Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pupil berada di tengah iris yang berfungsi untuk mengatur jumlah sinar yang masuk

kedalam mata. Secara normal tepi pupil bersentuhan dengan lensa, namun tak melekat pada

lensa. Pada iris terdapat dua macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu musculus dilator

pupillae (yang melebarkan pupil) dan musculus sphincter pupillae (yang mengecilkan pupil).7

Garis tengah pupil normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Lebar sempitnya pupil di

pengaruhi oleh banyak faktor. Pupil relatif lebih sempit pada orang tua dan bayi, dan relatif lebih

lebar pada orang muda.7

Ukuran pupil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran,

kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh jaras

eferen serabut simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf simpatis adalah dilatasi pupil dengan efek

yang kurang bermakna terhadap otot siliaris, sedangkan saraf parasimpatis berfungsi untuk

kontraksi otot siliaris serta efek akomodasi. Jadi, diameter pupil ditentukan oleh aksi antagonis

muskulus sfingter pupilae dan muskulus dilator pupilae.1

Salah satu organ mata yang berfungsi untuk mengantarkan cahaya adalah pupil dan iris,

dari kornea cahaya masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika

kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit bila kondisi ruangan terang. Lebar pupil di

pengaruhi oleh iris di sekelilinginya. Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah yang terlihat

sebagai bagian yang berwarna pada mata.2

Dengan penyinaran secara langsung ataupun tidak langsung, pupil normalnya mengalami

konstriksi (mengecil) yang disebut dengan miosis reflex pupil. Konstriksi pada pupil ini

1
bertujuan untuk memberikan kedalaman fokus yang lebih besar karena objek jauh dan dekat

difokuskan pada saat yang sama, dan juga untuk mengurangi semua distorsi yang dihasilkan oleh

lensa. Bagian yang sangat berperan pada saat reaksi pupil adalah tunica masculata yang terletak

pada bagian-bagian yang berfungsi untuk meningkatkan cahaya terang. 1

BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pupil

Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)

mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur

intrakranial. Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina


 Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis
 Meningkatkan keadalaman focus

Diameter pupil normal pada adaptasi gelap adalah 4,5 - 7 mm, sedangkan pada adaptasi

terang adalah 2,5 – 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang dari 3 mm,

dan pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh

beberapa faktor yang meliputi umur, status emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina,

jarak melihat jauh atau dekat, dan besarnya usaha akomodasi.3

Gambar 1. Anatomi Pupil5

3
Reaksi pupil terhadap cahaya berasal dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya

yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks

oksipital. Jaras aferen pupilomotor ditransmisikan melalui nervus optikus dan melalui

hemidekusatio di kiasma optikum. Kemudian jaras pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik

melalui traktus optikus dan keluar sebelum sampai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk

ke batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras atau neuron aferen tersebut

kemudian membentuk sinaps dengan nukleus pretektal yang kemudian menuju nukleus edinger

westpal melalui neuron interkalasi ipsilateral (berjalan kearah ventral didalam substantia kelabu

periakuaduktus) dan kontralateral (dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian

jaras pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari nukleus

edinger westpal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps, kemudian neuron post

ganglioner (N. Siliaris brevis) menuju sfingter pupillae.4

Gambar Jaras aferen dan eferen pupil1

2.1.1 Jaras Parasimpatis

4
Serabut eferen parasimpatis pupil berasal dari nukleus Edhinger-Westphal dan

keluar dari batang otak bersama N III sampai fisura orbitalis superior, kemudian ikut

cabang inferior untuk menuju ganglion siliaris dan terjadi pergantian neuron di sini. Ingat,

saraf parasimpatis berganti neuron saat mendekati organ sasaran. Serabut postganglioner

keluar dari ganglion siliaris ini sebagai nervi siliares brevis untuk menuju muskulus siliaris

(untuk akomodasi), dan muskulus sfingter pupil untuk menyempitkan pupil atau miosis.

Perbandingan serabut yang ke muskulus siliaris dan muskulus sfingter pupil adalah 30 : 1.

Ini merupakan alasan mengapa obat-obat midriatikum dapat melebarkan pupil tetapi tidak

cukup untuk melumpuhkan muskulus siaris dan akomodasi.7

2.1.2 Jaras Simpatis

Lintasan eferen simpatis bermula dari hipotalamus posterolateralis. Serabut berjalan

ke bawah, mungkin mengalami pergantian neutron beberapa kali sebelum berakhir di pusat

siliospinalis budge di medula spinalis setinggi C8 - T2. Dari sini terjadi pergantian neuron

dan berakhir di ganglion servikalis superior yang berada di dekat bifurkasio karotis.

Serabut postganglioner dari sini berjalan mengikuti arteria karotis interna dan di sinus

kavernosus serabut tadi memisahkan diri dari arteria karotis interna dan bergabung dengan

N V-I (oftalmikus) kemudian masuk orbita lewat fisura orbitalis superior selanjutnya

memisahkan diri schagai nervus siliaris longus untuk menuju muskulus dilator pupil.

