relative konstan. Pada ibu yang sehat dengan produksi

ASI cukup, ASI merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan

cukup untuk bayi sampai umur enam bulan, Tidak menggumpal jika

dipanaskan

Tabel 1. Komposisi kolostrum dan ASI (setiap 100 ml)

No. Zat-zat Gizi Satuan Kolostrum ASI


1 Energi Kkal 58.0 70

2 Protein G 2.3 0.9

3 Kasein Mg 140.0 mg 187.0

4 Laktosa G 5.3 7.3

5 Lemak G 2.9 4.2

6 Vitamin A Ug 151.0 75.0

7 Vitamin B1 Ug 1.9 14.0

8 Vitamin B2 Ug 30.0 40.0

8
9 Vitamin B12 Ug 0.05 0.1

10 Kalsium Mg 39.0 35.0

11 Zat besi Mg 70.0 100.0

12 Fosfor Mg 14.0 15.0

2.3 Kandungan Nutrisi Dalam ASI

ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrisi. Yang termasuk

makronutrien adalah karbohidrat, protein dan lemak sedangkan mikronutrien

adalah vitamin dan mineral (Baskoro, 2008)

a. Karbohidrat

Laktosa adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah

satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir dua

kali. rasio jumlah laktosa dalam ASI dan PASI adalah 7 : 4 sehingga ASI terasa

lebih manis dibandingkan dengan PASI, Hal ini menyebabkan bayi yang sudah

mengenal ASI dengan baik cenderung tidak mau minum PASI. Karnitin

mempunyai peran membantu proses pembentukan energi yang diperlukan untuk

mempertahankan metabolisme tubuh. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat

ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula.

Hidrat arang dalam ASI merupakan nutrisi yang penting untuk pertumbuhan

sel syaraf otak dan pemberi energi untuk kerja sel-sel syaraf. Selain itu karbohidrat

memudahkan penyerapan kalsium mempertahankan faktor bifidus di dalam usus

(faktor yang menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya dan menjadikan

9
tempat yang baik bagi bakteri yang menguntungkan) dan mempercepat

pengeluaran kolostrum sebagai antibodi bayi

b. Protein

Protein dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan PASI. Namun

demikian protein ASI sangat cocok karena unsur protein di dalamnya hampir

seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi yaitu protein unsur whey.

Perbandingan protein unsur whey dan casein dalam ASI adalah 65 : 35,

sedangkan dalam PASI 20 : 80. Artinya protein pada PASI hanya sepertiganya

protein ASI yang dapat diserap oleh sistem pencernaan bayi dan harus membuang

dua kali lebih banyak protein yang sukar diabsorpsi. Hal ini yang memungkinkan

bayi akan sering menderita diare dan defekasi dengan feces berbentuk biji cabe

yang menunjukkan adanya makanan yang sukar diserap bila bayi diberikan PASI.

c. Lemak

Kadar lemak dalam ASI pada mulanya rendah kemudian meningkat

jumlahnya. Lemak dalam ASI berubah kadarnya setiap kali diisap oleh bayi dan

hal ini terjadi secara otomatis. Komposisi lemak pada lima menit pertama isapan

akan berbeda dengan hari kedua dan akan terus berubah menurut perkembangan

bayi dan kebutuhan energi yang diperlukan.

Jenis lemak yang ada dalam ASI mengandung lemak rantai panjang yang

dibutuhkan oleh sel jaringan otak dan sangat mudah dicerna karena mengandung

10
enzim Lipase. Lemak dalam bentuk Omega 3, Omega 6 dan DHA yang sangat

diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel jaringan otak.

