Email :tiyas_stikesmb@yahoo.co.id
Abstrak
Kata Kunci : Kepatuhan Berolahraga, Penurunan Kadar gula Darah, Diabetes Mellitus
Daftar Rujukan: 33 (2003-2015)
1. Pendahuluan
Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang mengalami peningkatan setiap tahunnya
adalah diabetes mellitus. Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang
merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya
peningkatan kadar gula darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan
metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada
2 tipe diabetes mellitus yaitu diabetes tipe 1/ diabetes juvenil yaitu diabetes yang
umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe 2 yaitu diabetes yang
didapat setelah dewasa (Kemenkes RI, 2013).
Diabetes mellitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21. World Health Organization (WHO) membuat perkiraan bahwa
pada tahun 2013 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 347 juta
orang dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2035, jumlah itu akan
membengkak sekitar 165% pada masing-masing gender. Meningkatnya prevalensi
diabetes melitus di beberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di
negara bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita
dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan
prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain. Data epidemiologis di negara berkembang
memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri
terutama berasal dari negara maju.
Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 akan meningkat sekitar 21,3 juta pada tahun
2030, berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4
persen. Diabetes mellitus terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI
Jakarta (2,5%). Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah
(3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur
(3,3%) (RISKESDAS, 2013).
Di Banjarmasin berdasarkan laporan dinas kesehatan pada tahun 2013 diabetes mellitus
masuk dalam kategori 20 penyakit yang sering terjadi sebanyak 13941 kasus, sedangkan
berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Cempaka diabetes mellitus menempati urutan
ketiga penyakit yang paling banyak dialami oleh masyarakat yang berada di wilayah
kerja Puskesmas Cempaka sebanyak 103 kasus.
Kurangnya latihan fisik atau olahraga juga merupakan salah satu faktor terjadinya
diabetes mellitus tipe 2. Menurut penelitian yang telah dilakukan di Cina beberapa
waktu yang lalu, jika seseorang dalam hidupnya kurang melakukan latihan fisik atau
olahraga maka cadangan glikogen ataupun lemak akan tetap tersimpan di dalam tubuh,
hal inilah yang memicu terjadinya berbagai macam penyakit degeneratif salah satu
contohnya diabetes mellitus tipe 2 (Yunir dan Soebardi, 2008).
Pada saat seseorang melakukan olahraga terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar
tubuh oleh otot yang aktif. Disamping itu terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks
meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Pada saat olahraga,
sumber energi utama adalah glukosa dan lemak. Setelah olahraga 10 menit, peningkatan
kebutuhan glukosa mencapai 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan
meningkat sampai 35 kali (Suhartono,2011).
Hasil tinjauan secara sistemik dan meta-analisis penelitian klinis mengenai efek
intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada kadar gula darah rata-
rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada klien dengan diabetes mellitus tipe
2, menunjukkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah intervensi latihan
fisik dibanding kelompok kontrol (7.65 vs 8.31% dengan mempertimbangkan
perbedaan mean 0.66%; p<0.001). sedang pengaruh terhadap berat badan antara
kelompok dengan intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan.
Hasil metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak
tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2004).
Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik
memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap kontrol kadar gula darah, dan efek
tersebut tidak didahului terjadinya penurunan berat badan. Hasil meta-analisis yang
berikutnya oleh peneliti yang sama (Boule et al., 2004) menunjukkan bahwa latihan
fisik yang intensif dapat memprediksi pertimbangan perbedaan mean pada HbA1C (r=
0,91, p= 0.002) ke tingkat yang lebih besar dibanding latihan fisik tidak intensif (r=
0,46, p= 0.26). hasil ini memberikan harapan pada setiap individu dengan diabetes
mellitus tipe 2 yang sudah menjalankan latihan fisik dengan intensitas sedang untuk
meningkatkan intensitas latihan fisiknya dalam usaha memperoleh manfaat tambahan
baik pada kemampuan aerobik maupun kontrol kadar gula darah (Boule et al., 2004).
Hasil studi pendahuluan pada tanggal 21-22 Mei 2015 kepada 10 orang klien dengan
diabetes mellitus yang melakukan kontrol rutin di Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin, didapatkan 4 dari 10 orang mengatakan melakukan olahraga dan
beraktifitas . Dari hasil pengukuran kadar gula darah kepada 4 orang tersebut pada bulan
April didapatkan terjadi penurunan kadar gula darah sekiter 20% setiap bulannya.
Sedangkan 6 dari 10 orang mengatakan tidak pernah melakukan olahraga dan jarang
beraktifitas, mereka juga mengatakan tidak bekerja.
2. Metode Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah survei analitik. Rancangan penelitian ini adalah cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh klien diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah kerja Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin tahun 2015 sebanyak 40 orang
dan analisa data menggunakan uji Spearman Rho.
3. Hasil Penelitian
3.1 Analisa Univariat
3.1.1 Distribusi Frekuensi kepatuhan Berolahraga dengan Penurunan Kadar Gula
Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin Tahun
2015.
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi kepatuhan Berolahraga dengan Penurunan
Kadar Gula Darah di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin Tahun 2015.
Jumlah
No Kepatuhan %
(Orang)
1 Patuh 18 45,0 %
2 Tidak Patuh 22 55,0%
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa kepatuhan klien dalam
berolahraga untuk menurunkan kadar gula darah di wilayah kerja
Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin Tahun 2015, sebagian besar tidak
patuh, yaitu sebanyak 22 orang (55,0%).
