Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pisang merupakan tanaman yang tidak asing lagi di telinga masyarakat

Indonesia. Tanaman pisang sangat mudah tumbuh di Indonesia sehingga sering

ditemui di lingkungan sekitar. Kondisi iklim Indonesia sangat cocok untuk

tumbuhnya tanaman pisang karena pohon pisang mudah tumbuh di iklim yang

tropis, basah, lembab dan panas.

Pisang memiliki berbagai manfaat. Salah satu manfaat pisang adalah dapat

digunakan sebagai obat, terutama bagian kulit pisang. Berdasarkan penelitian

terdahulu diketahui bahwa di dalam kulit pisang yang belum matang terdapat

kandungan flavonoid, saponin dan tanin. Tetapi kandungan-kandungan seperti

flavonoid dan tanin tersebut akan menghilang dalam kulit pisang yang telah

matang (Akpuaka dan Ezem, 2011).

Flavonoid merupakan produk yang tersebar luas di alam dan merupakan

komponen yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Flavonoid

memiliki efek antioksidan dan antimikroba yang dapat membantu dalam

mencegah terjadinya infeksi ketika terluka. Saponin dapat meningkatkan proses

penyembuhan luka karena adanya aktivitas antimikroba dan antioksidan. Tanin

banyak terdapat pada produk herbal yang digunakan untuk menyembuhkan luka

karena astringent dan sifat antimikroba yang dimiliki tanin dapat meningkatkan

kecepatan epitelisasi (Khan, 2012).

1
2

Ekstrak etanolik kulit pisang ambon dapat berpengaruh secara optimal

dalam mempercepat waktu penyembuhan luka insisi terutama apabila digunakan

pada konsentrasi 10%. Setelah dilakukan analisis, pada konsentrasi tersebut durasi

penyembuhan luka menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna apabila

dibandingkan dengan kontrol (Supriadi, 2012). Penggunaan kulit pisang ambon

untuk mempercepat penyembuhan luka dalam bentuk ekstrak dirasa kurang

menyenangkan dan kurang mudah dipakai. Kondisi tersebut memicu

dikembangkannya suatu sediaan obat yang berbahan dasar herbal dalam bentuk

sediaan krim.

Bentuk sediaan krim memiliki beberapa keuntungan yaitu mudah dan

nyaman digunakan, memiliki kemampuan menyebar yang baik, memiliki nilai

estetika yang lebih tinggi serta memiliki efek melembabkan kulit (Harun, 2014).

Sediaan dibuat dengan bentuk krim tipe w/o karena memiliki beberapa

keunggulan apabila dibandingkan dengan krim tipe o/w. Salah satu keunggulan

tersebut adalah dapat mengurangi rasa panas di kulit. Hal ini disebabkan karena

krim tipe w/o memiliki fase minyak lebih banyak daripada fase airnya sehingga

saat diaplikasikan ke kulit penguapan air yang terkandung di dalam krim terjadi

lebih lambat (Shovyana, 2011). Keunggulan yang lain adalah krim dengan tipe

w/o memiliki fase luar berupa minyak sehingga dapat melekat lebih lama pada

kulit sehingga efek terapi menjadi lebih panjang (Putra dan Setyawan, 2014).

Di dalam sediaan krim, emulgator merupakan salah satu faktor yang

penting untuk menjaga stabilitas krim. Salah satu emulgator yang dapat digunakan

adalah span 80. Optimasi formula dengan kombinasi span 80 dan mineral oil
3

dilakukan agar memperoleh sifat krim yang lebih baik. Span 80 merupakan

emulgator yang penting untuk menjaga stabilitas krim, sedangkan mineral oil

berfungsi sebagai emollient. Selain itu, mineral oil merupakan fase minyak yang

jumlahnya lebih besar daripada bahan-bahan lain yang terdapat dalam krim w/o

sehingga merupakan pembawa yang penting keberadaannya (Rowe, 2009). Untuk

mendapatkan komposisi span 80 dan mineral oil yang optimum dilakukan dengan

mengoptimasi formula menggunakan metode SLD (Simplex Lattice Design).

Metode ini biasanya digunakan pada prosedur optimasi formula dimana total

jumlah bahan-bahan yang berbeda harus konstan (Bolton dan Bon, 2004). Metode

Simplex Lattice Design dilakukan dengan menggunakan software Design Expert.