Susu formula tidak mengandung enzim, karena enzim akan mudah rusak

bila dipanaskan. Dengan tidak adanya enzim, bayi akan sulit menyerap lemak

PASI sehingga menyebabkan bayi lebih mudah terkena diare. Jumlah asam linoleat

dalam ASI sangat tinggi dan perbandinganya dengan PASI yaitu 6 : 1. Asam

linoleat adalah jenis asam lemak yang tidak dapat dibuat oleh tubuh yang

berfungsi untuk memacu perkembangan sel syaraf otak bayi

d. Mineral

ASI mengandung mineral yang lengkap walaupun kadarnya relatif rendah,

tetapi bisa mencukupi kebutuhan bayi sampai berumur 6 bulan. Zat besi dan

kalsium dalam ASI merupakan mineral yang sangat stabil dan mudah diserap dan

jumlahnya tidak dipengaruhi oleh diet ibu. Dalam PASI kandungan mineral

jumlahnya tinggi tetapi sebagian besar tidak dapat diserap, hal ini akan

memperberat kerja usus bayi serta mengganggu keseimbangan dalam usus dan

meningkatkan pertumbuhan bakteri yang merugikan sehingga mengakibatkan

kontraksi usus bayi tidak normal. Bayi akan kembung, gelisah karena obstipasi

atau gangguan metabolisme.

e. Vitamin

ASI mengandung vitamin yang lengkap yang dapat mencukupi kebutuhan

bayi sampai 6 bulan kecuali vitamin K, karena bayi baru lahir ususnya belum

11
mampu membentuk vitamin K. Kandungan vitamin yang ada dalam ASI antara

lain vitamin A, vitamin B dan vitamin C.

2.4 Volume ASI

Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada

payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai mengisap payudara,

maka produksi ASI bertambah secara cepat. Dalam kondisi normal, ASI

diproduksi sebanyak 10- ± 100 cc pada hari-hari pertama. Produksi ASI menjadi

konstan setelah hari ke 10 sampai ke 14. Bayi yang sehat selanjutnya

mengkonsumsi sebanyak 700-800 cc ASI per hari. Namun kadang-kadang ada

yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter per hari dan

tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi pada

ibu pada tingkat yang berat, baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat

mempengaruhi volume ASI. Produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu hanya

berkisar antara 500-700 cc pada 6 bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada

bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun kedua usia anak (Depkes, 2005).

2.5 Manfaat ASI


a. Manfaat ASI bagi bayi
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI ekslusif yang dapat

dirasakan yaitu (1) ASI sebagai nutrisi. (2) ASI meningkatkan daya tahan

tubuh (3) menurunkan risiko mortalitas, risiko penyakit akut dan kronis, (4)

Meningkatkan kecerdasan, (5) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

12
(6) Sebagai makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan

pertumbuhan bayi sampai usia selama enam bulan. (7) Mengandung asam

lemak yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan otak sehingga bayi yang

diberi ASI Ekslusif lebih pandai. (8) Mengurangi resiko terkena penyakit

kencing manis, kanker pada anak dan mengurangi kemungkinan menderita

penyakit jantung. (9) Menunjang perkembangan motorik (WHO, 2010;

Roesli (2000) dalam Haniarti, 2011).


b. Manfaat ASI bagi ibu

Manfaat ASI bagi ibu antara lain (1) Pemberian ASI memberikan 98%

metode kontrasepsi yang efisien selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran

bila diberikan hanya ASI saja (ekslusif) dan belum terjadi menstruasi

kembali, (2) menurunkan risiko kanker payudara dan ovarium, (3)

membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan (4) menurunkan

risiko DM Tipe 2 (5) Pemberian ASI sangat ekonomis, (6) mengurangi

terjadinya perdarahan bila langsung menyusui setelah melahirkan (7)

mengurangi beban kerja ibu karena ASI tersedia dimana saja dan kapan saja

(8) meningkatkan hubungan batin antara ibu dan bayi (WHO, 2010; Aprilia,

2009).

c. Manfaat ASI bagi keluarga


Adapun manfaat ASI bagi keluarga (1) Tidak perlu uang untuk

membeli susu formula, kayu bakar atau minyak untuk merebus air, susu atau

peralatan (2) Bayi sehat berarti keluarga mengeluarkan biaya lebih sedikit

13
(hemat) dalam perawatan kesehatan dan berkurangnya kekhawatiran bayi

akan sakit, (3) Penjarangan kelahiran karena efek kontrasepsi dari ASI

ekslusif, (4) Menghemat waktu keluarga bila bayi lebih sehat (5) Pemberian

ASI pada bayi (meneteki) berarti hemat tenaga bagi keluarga sebab ASI

selalu siap tersedia (Aprilia, 2009).


