Oleh :
Andre Prawiradinata G99162128
Anggit Triadiana G99172040
Nuzula Chafidh AB G99162130
Pembimbing
dr. Suratno, Sp.S(K)
0
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Alamat : Semanggi, Surakarta
No. RM : 0141xxxx
Status : Menikah
Pekerjaan : Swasta
Masuk Bangsal : 15 Mei 2018
Pemeriksaan : 11 Juni 2018
1
gangguan penghidu (-) dan gangguan pendengaran (-). Pasien alergi
deksametason.
D. Riwayat Kebiasaan
1. Riwayat makan : pasien makan 3x sehari dengan
porsi sedikit
2. Riwayat merokok : disangkal
3. Riwayat minum minuman keras : disangkal
1. Riwayat olah raga teratur : jarang
III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 11 Juni 2018.
2
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis GCS E4V4M6, kesan gizi
cukup
Tanda Vital TD : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/ menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37°C (per axiller)
Status gizi BB : 60 kg
TB : 168 cm
BMI : 21.4
Kesan : status normoweight
Kepala Mesocephal. Atrofi m temporalis (-), rontok (-), massa (-)
Mata Ptosis (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), edema palpebra (-/-),
strabismus (-/-), eksopthalmus (-/-), nistagmus (+/+)
Leher JVP R+2 cm, trakea di tengah, KGB membesar (-)
Kulit Warna sawo matang, turgor menurun (-), hiperpigmentasi
(-), kering (-), petechie (-), ikterik (-)
Thorax Normochest, simetris, retraksi intercostal (-), sela iga
melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-), KGB
supraklavikular (-/-), KGB infraklavikuler (-)
Cor I : Iktus cordis tak tampak
P : Iktus cordis teraba di SIC V linea midclavicularis
sinistra, tidak kuat angkat
P : Batas jantung kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea
mediaclavicularis sinistra
A : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-) gallop (-).
Pulmo Pulmo :
I : normochest, simetris, pengembangan dada kanan sama
3
dengan dada kiri
P : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri.
P : Sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC VI
linea medioclavicularis dextra et sinistra
A :Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan: wheezing
(-/-), ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-),
Abdomen : I : Dinding perut sejajar dinding dada, ascites (-), striae (-),
ikterik (-)
A : Bising usus (+) 12x/menit, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
P : Timpani, ascites (-)
P : nyeri tekan (-), distended (-), hepar dan lien tak teraba
Ekstremitas Akral dingin Edema
- -
_ _
- -
_ _
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS E4M5V6
Fungsi luhur : dalam batas normal
N.CRANIALIS
N.II : visus 1/ ˜
N.III, IV, VI : Ptosis (-/-), Strabismus, (-) Nistagmus (-)
Gerakan bola mata dalam batas normal
Pupil : bulat, iskokor, kanan Ø 3 mm dan kiri Ø 3mm
Refleks cahaya langsung : -/-
Refleks cahaya tidak langsung : -/-
N.V : Sensibilitas : baik
4
Membuka dan menutup mulut : baik
Menggigit : baik
N.VII : Kerutan dahi : simetris kanan dan kiri
Menutup mata : kelopak mata kanan dan kiri menutup
Menyeringai : simetris kanan dan kiri
N.VIII : Fungsi pendengaran masih baik
Fungsi keseimbangan sulit dievaluasi
N.IX, X : Inspeksi orofaring : arcus pharyngeus kedua sisi simetris,
uvula di tengah
Reflek muntah (+), Reflek bersin (-)
N.XI : Mengangkat bahu : kanan dan kiri simetris
N.XII : Lidah saat dijulurkan : di tengah. deviasi (-)
Lidah saat diam : di tengah. deviasi (-)
