Anda di halaman 1dari 47

MANAJEMEN FASILITAS KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN

ALAT KESEHATAN

I. PENGERTIAN
I.1 Pendahuluan.
Rumah sakit merupakan Industri Pelayanan Jasa Publik yang padat akan modal ,
padat teknologi dan padat karya. Berbagai disiplin ilmu baik medis maupun non medis
akan terlibat dalam proses pelayanan dirumah sakit. Rumah sakit sebagai pelayan jasa
publik harus mampu menerima pasien dari berbagai strata ekonomi dan sosial tanpa
pembatasan dan perbedaan dalam pelayanan.
Kompleksitas pelayanan rumah sakit akan duikuti kebutuhan sarara dan prasaran
serta peralatan yang komplek juga. Sarana dan prasarana serta peralatan sebagai sebagai
fasilitas untuk operasional rumah sakit, diperlukan perhatian khusus mulai dari
perencanaan, pengadaan , operasional dan maintanance untuk dapat memastikan bahwa
sarana dan prasarana serta peralatan dapat bekerja sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang


rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Misi rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
sedang tugas suatu rumah sakit adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta
pelaksanaan upaya rujukan dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rumah sakit
umum menyelenggarakan kegiatan:

1. Pelayanan medis

2. Pelayanan dan asuhan perawat

3. Pelayanan penunjang fasilitas non medis


4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan

5. Pendidikan, penelitian, dan pengembangan

6. Administrasi umum dan keuangan.

Sedangkan menurut Undang – Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009


tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah:

1. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan


standar pelayanan rumah sakit,

2. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan


yang paripurna tingkat kedua atau ketiga sesuai kebutuhan medis,

3. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka


peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan,

4. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang


kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

II. SARANA PRASARANA DAN PERALATAN

Rumah sakit untuk dapat melaksanakan fungsinya tidak bisa lepas dari
ketersediaan sumber daya berupa unsur pelayanan dan unsur sarana prasarana serta
peralatan. Unsur pelayanan adalah menyangkut sistem tata laksana rumah sakit yang
dilaksanakan oleh para dokter, perawat, staf para medik dan non medik berupa kecepatan,
ketepatan, keramahan, kepastian pelayanan yang dapat diterima oleh pasien. Sedang
unsur sarana prasarana pelayanan menyangkut kemampuan rumah sakit dalam
menyediakan infrastruktur untuk memfasilitasi pelayanan medis berupa yang meliputi
gedung-gedung beserta perlengkapannya, lahan parkir, jalan komplek rumah sakit, Catu
Daya Listrik, penyediaan air bersih, dan lain sebagainya. Sedang peralatan meliputi
peralatan medis, peralatan non medis, mebelair dan lain sebagainya.
II.1 Sarana Rumah Sakit
Adalah semua bangunan gedung serta bangunan lainnya yang digunakan baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk pelayanan pasien maupun operasional rumah
sakit.
Terdiri dari :
 Bangunan Gedung Rawat Inap
 Bangunan Rawat jalan
 Bangunan Rawat Darurat
 Bangunan Rawat intensip ( ICU, ICCU, NICU, PICU)
 Bangunan Rawat Isolasi dan perawatan khusus
 Bangunan Diagnosis dan Theraphy ( Radiologi dan laboratorium)
 Bangunan Bedah dan Tindakan.
 Bangunan farmasi
 Bangunan Laundry dan Boga
 Bangunan-bangunan Pendukung lainnya ( Kantor, parkir, jalan)

2.1.1 Sebagai fasilitas publik sarana dan prasarana rumah sakit mengacu pada UU no:
28 Tahun 2002 Tentang persyaratan umum bangunan gedung, disamping harus
memenuhi persyaratan umum sebagai gedung rumah sakit guna mendukung
proses pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di rumah sakit.

2.1.2 Persyaratan Umum Gedung Rumah Sakit.

Terlepas dari lokasi, ukuran atau anggaran, semua rumah sakit harus
memenuhi persyaratan umum tertentu (Carr, 2008). Persyaratan – persyaratan
umum tersebut antara lain:

2.1.2.1 Efisiensi dan Efektifitas Biaya

Sebagai fungsi pelayanan umum, rumah sakit harus dapat beroperasi


secara efisien dan efektif dengan biaya tertentu. Rancang bangun rumah
sakit yang baik akan memberikan efisiensi biaya dan sumber daya lain yang
dibutuhkan. Tata letak dan rancang bangun rumah sakit yang efisien harus:

1) Mengefisienkan pergerakan staff dengan meminimalkan jarak


perjalanan antar ruang yang sering digunakan.
2) Mempermudah pengawasan visual terhadap pasien dengan jumlah
staff yang terbatas.

3) Menyediakan semua ruang yang dibutuhkan, tetapi tidak dengan


berlebihan. Hal ini membutuhkan pemrograman pra desain yang hati –
hati.

4) Menyediakan sistem logistik yang efisien, termasuk lift, tabung


pneumatic, konveyor box, kereta dorong manual atau otomatis untuk
efisiensi penanganan makanan, pembuangan limbah, daur ulang dan
bahan – bahan kotor.

5) Jika memungkinkan, fungsi rawat jalan diletakkan di lantai dasar agar


dapat diakses langsung oleh pasien rawat jalan.

6) Mengelompokkan atau menggabungkan bidang fungsional dengan


kebutuhan sistem yang sama.

7) Menempatkan tata letak ruang yang optimal, seperti unit perawatan


intensif bedah diletakkan dekat ruang operasi. Tata letak ini harus
direncanakan secara terperinci agar dapat mempermudah pergerakan
pasien, staff dan perlengkapan.

2.1.2.2 Fleksibilitas dan Ekspandibilitas

Karena kebutuhan medis dan cara pengobatan terus berkembang, maka


rumah sakit harus:

1) Mengikuti konsep perencanaan tata ruang dan letak.

2) Menggunakan ukuran ruang yang umum sebanyak mungkin, dari pada


ruang – ruang yang spesifik.

3) Mudah diakses serta sistem mekanik dan listrik yang mudah


dimodifikasi.