2.6 Faktor Penyebab Berkurangnya ASI

a. Faktor Menyusui

Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak melakukan

inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum dari botol atau dot

sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan perlekatan bayi pada saat

menyusui .

b. Faktor Psikologi Ibu

Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan menyusui. Ibu

yang tidak mempunyai keyakinan mampu memproduksi ASI umunya produksi

ASI akan berkurang. Stress, khawatir, ketidak bahagiaan ibu pada periode

menyusui sangat berperan dalam mensukseskan pemberian ASI ekslusif. Peran

keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar.

c. Faktor Bayi

Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi misalnya bayi

sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan sehingga ibu tidak

memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI akan berkurang .

c. Faktor Fisik Ibu

14
Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat kontrasepsi lain

yang mengandung hormon, ibu menyusui yang hamil lagi, peminum alkohol,

perokok atau ibu dengan kelainan anatomis payudara dapat mengurangi

produksi ASI (Depkes, 2005; )

2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Tidak Memberikan ASI Eksklusif


1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan,

dipahami dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk

termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian,

membaca, mendengar radio, menonton televisi dan dari pengalaman hidup

lainnya (Aprilia, 2009).

Menurut Roesli (2005) , bahwa hambatan utama tercapainya ASI

ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya pengetahuan yang

benar tentang ASI ekslusif pada para ibu. Seorang ibu harus mempunyai

pengetahuan yang baik dalam menyusui. Kehilangan pengetahuan tentang

menyusui berarti kehilangan besar akan kepercayaan diri seorang ibu untuk

dapat memberikan perawatan terbaik untuk bayinya dan bayi akan

kehilangan sumber makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal.

Pengetahuan yang kurang mengenai ASI ekslusif terlihat dari pemanfaatan

susu formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi sebagai

tambahan ASI di pedesaan (Afifah, 2009).

2. Lingkungan

15
Menurut Perinasia (2003) lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan

ibu untuk menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh

kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari masyarakat, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pada kebanyakan wanita di

perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula dengan pertimbangan

lebih modern dan praktis. Menurut penelitian Valdes dan Schooley (1996)

wanita yang berada dalam lingkungan modern di perkotaan lebih sering

melihat ibu-ibu menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih

banyak dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak tepat.

jadi pemberian ASI secara Ekslusif di pengaruhi oleh lingkungan (Briawan,

2004 dalam Haniarti, 2011).

3. Pengalaman
Menurut hasil penelitian Diana (2007) pengalaman wanita semenjak

kecil akan mempengaruhi sikap dan penampilan wanita dalam kaitannya

dengan menyusui di kemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga

atau lingkungan mempunyai kebiasaan atau sering melihat wanita yang

menyusui bayinya secara teratur maka akan mempunyai pandangan yang

positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari. Tidak

mengherankan bila wanita dewasa dalam lingkungan ini hanya memiliki

sedikit bahkan tidak memiliki sama sekali informasi, pengalaman cara

menyusui dan keyakinan akan kemampuan menyusui. Sehingga pengalaman

16
tersebut mendorong wanita tersebut untuk menyusui dikemudian harinya

dan sebaliknya
4. Dukungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara esklusif. Keluarga

(suami, orang tua, mertua, ipar dan sebagainya) perlu diinformasikan bahwa

seorang ibu perlu dukungan dan bantuan keluarga agar ibu berhasil

menyusui secara ekslusif. Bagian keluarga yang mempunyai pengaruh yang

paling besar terhadap keberhasilan dan kegagalanmenyusui adalah suami.