B. Perumusan Masalah

1. Berapakah komposisi span 80 dan mineral oil yang optimum untuk formulasi

krim w/o ekstrak etanolik kulit pisang ambon?

2. Apakah respon dari prediksi sifat fisik formula optimum dengan metode SLD

valid terhadap sifat fisik formula optimum dari hasil percobaan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbandingan span 80 dan mineral oil yang optimum untuk

formulasi krim w/o ekstrak etanolik kulit pisang ambon.

2. Mengetahui validitas respon sifat fisik formula optimum dari metode SLD

dengan sifat fisik formula optimum hasil percobaan.


4

D. Pentingnya Penelitian

Adanya penelitian ini diharapkan masyarakat mendapatkan alternatif

pengobatan yang berasal dari bahan alam untuk penyembuhan luka dalam bentuk

krim w/o dari ekstrak etanolik kulit pisang ambon (Musa paradisiaca L.). Bagi

akademisi diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

formula yang optimum untuk formulasi sediaan krim w/o dari ekstrak etanolik

kulit pisang ambon dengan kombinasi span 80 dan mineral oil.

E. Tinjauan pustaka

1. Pisang ambon (Musa paradisiaca L.)

Gambar 1. Pisang ambon

a. Klasifikasi pisang ambon

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Scitaminae
5

Keluarga : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca Linn

(Jumari dan Pudjorianto, 2000)

b. Deskripsi Tanaman

1) Akar

Akar tanaman pisang adalah akar serabut yang tumbuh pada umbi

batang. Akar yang tumbuh pada bagian atas akan tumbuh ke arah

samping hingga 4 meter atau lebih sedangkan akar yang tumbuh pada

bagian bawah akan tumbuh ke arah bawah hingga 75-105 cm. Panjang

akar tanaman pisang ini dapat tumbuh berbeda-beda tergantung pada

varietasnya (Cahyono, 2009).

2) Batang

Tanaman pisang memiliki batang sejati yang berupa umbi batang.

Batang sejati memiliki sifat keras dan memiliki mata tunas yang

nantinya akan tumbuh menjadi daun dan bunga pisang. Selain batang

sejati terdapat batang semu yang memiliki sifat berbeda dari batang

sejati, yaitu bersifat lunak dan mengandung air. Batang semu terdiri

dari pelepah daun panjang yang memiliki tinggi antara 3-8 m atau

lebih dan dapat memiliki tinggi yang berbeda-beda tergantung pada

varietasnya (Cahyono, 2009).


6

3) Daun

Tanaman pisang memiliki daun yang berbentuk lanset dengan panjang

antara 30-40 cm dan pada bagian tepi daun tidak memiliki tulang daun.

Pada permukaan bagian bawah daun pisang terdapat lapisan lilin

(Cahyono, 2009).

4) Bunga

Bunga tanaman pisang yang baru muncul disebut jantung pisang.

Bunga tanaman pisang berkelamin satu dan memiliki benang sari lima

buah. Bunga tanaman pisang berbentuk bulat lonjong dan runcing

yang terdiri dari daun penumpu bunga, tangkai bunga dan mahkota

bunga (Cahyono, 2009).

5) Buah

Buah pisang yang masih mentah berwarna hijau karena masih

memiliki banyak klorofil. Buah pisang yang sudah matang akan

berubah warna menjadi kuning karena klorofil telah hilang atau dapat

juga disebabkan karena pembentukan karotenoid yang hanya sedikit

(Mudjajanto dan Kustiyah, 2006).

c. Ekologi dan penyebaran

Pisang dapat ditanam pada dataran rendah yang memiliki suhu

antara 21-32º C dan memiliki iklim yang lembab. Pisang dapat pula

ditanam pada dataran tinggi hingga ketinggian 1.300 mdpl. Pisang dapat

tumbuh secara optimal apabila berada pada daerah yang memiliki curah

hujan lebih dari 2.000 mm sepanjang tahun. Apabila pisang tumbuh di


7

daerah yang memiliki musim kering lebih dari 4-5 bulan, pisang masih

dapat tumbuh dengan baik dengan catatan air tanahnya maksimal 150 cm

di bawah permukaan tanah (Anonim, 2008).

Tanaman pisang merupakan hasil persilangan alami antara pisang

liar dan pisang yang telah mengalami domestikasi (telah dibudidayakan).

Jenis pisang liar banyak ditemui di Papua Nugini, India dan Filipina.