4) Terbuka untuk perluasan atau perkembangan di masa mendatang


2.1.2.3 Kenyamanan

Perasaan takut dan tidak nyaman pasien dapat menghambat proses


penyembuhan. Berbagai upaya harus dilakukan untuk menciptakan
perasaan nyaman, tidak takut dan bebas stess di rumah sakit. Desain
interior memainkan peran utama dalam upaya menciptakan lingkungan
yang nyaman. Desain interior pada rumah sakit harus didasarkan pada
pemahaman yang komprehensif terhadap misi rumah sakit dan profil
pasien. Karakteristik profil pasien akan menentukan sejauh mana desain
interior harus menentukan warna dinding, material yang digunakan,
penempatan barang untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan cacat fisik
maupun mental. Beberapa aspek penting untuk menciptakan interior yang
nyaman adalah:

1) Menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan konsisten dengan


kebutuhan sanitasi dan kebutuhan fungsional lainnya.

2) Menggunakan tekstur dan warna – warna yang ceria dan bervariasi.


Dengan mengingat bahwa tidak semua warna dapat digunakan pada
ruang – ruang tertentu karena dapat menggangu staff dan pasien
khususnya pasien kejiwaan.

3) Memungkinkan masuknya cahaya alami yang cukup di manapun


berada dan menggunakan warna pencahayaan di ruangan yang
mendekati suasana siang hari.

4) Memberikan pemandangan luar dari tempat tidur pasien dan di


tempat lain sedapat mungkin. Foto mural pemandangan alam akan
sangat membantu di mana pemandangan luar tidak tersedia.

5) Merancang petunjuk arah ke setiap tampat. Pasien, pengunjung dan


staff harus mengetahui dimana mereka berada, kemana tujuan
mereka, bagaimana cara menuju kesana dan bagaimana cara
kembalinya. Rumah sakit harus memberi petunjuk agar pasien, staff
atau pengunjung dapat menemukan, mengidentifikasi dan
menggunakan ruang tanpa meminta bantuan. Gedung, elemen,
warna, terkstur dan pola semua harus memberikan isyarat serta karya
seni.

2.1.2.4 Kebersihan dan Sanitasi

Rumah sakit harus mudah dibersihkan dan dipelihara. Hal ini difasilitasi
oleh:

1) Tepat guna dan tahan lama untuk setiap tempat fungsional.

2) Hati – hati dalam merancang bingkai pintu, tempat kerja dan tempat
– tempat lain yang memungkinkan kotoran terperangkap dan sulit
dibersihkan.

3) Letak ruang kebersihan yang tepat dan memadai.

4) Menggunakan bahan khusus untuk tempat – tempat yang harus


selalu steril. Permukaan anti mikroba bisa dipertimbangkan untuk
tempat – tempat tertentu.

5) Menggabungkan proses operasional dan perawatan untuk menekan


kualitas lingkungan indoor.

2.1.2.5 Aksesibilitas

Semua daerah baik di dalam maupun di luar rumah sakit harus:

1) Memenuhi persyaratan untuk penderita cacat

2) Mudah digunakan oleh penderita cacat sementara maupun


permanen

3) Lantai cukup datar untuk mempermudah pergerakan dan koridor


cukup lebar untuk dilalui dua kursi roda dengan mudah,
4) Area pintu masuk dirancang untuk mengakomodasi pasien dengan
keterbatasan penglihatan.

2.1.2.6 Situasi Terkendali

Rumah sakit merupakan sistem yang kompleks yang membutuhkan


fungsi yang saling terkait dengan gerakan orang dan barang.

1) Pasien yang datang ke unit diagnostik dan pengobatan tidak harus


melewati unit rawat inap.

2) Rute untuk pasien rawat jalan harus sederhana dan jelas.

3) Pengunjung harus memiliki rute yang sederhana dan langsung ke


setiap unit perawatan pasien tanpa melewati bagian fungsional
lainnya.

4) Pisahkan pengunjung dan pasien dari bidang logistik maupun


kebersihan.

5) Rute sampah, daur ulang dan barang – barang kotor harus


dipisahkan dari rute pelayanan makanan dan barang – barang bersih
serta keduanya harus dipisakkan dari rute pasien maupun
pengunjung.

6) Pemindahan mayat dari dan ke ruang mayat harus tidak terlihat oleh
pasien dan pengunjung.

7) Lift khusus untuk pengiriman, makanan dan perawatan gedung.

2.1.2.7 Estetika

Estetika erat kaitannya dengan menciptakan lingkungan yang nyaman


(seperti rumah sendiri dan menarik). Hal ini penting untuk menciptakan
citra public rumah sakit dan dengan demikian merupakan alat
pemasaran yang penting. Lingkungan yang baik juga berkontribusi pada
kinerja karyawan dan perawatan pasien. Pertimbangan estetika
meliputi:

1) Penggunaan cahaya dan bahan alami,

2) Penggunaan karya seni,

3) Perhatian pada proporsi, skala warna, dan detail,

4) Ruang yang cerah dan terbuka,

5) Suasana yang nyaman seperti di rumah pada ruang pasien, ruang


konsultasi dan kantor,

6) Desain eksterior yang menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

2.1.2.8 Keamanan dan Keselamatan

Selain keselamatan umum semua bangunan, rumah sakit memiliki


kekhawatiran terhadap keamanan tertentu.

1) Perlindungan terhadap asset dan property rumah sakit termasuk


obat – obatan,

2) Perlindungan terhadap pasien dan staff,

3) Selamat dari kekerasan dan pasien yang tidak stabil,

4) Kerentanan terhadap penularan penyakit,

5) Kerentanan terhadap kerusakan dari teroris karena merupakan


gedung publik yang mempunyai peran penting dalam sistem
kesehatan masyarakat.

2.1.2.9 Berkelanjutan
Rumah sakit umum yang besar mempunyai dampak yang signifikan
terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat sekitar. Rumah
sakit menggunakan energi dan air yang besar dan menghasilkan limbah
dalam jumlah yang besar pula. Karena menjadi tuntutan kebutuhan
masyarakat, maka rumah sakit harus di desain berkelanjutan.