Sebagian serabut pupilomotoris simpatis juga menuju ganglion siliaris, tetapi tidak berganti

neuron di sini (ingat saraf simpatis berganti neuron di ganglion paravertebralis, di sini

ganglion servikalis superior), kemudian ke muskulus dilator pupil lewat nervi siliaris brevis

bersama parasimpatis. Serabut simpatis juga ada yang berjalan ke atas dan bawah orbita

5
untuk menginervasi muskulus Mulleri pada palpebra superior dan inferior untuk

memperlebar celah mata.7

2.2 Fisiologi Pupil

Pemeriksaan mengenai reaksi pupil adalah penting untuk menentukan lokasi kerusakan

yang mengenai jalur lintas optik. Pengetahuan mengenai neuroanatomi jalannya reaksi pupil

terhadap cahaya dan miosis yang berkaitan dengan akomodasi adalah sangat penting.

2.2.1 Refleks cahaya :

Berdasarkan anatomi scrabut aferen dan eferen parasimpatis lintasan pupil, maka kalau

satu mata disinari akan terjadi konstriksi (pengecilan) pupil, baik untuk pupil mata yang

disinari maupun pupil mata yang tidak disinari. Refieks cahaya langsung, lintasan impulsnya

adalah dari mata yang disinari kemudian dikirim ke sentral kemudian dikembalikan ke mata

tersebut sehingga terjadi pengecilan pupil mata yang sama. Refleks cahaya tidak langsuna

(indirek atau konsensual) adalah terjadinya pengecilan pupil apabila mata yang lain disinari.7

2.2.2 Retleks melihat dekat :

Apabila mata melibat obyek dekat maka akan terjadi reaksi mata yang berupa

akomodasi, konvergensi, dan konstriksi pupil, sehingga akan terbentuk bayangan yang tajam

yang terfokus pada titik di kedua retina yang korespondensi. Refleks ini terjadi karena benda

mendekati pengamatan sehingga menimbulkan refleks akomodasi yang berpusat di lobus

frontalis; dan adanya hayangan yang kabur di retina akan dirasakan di lobus oksipitalis dan

6
akan dikoreksi tewat traktus oksipitotektalis sehingga terjadi akomodasi, konvergensi, dan

mungkin juga miosis. Di mesensefalon juga tordapat pusat konvergensi.7

Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu

a. Otot konstriktor pupil : berfungsi untuk konstriksi dan di persarafi oleh sistem

saraf parasimpatis.

b. Otot dilator pupil : berfungsi untuk dilatasi dan dipersarafi oleh sistem

saraf simpatis.

Pupil mempunyai 3 fungsi utama , yaitu :

• Mengatur jumlah sinar yang masuk ke retina.

• Mengurangi jumlah aberasi sferik serta kromatis yang ditimbulkan oleh gangguan

atau kelainan sistem optik pada kornea dan lensa.

• Menambah ketajaman fokus sinar pada retina.

2.2.3 Jaras Konstriksi Pupil dan Reflek Cahaya (Parasimpatis)

Stimulus berupa cahaya akan diteruskan oleh serabut aferen (n. II) ke nukleus

pretektetal. Setelah bersinap di nukleus ini maka impuls akan diteruskan ke :

• Nukleus Edinger Westphal sisi yang sama

• Nukleus pretektal kontralateral, dari nukleus ini impuls akan di teruskan ke nukleus Edinger

Westphal kontralateral dari sumber cahaya.

7
Dari masing-masing nukleus Edinger Westphal ini, impuls akan diteruskan keganglion siliaris.

Dari ganglion ini, impuls akan diteruskan ke otot konstriktor melalui serabut eferen

parasimpatis.

Gambar Reflek cahaya dan akomodasi

2.2.4 Jaras Dilatasi Pupil (Simpatis)

Saraf simpatis untuk otot-otot dilator pupil berasal dari hi potalamus bagian

posterolateral yang berjalan ke arah inferior melalui segmen otak dan pons tanpa menyilang

dan berakhir pada kornu intermedio lateral medula spinal setinggi C 8 hingga T 2. Bagian ini

disebut sistem ke I dari neuron preganglionik.

Sistem ke II dari serabut simpatis pre-ganglionik adalah serabut simpatis yang keluar

dari medula spinal bersama-sama dengan radiks T 1 dan masuk ke rantai simpatis para

vertebra yang sangat sangat berdekatan dengan serabut simpatis yang menuju pleura dan

8
apeks paru. Serabut simpatis ini berba lik keatas bersama-sama dengan ansa sub klavia di

sekeliling arteria sub klavia terus ke atas melalui ganglion servikalis inferior dan medius

selanjutnya berakhir di ganglion servikalis superior yang terletak di dasar tengkorak.

Sistem ke III dari serabut simpatis adal ah serabut post-ganglionik okulosimpatik yang

berjalan masuk ke dalam tengkorak bersam a-sama dengan arteri karotis interna, sedangkan

serabut-erabut simpatis untuk ke lenjar keringat mengi kuti arteri karotis eksterna dan cabang-

cabangnya.