Pisang disebarkan ke Amerika Selatan, Afrika Barat dan Amerika Tengah

oleh para penyebar agama Islam (Mudjajanto dan Kustiyah, 2006).

d. Manfaat Pisang

Salah satu manfaat pisang adalah buah pisang memiliki kandungan

gizi yang bagus karena buah pisang dapat menyediakan energi yang tinggi

apabila dibandingkan dengan buah yang lainnya (Satuhu dan Supriyadi,

2008). Beberapa jenis tanaman pisang yang disukai oleh masyarakat untuk

dimakan sebagai buah antara lain adalah pisang raja (raja bulu), pisang

ambon, pisang barangan, pisang sere dan pisang mas (Sunarjono, 2008).

Manfaat pisang yang lainnya adalah pisang juga dapat digunakan

sebagai obat, terutama bagian kulit pisang. Kulit pisang dapat bermanfaat

untuk borok yang menyerupai kanker, ulkus pada diabetes mellitus,

kelainan kulit pada herpes, migrain, kutil, hipertensi sekunder, kemerahan

pada kulit/rash, rambut tipis, dan lain sebagainya (Dalimartha, 2007).

Pisang memiliki kandungan fitokimia yang yang berpotensi sebagai

nutraseutikal pada kesehatan hewan, farmaseutikal dan penting dalam

tujuan pengobatan (Oduje, dkk., 2015).


8

e. Kandungan kimia

Pisang kaya akan magnesium, fosfor, kalium, kalsium dan besi.

Mineral yang terdapat dalam pisang tersebut hampir seluruhnya dapat

diserap oleh tubuh. Pisang ambon memiliki 99 kalori dan 25,80%

karbohidrat. Selain itu, pisang ambon juga memiliki vitamin sebanyak 3

mg dan air sebanyak 72% (Mohapatra, dkk., 2010). Pisang merupakan

sumber vitamin C yang bagus untuk membantu meningkatkan sistem imun.

Pisang tidak memiliki kandungan lemak, kolesterol maupun sodium

(Kumar, dkk., 2012).

Di dalam kulit pisang banyak terdapat pati, protein, lemak, serat,

asam linoleat, pektin dan asam amino esensial. Zat besi dan seng lebih

banyak terdapat pada kulit pisang dibandingkan pada bagian buah pisang

yang lainnya (Mohapatra, dkk., 2010). Pada kulit pisang yang belum

matang terdapat kandungan glikosida, flavonoid, tannin, saponin dan

steroid. Tetapi apabila kulit pisang tersebut telah matang, kandung-

kandungan seperti flavonoid dan tanin akan menghilang (Akpuaka dan

Ezem, 2011).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang dikehendaki dari bahan

mentah obat menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut tersebut harus dapat

melarutkan zat yang diinginkan. Ekstrak diperoleh dengan melepaskan zat

aktif dari bahan obat menggunakan menstruum yang cocok. Pelarutnya


9

diuapkan semua atau hampir semua lalu sisa endapan yang biasanya berupa

serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya. Hasil yang didapat adalah berupa

sari pekat dari tumbuhan (Ansel, 1989).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis senyawa yang

masuk ke dalam ekstraksi adalah jenis dan komposisi cairan pengekstraksi.

Cairan pengekstraksi yang biasa digunakan untuk mendapatkan sediaan yang

cocok adalah campuran dari etanol-air. Prinsip ekstraksi tumbuhan ada 3,

yaitu fase ekstraksi, maserasi dan perkolasi (Voigt, 1984).

Sifat dari bahan mentah merupakan faktor yang penting dalam memilih

metode ekstraksi apa yang akan digunakan. Selain faktor tersebut, faktor lain

yang harus diperhatikan adalah kemampuan penyesuaian dengan tiap-tiap

metode ekstraksi dan pentingnya memperoleh ekstrak yang sempurna atau

mendekati sempurna dari obat (Ansel, 1989). Salah satu metode ekstraksi

yang paling sederhana adalah maserasi.

Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia ke dalam cairan

penyari. Mekanisme metode maserasi ini adalah pelarut nantinya akan

menembus dinding sel lalu masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif.

Zat aktif tersebut akan terlarut dalam pelarut lalu terdesak ke luar sel karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang ada di dalam sel

dan di luar sel. Hal tersebut terjadi berulang-ulang hingga konsentrasi larutan

yang ada di dalam sel dan di luar sel terjadi keseimbangan (Anonim, 1986).