Masih banyak suami yang berpendapat salah, yang menganggap menyusui

adalah urusan ibu dan bayinya. Peranan suami akan turut menentukan

kelancaran refleks pengeluaran ASI (let down reflek) yang sangat

dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu (Roesli, 2008).

Infant feeding behaviours

Proximate Maternal choices Opportunities to


Determinant act on these
choice

Infant feeding information and physical social


Intermediate support during pregnancy, childbirth and
Determinants postpartum
Gambar 1. Model determinan perilaku menyusui (Lutter (2000) dalam WHO, 2003)

WHO dalam community–based strategies for breastfeeding promotion and


Familial, medical and cultural, attitudes and
support in developing countries
normspada tahun 2003 telah membuat justifikasi dan
Underlying
Demographics and economic condition
Determinant
Commercial pressures 17
s
National and polices and norms
framework mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi pemberian ASI dapat

dilihat pada gambar 1 di atas.


A. Perilaku inisiasi menyusu dini (IMD) dan Pemberian ASI Ekslusif

Perilaku atau keterampilan adalah hasil dari latihan yang berulang, yang dapat

disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari

ketrampilan tersebut sebagai hasil dari aktivitas tertentu. Perilaku atau

keterampilan dapat terwujud melalui hasil dari pengalaman, pengetahuan dan

sikapnya.

Menurut Green (2000), terdapat tiga faktor utama yang dapat

mempengaruhi perilaku individu atau masyarakat, yaitu: 1) faktor dasar

(predisposing factors) yang meliputi: (a) pengetahuan individu; (b) sikap; (c)

kepercayaan; (d) tradisi; (e) unsur-unsur yang terdapat dalam diri individu dan

masyarakat dan; (f) faktor demografi; 2) faktor pendukung (enabling factors)

yang meliputi: sumberdaya dan potensi masyarakat seperti lingkungan fisik

dan sarana yang tersedia dan; 3) faktor pendorong (reinforcing factors) yang

meliputi sikap dan perilaku orang lain seperti teman, orang tua, dan petugas

kesehatan. Begitu pula dengan perilaku pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan

pemberian ASI Eksklusif baik oleh ibu maupun petugas kesehatan terutama

bidan, semuanya sangat dipengaruhi oleh faktor faktor tersebut diatas. Faktor

yang berpengaruh terhadap pelaksanaan IMD dan pemberian ASI Eksklusif

terutama faktor sikap, motivasi, maupun pengetahuan, baik sikap, motivasi,

18
dan pengetahuan ibu, maupun petugas kesehatan khususnya bidan (Aprilia,

2009).

2.8 Pengertian IMD


Inisiasi menyusu dini dalam 30 menit pertama kelahiran merupakan salah satu

dari 10 langkah menuju keberhasilan menyusui yang berdasarkan Inisiatif Rumah

Sakit Sayang Bayi (Baby Friendly Hospital Initiative: BFHI) tahun 1992. Di

dalam langkah keempat tertulis “bantu ibu mulai menyusui dalam 30 menit

setelah bayi lahir” dengan memfokuskan pada kemampuan alami yang ‘ajaib’

bagaimana bayi memulai menyusu dengan cara bayi merangkak di dada ibunya

yang disebut breast crawl dan penjelasannya yaitu “Setiap bayi, saat diletakkan

di perut ibunya segera setelah lahir mempunyai kemampuan untuk menemukan


mengambil
payudara ibunya dan minum pertamanya dengan kemampuannya sendiri”

(Yohmi, 2009).

