Anda di halaman 1dari 21

Skip to content

CEETA'S WEBLOG
Berbagi apa yang ingin kubagi
makalah deterjen

Posted on June 11, 2013 by ceeta


BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Pengertian Sulfatasi dan Sulfonasi

Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa,
sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Proses ini
banyak dilakukan atau dikenakan terhadap senyawa-senyawa organic. Jadi proses sulfatasi hampir
sama dengan proses sulfonasi hanya beda pada gugus yang dimasukkan,kedua proses tersebut
dapat terjadi bersama-sama untuk suatu kondisi tertentu,tergantung senyawa yang diproses.

Umumnya proses ini dikenakan terhadap gliserida-gliserida asam lemak jenuh atau tidak
jenuh yang mengandung gugus OH karena hasilnya lebih mahal atau bermanfaat.Penggunaan
hasil-hasil proses sulfatasi dan sulfonasi antara lain:

Sebagai bahan pencuci yang berfungsi sebagai pemerataan kebasaan dari serat sebelum siberi
warna.
Sebagai bahan setengah jadi/antara untuk bahan yang akan mengalami proses selanjutnya.
Sebagai katalisator pada reaksi-reaksi kimia bahan organic.
Macam-macam gugus dan proses dalam reaksi:

Gugus

Proses

-SO3H

Sulfonasi

-OSO3H

Sulfatasi

-SO2Cl

Sulfo klorinasi
-SO2R

Sulfo alkilasi

-C-SO3H

Sulfanatasi

-N-SO3H

Sulfamatasi

Senyawa-senyawa yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses sulfonasi ataupun sulfatasi
antara lain:

Belerang trioksida (SO3) dapat dipakai pada fase cair/gas.


Larutan asam sulfat pekat (93-98 %) atau oleum 20%
Asam kloro sulfat (larutan SO3 dalam HCl)
Alkil sulfonat, R-SO3H
Asam sulfonat
Belerang dioksida,
- SO2 cair dan O2 dari udara

-SO2 dan air klor

Hidroksimetil sulfonat dan ammonium metasulfonat untuk proses sulfo alkilasi


Dari senyawa-senyawa pensulfonasi diatas yang paling banyak digunakan adalah asam sulfat 93-
98%, karena murah dan mudah didapat, sedang yang lainnya digunakan jika ada tujuan-tujuan
tertentu,missalnya bila menggunakan asam sulfat hasilnya kurang baik dan secara ekonomi akan
mengurangi nilai jual produksinya.

Senyawa-senyawa yang dapat dikenakan proses sulfatasi atau sulfonasi antara lain hidro karbon
ikatan tidak jenuh, pulp terutama ligninnya, minyak tumbuh-tumbuhan atau hewani terutama
minyak ikan. Contoh reaksi sulfatasi dan sulfonasi antara lain:

Bahan Dasar Alefin


R-CH=CH2 + H2SO4 à R-CH-CH3 à R-CH- CH3 + SO3

OSO3H OH
Bahan Dasar Alkohol

R-OH + HO-SO3Hà ROSO3H + H2O

Bahan Dasar Ester


O O

CH3-CH2-CH2-O-C-CH2-CH-CH2-CH-R + 2 HOSO3H CH3-CH2-CH2-O-C-CH2-CH-


CH2-CH-R + 2H2O

OH OH OSO3H
OSO3H

Bahan Dasar Senyawa Aromatik


SO3H

+ HOSO3H à + H2O

SO3H

CH3
SO3H

+ 2HOSO3H à + 2H2O

CH3

Dari ke-4 contoh tersebut secara termodinamika dapat dituliskan sebagai berikut:

RH + HOSO3H R -OSO3H + H2O + Q kal

Q = panas yang terjadi/dibutuhkan dalam reaksi

panas yang timbul dari reaksi akan menaikkan temperatur dan timbulnya H2O akan menimbulkan
pengenceran asam sulfat yang dipakai ,yang harus ditanggulangi agar reaksi tetap
berjalan.Pencegahan naiknya temperatur dilakukan pendingingan, sedang pencegahan
pengenceran dilakukan penguapan pada temperatur relative rendah.