Cairan penyari perlu diaduk dan diganti selama proses maserasi. Proses
10

maserasi biasanya dilakukan selama 3 hari hingga bahan larut dan dilakukan

pada suhu kamar yang memiliki temperatur antara 15-20ºC (Ansel, 1989).

3. Krim

Krim adalah salah satu sediaan semi padat yang mengandung satu atau

lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai

(Anonim, 1995). Krim merupakan emulsi kental yang mengandung tidak

kurang dari 60% air dan ditujukan untuk pemakaian luar (Anonim, 1978).

Krim dapat diformulasikan sebagai emulasi air dalam minyak atau water in

oil (w/o) dan minyak dalam air atau oil in water (o/w) (Lachman, dkk., 1994).

Cold cream (w/o) merupakan jenis krim yang memiliki perbandingan

fase minyak lebih tinggi daripada fase air. Ketika krim w/o diaplikasikan pada

kulit akan memberikan efek dingin karena adanya penguapan air pada kulit

yang berjalan lambat. Vanishing cream (o/w) merupakan jenis krim yang

mudah dicuci menggunakan air. Apabila digunakan pada kulit akan terjadi

penguapan sehingga konsentrasi obat akan meningkat dan mendorong

penyerapannya ke jaringan kulit (Poucher, 1974). Sediaan semipadat yang

digunakan pada kulit umumnya berfungsi sebagai pembawa pada obat topikal,

untuk pelunak kulit, pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif)

(Lachman, dkk., 1994).


11

4. Kulit

Kulit adalah organ besar berlapis-lapis yang menutupi permukaan lebih

dari 20.000 cm2. Secara anatomi, kulit terdiri dari berbagai macam jaringan.

Tetapi secara umum kulit terbagi menjadi tiga lapisan jaringan yaitu

epidermis, dermis dan lapisan lemak di bawah kulit (Lachman, dkk., 1994).

Kulit berfungsi untuk melapisi tubuh, proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi,

pembentukan pigmen, dan keratinisasi. Kulit juga dapat mengatur suhu tubuh

dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.

Kulit dapat membentuk vitamin D dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol

melalui pertolongan sinar matahari (Djuanda, 1999).

Menurut Djuanda (1999) kulit terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu :

a. Lapisan Epidermis

Lapisan Epidermis tersusun atas stratum korneum (lapisan tanduk),

stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum

spinosum (stratum malphigi) dan stratum basale.

b. Lapisan Dermis

Lapisan dermis dibagi menjadi dua, yaitu pars papilare dan pars

retikulare. Lapisan ini jauh lebih tebal daripada lapisan epidermis dan

terletak di bawah lapisan epidermis.

c. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis adalah lapisan yang langsung terletak di bawah dermis.

Batas antara jaringan subkutis dan dermis tidak tegas. Pembuluh darah
12

lapisan subkutis terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di

dalamnya yang berfungsi sebagai cadangan makanan.

5. Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal yang terjadi pada kulit.

Luka merupakan kerusakan kulit, mukosa membran dan tulang ataupun organ

tubuh lain yang kontinyu. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,

respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri

dan kematian sel muncul sebagai efek timbulnya luka (Kozier, 1995).

Menurut Molnar (2006), proses penyembuhan luka dibagi menjadi 5

komponen yaitu :

a. Hemostatis

Proses penyembuhan terjadi begitu luka terjadi. Pada fase ini

terjadi vasokonstriksi pembuluh darah (Mackay dan Miller, 2003). Proses

hemostatis dipersiapkan untuk mempengaruhi onset dari tahap

penyembuhan selanjutnya, yaitu tahap inflamasi (Molnar, 2006).

b. Inflamasi

Reaksi inflamasi merupakan respon normal tubuh untuk mengatasi

luka yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang dapat

mengkontaminsai luka. Pada saat inflamasi, fibrin dibentuk, leukotrien

C4 dan D4 dilepaskan sehingga mengakibatkan vasodilatasi pembuluh

darah. Selain itu serotonin juga dilepaskan sehingga permeabilitas


13

vaskuler meningkat dan terjadi eksudasi cairan dari intravaskuler ke

ekstravaskuler.