Tahun 2006 BFHI merevisi penjelasan langkah ke-4 ini menjadi ‘Letakkan

bayi dalam posisi tengkurap di dada ibunya, kontak kulit-ke-kulit dengan ibu

segera setelah lahir paling sedikit selama 1 jam dan dorong ibu mengenali tanda-

tanda bayi siap menyusu, dan bila perlu tawarkan bantuan”. Dalam hal ini yang

ditekankan adalah pentingnya kontak kulit-ke- kulit dan kesiapan bayi (Yohmi,

2009).

2.9 Manfaat IMD

a. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk Bayi (Bergstrom, 2007)

19
1). Menurunkan angka kematian bayi karena hypothermia
2) Dada ibu menghangatkan bayi dengan suhu yang tepat.
3) Bayi mendapatkan kolostrum yang kaya akan antibodi, penting untuk

pertumbuhan usus dan ketahanan bayi terhadap infeksi


4) Bayi dapat menjilat kulit ibu dan menelan bakteri yang aman,

berkoloni di usus bayi dan menyaingi bakteri pathogen


5) Menyebabkan kadar glukosa darah bayi yang lebih baik pada beberapa

jam setelah persalinan


6) Pengeluaran mekonium lebih dini, sehingga menurunkan intensitas

ikterus normal pada bayi baru lahir

b. Manfaat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk Ibu

1) Ibu dan bayi menjadi lebih tenang.


2) Jalinan kasih sayang ibu dan bayi lebih baik sebab bayi siaga dalam 1-

2 jam pertama.
3) Sentuhan, jilatan, usapan pada putting susu ibu akan merangsang

pengeluaran hormon oxyitosin.


4) Membantu kontraksi uterus, mengurangi risiko perdarahan dan

mempercepat pelepasan plasenta

Dua studi terbaru yang melibatkan hampir 34.000 bayi yang baru lahir

menunjukkan bahwa risiko kematian meningkat dengan peningkatan penundaan

inisiasi menyusu (Edmond et al, 2006; Mullany et al, 2008). Di Ghana,

neonatus 2,5 kali lebih mungkin meninggal saat inisiasi menyusu dimulai

setelah 24 jam dibanding menyusui yang dimulai dalam satu jam pertama

setelah lahir. Di Nepal, neonatus 1,4 kali lebih mungkin untuk meninggal jika

pemberian ASI dimulai setelah 24 jam pertama. Para penulis memperkirakan

20
bahwa sekitar seperlima dari semua kematian bayi (22% di Ghana dan 19% di

Nepal) dapat dihindari jika ASI mulai diberikan dalam satu jam pertama

kehidupan semua bayi yang baru lahir. Manfaat inisiasi menyusu dini

khususnya bagi bayi prematur dan berat lahir rendah (Lucas et al, 1994; Lucas

& Cole, 1990). IMD dan ASI ekslusif selama 6 bulan merupakan kontribusi

utama dalam menurunkan mortalitas bayi dan anak-anak. Pentingnya IMD

merupakan salah satu rekomendasi WHO (WHO, 2010).

Berbagai studi juga telah melaporkan bahwa IMD terbukti meningkatkan

keberhasilan ASI eksklusif. Salariya et al menemukan bahwa bayi yang

menyusu dalam 30 menit setelah lahir kemungkinan besar akan menyusu dalam

jangka waktu yang lama (Gupta, 2007). Hasil penelitian Fikawati dan Syafiq

(2003) menemukan bahwa Ibu yang memberikan immediate breastfeeding 2

sampai 8 kali lebih besar kemungkinannya untuk memberikan ASI secara

eksklusif sampai 4 bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak immediate

breastfeeding. kegagalan pelaksanaan ASI eksklusif telah dimulai sejak 3 hari

pertama kelahiran yaitu pada saat makanan/minuman pralakteal diberikan. Studi

kualitatif lainnya melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif

adalah karena faktor predisposisi yaitu pengetahuan dan pengalaman ibu yang

kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan

adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD (Fikawati dan Syafiq,

2010).