3.1.2 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin Tahun 2015.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuesi Penurunan Kadar Gula Darah Klien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin Tahun 2015.
Jumlah
No Penurunan %
(Orang)
1 Turun 24 60,0%
2 Tidak Turun 16 40,0%
Jumlah 40 100
Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kadar gula darah
klien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Kota
Banjarmasin tahun 2015, sebagian besar mengalami penurunan kadar gula
darah yaitu sebanyak 24 orang (60,0%).
4. Pembahasan
4.1.1 Kepatuhan Klien Menjalankan Olahraga
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 55,0% klien tidak patuh dalam
menjalankan olahraga dan 45,0% patuh dalam menjalankan olahraga. Hal ini
berdasarkan jawaban responden pada kuesioner kepatuhan klien menjalankan
olahraga.
Menurut Leonardo, dkk (2003:16) “patuh adalah suka menurut perintah (pada
perintah, aturan), berdisiplin”. Menurut Kaplan dkk, kepatuhan adalah derajat
dimana klien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya.
Sacket (dalam Niven, 2002) juga menambahkan, kepatuhan klien adalah bentuk
sejauh mana perilaku klien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh
petugas kesehatan.
4.1.3 Hubungan Kepatuhan berolahraga dengan penurunan Kadar Gula Darah pada
Klien dengan diabetes Mellitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka
Kota Banjarmasin.
Berdasarkan tabel 4.3, kepatuhan berolahraga yang memiliki kategori patuh
sebagian besar mengalami penurunan kadar gula darah, dan kepatuhan
berolahraga yang memiliki kategori tidak patuh sebagian tidak mengalami
penurunan kadar gula darah. Hasil uji statistik Spearman Rho menunjukkan
tingkat signifikan atau p value sebesar 0,006, nilai tersebut secara statistik
bermakna (p<0,05) hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepatuhan
berolahraga terhadap penurunan kadar gula darah pada klien diabetes mellitus
tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin. Selanjutnya
berdasarkan koefisien korelasi Spearman Rho didapatkan nila r= 0,431 yang
berarti kekuatan hubungan yang terbentuk antara kepatuhan berolahraga dengan
penurunan kadar gula darah pada klien diabetes mellitus tipe 2 termasuk dalam
kategori lemah.
Secara proporsi walaupun masih banyak yang tidak patuh dalam melaksanakan
olahraga, hal ini terlihat dari hasil uji statistik ada hubungan yang bermakna
antara kepatuhan berolahraga dengan penurunan kadar gula darah pada klien
diabetes mellitus tipe 2.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan, Heri. 2007,
dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan
Mengkonsumsi Nutrisi Protein tinggi pada Penyembuhan Luka Ibu Post Partum
Sectio Caesarea University. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan
tingkat pengetahuan dengan kepatuhan nilai p value sebesar 0,000. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa kepatuhan nilai p value sebesar 0,001.
Simpulan : dengan demikian, ada hubungan antara pengetahuan dan sikap
dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi nutrisi protein tinggi pada
penyembuhan luka sectio caesarea.
5. Kesimpulan
5.1.1 Kepatuhan klien dalam menjalankan olahraga sebagian tidak patuh yaitu 22 orang
(55,0%).
5.1.2. Mengalami penurunan kadar gula darah yaitu 24 orang (60,0%)
5.1.2 Ada hubungan secara statistik antara kepatuhan klien berolahraga dengan
penurunan kadar gula darah pada klien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Cempaka Kota Banjarmasin.
6. Saran
Berdasarkan hasil simpulan diatas, disarankan :
Daftar Rujukan
Alimul H, Aziz. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Salemba Medika, Jakarta.
Arif, Manjoer. Dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid I, Jakarta : Media
Aesculapius
Askandar, Tjokroprawiro, (2006). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta:
PT. Gramedia.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013 (Internet), tersedia
dalam <http://labdata.litbang.depkes.go.id> (diakses pada tanggal 12 April
2015)
Leonardo, dkk. (2003). Kamus Praktis Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Utama
Mubarok, W dan Nurul Chayati. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat : Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Paulus. (2012). Gambaran Tingkat Pengetahuan Faktor Risiko Diabetes Mellitus pada
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Internet), tersedia
dalam <http://lantar.ui.ac.id> (diakses tanggal 26 April 2015)
Puspitaningtias, D. (2012). Hubungan Lama Istirahat Tidur dengan Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Cardicc Center, RSUP Dr.
Kariadi Semarang (Internet), tersedia dalam <http://digilib.unimus.ac.id>
(diakses tanggal 28 April 2015)
Saryono & Anggraeni. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dalam
Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Siregar, Y. (2011). Perbedaan Perubahan Kadar Glukosa Darah antara Sebelum Mulai
Belajar dan Sebelum Waktu Istirahat, pada Siswa SMA Mulia yang Sarapan
dan Tidak Sarapan (Internet), tersedia dalam <http://repository.usu.ac.id>
(diakses tanggal 28 April 2015)
*
Tiyas Evita Kumalasari, Mahasiswa Program Studi S.1 Keparawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin
**
H. Iswantoro, SKp., MM. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Banjarmasin
***
Rahmawati, SKM., Mkes. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Banjarmasin