Setelah terjadi influx, monosit datang menjadi makrofag untuk

menghilangkan bakteri dari luka. Makrofag mensekresi sitokin yang

merupakan chemoattractant bagi sel mesenchynal yang mendiferensiasi

menjadi fibroblast (Molnar, 2006).

c. Proliferasi

Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel inflamasi sehingga

tanda-tanda adanya radang berkurang. Selain itu juga muncul sel

fibroblast yang berpoliferasi, pembentukan pembuluh darah baru,

epitelialisasi dan kontraksi luka. Fibroblast diaktivasi oleh growth factor

sehingga bermigrasi ke daerah adanya luka. Setelah itu mulai

berproliferasi hingga jumlahnya lebih dominan daripada sel radang di

daerah tersebut (Lawrence, 2002).

d. Kontraksi

Kontraksi adalah salah satu proses penyembuhan luka dimana pada

proses tersebut luka akan menyusut. Fase proliferasi dan remodelling

penting dalam terjadinya fase ini karena kunci dari effector cell adalah

fibroblast. Fase ini dapat menjadi proses yang utama dalam proses

penutupan luka berdasarkan lokasi dan sebab terjadinya luka (Molnar,

2006).
14

e. Remodelling

Tahap remodelling merupakan fase yang paling lama dari proses

penyembuhan luka. Pada tahap ini terjadi proses epitelisasi, kontraksi dan

reorganisasi jaringan ikat. Jaringan-jaringan yang membelah dan

bermigrasi di atas jaringan glandula hanya bisa bergerak di atas jaringan

hidup sehingga jaringan tersebut hidup di bawah dermis yang mengering.

Kontraksi luka disebabkan karena miofibroblas kontraktil membantu

menyatukan tepi-tepi luka. Serabut-serabut kolagen mengadakan

reorganisani sehingga terjadi pergantian kolagen tipe III menjadi tipe I

(Lawrence, 2002).

6. Monografi bahan

a. Cera alba

Nama lain dari cera alba adalah malam putih. Cera alba merupakan

hasil dari pemurnian dan pengelantangan malam kuning yang diperoleh

dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne (Familia Apidae). Cera alba

berupa padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan

lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Cera alba tidak larut

dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin, larut sempurna dalam

kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri. Sebagian

larut dalam benzene dingin dan dalam karbon disulfida dingin (Anonim,

1995).
15

b. Span 80

Span 80 disebut juga sorbitan monooleat yang berupa larutan

berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari asam lemak. Span 80

larut dalam kebanyakan minyak mineral atau minyak tumbuhan, sedikit

larut dalam eter, terdispersi dalam air, dan tidak larut dalam aseton. Span

80 merupakan surfaktan non ionik yang digunakan sebagai agen

pengelmusi dalam emulsi air dalam minyak (Reilly, 1995).

c. Mineral oil

Mineral oil disebut juga dengan paraffin cair. Mineral oil tidak

berwarna, tranparan, berupa cairan viskus yang berminyak, tidak berasa

dan tidak berbau ketika dingin. Mineral oil diperoleh dari destilasi

petroleum. Hidrokarbon yang ringan dihilangkan dengan cara destilasi

dan residunya didestilasi lagi pada suhu 330-390ºC. Mineral oil praktis

tidak larut dalam etanol 95%, gliserin dan air tetapi dapat larut dalam

aseton, benzene, kloroform, karbon disulfida, eter dan petroleum eter

(Rowe, 2009).

d. Metil paraben

Metil paraben memiliki nama kimia methyl-4-hidoxybenzoate.

Metil paraben berupa kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih yang

tidak berbau atau hampir tidak berbau. Metil paraben dibuat dengan cara

esterifikasi p-hydroxybenzoic acid dengan methanol. Metil paraben dapat

digunakan dengan paraben yang lain sebagai pengawet di kosmetik,

sediaan oral dan topikal. Saat ini paraben tidak cocok digunakan untuk
16

pengawet di injeksi karena memiliki potensi dapat menimbulkan iritasi

(Rowe, 2009).

e. Propil paraben

Propil paraben memiliki nama kimia propil 4-hydroxybenzoate.