2.2 Prasarana Rumah Sakit


Prasarana adalah pendukung sarana yang terdiri dari peralatan dan jaringan. yang
membentuk suatu sistem yang saling terkait, untuk mendukung berfungsinya
layanan sarana rumah sakit
Prasarana meliputi antara lain:
1. Sistem Electrical.
2. Sistem Gas Medis
3. Sistem Komunikasi
4. Sistem Penangkal Petir, Fire Protection dan Hidrant.
5. Sistem Tata Udara.
6. Sistem Kelola Air Bersih dan Air Limbah
7. Sistem Informasi Manajemen RS
8. Sistem Tata Suara
9. Sistem Transportasi Gedung

2.3 Peralatan Rumah Sakit


Peralatan baik medis maupun non medis yang digunakan untuk operasional rumah
sakit baik untuk pelayanan langsung maupun tidak langsung pada pasien.

2.3.1 Peralatan medis


adalah instrumen, apparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat,
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada
manusia dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh. (UU
No.23 thn 1992 tentang Kesehatan pasal 1 ayat 11) :
 Alat radiologi
 Alat anestesi
 instrumen bedah
 Alat monitor pasien
 Alat laboratorium
 Dsb

2.3.2 Peralatan non medis


adalah instrument, mesin guna mendukung pelayanan kesehatan dan biasanya
tidak berfungsi untuk penyembuhan langsung kepada pasien, seperti :
 Peralatan-peralatan binatu
 Peralatan dapur
 Peralatan Sterilisator
 Peralatan Pendingin
 Peralatan Ingenerator
 Peralatan Kantor
 Peralatan Pengolahan Air

2.4 Pemeliharaan Sarana Prasarana Rumah Sakit

Maintenance berarti memelihara agar alat (equipment/physical assets)dapat


secara berkesinambungan melaksanakan fungsinya sesuai dengan keinginan pengguna
(users). Maintenance ini mencakup semua aktivitas yang diperlukan untuk menjaga agar
asset berada dalam “as-built condition” sehingga asset dapat member original productive
capacity secara berkelanjutan.

Reliability –Centered Maintenance dapat diartikan sebagai perawatan pendekatan


(maintenance approach) yang mengkombinasikan strategi perawatan reaktif, preventif,
prediktif dan proaktif untuk memaksimalkan fungsi dan umur dari peralatan/system dalam
kondisi yang diperlukan dengan cost minimal. RCM menciptakan kombinasi optimal dari
berbagai tipe perawatan dengan pendekatan statistic untuk mengambil suatu
tindakan/langkah tepat bagaimana merawat/memelihara suatu peralatan/system.

Pemeliharaan dapat diartikan sebagai perlakuan berkesinambungan untuk


menjaga dan mempertimbangkan agar peralatan tetap dapat berfungsi optimal sesuai
standart manual instruction book.

Pihak yang terkait dalam pemeliharaan :

1. Pengambil keputusan/Manajemen RS

2. Pengguna/pemakai utama/penunjang
3. Pengada/pemasok/penghasil

Tujuan Pemeliharaan :

1. Menjamin keselamatan pengguna

2. Menjamin kesiapan operasional alat setiap waktu

3. Memperpanjang usia layanan

Jenis pemeliharaan :

1. Pemeliharaan Preventif

2. Pemeliharaan Kuratif

Yaitu kegiatan perbaikan yang dilaksanakan setelah terjadinya penurunan unjuk kerja
fasilitas atau perbaikan yang telah diprogramkan karena akan terjadinya keausan atau
kerusakan suatu komponen dari peralatan yang dapat diperkirakan sebelumnya.

2.4.1 Preventif Maintenance

Preventif Maintenance (PM) adalah setiap aktivitas/kegiatan perawatan terprogram yang


dilakukan terhadap suatu fasilitas (assets) dengan tujuan untuk meningkatkan umur asset
tersebut. Preventif Maintenance yang baik akan terhindar dari aktivitas tak terprogram
(unplanned maintenance activity). PM harus senantiasa dilakukan agar asset tersebut
dapat beroperasi/berproduksi secara berkesinambungan. Dengan aktivitas ini, suatu asset
akan terhindar dari kerusakan fatal sehingga tidak perlu terjadi breakdown untuk periode
waktu tertentu. Adanya breakdown akan meningkatkan biaya operasi sehingga harga
produk menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif dalam pasar bebas saat ini. Ada
beberapa hal yang menjadi alasan mengapa PM perlu dilakukan yaitu :

a. Meningkatkan otomatisasi (increased automation),

b. Agar tepat waktu, tepat alat dan tepat material (just-in-time manufacturing),

c. Mengurangi keterlambatan produksi (production delays),

d. Mengurangi alat berlebihan (equipment redundancies),

e. Mengurangi persediaan spare-parts (insurance inventories),

f. Cell dependencies,

g. Meningkatkan umur alat (longer equipment life),

h. Meminimumkan konsumsi energy (minimize energy consumtion),

i. Meningkatkan kualitas produk (higher quality product),


j. Kebutuhan organisasi perawatan lebih baik (need for more organized).

Ada beberapa tipe preventive maintenance antara lain :

a. Routine maintenance

Routine maintenance seperti lubrication, cleaning dan inspections merupakan


tahap awal dari program maintenance. Langkah ini menangani problema
relative sederhana (kecil) dan kalu tidak ditangani secara rutin akan dapat
menyebabkan alat (equipment) menjadi rusak atal mal-function. Dengan
inspection akan dapat diketahui komponen-komponen apa saja yang sudah
mengalami gangguan (deterioration) sehingga perlu direparasi atau diganti
dengan spare-parts baru.

b.Proactive replacement

Komponen-komponen yang mengalami gangguan (deterioration) atau


komponen yang tidak berfungsi lagi perlu diganti sebelum terjadi kerusakan
fatal. Reparasi yang terjadwal/terprogram akan dapat mengurangi biaya tinggi
dari breakdown. Komponen-komponen yang perlu direparasi atau diganti
biasanya dapat diketahui melalui aktivitas inspeksi rutin. Perlu dicatat bahwa
penggantian yang dilakukan terutama pada komponen yang bahaya kerusakan.
Hanya komponen yang tidak berfungsi lagi atau komponen yang segera akan
rusak yang perlu diganti.