21
2.10 Manajemen Laktasi
1. Pengertian
Manajemen laktasi adalah tata laksana yang diperlukan untuk menunjang

keberhasilan menyusui. Dalam pelaksanaanya terutama dimulai pada masa

kehamilan, segera setelah persalinan dan pada masa menyusui selanjutnya

(Depkes, 2005).
2. Periode dalam manajemen laktasi
a. Pada masa kehamilan (antenatal)
Hal-hal yang perlu dilakukan pada masa kehamilan :
1) Memberikan komunikasi, informasi dan edukasi tentang keunggulan

ASI, manfaat menyusui bagi ibu dan bayi, serta dampak negative

pemberian susu formula.


2) Ibu memeriksakan kesehatan tubuh pada saat kehamilan, kondisi

puting payudara dan memantau kenaikan berat badan saat hamil.


3) Ibu melakukan perawatan payudara sejak kehamilan berumur 6 bulan

hingga ibu siap untuk menyusui, ini bermaksut agar ibu mampu

memproduksi dan memberikan ASI yang mencukupi kebutuhan bayi.


4) Ibu senantiasa mencari informasi tentang gisi dan makanan tambahan

sejak kehamilan trimester ke-2. Makanan tambahan saat hamil

sebanyak 1 1/3 kali dari makanan yang dikonsumsi sebelum hamil

(Depkes, 2005; Prasetyono, 2009).


b. Pada masa segera setelah melahirkan
Hal yang dilakukan segera setelah melahirkan :
1). Dalam waktu 30 menit setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar

mulai kontak dengan bayi (skin to skin contact) dan mulai meyusui bayi.

Karena pada saat ini bayi dalam keadaan paling peka terhadap rangsangan,

selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu secara alamiah

22
1) Ibu nifas diberi kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) dalam waktu 2

minggu setelah melahirkan


2) Bayi harus disusui dengan cara yang benar, baik posisi maupun cara

perlekatan bayi pada payudara ibu (Depkes, 2005; Prasetyono, 2009).


c. Masa menyusui (Postnatal)
Hal yang harus diperhatikan dalam manajemen laktasi setelah melahirkan :
1) Bayi hanya diberi ASI saja (Secara ekslusif) selama 6 bulan pertama usia

bayi
2) Meyusui tanpa dijadwal atau setiap bayi meminta (on demand)
3) Bila bayi terpaksa dipisah dari ibukarena indikasi medik, bayi arus tetap

mendapat ASI dengan cara memerah ASI untuk mempertahankan produksi

ASI tetap lancar


4) Mempertahankan kecukupan gizi dalam makanan ibu menyusui sehari-

hari. Ibu menyusui harus makan 1 ½ kali lebih banyak dari biasanya dan

minum minimal 10 gelas air per hari


5) Cukup istirahat, menjaga ketenangan pikiran dan menghindarkan kelelahan

fisik yang berlebihan agar produksi ASI tidak terhambat


6) Mengatasi bila ada masalah menyusui (payudara bengkak, bayi tidak mau

menyusu, puting lecet, dll) (Depkes, 2005).


3. Teknik menyusui yang benar

Teknik menyusui yang benar, dapat kita amati melalui beberapa respon dari

bayi, jika ibu menyusui dengan teknik yang tidak benar mengakibatkan puting

susu menjadi lecet. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang

benar, dapat dilihat antara lain (1) tubuh bagian depan menmpel pada tubuh

ibu, (2) dagu bayi menempel pada payudara (3) dada bayi menempel pada dada

ibu (4) mulut bayi terbuka lebar dengan bibir bawah yang terbuka (5) sebagian

23
besar areola tidak tampak, (6) bayi menghisap dengan dalam dan perlahan (7)

bayi tampak tenang dan puas pada akhir menyusu, (8) terkadang terdengar

suara bayi menelan (9) puting susu tidak terasa sakit atau lecet (Depkes, 2005).