Jika ditinjau dari segi kinetika didasarkan pada suatu persamaan yang menghubungkan antara
kecepatan reaksi ( r ) dengan besaran-besaran yang mempengaruhinya,persamaannya bias ditulis
sebagai berikut:

r =k [RH] [SO3]

dimana:

r = kecepata reaksi (mol/det)

[RH] = konsentrasi RH (mol/lt)

[SO3] = konsentrasi SO3 (mol/lt)

k = konstanta kecepatan reaksi (mengikuti orde reaksi)

Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dengan memperbesar konsentrasi masing-masing
reaktan akan diperoleh harga r yang besar,namun kemungkinan akan terjadinya hasil samping,
maka usaha yang dimungkinkan justru menaikkan harga k secara kinetic. Arrenius memberikan
persamaan:

K=A .e-E/RT ln A/k = E/RT

A= factor tumbukan persatuan luas

E= tenaga aktivitas

R= tetapan gas ideal

T= temperature (oK)

Dari persamaan Arrenius diatas ada 2 peubah yang mungkin dapat diperbaiki yaitu A dan T.

Harga A
Untuk memperbesar harga k dilakukan pengadukan/menambahkan pelarut. Pengadukan bisa
dilakukan dengan pengaduk listrik.

Harga T
Pada umumnya proses sulfatasi adalah eksotermis sehingga justru harus didinginkan, agar
panas tidak naik mendadak , penambahan asam sulfat sedikit demi sedikit sehingga memberi
kesempatan panas terambil oleh pendingin (missal:air).

Harga E
Tenaga aktivasi menunjukkan keadaan puncak, dimana reaktan yang ada dalam campuran
mampu bereaksi. Untuk mempercepat reaktan memcapai keadaan puncak umumnya ditambahkan
katalisator, missal: Hg yang banyak dipakai pada sulfatasi, peridium, atau toluene. Disamping
sebagai pemercepat, katalisator juga sebagai pengarah (menekan reaksi samping) untuk RH yang
aktif tidak diperlukan katalisator karena mahal, kereaktifan RH tergantung pada substituent yang
terikat dalam RH, semakin banyak semakin tidak reaktif.

Gambar 1. Tangki reaktor

Hasil proses sulfatasi/sulfonasi tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau
dipasarkan, agar memenuhi standar kebutuhan maka harus dilakukan pengolahan seperti
pemisahan dan pemurnian dengan operasi sebagai berikut:

Dengan penambahan senyawa sulfat (Na2SO4)


Tujuannya agar terjadi penggaraman sehingga diperoleh ikatan –SO3Na atau –OSO3Na. Senyawa
ini lebih stabil, sehingga dapat dipisahkan terhadap hasil lain maupun sisa reaktan. Umumnya
pemisahan terjadi karena perbedaan densitas hasil diatas dan air, asam sulfat dibawah.

Pemisahan dan pencucian


Proses ini dilakukan bersama- sama, untuk kapasitas besar dengan filter pres dan untuk kapasitas
kecil dengan menggunakan air dan sisa asam lewat saluran bawah. Adapun tujuan pencucian
untuk melarutkan sisa-sisa asam, proses ini menggunakan air bersih.

Pengepakan/ pengemasan
Karena hasilnya cairan kental maksud pengepakan adalah memasukkan dalam drum, tangki/botol-
botol yang siap dijual.

Salah satu pemanfaatan proses sulfonasi di dalam industri dapat ditemui dalam industri
pembuatan deterjen.

I.2 Sejarah Deterjen

Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II
dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada saat ini ada
lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa
disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933
deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih
efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun
menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan
danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai.
Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS)
yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak
menghasilkan limbah busa.

Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat

Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.

Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting adalah jenis kotoran
yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki
kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak
larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka
air (hidrofobik), akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul
surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik), bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran
dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya
warna kain akan dapat dipertahankan.

I.3 Zat-zat yang Terdapat di Dalam Deterjen

Adapun Zat-zat yang terdapat dalam deterjen yaitu:

Surfaktan yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan


Abrasive untuk menggosok kotoran
Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas dari komponen
lain
Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan
Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran
Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi
Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.

I.4 Penggolongan Deterjen

I.4.1 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya.

Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen dibedakan atas :

Deterjen Cair
Deterjen Krim
Deterjen Bubuk

I.4.2 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya.

Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :

1. Cationic detergents

Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai tambahan selain
adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat
mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari
ammonia.

Gambar 2. Struktur Molekul Cationic Detergent

2. Anionic detergents

Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.

Gambar 3. Struktur Molekul Anionic Detergents

3. Neutral atau Non-ionic Detergents

Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena deterjen jenis ini
tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang
terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan
ionic detergents.

Gambar 4. Struktur Molekul Nonionic Detergents

I.5 Bahan Baku Pembuatan Deterjen

I.5.1 Bahan Aktif (Active Ingredients)

Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam proses
pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa
nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar
beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP-
30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari
bahan aktif adalah busanya sangat banyak.

I.5.2 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini
berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran
bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan
pengisi deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan
pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih,
berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.

I.5.3 Bahan Penunjang

Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda abu yang berbentuk
bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini
dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat
mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah
STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat
menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air
bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan
oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.

I.5.4 Bahan Tambahan (Aditif)

Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun
demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan
ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian,
keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut.

Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk
serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut
“antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya
merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku
wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai
lebih dan berdaya saing tinggi.

I.5.4 Bahan Pewangi (Parfum)

Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal
keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara kualitas deterjen
bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam
penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat
jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml).
Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.

Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum
dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat,
seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk menggunakan
jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya
yang lebih mahal dari jenis parfum umum.

Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya bouquet,
deep water, alpine, dan spring flower.

Antifoam

Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan
tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam
formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.

BAB II

PEMBUATAN DETERJEN

II.1 Pembuatan Deterjen


Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor bersisi kaca yang
dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur
dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C
selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH
yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).

Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut :

II.1.1 Pembuatan Detergen Anionik

a. Alkil aril sulfonat.

Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan
satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau
fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan
deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24)
dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel Craft. Detergen
alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang
buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.

b. Olefin sulfat dan sulfonat.

Diproses dengan tiga cara, yaitu :

b.1 Proses Oxo

Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160°C sampai 175°C dengan
tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan
nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat
terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat
molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat
molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk
cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen).

b.2 Proses Alfol ( Proses Ziegar)

Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen untuk
menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3
mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena
untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil
aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium
hidroksida.

b.3 Proses WI. Welsh

Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau
cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi
dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol. Reaksinya :

II.1.2 Pembuatan Detergen Kationik

a. Amina asetat (RNH3)OOCCH3

Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat larut dalam air.

b. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl-

Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi
:

1. R-NH2 + 3 CH3Cl → RN(CH2)2Cl + HCl

2. R2NH + 2 CH2Cl → R2N(CH2)2Cl + HCl

II.1.3 Detergen Nonionik

Pembuatan detergen nonionik adalah :

a. Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik
dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil yang diperoleh
dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial.

b. Amina oksida

Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik Proses


pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil akrilat untuk
menghasilkan ester N-lemak-amino propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH
membentuk garam natrium.

Gambar 4. Diagram Pembuatan Deterjen

II.2 Mekanisme Kerja Deterjen

Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat
kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul
surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi
kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang
berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali
menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.

Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak–air dan detergen
sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan
diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen
sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).
II.3. Jenis Surfaktan dan Builders

Secara umum surfaktan di bedakan menjadi 4 macam berdasarkan sifat ioniknya, yaitu:

a. Surfaktan anionik

Surfaktan ini bila terionisasi dalam air/larutan membentuk ion negatif. Surfaktan ini banyak
digunakan untuk pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan dan pencuci alat-alat rumah
tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang sempurna dan menghasilkan busa yang
banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen sulfonat linier, alkohol etoksisulfat, dan alkil
sulfat.

b. Surfaktan nonionik

Surfaktan ini tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan ini tidak memiliki
muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki keuntungan yaitu tidak terpengaruh
oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten terhadap air sadah. Selain itu juga detergen yang
dihasilkan hanya menghasilkan sedikit busa. Contohnya alkohol etoksilat.

c. Surfaktan kationik

Surfaktan ini akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam detergen, surfaktan
ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya senyawa amonium kuarterner.

d. Surfaktan amfoterik

Bila terionisasi dalam air/larutan akan terbentuk ion positif, ion negative atau nonionik bergantung
pada pH air/larutannya. Surfaktan ini digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Contoh
imidazolin dan betain.

Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat (builder), yang
meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya.
Selain itu, builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses
pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan
kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

Namun detergen fosfat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Yaitu bila
bercampur dengan air, fosfat menyebabkan masalah yang besar karena ion fosfat merupakan
makanan ganggang sehingga menimbulkan eutrofikasi.

Builder lain yang digunakan saat ini yaitu sodium perborat (NaBO2.H2O2) dan sodium
metasilikat (Na2SiO3). Builder ini tidak begitu membahayakan lingkungan tetapi builder ini
membentuk larutan kaustik yang menimbulkan iritasi pada kulit. Ketika natrium perborat bereaksi
dengan air akan membentuk sebuah basa kuat dengan reaksi sebagai berikut :

NaBO2.H2O2 + H2O2 + H2O → NaOH + HBO2 + H2O2

Hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih dan pengurai yang membebaskan oksigen, reaksinya
sebagai berikut :

2H2O2 → 2H2O + O2

Ketika natrium metasilikat bereaksi dengan air juga akan membentuk larutan basa kuat, reaksinya
sebagai berikut :

Na2SiO3 + H2O → 2NaOH + H2SiO3

II.4 Dampak Deterjen terhadap Lingkungan

Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis surfaktan dan
gugus pembentuk.

a. Akibat Surfaktan

Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian) oleh bakteri-bakteri
yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini mengakibatkan timbulnya busa
di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh
bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini
mudah diuraikan.

C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai cepat)


SO3Na

Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan.

C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai lambat)

SO3Na

b. Akibat Gugus Pembentukan

Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis yang
menghasilkan ion ortofosfat.

P3O105- + 2H2O → 2HPO42- + H2PO4-

Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan tanaman
alga dan tanaman air tumbuh secara liar.

II.5 Penanggulangan Limbah Deterjen

Pada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor film tipis. Terdapat dua
macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan yaitu limbah air cucian dari
pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa SO3 yang tidak bereaksi.

Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang biasanya diolah
dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama. Degradasi bakterial pada
kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari
reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas
sulfonat yang dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas.
Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu masih
mengandung SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas cerobong yang mengandung SO2
dan SO3 mula-mula akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam
sulfat dan asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas dari
pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur dengan
suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk mengusir semua residu SO2
dan SO3, sehingga dihasilkan udara bersih.

BAB III

PRODUKSI DETERJEN DI INDONESIA

III.1. Pabrik Deterjen di Indonesia

Salah satu dari sekian banyak deterjen yang beredar di Indonesia adalah Rinso.
Rinso diluncurkan sebagai merek deterjen pertama di negara ini. Akan tetapi, sebenarnya ini
adalah merek yang paling lazim digunakan di Amerika Serikat, Inggris dan Australia sejak tahun
1918. Pada tahun 1970 setelah menyadari potensi bangsa ini Unilever memposisikan Indonesia
sebagai pangkalan Rinso.