c. Schedule refurbishings

Hal ini secara umum ditemukan pada perusahaan utility, countinous process-
type industries atau pada cyclic facilities. Selama shutdown/outage semua
komponen yang tidak berfungsi perlu diubah. Equipment atau fasilitas diset
pada kondisi kerja relative tanpa gangguan sampai shutdown berikutnya.
Langkah ini dikontrol dengan software, sehingga perusahaan memiliki waktu
untuk start atau melanjutkan operasinya.

d.Predictive maintenance

Merupakan langkah lebih awal dari inspeksi rutin. Dengan perkembangan


teknologi, inspeksi dapat dilakukan dengan alat tertentu untuk mengetahui
detail kondisi sebenarnya (virtual) dari setiap komponen dari suatu equipment.
Alat tersebut dapat berupa :

1/. Vibration analysis,


2/. Spectographic oil analysis,

3/. Infrared scanning.

e.Condition-based maintenance

Merupakan salah satu langkah lebih jauh dari predictive maintenance dengan
melakukan inspeksi tepat waktu (real-time). Hal ini dapat dilakukan
berdasarkan sinyal yang diperoleh dari sensor yang terpasang pada equipment
dan selanjutnya sinyal ini diolah dalam komputer. Berdasarkan data olahan
komputer ini, maka maintenance dapat dischedule bila diperlukan. Langkah ini
akan mengeliminir kesalahan yang mungkin dilakukan oleh teknisi dalam hal
pembacaan atau pencatatan data.

f. Reliability engineering

Merupakan langkah akhir dalam preventive maintenance. Reliability berfokus


pada pengoptimalan program preventive dan predictive maintenance untuk
meningkatkan efisiensi equipment dan meminimumkan biaya perawatan. Bila
masih ada masalah (perawatan belum optimal dan efisien), maka “total
maintenance plan” perlu dikaji ulang untuk melihat adanya hal-hal yang
dihilangkan atau mungkin diabaikan. Dalam hal ini dimungkinkan juga adanya
modifikasi terhadap equipment untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

Program preventive maintenance yang baik akan mengkombinasikan semua tipe preventif
maintenance diatas dengan penekanan berbeda antara satu industri dengan industry
lainnya atau antara satu fasilitas dengan fasilitas lainnya. Tipe perawatan ini harus
dilakukan dengan cara tahap demi tahap sehingga diperoleh program preventive
maintenance komprehensif.
PEMELIHARAAN

Pemeliharaan Pemeliharaan
Preventif Kuratif

Pemeliharaan Pemeliharaan
terencana tidak terencana
(running (shutdown)
Pemeliharaan Pemeliharaan waktu /shutdown)
waktu operational tak operational
(running (shutdown
maintenance) maintenance)
Perbaikan thd
kerusakan alat yg
mendadak/tidak
Inspection : lihat, Pemeliharaan terduga
rasakan, berkala :
dengarkan, Pembersihan, Perbaikan thd
tanpa/dengan alat pelumasan, kerusakan alat
ukur & tulis dlm penyetelan, yg terencana
checklist pengencangan,
penggantian suku
cadang Overhoul
pemeliharaan
Pemeliharaan
berkala :
Pembersihan,
pelumasan,
penyetelan,
pengencangan
SIKLUS PEMELIHARAAN FASILITAS RUMAH SAKIT

III. PERMENKES NO. 1184/MENKES/PER/IV/2004 Tentang Pengamanan Alat Kesehatan


dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
Isi Permenkes No. 1184/Menkes/Per/IV/2004 Tentang Pengamanan Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, terdiri dari :

Bab I : Ketentuan Umum

Sertifikat produksi adalah sertifikat yang diberikan oleh Menteri Kesehatan


kepada pabrik yang telah mengikuti pedoman cara pembuatan yang baik untuk
memproduksi Alat kesehatan dan atau perbekalan Kesehatan Rumah tangga.

Bab II : Persyaratan Mutu Manfaat dan Keamanan

Bab III : Produksi : Sertifikat / Izin Produksi

Bab IV : Peredaran : Izin edar, Export-Import

Bab V : Informasi : Penandaan / Iklan

Bab VI : Pemeliharaan Mutu : Pemeliharaan dan Kalibrasi secara periodik

Bab VII : Penarikan kembali

Bab VIII : Pemusnahan

Bab IX : Pemberdayaan Masyarakat

Bab X : Pembinaan

Bab XI : Pengawasan

Bab XII : Sangsi

Bab XIII : Ketentuan Peralihan

Bab XIV : Ketentuan Penutup

Pengamanan adalah upaya untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang


disebabkan oleh penggunaan yang tidak tepat, dan atau yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, manfaat, dan keamanan.

Alat kesehatan adalah instrumen, mesin, alat untuk ditanamkan, reagens/produk


diagnostik invitro atau barang lain yang sejenis atau yang terkait termasuk komponen,
bagian dan perlengkapannya yang;

 Disebut dalam Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia dan


Formularium Nasional atau suplemennya dan atau;

 Digunakan untuk mendiagnosa penyakit, menyembuhkan, merawat, memulihkan,


meringankan atau mencegah penyakit pada manusia dan atau

 dimaksudkan untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh manusia dan atau

 dimaksud untuk menopang atau menunjang hidup atau mati


 Dimaksud untuk mencegah kehamilan dan atau

 Dimaksud untuk pensucihamaan alat kesehatan dan atau

 Dimaksudkan untuk mendiagnosa kondisi bukan penyakit yang dalam mencapai


tujuan utamanya

 Memberi informasi untuk maksud medis dengan cara pengujian invitro terhadap
spesimen yang dikeluarkan dan tubuh manusia

Perbekalan kesehatan rumah tangga adalah alat, bahan, atau campuran untuk
pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, hewan peliharaan, rumah tangga
dan tempat-tempat umum.

Alat kesehatan dan atau perbekalan kesehatan rumah tangga yang mendapat izin
edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Keamanan Alat Kesehatan :

2) Untuk alat kesehatan

Kemanfaatan dan keamanan dibuktikan dengan melakukan uji klinis atau


bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan.