Propil paraben berwarna putih, berbentuk kristal, tidak berbau dan bubuk

yang tidak berasa. Propil paraben dibuat dari esterifikasi p-

hydroxybenzoic acid dengan n-propanol. Propil paraben merupakan

pengawet anti mikroba di kosmetik, produk makanan dan formula

farmasetik. Propil paraben dapat digunakan sendiri atau dapat

dikombinasikan dengan paraben ester lain atau dengan bahan pengawet

yang lain (Rowe, 2009).

f. Aquadest

Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

dan tidak berasa. Aquadest disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

biasanya digunakan sebagai fase cair (Anonim, 1995).

7. SLD (Simplex Lattice Design)

Optimasi adalah metode untuk memudahkan penyusunan dan

interpretasi data secara matematis. Salah satu metode yang digunakan untuk

optimasi tersebut adalah Simplex Lattice Design (SLD). SLD merupakan

metode yang digunakan untuk menentukan optimasi formula pada berbagai

perbedaan jumlah komposisi bahan yang jumlah totalnya dibuat sama yaitu

sama dengan satu bagian. Penerapan dari SLD ini terdiri dari berbagai macam
17

variasi formula yang mengandung kombinasi yang berbeda dari berbagai

variasi bahan. Kombinasi tersebut dipersiapkan sehingga datanya dapat

digunakan untuk memprediksi respon dengan lebih mudah dan efisien

(Bolton dan Bon, 2004).

8. Landasan Teori

Tanaman pisang memiliki berbagai manfaat. Salah satu manfaat pisang

adalah dapat digunakan sebagai obat, terutama pada bagian kulit pisang. Dari

penelitian yang pernah dilakukan, diketahui bahwa di dalam kulit pisang

terkandung flavonoid, saponin dan tanin (Supriadi, 2012). Kandungan-

kandungan yang terdapat pada kulit pisang tersebut menyebabkan kulit pisang

berpotensi memiliki kemampuan untuk menyembuhkan luka. Menyembuhkan

luka merupakan prioritas yang penting bagi tubuh karena pada saat tubuh

terluka, luka seolah-olah merupakan parasit yang dapat menghilangkan apa

yang dibutuhkan oleh tubuh secara efektif (Molnar, 2006).

Dari penelitian yang terdahulu diketahui bahwa ekstrak etanolik kulit

pisang ambon dapat berpengaruh dalam mempercepat waktu penyembuhan

luka insisi terutama apabila digunakan pada konsentrasi 10% (Supriadi, 2012).

Ekstrak etanolik kulit pisang ambon dibuat dalam bentuk sediaan krim.

Bentuk sediaan krim dipilih karena penggunaan krim lebih disukai daripada

penggunaan salep karena sediaan krim lebih mudah menyebar rata (Ansel,

1989). Krim w/o atau cold cream adalah jenis krim yang memiliki

perbandingan fase minyak lebih tinggi daripada fase air. Krim dengan tipe
18

w/o memiliki beberapa keunggulan. Ketika krim diaplikasikan pada kulit

akan memberikan efek dingin karena adanya penguapan air pada kulit yang

berjalan lambat (Poucher, 1974). Selain itu krim dengan tipe wo/ dapat

melekat lebih lama pada kulit sehingga efek terapi menjadi lebih panjang

(Putra dan Setyawan, 2014).

Krim yang diformulasikan dalam penelitian ini dioptimasi formulanya

sehingga didapatkan formula yang optimum dari kombinasi antara span 80

dan mineral oil. Span 80 dan mineral oil dikombinasikan karena dapat

mempengaruhi sifat fisik krim sehingga didapatkan sifat krim yang lebih baik.

Span 80 merupakan emulgator yang penting untuk menjaga stabilitas krim

sedangkan mineral oil merupakan pembawa yang penting keberadaannya dan

berfungsi sebagai emollient (Rowe, 2009). Untuk mendapatkan komposisi

mineral oil dan span 80 yang optimum dapat dilakukan dengan metode SLD

(Simplex Lattice Design) menggunakan software Design Expert. Metode

tersebut memiliki keuntungan yaitu praktis dan cepat karena bukan

merupakan penentuan formula yang dilakukan dengan coba-coba atau trial

and error (Bolton dan Bon, 2004).

F. Hipotesis

1. Kombinasi span 80 dan mineral oil yang menghasilkan formula optimum

adalah berada pada range 5-9% untuk span 80 dan 44-48% untuk mineral oil.
19

2. Respon dari prediksi sifat fisik formula optimum dengan metode SLD

(Simplex Lattice Design) valid terhadap sifat fisik formula optimum hasil

penelitian.

Anda mungkin juga menyukai