BAB III
KESIMPULAN

Asi Eksklusif merupakan hal yang sangat penting bagi bayi karena

memiliki banyak manfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang

sehat. Karena itu diperlukan upaya sosialisasi dan promosi ASI eksklusif

termasuk tentang manajemen laktasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, 2009. Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif di Kecamatan Johan
Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Tesis Medan. Universitas Sumatra Utara
.
Aprilia, Y. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusu Dini Dan Asi Eksklusif Kepada Bidan Di
Kabupaten Klaten. Tesis Universitas Diponegoro Semarang 2009.

Apurba et al. Infant and Young Child-feeding Practices in Bankura District, West Bengal, India. J
Health Popul Nutr. 2010 June; 28(3): 294–299

Baskoro, A, 2008. ASI Panduan Praktis Ibu menyusui, Banyu media

Bergstrom, A., Okong, P., & Ransjo-Arvidson, A. Immediate maternal thermal response to skin-to-skin
care of newborn. Acta Paediatr, 96(5), 655-658, 2007

Bhutta ZA, Ahmed T, Black RE, Cousens S, Dewey K, Giugliani E, et al. What works? Interventions
for maternal and child undernutrition and survival. Lancet. 2008;371:417–40

Dadhich JP, Agarwal RK. Mainstreaming early and exclusive breastfeeding for improving child
survival. Indian Pediatr. 2009;46:11–7

25
Dahlan, S. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan ed.3. Jakarta : Salemba Medika

Depkes, 2005. Manajemen Laktasi. Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.

Dinesh K. Et al. Influence of Infant Feeding Practices on Nutritional Status of Under Five Children.
Indian Journal of Pediatrcs, Vol 73-May, 2006

Dyson L, McCormick F, and Renfrew MJ. Interventions for promoting the initiation of breastfeeding
(Review). The Cochrane Library 2007, Issue 4

Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA, Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S, Kirkwood BR. Delayed
breastfeeding initiation increases risk of neonatal mortality. Pediatrics.
2006;117:380-6.

Kirkwood BR, Amenga-Etegos S, Owusu-Agyei S, Hurt LS. Effect of early infant feeding practices on
infection-specific neonatal mortality: an investigation of the causal links with
observational data from rural Ghana. Am J Clin Nutr. 2007;86:1126–31

Ertem IO, Votto N and Leventhal JM. The timing and predictors of early termination of breastfeeding.
Pediatrics 2001: 107; 543-548. Available at
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/107/3/543

Februhartanty J, Strategic Roles of Fathers in Optimizing breastfeeding Practices; Study in an Urban


Setting Of Jakarta, UI, Jakarta, 2008

Fikawati, S. dan Syafiq, A. Kajian Implementasi Dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif Dan Inisiasi
Menyusu Dini Di Indonesia. Makara, kesehatan, vol. 14, no. 1, juni 2010: 17-24

Giugliani ERJ. Common problems during lactation and their management. J Pediatr (Rio J) 2004; 80
(5 Suppl): S147-S154

Gupta, A., 2007. Initiating breastfeeding within one hour of birth. Presented at Thirty Fourth Session
of the Standing Committee on Nutrition

Hadju, V., 1997. Penentuan Status Gizi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar

26
Haniarti, 2011. Pengaruh Edukasi Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Inisiasi Menyusui Dini
dan Manajemen Laktasi Pada Ibu Hamil di Kota Parepare. Tesis Tidak Diterbitkan.
Universitas Hasanuddin Makassar

Hidayat dkk, 2004. Upaya Pemeliharaan Kesehatan dan status Gizi Bayi Berat Badan Lahir Rendah.
Media Gizi dan Keluarga, Juli Vol 28.

Katherine et al, 2005. The CDC guide to breastfeeding intervention. Department of health and human
services CDC.