3) Untuk perbekalan kesehatan rumah tangga

Keamanan, yaitu tidak menggunakan bahan yang dilarang dan tidak


melebihi batas kadar yang telah ditentukan.

b. Mutu

Mutu dinilai dari cara pembuatan yang baik dan hanya menggunakan bahan
dengan spesifikasi yang sesuai untuk alat kesehatan dan atau pembekalan
kesehatan rumah tangga.

c. Penandaan

1) Untuk alat kesehatan :

Penandaan berisi informasi yang cukup, yang dapat mencegah terjadinya


salah pengertian atau salah penggunaan.

2) Untuk perbekalan kesehatan rumah tangga :

Penandaan berisi informasi yang cukup, yang dapat mencegah terjadinya


salah pengertian atau salah penggunaan, termasuk tanda peringatan dan
cara penanggulangannya apabila terjadi kecelakaan.
IV. PERMENKES NO. 363/MENKES/PER/IV/1998 TENTANG PENGUJIAN DAN KALIBRASI
ALAT KESEHATAN

Peningkatkan mutu pelayanan kesehatan diperlukan supaya tersedianya alat


kesehatan yang berkualitas, yaitu alat kesehatan yang tejamin ketelitian, ketepatan dan
keamanan penggunaannya. Agar alat kesehatan dimaksud berkualitas maka perlu
dilakukan pengujian dan kalibrasi. Berdasarkan SK Menkes No. 282/MENKES/SK/IV/1992
tentang Organisasi dan Tatakerja Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan, telah terbentuk 2
(dua) Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) yaitu BPFK Jakarta untuk melayani
pengujian dan kalibrasi alat kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan wilayah Indonesia
bagian Barat dan BPFK Surabaya untuk Indonesia bagian Timur. BPFK sebagai unit
pelaksana teknis pada Direktorat Jenderal Pelayanan Medik yang memiliki tugas dan fingsi
untuk menyelenggarakan Pengujian dan Kalibrasi alat kesehatan adalah merupakan
Institusi Penguji yang diselenggarakan oleh Pemerintah.
Berdasarkan Permenkes No.363/MENKES/PER/IV/1998 tanggal 8 April 1998,
tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan, setiap alat kesehatan yang dipergunakan
sarana pelayanan kesehatan wajib dilakukan pengujian dan kalibrasi oleh Institusi Penguji,
untuk menjamin ketelitian dan ketepatan serta keamanan penggunaan alat kesehatan.
Akurasi suatu instrumen tidak dengan sendirinya timbul dari rancangan yang baik.
Rancangan suatu instrumen merupakan hasil kompromi antara kinerja, stabilitas,
keandalan dan biaya serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Akurasi dapat
diperoleh hanya dari kegiatan kalibrasi yang benar, sedangkan stabilitas dan keandalan
dapat diketahui dari pengujian, atas dasar inilah perlunya dilakukan pengujian dan kalibrasi
terhadap instrumen secara teratur.
Pengujian adalah kegiatan untuk menentukan satu atau lebih karakteristik dari
suatu bahan atau instrumen, sehingga dapat dipastikan kesesuaian antara karakteristik
dengan spesifikasinya.
Kalibrasi bertujuan untuk memastikan hubungan antara :
 Nilai-nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem pengukuran, atau
 Nilai-nilai yang diabadikan pada suatu bahan ukur, dengan nilai sebenarnya dari
besaran yang diukur.
Nilai sebenarnva adalah konsep ideal yang tidak dapat diketahui dengan pasti. Dalam
prakteknya nilai ini diganti oleh suatu nilai yang diabadikan pada suatu standar, kemudian
secara internasional dinyatakan sebagai nilai yang benar (kebenaran konvensional). Dengan
demikian kalibrasi dapat didefinisikan sebagai :
Suatu kegiatan untuk menentukan kebenaran konvensional penunjukan instrument ukur
dan bahan ukur, dengan cara membandingkan terhadap standar ukurnya yang tertelusur
(traceable) ke standar Nasional dan/atau Internasional.
Dengan demikian dapat disimpulkan juga bahwa pengujian dan kalibrasi bertujuan untuk :
 Memastikan kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan ukur atau
instrumen.
 Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu instrument ukur
atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur.
 Menjamin hasil-hasil penskuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional.
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengujian dan kalibrasi adalah kondisi
instrumen ukur dan bahan ukur tetap terjaga sesuai dengan spesifikasinya.

