CEETA'S WEBLOG
Berbagi apa yang ingin kubagi
makalah deterjen
PENDAHULUAN
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa,
sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Proses ini
banyak dilakukan atau dikenakan terhadap senyawa-senyawa organic. Jadi proses sulfatasi hampir
sama dengan proses sulfonasi hanya beda pada gugus yang dimasukkan,kedua proses tersebut
dapat terjadi bersama-sama untuk suatu kondisi tertentu,tergantung senyawa yang diproses.
Umumnya proses ini dikenakan terhadap gliserida-gliserida asam lemak jenuh atau tidak
jenuh yang mengandung gugus OH karena hasilnya lebih mahal atau bermanfaat.Penggunaan
hasil-hasil proses sulfatasi dan sulfonasi antara lain:
Sebagai bahan pencuci yang berfungsi sebagai pemerataan kebasaan dari serat sebelum siberi
warna.
Sebagai bahan setengah jadi/antara untuk bahan yang akan mengalami proses selanjutnya.
Sebagai katalisator pada reaksi-reaksi kimia bahan organic.
Macam-macam gugus dan proses dalam reaksi:
Gugus
Proses
-SO3H
Sulfonasi
-OSO3H
Sulfatasi
-SO2Cl
Sulfo klorinasi
-SO2R
Sulfo alkilasi
-C-SO3H
Sulfanatasi
-N-SO3H
Sulfamatasi
Senyawa-senyawa yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses sulfonasi ataupun sulfatasi
antara lain:
Senyawa-senyawa yang dapat dikenakan proses sulfatasi atau sulfonasi antara lain hidro karbon
ikatan tidak jenuh, pulp terutama ligninnya, minyak tumbuh-tumbuhan atau hewani terutama
minyak ikan. Contoh reaksi sulfatasi dan sulfonasi antara lain:
OSO3H OH
Bahan Dasar Alkohol
OH OH OSO3H
OSO3H
+ HOSO3H à + H2O
SO3H
CH3
SO3H
+ 2HOSO3H à + 2H2O
CH3
Dari ke-4 contoh tersebut secara termodinamika dapat dituliskan sebagai berikut:
panas yang timbul dari reaksi akan menaikkan temperatur dan timbulnya H2O akan menimbulkan
pengenceran asam sulfat yang dipakai ,yang harus ditanggulangi agar reaksi tetap
berjalan.Pencegahan naiknya temperatur dilakukan pendingingan, sedang pencegahan
pengenceran dilakukan penguapan pada temperatur relative rendah.
Jika ditinjau dari segi kinetika didasarkan pada suatu persamaan yang menghubungkan antara
kecepatan reaksi ( r ) dengan besaran-besaran yang mempengaruhinya,persamaannya bias ditulis
sebagai berikut:
r =k [RH] [SO3]
dimana:
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dengan memperbesar konsentrasi masing-masing
reaktan akan diperoleh harga r yang besar,namun kemungkinan akan terjadinya hasil samping,
maka usaha yang dimungkinkan justru menaikkan harga k secara kinetic. Arrenius memberikan
persamaan:
E= tenaga aktivitas
T= temperature (oK)
Dari persamaan Arrenius diatas ada 2 peubah yang mungkin dapat diperbaiki yaitu A dan T.
Harga A
Untuk memperbesar harga k dilakukan pengadukan/menambahkan pelarut. Pengadukan bisa
dilakukan dengan pengaduk listrik.
Harga T
Pada umumnya proses sulfatasi adalah eksotermis sehingga justru harus didinginkan, agar
panas tidak naik mendadak , penambahan asam sulfat sedikit demi sedikit sehingga memberi
kesempatan panas terambil oleh pendingin (missal:air).
Harga E
Tenaga aktivasi menunjukkan keadaan puncak, dimana reaktan yang ada dalam campuran
mampu bereaksi. Untuk mempercepat reaktan memcapai keadaan puncak umumnya ditambahkan
katalisator, missal: Hg yang banyak dipakai pada sulfatasi, peridium, atau toluene. Disamping
sebagai pemercepat, katalisator juga sebagai pengarah (menekan reaksi samping) untuk RH yang
aktif tidak diperlukan katalisator karena mahal, kereaktifan RH tergantung pada substituent yang
terikat dalam RH, semakin banyak semakin tidak reaktif.