Kori B. Flower, et al. 2008. Understanding Breastfeeding Initiation and Continuation in Rural
Communities: A Combined Qualitative/Quantitative Approach. Matern Child
Health J. 2008 May ; 12(3): 402–414

Kurniawati, D., 2005. Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Konsumsi Energi dan Status
Gizi Balita di Desa Tawangharjo Kecamatan Widarijaksa Kabupaten Pati Tahun
2005. Skripsi diterbitkan. Semarang: Universitas Semarang

Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Lucas, A.M. et al. A randomized multicentre study of human milk versus formula and later
development in preterm infants. Arch Dis Child. 70: F141-F146 (1994).

Lucas, A. & Cole, T.J. Breast milk and neonatal necrotising enterocolitis. The Lancet. Dec 22-29;336
(8730): 1519-1523 (1990).

Luke, et al. Breast-Feeding Patterns, Time to Initiation, and Mortality Risk among Newborns in
Southern Nepal. J. Nutr. 138: 599–603, 2008

Minarto, 2011. Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat tahun 2010-2014. Online
(www.gizikia.depkes.go.id, diakses 18 Februari 2012)

Muchina EN and PM Waithaka. Relationship betwen breastfeeding practices and nutritional status of
children aged 0-24 months in Nairobi, Kenya. Ajfand Online Vol. 10 No.4 April
2010.

Mullany, L.C. et al. Breast-feeding patterns, time to initiation, and mortality risk among newborns in
Southern Nepal. J Nutr. 138: 599-603 (2008).

27
Mushaphi et al. Infant-feeding practices of mothers and the nutritional status of infants in the Vhembe
District of Limpopo Province. S Afr J Clin Nutr 2008;21(2):36-41

Notoatmojo,S., 2007. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Asdi Maha Satya

Owor M, Tumwine JK and JK Kaukauna. Socio-economic risk factors for severe protein energy
malnutrition among children in Mulago Hospital Kampala.
E.Afr.Me.J.2000;Vol.77(9): 471-474

Pedoman penulisan Tesis dan Disertasi ed.4. Program Pascasarjana Universitas Hasanudin Makassar
2009

Prasad, Bindeshwar, and Anthony M de L Costello. Impact and Sustainability of a “Baby Friendly”
Health Education Intervention at a District Hospital in Bihar, India. British Medical
Journal. 310 (11 March 1995):621-623)

Putra A. Analisis Praktek Bidan dalam Pelayanan bagi Ibu Bersalin dan Bayi Baru Lahir 0-7 Hari
(Minggu Pertama) Pasca Persalinan di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten
Solok Tahun 2007 (Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Alahan Panjang).
Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Indonesia, 2007

Roesli, U., 2005. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusatara

Siregar, A. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI oleh ibu melahirkan. Tesis tidak
diterbitkan. Bagian Gizi Kesehatan Mayarakat FKM Universitas Sumatera Utara

Soekirman, 2000. Gizi, Morbiditas dan Mortalits Bayi di Indonesia. Gizi Indonesia Vol X no.1

Suraji, R. 2003. Manajemen Laktasi. Program Manajemen laktasi Perkumpulan Perinatologi di RSU
Tapak Tuan, Aceh.

UNICEF, 2007. Breast Crawl ; Initiation of Breastfeeding by Breast Crawl, Breast Crawl.org

World Health Organization. Community-Based strategies for Breastfeeding Promotion and Support in
Developing Countries. 2003

Yang Q, Wen SW, Dubois L, Chen Y, Walker MC, Krewski D. Determinants of breast-feeding and
weaning in Alberta, Canada. J Obstet Gynaecol Can. 2004 Nov; 26(11):975-81

28
Yohmi, E. 2009. Inisiasi menyusu dini. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Online (www. Idai.or.id, diakses
18 Februari 2012)

Zainuddin, 2008. Pengaruh Konseling Ibu Hamil Terhadap Inisiasi Menyusu Dini Di Kabupaten
Pangkep Tahun 2008. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar

29

Anda mungkin juga menyukai