IV.1 Batasan dan Pengertian


1) Alat Kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin, implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
2) Alat Ukur adalah semua peralatan yang digunakan untuk mengukur, memeriksa
atau memeriksa cuplikan untuk menentukan keberlakuan standar yang mampu
menampilkan objek besaran, dipergunakan untuk mengetahui kebenaran dari
bahan ukur. Alat ukur yang dipergunakn dalam pelaksanaan pengujian atau
kalibrasi alat kesehatan, berupa alat ukur besaran dasar maupun alat ukur besaran
turunan.
3) Besaran Standar adalah alat atau bahan yang memiliki besaran tertentu dan
nilainya diketahui, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pembanding
terhadap besaran sejenis yang diukur pada objek ukur. Besaran standar yang
dipergunakan dalam pelaksanaan pengujian atau kalibrasi alat kesehatan berupa
besaran dasar maupun besaran turunan.
4) Institusi Penguji adalah sarana kesehatan atau sarana lainnya yang mempunyai
tugas dan fungsi untuk melakukan pengujian dan kalibrasi alat kesehatan.
5) Institusi Pengujian Rujukan adalah institusi pengujian yang mempunyai tugas dan
fungsi untuk melakukan dan kalibrasi, alat ukur dan besaran standar serta
pengujian atau kalibrasi alat kesehatan.
6) Kalibrasi adalah kegiatan peneraan untuk menentukan kebenaran nilai penunjukan
alat ukur dan/atau bahan ukur.
7) Kemampuan Telusur adalah kemampuan untuk menghubungkan hasil alat-alat
ukur tertentu dengan hasil pengukuran pada standar nasional atau secara nasional
diterima sebagai system pengukuran melalui suatu mata rantai tertentu.
8) Ketelitian (precision) adalah kemampuan proses pengukuran untuk menunjukkan
hasil yang sama dan pengukuran dilakukan secara berulang-ulang.
9) Laboratorium Kalibrasi adalah unit kerja yang melaksanakan kegiatan teknis
kalibrasi alat kesehatan pada institusi pengujian alat kesehatan.
10) Lulus Kalibrasi adalah kondisi besaran pada alat kesehatan sesuai dengan besaran
sebenarnya dan laik dipergunakan dalam pelayanan kesehatan.
11) Lulus Uji adalah kondisi alat kesehatan yang memenuhi spesifikasi dan laik
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan.
12) Pengujian adalah keseluruhan tindakan yang meliputi pemeriksaan fisik dan
pengukuran untuk membandingkan alat ukur dengan standar untuk satuan ukuran
yang sesuai guna menetapkan sifat ukurnya (sifat metrologik) atau menentukan
besaran atau kesalahan pengukuran.
13) Pengukuran adalah kegiatan atau proses mengaitkan angka secara empiric dan
obyektif pada sifat-sifat obyek atau kejadian nyata sedemikian rupa, sehingga
angka tadi dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai obyek atau kejadian
tersebut.
14) Sarana Pelayanan Kesehatan adalah institusi yang melaksanakan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat baik dasar, penunjang maupun rujukan.
15) Sertifikat Kalibrasi adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi penguji
terhadap lat yang lulus kalibrasi.
16) Sertifikat Pengujian adalah sertifikat yang dikeluarkan oelh institusi penguji
terhadap alat yang lulus uji.
17) Standar Internasonal adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh institusi penguji
terhadap alat yang lulus uji.
18) Standar Internasional adalah suatu standar yang ditetapkan oelh peraturan
pemerintah sebagai dasar untuk menetapkan harga atau besaran dalam suatu
Negara untuk semua standar lain dari besaran yang ada.
19) Tanda Laik Pakai adalah tanda yang ditempelkan pada :
- Alat kesehatan untuk menyatakan lulus uji atau lulus kalibrasi
- Alat ukur atau besaran standar untuk menyatakan lulus kalibrasi
20) Tanda tidak laik pakai adalah tanda yang ditempelkan pada :
- Alat kesehatan untuk menyatakan tidak lulus uji atau tidak lulus kalibrasi
- Alat ukur atau besaran standar untuk menyatakan tidak lulus kalibrasi

IV.2 Pengujian Alat Kesehatan


Sebagaimana ditetapkan pada Permenkes No. 363/Menkes/Per/IV/1998 alat
kesehatan yang dipergunakan di sarana pelayanan kesehatan wajib diuji atau dikalibrasi
secara berkala, sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun. Pengujian atau kalibrasi
wajib dilakukan terhadap alat kesehatan dengan kriteria :
a. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi.
b. Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.
c. Diketahui penunjukannya atau keluarannya atau kinerjanya (perlormance) atau
keamanannya (savety) tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda masih
berlaku.
d. Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
e. Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan tanda
masih berlaku.

Atau jika tanda laik pakai pada alat kesehatan tersebut hilang atau rusak, sehingga tidak
dapat memberikan informasi yang sebenamya.
Tingkat teknologi, beban kerja dan umur sangat mempengaruhi kinerja alat kesehatan, baik
untuk akurasi, ketelitian maupun keamanannya. Oleh karena itu selang waktu pengujian
atau kalibrasi ulang peralatan kesehatan, dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan juga bahwa pengujian dan kalibrasi bertujuan untuk :
 Memastikan kesesuaian karakteristik terhadap spesifikasi dari suatu bahan ukur
atau instrumen.
 Menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai penunjukan suatu instrument
ukur atau deviasi dimensi nominal yang seharusnya untuk suatu bahan ukur.
 Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar Nasional maupun
Internasional.
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengujian dan kalibrasi adalah kondisi
instrumen ukur dan bahan ukur tetap terjaga sesuai dengan spesifikasinya.
Alat kesehatan dinyatakan lulus pengujian atau kalibrasi apabila :
a. Penyimpangan hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai yang diabadikan pada
alat kesehatan tersebut, tidak melebihi penyimpangan yang diijinkan
b. Nilai hasil pengukuran keselamatan kerja, berada dalam nilai ambang batas yang
diijinkan.
Tabel penyimpangan yang diijinkan dan nilai ambang batas keselamatan kerja untuk 20
(dua puluh) alat kesehatan, terdapat pada lampiran 1. Pengujian dan kalibrasi alat
kesehatan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga profesional, menggunakan alat ukur dan
besaran standar yang terkalibrasi.

4.2.1 Pengujian Alat Kesehatan


Pengujian alat kesehatan adalah merupakan keseluruhan tindakan meliputi
pemeriksaan fisik dan pengukuran untuk menentukan karakteristik alat kesehatan,
sehingga dapat dipastikan kesesuaian alat kesehatan terhadap keselamatan kerja dan
spesifikasinya.
Dengan pelaksanaan kegiatan pengujian, dapat dijamin peralatan kesehatan bersangkutan
aman dan laik pakai dalam pelayanan kesehatan. Kegiatan pengujian dilakukan terhadap
alat kesehatan yang tidak memiliki standar besaran yang terbaca, berarti tidak terdapat
nilai yang diabadikan pada alat kesehatan bersangkutan, sehingga pengujian dilaksanakan
mengacu pada :
 nilai standar yang ditetapkan secara nasional maupun internasional, misalnya :
arus bocor, fiekuensi kerja dan paparan radiasi
 fungsi alat dalam pelayanan kesehatan, misalnya : kuat cahaya, daya hisap,
sterilitas, putaran, energi dan temperatur
Pengujian alat kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut:
 Pengukuran kondisi lingkungan
 Pemeriksaan kondisi fisik dan fungsi komponen alat.
 Pengukuran keselamatan kerja.
 Pengukuran kinerja.
4.2.2 Kalibrasi Alat Kesehatan
Kalibrasi alat kesehatan bertujuan untuk menjaga kondisi alat kesehatan agar tetap
sesuai dengan standar besaran pada spesifikasinya. Dengan pelaksanaan kegiatan kalibrasi
maka akurasi, ketelitian dan keamanan alat kesehatan dapat dijamin sesuai dengan
besaran-besaran yang tertera/diabadikan pada alat kesehatan bersangkutan.
Standar besaran yang dapat dibaca pada alat kesehatan mungkin berupa pemilih
(selector) atau metering, merupakan nilai yang diabadikan pada alat kesehatan
bersangkutan. Sehingga pelaksanaan kalibrasi dapat dilakukan dengan membandingkan
nilai terukur dengan nilai yang diabadikan pada alat kesehatan, misalnya : Tegangan
(voltage), Arus listrik (electric current), Waktu, Energi dan Suhu
Kalibrasi alat kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :
 Pengukuran kondisi lingkungan
 Pemeriksaan kondisi fisik dan hngsi komponen alat.
 Pengukuran keselamatan kerja.
 Pengukuran kinerja sebelum dan setelah penyetelan atau pemberian factor
kalibrasi sehingga nilai terukur sesuai dengan nilai yang diabadikan pada bahan
ukur.