Atrofi lidah : tidak ada
MOTORIK
Tonus : Normotonus │ Normotonus
Normotonus │ Normotonus
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Biceps : +2/+2
5
Refleks Triceps : +2/+2
Refleks Patella (KPR) : +2/+2
Refleks Achilles (APR) :
+2/+2
REFLEKS PATOLOGIS
Babinski : -/-
Chaddock : -/-
Schaeffer : -/-
Openheim : -/-
Gordon : -/-
Stranski : -/-
Gonda : -/-
Hoffman-Trommer : -/-
SENSORIK
Dalam batas normal
FUNGSI KOORDINASI
Dalam batas normal
FUNGSI OTONOM
Miksi : tidak ada gangguan
Defekasi : tidak ada gangguan
6
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah (15 Mei 2018) di RS Dr. Moewardi
Pemeriks Rujuka
Hasil Satuan
aan n
HEMATOLOGI RUTIN
12,0 –
Hb 9.5 g/dl
15,6
Hct 27 % 33 – 45
4,5 -
AL 5.7 103/ L
11,0
150 –
AT 195 103 / L
450
4,10 -
AE 3.00 106/ L
5,10
KIMIA KLINIK
GDS 84 mg/dl 60 – 140
SGOT 33 /L < 31
SGPT 16 /L < 34
Creatinine 1.1 mg/dl 0,9 - 1,3
Ureum 29 mg/dl < 50
ELEKTROLIT
Natrium
131 mmol/L 136 -145
darah
Kalium
3.8 mmol/L 3,3 - 5,1
darah
Kalsium 1.17 –
1.16 mmol/L
ion 1.29
SEROLOGI HEPATITIS
Nonreact Nonreac
HbsAg
ive tive
7
B. EKG (15 Mei 2018)
8
Sinus rhythm 78 bpm normoaxis
C. Radiologi
1. Foto Thorak PA (15 Mei 2018) di RS Dr. Moewardi
Foto Thorax PA
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tak tampak infiltrat di kedua lapang paru, corakan bronkovaskular
normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
9
Trakea di tengah
Sisterna tulang baik
Kesimpulan :
Cor dan pulmo tak tampak kelainan
10
dorsum sella tak tampak tanda malignansi mengarah pada gambaran
meningioma
V. ASSESSMENT
Klinis : Serial seizure, visual loss chronis progressive
Topis : Hemisfer cerebri
Etiologi : SOP Cerebri suspek meningioma
VI. Terapi
1. Infus RL 20 tpm
2. Inj. Citicoline 250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Diazepam 1 ampul (bila perlu)
5. Rawat bangsal Anggrek 2
VII. PLAN
1. MRI Brain kontras
2. Konsul Bedah Saraf
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11
BAB II
FOLLOW UP
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
12
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
9. Inj. Diazepam 10 mg bolus
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
13
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
9. Inj. Diazepam 10 mg bolus
14
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
9. Inj. Diazepam 10 mg bolus
15
18/5/2018 S : kejang (-), pandangan kabur
06.00 O:
DPH 4 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
16
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
9. Inj. Diazepam 10 mg bolus
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
17
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
9. Inj. Diazepam 10 mg bolus
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
18
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
Hasil MRI :
1. Lesi solid extraaxial supratentorial di suprasella
disentail tentakel edema di lobus frontalis bilateral
menyokong gambaran suprasella meningioma
2. Mulai tampak ventriculomegaly yang mengarah ke
obstruksi hydrocephalus
3. Lesi tersebut tampak menyebabkan pendesakan dan
ballooning sella, menginviltrasi chiasma N. opticus,
19
meluas ke olfactory groove, encase pada ICA pars
sphenoid bilateral dan sinus cavernosus bilateral,
mendesak hippocampus bilateral, midbrain dextra,
menempel di thalamus dextra
20
21
22/5/2018 S : kejang (-), pandangan kabur
DPH 7 O:
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
22
Fungsi otonom : dalam batas normal
Fungsi kolumna vertebralis : dalam batas normal
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
23/5/2018 S : kejang (-), pandangan kabur
DPH 8 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
23
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
8. Po tizanidine 2x ½ tab
24
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
9. IVFD NaCL 20 tpm .
10. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
11. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
12. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
13. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
14. Asam folat 1x1
15. Po SF tab 1x1
25
25/5/2018 S : kejang (-), pandangan kabur
DPH 10 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
26
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
27
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis - - R. Patologi
+ +
28
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi otonom : sulit dievaluasi
Fungsi kolumna vertebralis : dalam batas normal
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Inj. Dexametason 5 mg/24 jam iv
6. Asam folat 1x1
7. Po SF tab 1x1
Fungsi motorik :
Kekuatan
29
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
6. Asam folat 1x1
7. OBH 3x1
29/5/2018 S : kejang (-), batuk
DPH 14 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
30
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
8. IVFD NaCL 20 tpm .
9. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
10. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
11. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
12. Dexametason 3x 0,5 mg
13. Asam folat 1x1
14. OBH 3x1
31
30/5/2018 S : kejang (-), visus menurun
DPH 15 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
32
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
Plan :
Tunggu jadwal TS bedah saraf
31/5/2018 S : kejang (-)
DPH 16 O:
06.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
N. IX, X = gangguan reflek (+)
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
+ +
33
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
1/6/2018 S : kejang (-)
DPH 17 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
N. IX, X = gangguan reflek (+)
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
34
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi otonom : sulit dievaluasi
Fungsi kolumna vertebralis : dalam batas normal
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
Plan :
Tunggu jadwal TS bedah saraf
2/6/2018 S : kejang (-), pandangan kabur (+)
DPH 18 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
N. IX, X = gangguan reflek (+)
Fungsi motorik :
Kekuatan
35
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
Plan :
Tunggu jadwal TS bedah saraf
DPH 19 S : kejang (-), pandangan kabur (+)
O:
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
36
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ 300 , pupil isokor
3mm/3mm, RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
N. IX, X = gangguan reflek (+)
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 3x 0,5 mg
Plan :
37
Tunggu jadwal TS bedah saraf
4/6/2018 S : kejang 2x sejak 1 hari yang lalu setiap kejang durasi <5menit,
DPH 20 pandangan kabur
07.00 O:
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ , pupil isokor 3mm/3mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
Fungsi motorik :
Kekuatan
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
38
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Tunggu jadwal TS bedah saraf
5/6/2018 S : pandangan kabur
DPH 21 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ , pupil isokor 3mm/3mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
39
Fungsi sensorik : dalam batas normal
Fungsi otonom : dalam batas normal
Fungsi kolumna vertebralis : sulit dievaluasi
Fungsi Koordinasi : sulit dievaluasi
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Rencana OP Kamis 7/6/2018 oleh TS bedah saraf
6/6/2018 S : pandangan kabur
DPH 22 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. I = Anosmia
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ , pupil isokor 4mm/4mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
40
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
6. IVFD NaCL 20 tpm .
7. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
8. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
9. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
10. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Rencana OP Kamis 7/6/2018 oleh TS bedah saraf
7/6/2018 S : pandangan kabur
DPH 23 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
41
Nn. Craniales
N. I = Anosmia
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ , pupil isokor 4mm/4mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = sulit di evaluasi
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. IVFD NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
42
Menunggu jadwal baru TS bedah untuk craniotomy
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
43
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. Inf NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Tunggu jadwal bedah saraf
9/6/2018 S : pandangan kabur
DPH 25 O:
07.30 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. I = Anosmia
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ , pupil isokor 4mm/4mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dalam batas normal,
nistagmus (+)
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
44
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. Inf NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Tunggu craniotomy
10/6/2018 S : (-)
DPH 26 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. I = Anosmia
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ ,pupil isokor 4mm/4mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
45
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dalam batas normal,
nistagmus (+)
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
P:
1. Inf NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
1. Tunggu craniotomy
46
11/06/2018 S : (-)
DPH 27 O:
07.00 Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dalam batas normal
Meningeal sign : kaku kuduk (-)
Nn. Craniales
Nn. Craniales
N. I = Anosmia
N. II, N.III = visus ODS 1/ ˜ ,pupil isokor 4mm/4mm,
RCL (+/+) doll’s eye intak
N. III, N. IV, N. VI = gerak bola mata dalam batas normal,
nistagmus (+)
N.VIII = nistagmus (+) horizontal
N. VII, N. XII = simetris, dalam batas normal
/Fungsi motorik :
Tonus
555 555
555 555
R. Fisiologis R. Patologi
- -
- -
A:
Klinis : riwayat serial seizure, visual loss progressif, anosmia
Topis : supra sella
Etiologi: SOP cerebri susp. meningioma
47
P:
1. Inf NaCL 20 tpm .
2. Inj. Citicoline250 mg /12 jam
3. Inj. Ranitidin 50 mg/ 12 jam
4. Inj. Mecobalamin 500 mcg/12 jam
5. Dexametason 2x 0,5 mg
Plan :
Tunggu craniotomy
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Otak
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua
orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di
antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk
hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi
sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak
diselimuti oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan :
1. Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan
bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang
tengkorak. Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari
otak dan medula spinalis.
2. Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini
disebut dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan
48
serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla
spinalis dari guncangan.
3. Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah.
Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena
out aliran darah ke otaj harus berjalan lancar. Adapun pembuluh darah yang
memperdarahi otak diantaranya adalah :
49
1. Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung
bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari
arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi wajah, tiroid,
lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteri meningea
media, memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah dan mengirimkan
satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri karotis interna sedikit
berdilatasi tepat setelah percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.
Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung saraf khususnya berespon
terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang secara reflex
mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri media
adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk ke ruang
subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis interna
mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita. Arteri
serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen, bagian-
bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian lobus
frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis dan
postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang sama.
Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata, sedangkan
arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu
membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian diensfalon,
sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis dan organ-
50
prgan vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh pembuluh-
pembuluh darah anastomosis ya itu sirkulus arteriosus willisi.
B. Fisiologi Otak
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.
51
Otak dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Cerebrum
Merupakan bagian otak yang memenuhi sebagian besar dari otak kita yaitu
7/8 dari otak. Mempunyai 2 bagian belahan otak yaitu otak besar belahan
kiri yang berfungsi mengatur kegaiatan organ tubuh bagian kanan.
Kemudian otak besar belahan kanan yang berfungsi mengatur kegiatan
organ tubuh bagian kiri. Bagian kortex cerebrum berwarna kelabu yang
banyak mengandung badan sel saraf. Sedangkan bagian medulla berwarna
putih yang bayak mengandung dendrite dan neurit. Bagian kortex dibagi
menjadi 3 area yaitu area sensorik yang menerjemahkan impuls menjadi
sensasi. Kedua adalah area motorik yang berfungsi mengendalikan
koordinasi kegiatan otot rangka. Ketiga adalah area asosiasi yang berkaitasn
dengan ingatan, memori, kecedasan, nalar/logika, kemauan. Mempunyai 4
macam lobus yaitu :
Lobus frontal berfungsi sebagai pusat penciuman, indera peraba.
52
2. Mesencephalon
C. Pengertian Stroke
53
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput
pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat
timbul pada tempat manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi,
umumnya terjadi di hemisfer otak di semua lobusnya. Kebanyakan
meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma maligna jarang
terjadi (Mardjono dan Sidharta, 2003).
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan
frekuensinya yaitu mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai
pada wanita dari pada pria terutama pada golongan umur antara 50-60 tahun
dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota
di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam pencarian
karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma
dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili
arachnoid. Sel di medulla spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel
yang terletak pada tempat pertemuan antara arachnoid dengan dura yang
menutupi radiks (Mardjono dan Sidharta, 2003).
D. Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa
teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromosom yang jelek yang
meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori
tentang kemungkinan asal-usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari
meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2
(NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada
40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom
familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi
pada usia muda. Di samping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan
pertumbuhan meningioma (ABTA, 2017).
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki
salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan
epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan
kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah
54
payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat resiko faktor untuk
mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai
15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa
meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks
progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor
dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita.
Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali
menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang
penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma.
Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum
ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin
meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan (ABTA, 2017).
E. Klasifikasi
55
kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah
penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi.
Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi (Mayfield, 2016)
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi
dari tumor (ASCO, 2018):
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx
adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar.
Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan
bawah bagian belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis
dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding
dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada
atau di sekitar mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi
cairan di seluruh bagian otak.
F. Diagnosis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa
didiagnosa pada gejala awal (ASCO, 2018).
Gejala umumnya seperti (ASCO, 2018:
56
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada
pagi hari.
Perubahan mental
Kejang
Mual muntah
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor (ASCO, 2018):
Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan
spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan,
gangguan gaya berjalan,
Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing.
G. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran
kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk
yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hiperostosis yang
tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan
meningioma yang jinak dan maligna.
Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma
masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering
terlihat plak yang hiperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion
Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan
hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma
otak dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
a. Foto Polos Kepala
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma
pada foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx.
Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi
57
litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx
menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor.
Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus
(Fyan et al, 2004).
b. Computed Tomography (CT scan)
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tampak gambaran isodens hingga hiperdens pada
foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen
pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan
kalsifikasi pada beberapa kasus. Edema peritumoral dapat terlihat dengan
jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat
terlihat (Fyan, 2004)
CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma.
Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon
osteoblas, yang menyebabkan hiperostosis. Gambaran CT-scan paling
baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat pada
gambar-gambar berikut. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses
kalsifikasi > 45% adalah meningioma.
c. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari
intratumoral hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam
dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma
maligna, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat
digambarkan dengan ultrasonografi.
d. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan
kapiler memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen
yang disebut dengan mother and law phenomenon.10
Magnetic resonance angiography (MRA) merupakan pemeriksaan
penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan
ini merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan
58
perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi
embolisasi akibat tumor.
Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches
dari arteri carotid internal dan external. Basal meningiomas pada anterior
dan fossa cranial media dan meningioma pada tulang sphenoid umumnya
mendapat vaskularisasi dari arteri carotid interna. Meningioma
supratentorial divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan eksternal.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai
pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal
massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,
vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana
operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi
tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga
termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian
rekurensi (ABTA, 2017).
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian
H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian
antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien
untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III
yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian
metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi
direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga,
atau mastoid (ABTA, 2017).
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :
a. Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
b. Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
c. Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari
perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus
yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
59
d. Grade IV : Reseksi parsial tumor
e. Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)
I. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy
dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi
subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi
sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat
dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada
pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih
belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi
external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atypical, maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini
belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma.
Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi.
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun
nekrosis akibat radioterapi.
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel
berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan
stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan
diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner dan koleganya menganalisa pasien
meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5
tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat
dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan
pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti
60
yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang diikuti selama 5
hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93
% kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis
baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya
sekitar 5 % (Rogers et al, 2015).
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna.
Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau
jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi
menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-
platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang
kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut
efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari
Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophos- phamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan
rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari
beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu
kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien
dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian
Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi
pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang
menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi (Rogers et
al, 2015).
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti
estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m 2 2
kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan
oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma
61
yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada
10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan
respon minimal atau parsial pada tiga pasien (Rogers et al, 2015).
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200mg
perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari
14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan
massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang
pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor;
terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang
kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang
menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada
tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga
jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang
menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini (Rogers et al, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
62
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
3. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
4. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology.
Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005
5. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
6. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
7. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDara
hOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html
8. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas
Kedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4.
9. ABTA (American Brain Tumor Association) (2018). Meningioma.
Available in: https://www.abta.org/wp-
content/uploads/2018/03/meningioma-brochure.pdf - Diakses pada Juni
2018.
10. Mayfield Clinic: Brain & Spine (2017). Meningiomas. Available in:
https://www.mayfieldclinic.com/PE-MENI.htm - Diakses pada Juni 2018.
11. ASCO (American Society of Clinical Oncology) (2018). Meningioma.
Available in: https://www.cancer.net/cancer-types/meningioma - Diakses
pada Juni 2018.
12. Rogers L, Barani I, Chamberlain M, et al (2015). Meningiomas:
knowledge base, treatment outcomes, and uncertainties: A RANO Review.
J Neurosurg; 122: 4-23.
63
64