Beberapa produk deterjen dari Rinso adalah sebagai berikut

1. Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load

Mesin cuci bukaan atas membutuhkan deterjen dengan tingkat bahan aktif tinggi, seperti Rinso
Matic Top Load. Busa melimpah yang dihasilkan oleh deterjen ini tidak memberatkan motor
mesin cuci bukaan atas, sehingga hasil pencucian menjadi bersih.

Lain halnya dengan mesin cuci bukaan depan, busa yang melimpah dapat membuat mesin cuci
bekerja lebih berat. Akibatnya, umur motor mesin menjadi lebih pendek dan pakaian tak akan
bersih secara sempurna. Oleh karena itu, gunakan deterjen dengan bahan aktif rendah namun
memiliki alkalinitas aktif dan kadar enzim tinggi seperti Rinso Matic Front Load.

Gambar 5. Rinso Matic Top Load

2. Rinso Cair dan Rinso Molto Ultra Cair

Busanya lebih banyak daripada deterjen bubuk biasa yang membuat Rinso Cair mampu
membersihkan lebih efektif dalam proses pencucian. Tidak ada sisa butir-butir deterjen setelah
proses pencucian, seperti yang umum terjadi dalam proses pencucian menggunakan deterjen
bubuk.

Gambar 7. Rinso Cair dan Rinso Molto Cair

3. Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care

Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care adalah deterjen bubuk dengan fungsi tambahan.
Rinso Molto Ultra mengkombinasikan daya cuci hebat dari Rinso Anti Noda dengan kelembutan
dan kesegaran dari Molto Ultra sehingga hasil cucian menjadi bersih menyeluruh hingga kedalam
serat kain dan mengandung softening beads untuk hasil yang ekstra lembut.

Gambar 8. Rinso Molto Ultr


4. Rinso Anti Noda

Rinso anti noda telah memperkenalkan kemampuannya dalam “menghilangkan noda dalam 1 kali
kucek” dan merupakan salah satu produk deterjen terbaik Indonesia.

Gambar 9. Rinso Anti Noda

III.2 Peramalan Produksi Deterjen di Indonesia

Tabel 1. Produksi Deterjen di Indonesia

Grafik

Tahun Produksi vs Volume Produk (ton)

Grafik Linear

a = 29675

b = 5,89E+07

Peramalan Produksi Deterjen di Indonesia

Tahun
Produksi

2023

1164310,71

2033

1461060,71

BAB IV

KESIMPULAN

Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa,
sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa. Salah satu
contoh penerapan proses sulfonasi pada industri dapat ditemui dalam industri deterjen. Proses
pembuatan deterjen yang berbahan baku dodekil benzena adalah sebagi berikut dimana dodekil
benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara
32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi
selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat
dan 40% diluet (natrium sulfat).

Salah satu pabrik deterjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang dihasilkan
antara lain adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load, Rinso Cair dan Rinso
Molto Ultra Cair, Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care, dan Rinso Anti Noda. Produksi
deterjen di Indonesia meningkat setiap tahunnya dan berdasarkan hasil peramalan produksi
deterjen di Indonesia pada tahun 2023 dan 2033 adalah 1164310,71 ton dan 1461060,71 ton.
DAFTAR PUSTAKA

http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologi-oleokimia/tkk-
322_handout_deterjen.pdf (5 Mei 2013)

http://www.rinso.co.id/category/produk/ (5 Mei 2013)

http://www.thefreelibrary.com (5 Mei 2013)

About these ads

Related
daftar simbol bahaya pada limbah "FKPU"
With 2 comments
makalah halogenasi
Makalah Formaldehid
With 1 comment
This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.
Post navigation← makalah biodieselmakalah formaldehid →
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Name *

Email *
Website

Comment

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title="" rel=""> <abbr title="">
<acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <pre>
<q cite=""> <strike> <strong>

Notify me of new comments via email.

Create a free website or blog at WordPress.com. | The Fontfolio Theme.

Anda mungkin juga menyukai