4.2.3 Alat Kesehatan Wajib Uji atau Kalibrasi.


Berkaitan dengan kegiatan pengujian atau kalibrasi, secara teknis peralatan
kesehatan dapat dibedakan ke dalam alat kesehatan yang memiliki acuan besaran dan alat
kesehatan yang tidak memiliki acuan besaran. Acuan besaran dapat dipergunakan sebagai
pembanding terhadap nilai terukur. Terhadap alat kesehatan yang memiliki acuan besaran
dilakukan kalibrasi, contoh: ECG, cardiotocograph, electroencephalograph, X -Ray.
Sedangkan terhadap alat kesehatan yang tidak memiliki acuan besaran dilakukan
pengujian, karena tidak memiliki nilai pembanding, contoh: dental unit, ESU, alat hisap
medik. Permenkes No. 363/Per/IV/1998 telah menetapkan sebanyak 125 alat kesehatan
wajib diuji atau kalibrasi, seperti yang terdapat pada daftar alat kesehatan wajib uji atau
kalibrasi pada lampiran 2.

V. KALIBRASI ALAT UKUR DAN BESARAN STANDAR


Untuk menjamin kebenaran, keakuratan dan keamanan pengujian atau kalibrasi
alat kesehatan, maka alat ukur dan besaran standar yang dipergunakan untuk pengujian
dan kalibrasi alat kesehatan wajib dikalibrasi secara berkala oleh Institusi Penguji Rujukan.

Contoh alat ukur dan besaran standar : leakage current meter, RPM meter,
diathermy analyzer, frequency counter, ECG simulator, defibrillator analyzer, electrosurgery
analyzer, conductivity meter, flow meter, volume meter, pH meter standar, biometer, sound
level meter.

V.1 Kalibrasi Alat Ukur

Kalibrasi alat ukur adalah kegiatan untuk menjaga kondisi alat ukur agar hasil
pengukuran sesuai dengan nilai sebenarnya dari bahan ukur. Dengan pelaksanaan kegiatan
kalibrasi maka akurasi dan ketelitian alat ukur dapat dijamin. Alat ukur yang dipergunakan
dalam pengujian dan kalibrasi alat kesehatan adalah alat ukur besaran dasar maupun alat
ukur besaran turunan. Kedua jenis alat ukur tersebut dikalibrasi dengan melakukan metode
pengukuran langsung atau metode pengukuran paralel.

5.1.1 Metode Pengukuran Langsung.


Alat ukur yang akan dikalibrasi dipergunakan untuk mengukur suatu bahan ukur
yang nilai sebenarnya telah diketahui. Kondisi atau ketelitian serta kecermatan
alat ukur yang dikalibrasi, dapat diketahui dengan membandingkan nilai
sebenarnya dan bahan ukur dengan nilai terbaca pada alat ukur.
Jika terdapat perbedaan antara nilai sebenarnya dari bahan ukur dengan nilai
terukur, maka dilakukan penyetelan pada alat ukur bila memungkinkan. Setelah
penyetelan, dilakukan pengukuran ulang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali pada
masing-masing skalaparameter, sehingga diperoleh kondisi stabil pengukuran.

5.1.2 Metode Pengukuran Paralel.


Alat ukur yang telah diketahui ketelitian serta kecermatannya (terkalibrasi)
disebut alat ukur reference, dipergunakan parallel (bersamaan) dengan alat ukur
yang akan dikalibrasi untuk mengukur suatu bahan ukur. Kondisi alat ukur yang
dikalibrasi dapat diketahui dengan membandingkan hasil pengukurannya dengan
alat ukur reference. Jika terdapat perbedaan antara alat ukur reference dengan
nilai terbaca pada alat ukur yang dikalibrasi, maka dilakukan penyetelan pada
alat ukur yang dikalibrasi bila memungkinkan. Setelah penyetelan dilakukan
pengukuran ulang sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali pada masing-masing
skala/parameter, sehingga diperoleh kondisi stabil pengukuran.
5.2 Kalibrasi Besaran Standar
Kalibrasi besaran standar hanya dapat dilakukan dengan metode pengukuran
langsung. Nilai sebenarnya dari besaran standar, diukur secara langsung menggunakan alat
ukur yang telah diketahui ketelitian serta kecermatannya (terkalibrasi). Jika nilai terukur
berbeda dengan nilai yang diabadikan pada besaran standar, dilakukan penyetelan jika
memungkinkan. Setelah penyetelan dilakukan pengukuran ulang sekurang-kurangnya 3
(tiga) kali pada masing-masing skalaparameter, sehingga diperoleh kondisi stabil
pengukuran. Faktor Kalibrasi dapat diberikan jika penyimpangan nilai terukur, berada
dalam rentang nilai yang diijinkan.
Sertifikat dan Tanda Alat kesehatan, Alat Ukur maupun Besaran Standar yang lulus
kalibrasi akan mendapatkan Sertifikat Kalibrasi serta Tanda Laik Pakai, demikian juga Alat
Kesehatan yang lulus uji akan akan mendapatkan Sertifikat Pengujian dan tanda Laik Pakai.
Alat kesehatan, Alat Ukur dan Besaran Standar yang tidak lulus kalibrasi serta Alat
Kesehatan yang tidak lulus uji akan mendapatkan Tanda Tidak Laik Pakai. Sertifikat
Pengujian dan Sertifikat Kalibrasi serta Tanda Laik Pakai dan Tanda Tidak Laik Pakai alat
kesehatan dikeluarkan oleh Institusi Penguji dan Institusi Penguji Rujukan. Sedangkan
Sertifikat Pengujian dan Sertifikat Kalibrasi dan Tanda Laik dan Tidak Laik Pakai alat ukur
serta besaran standar dikeluarkan oleh Institusi Penguji Rujukan.