Hasil proses sulfatasi/sulfonasi tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau
dipasarkan, agar memenuhi standar kebutuhan maka harus dilakukan pengolahan seperti
pemisahan dan pemurnian dengan operasi sebagai berikut:
Pengepakan/ pengemasan
Karena hasilnya cairan kental maksud pengepakan adalah memasukkan dalam drum, tangki/botol-
botol yang siap dijual.
Salah satu pemanfaatan proses sulfonasi di dalam industri dapat ditemui dalam industri
pembuatan deterjen.
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II
dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada saat ini ada
lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa
disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933
deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih
efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun
menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS)
yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak
menghasilkan limbah busa.
Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat
Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.
Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran
yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak
larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka
air (hidrofobik), akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul
surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik), bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran
dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya
warna kain akan dapat dipertahankan.
Deterjen Cair
Deterjen Krim
Deterjen Bubuk
1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai tambahan selain
adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat
mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari
ammonia.
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena deterjen jenis ini
tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang
terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan
ionic detergents.
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam proses
pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa
nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar
beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP-
30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari
bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran
bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan
pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan
pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk
bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini
dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat
mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah
STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat
menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air
bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan
oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun
demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan
ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian,
keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk
serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut
“antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya
merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku
wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai
lebih dan berdaya saing tinggi.
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal
keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara kualitas deterjen
bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam
penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat
jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml).
Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum
dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat,
seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk menggunakan
jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya
yang lebih mahal dari jenis parfum umum.
Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet,
deep water, alpine, dan spring flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan
tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam
formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
BAB II
PEMBUATAN DETERJEN
Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :
Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan
satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau
fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan
deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24)
dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel Craft. Detergen
alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang
buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.
Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160°C sampai 175°C dengan
tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan
nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat
terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat
molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat
molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk
cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen).
Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk
menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3
mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena
untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil
aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium
hidroksida.
Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau
cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi
dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol. Reaksinya :
Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat larut dalam air.
Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi
:
a. Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik
dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil yang diperoleh
dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial.
b. Amina oksida
Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat
kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul
surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi
kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang
berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali
menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak–air dan detergen
sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan
diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen
sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).
II.3. Jenis Surfaktan dan Builders
Secara umum surfaktan di bedakan menjadi 4 macam berdasarkan sifat ioniknya, yaitu:
a. Surfaktan anionik
Surfaktan ini bila terionisasi dalam air/larutan membentuk ion negatif. Surfaktan ini banyak
digunakan untuk pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan dan pencuci alat-alat rumah
tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang sempurna dan menghasilkan busa yang
banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen sulfonat linier, alkohol etoksisulfat, dan alkil
sulfat.
b. Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan ini tidak memiliki
muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki keuntungan yaitu tidak terpengaruh
oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten terhadap air sadah. Selain itu juga detergen yang
dihasilkan hanya menghasilkan sedikit busa. Contohnya alkohol etoksilat.
c. Surfaktan kationik
Surfaktan ini akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam detergen, surfaktan
ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya senyawa amonium kuarterner.
d. Surfaktan amfoterik
Bila terionisasi dalam air/larutan akan terbentuk ion positif, ion negative atau nonionik bergantung
pada pH air/larutannya. Surfaktan ini digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Contoh
imidazolin dan betain.
Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang
meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya.
Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses
pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan
kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.
Namun detergen fosfat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Yaitu bila
bercampur dengan air, fosfat menyebabkan masalah yang besar karena ion fosfat merupakan
makanan ganggang sehingga menimbulkan eutrofikasi.
Builder lain yang digunakan saat ini yaitu sodium perborat (NaBO2.H2O2) dan sodium
metasilikat (Na2SiO3). Builder ini tidak begitu membahayakan lingkungan tetapi builder ini
membentuk larutan kaustik yang menimbulkan iritasi pada kulit. Ketika natrium perborat bereaksi
dengan air akan membentuk sebuah basa kuat dengan reaksi sebagai berikut :
Hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih dan pengurai yang membebaskan oksigen, reaksinya
sebagai berikut :
2H2O2 → 2H2O + O2
Ketika natrium metasilikat bereaksi dengan air juga akan membentuk larutan basa kuat, reaksinya
sebagai berikut :
Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis surfaktan dan
gugus pembentuk.
a. Akibat Surfaktan
Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri
yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa
di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh
bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini
mudah diuraikan.
Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan.
SO3Na
Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang
menghasilkan ion ortofosfat.
Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan tanaman
alga dan tanaman air tumbuh secara liar.
Pada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor film tipis. Terdapat dua
macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan yaitu limbah air cucian dari
pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa SO3 yang tidak bereaksi.
Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang biasanya diolah
dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama. Degradasi bakterial pada
kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari
reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas
sulfonat yang dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas.
Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu masih
mengandung SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas cerobong yang mengandung SO2
dan SO3 mula-mula akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam
sulfat dan asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas dari
pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur dengan
suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk mengusir semua residu SO2
dan SO3, sehingga dihasilkan udara bersih.
BAB III
Salah satu dari sekian banyak deterjen yang beredar di Indonesia adalah Rinso.
Rinso diluncurkan sebagai merek deterjen pertama di negara ini. Akan tetapi, sebenarnya ini
adalah merek yang paling lazim digunakan di Amerika Serikat, Inggris dan Australia sejak tahun
1918. Pada tahun 1970 setelah menyadari potensi bangsa ini Unilever memposisikan Indonesia
sebagai pangkalan Rinso.
Mesin cuci bukaan atas membutuhkan deterjen dengan tingkat bahan aktif tinggi, seperti Rinso
Matic Top Load. Busa melimpah yang dihasilkan oleh deterjen ini tidak memberatkan motor
mesin cuci bukaan atas, sehingga hasil pencucian menjadi bersih.
Lain halnya dengan mesin cuci bukaan depan, busa yang melimpah dapat membuat mesin cuci
bekerja lebih berat. Akibatnya, umur motor mesin menjadi lebih pendek dan pakaian tak akan
bersih secara sempurna. Oleh karena itu, gunakan deterjen dengan bahan aktif rendah namun
memiliki alkalinitas aktif dan kadar enzim tinggi seperti Rinso Matic Front Load.
Busanya lebih banyak daripada deterjen bubuk biasa yang membuat Rinso Cair mampu
membersihkan lebih efektif dalam proses pencucian. Tidak ada sisa butir-butir deterjen setelah
proses pencucian, seperti yang umum terjadi dalam proses pencucian menggunakan deterjen
bubuk.
Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care adalah deterjen bubuk dengan fungsi tambahan.
Rinso Molto Ultra mengkombinasikan daya cuci hebat dari Rinso Anti Noda dengan kelembutan
dan kesegaran dari Molto Ultra sehingga hasil cucian menjadi bersih menyeluruh hingga kedalam
serat kain dan mengandung softening beads untuk hasil yang ekstra lembut.
Rinso anti noda telah memperkenalkan kemampuannya dalam “menghilangkan noda dalam 1 kali
kucek” dan merupakan salah satu produk deterjen terbaik Indonesia.
Grafik
Grafik Linear
a = 29675
b = 5,89E+07
Tahun
Produksi
2023
1164310,71
2033
1461060,71
BAB IV
KESIMPULAN
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa,
sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Salah satu
contoh penerapan proses sulfonasi pada industri dapat ditemui dalam industri deterjen. Proses
pembuatan deterjen yang berbahan baku dodekil benzena adalah sebagi berikut dimana dodekil
benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara
32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi
selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat
dan 40% diluet (natrium sulfat).
Salah satu pabrik deterjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang dihasilkan
antara lain adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load, Rinso Cair dan Rinso
Molto Ultra Cair, Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care, dan Rinso Anti Noda. Produksi
deterjen di Indonesia meningkat setiap tahunnya dan berdasarkan hasil peramalan produksi
deterjen di Indonesia pada tahun 2023 dan 2033 adalah 1164310,71 ton dan 1461060,71 ton.
DAFTAR PUSTAKA
http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologi-oleokimia/tkk-
322_handout_deterjen.pdf (5 Mei 2013)
Related
daftar simbol bahaya pada limbah "FKPU"
With 2 comments
makalah halogenasi
Makalah Formaldehid
With 1 comment
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.
Post navigation← makalah biodieselmakalah formaldehid →
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website
Comment
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title="" rel=""> <abbr title="">
<acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <pre>
<q cite=""> <strike> <strong>