a. Sertifikat.
Sertifikat Pengujian atau Sertifikat Kalibrasi dapat memberikan perlindungan
hukum kepada sarana pelayanan kesehatan dalam penggunaan alat kesehatan
bersangkutan. Format masing-masing Sertifikat Pengujian maupun Sertifikat Kalibrasi
sekurang-kurangnya harus memuat informasi tentang :
- Nama Institusi Penguji, Alamat dan Nomor Ijin dari Menkes
- Nama Alat Kesehatan
- Merk, Mode Type dan Nomor Seri Alat Kesehatan
- Nama Sarana Pelayanan Kesehatan
- Identitas Sarana Pelayanan Kesehatan
- Alamat Sarana Pelayanan Kesehatan
- Tanggal Pelaksanaan Pengujian atau Kalibrasi
- Masa berlaku Sertifikat
- Tingkat ketelitian alat kesehatan
- Metode pengujian atau kalibrasi yang dipergunakan
- Penanggung jawab Pengujian atau Kalibrasi

b. Tanda.
Tanda Laik Pakai akan memberikan rasa aman kepada pengguna jasa pelayanan
kesehatan. Agar masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat mengetahui
dengan jelas tentang kinerja dan keamanan (safety) alat kesehatan, maka pada setiap alat
kesehatan akan ditempelkan tanda laik pakai atau tanda tidak
laik pakai, sesuai dengan hasil pengujian atau kalibrasi alat kesehatan tersebut.
Penempelan tanda perlu memperhatikan hal sebagai berikut :
 Tanda Laik Pakai atau Tidak Laik Pakai dipasang dan ditempelkan oleh petugas
pengujian atau kalibrasi segera setelah pelaksanaan pengujian atau kalibrasi
selesai dilaksanakan.
 Petugas pengujian atau kalibrasi menuliskan tanggal pelaksanaan, masa berlaku
dan paraf pada Tanda Laik Pakai dan tanggal pelaksanaan serta paraf pada Tanda
Tidak laik Pakai.
 Tanda Laik Pakai atau Tidak Laik Pakai dibuat oleh Institusi Penguji, dibuat dari
bahan yang perekatnya tidak mudah lepas

5.2.1 Tanda Laik Pakai


Tanda Laik Pakai alat kesehatan berwarna dasar hijau dengan tulisan hitam, ukuran tanda
disesuaikan dengan besar kecilnya alat kesehatan yang akan ditempel tanda tersebut.
Penggunaan tanda dibedakan antara alat kesehatan yang menggunakan
radiasi dan yang tidak menggunakan radiasi.
 Tanda Laik Pakai Alat Kesehatan Radiasi, dilengkapi dengan symbol radiasi
dengan warna dasar kuning dan simbol berwarna merah dengan pernyataan "
DINYATAKAN AMAN BAGI PEKERJA, PENDERITA DAN LINGKUNGAN ".
 Tanda Laik Pakai Alat Kesehatan non Radiasi, dilengkapi pernyataan "
DINYATAKAN AMAN UNTUK PELAYANAN "
 Tanda Laik Pakai, sekurang-hurangnya hams memuat informasi tentang :
- Nama dan Lambang Lnstitusi Penguji
- Nama alat kesehatan
- Merk, Model / Type dan Nomor Seri alat kesehatan
- Tanggal Pelaksanaan Pengujian atau Kalibrasi
- Nomor SertifiKat Pengujian atau Kalibrasi
- Pernyataan Laik Pakai dan jangka waktu berlaku Tanda Pengujian atau
Kalibrasi
- Nomor / Nama Ruangan tempat alat kesehatan dipergunakan

5.2.2 Tanda Tidak Laik Pakai


Tanda Tidak Laik Pakai alat kesehatan berwarna dasar merah dengan tulisan hitam,
besarnya tanda disesuaikan dengan besar kecilnya alat kesehatan yang akan ditempel
tanda tersebut.
Penggunaan tanda dibedakan antara alat kesehatan yang menggunakan radiasi dan yang
tidak menggunakan radiasi.
 Tanda Tidak Laik Pakai Alat Kesehatan Radiasi, dilengkapi dengan simbol radiasi
dengan warna dasar kuning dan simbol berwarna merah dengan pernyataan "
DINYATAKAN TIDAK AMAN BAGI PEKERJA, PENDERITA DAN LINGKUNGAN ".
 Tanda Tidak Laik Pakai Alat Kesehatan non Radiasi, dilengkapi pernyataan "
DINYATAKAN TIDAK AMAN IJNTUK PELAYANAN "
 Tanda Tidak Laik Pakai, sekurang-kurangnya harus memuat informasi tentang :
- Nama dan Lambang Institusi Penguji
- Nama alat kesehatan
- Tanggal Pelaksanaan Pengujian atau Kalibrasi dan Pernyataan Tidak Laik Pakai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, Permenkes No. 363/Menkes/Per/IV/1998 Pedoman
Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan, 1998.

2. Departemen Kesehatan RI, Permenkes No. 1184/Menkes/Per/IV/2004 Pedoman


Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, 2004.

3. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pemeliharaan Bangunan Rumah


Sakit, 1995.

4. Undang-Undang R.I No. 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit

5. UU No. 28 /2002, persyaratan umum bangunan gedung

6. Standar Umum Sarana Prasarana Bangunan Gedung


Menurut KEPMEN PU 441/KPTS/1998

7. Carr, R. F. (2008, October 17). Hospital. Retrieved February 27, 2009, from
WBDG Health Care Facilities: http://www.wbdg.org/design/hospital.php
LAMPIRAN 1
Sumber : Permenkes No. 363/Menkes/Per/IV/1998
LAMPIRAN 2

Anda mungkin juga menyukai