Serabut okulo simpatis post-ganglion memberikan serabut sarafnya ke otot-otot dilator

pupil, otot Muller pada kelopak atas dan bawa h, kelenjar lakrimal serta serabut trofik untuk

pigmen uvea.

2.3 PEMERIKSAAN KLINIS

2.3.1 Pemeriksaan

Uji Refleks Pupil

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat reflek miosis pupil akibat suatu penyinaran

pada mata, baik reaksi penyinaran langsung pada mata yang bersangkutan atau reflek tidak

langsung pada mata lainnya. Reflek langsung (direk) adalah adanya suatu lingkaran reflek

sinar dengan motorik pupil yang langsung mengenai mata yang disinari, sedangkan reflek

tidak langsung (indirek) terjadi bila mata sebelah daripada mata yang disinari memberikan

reflek atau reaksi. Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu kedua

9
reflek sama. Bila sinar dinaikkan perlahan-lahan maka reaksi akan terjadi sampai ambang

rangsang.6

a. Teknik Reflek Sinar Langsung

Mata disinari kemudian dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi

miosis pada saat penyinaran. Penilaian:



Ada periode laten 0,2 detik sesudah rangsangan. Sesudah pupil berkontraksi kuat

akan disusul dilatasi ringan terutama bila penyinaran tidak keras. Bila terjadi hal ini

disebut reflek pupil langsung positif.



Pada reflek langsung positif atau normal berarti visus ada dan motorik saraf ke III

berfungsi baik.

Reflek langsung terganggu bila saraf optik sakit (atrofi, papilitis, neuritis) atau ada

kerusakan saraf okulomotor mata yang disinari6

b. Teknik Reflek Sinar Tidak Langsung

Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain. Dilihat

keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis pada saat penyinaran mata

sebelahnya. Penilaian:

 Terdapat periode laten seperti pada mata yang disinari langsung. Keras kontraksi

pupil sama dengan mata yang disinari langsung. Bila terjadi reflek miosis disebut

reflek pupil tidak langsung positif.


 Pada keadaan dinilai fungsi motorik ke III untuk membuat kontriksi atau miosis dari

mata yang tidak disinar.


 Reflek tidak langsung terganggu bila saraf pada saraf mata yang disinari ada kelainan

atau terdapat kerusakan pada saraf okulomotor mata yang sedang diperiksa reflek

indirek (tidak langsung).


Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi

terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.6


10
Gambar Uji reflek pupil dan interpretasinya1

2.4 PATOLOGI PADA PUPIL YANG PALING SERING DI JUMPAI

2.4.1 Anisokoria

Anisokoria patoiogis terjadi karena adanya defek eferen parasimpatis atau simpatis

pada satu mata. Pada adanya kebutaan satu mata tidak terjadi anisokoria sebab mata yang

sehat akan memberikan impuls aferen dan eferen yang sama kuat ke kedua mata. Jadi defek

aferen tidak menimbulkan anisokoria, dan anisokoria disebabkan oleh defek eferen.7

2.4.2 Buta Satu Mata Lesi Prakiasma

Kalau mata kanan buta karena prekhiasma tetapi lintasan eferen kedua mata utuh,

maka pupil mata kanan sama lebar dengan pupil mata kiri (isokoria). Hal ini disebabkan

impuls dari mata kiri yang normal akan disalurkan ke eferen kanan dan kiri, sehingga pupil

mata kanan dan kiri akan sama besar. Kalau mata kiri ditutup, maka pupil mata kanan akan

11
melebar karena aferen maut kanan terganggu (ada lesi) dan aferen mata kiri juga terganggu

(karena ditutup).7

2.4.3 Buta Dua Mata Lesi Prakiasma

Karena aferen kedua mata terganggu maka impuls eferen simpatis kedua mata juga

terganggu sehingga pupil kedua mata melebar karena sekarang muskulus dilator pupil Iebih

dominan (normalnya muskulus sfingter pupil yang dominan).7

2.4.4 Rangsangan Proptioseptik

Mata yang buta masih dapat mengadakan sinkinesis yaitu akomodasi, konvergensi

dan miosis kalau diberi rangsang untuk melihat dekat dengan rangsang propioseptik.

misalnya pasien diminta melihat (membayangkan melihat) jarinya sendiri dari jarak dekat.7

2.4.5 Bula Total Genikulata Dan Pascagenikulata

Kalau terjadi kebutaan dua mata karena lesi kedua korpus genikulatum laterale atau

kedua korteks kalkarina, maka pupil kanan kiri tetap mempunyai ukuran normal dan isokor.

lni disebabkan jalur pupil aferen memisahkan diri dari jalur visual sebelum jalur visual

berakhir pada korpus genikulatum laterale. Dengan demikian pada kerusakan korpus

genikulatum laterale bilaterel dan korteks kalkarina bilateral, jalur aferen dan eferen

(simpatis dan parasimpatis) pupiI adalah normal.7

2.4.6 Lesi Eferen Parasimpatis

Karena serabut parasimpatis keluar dari batang otak bersama dengan N III, maka

pada adanya lesi N III akan terjadi kelumpuhan otot ekstraokuler yang diinervasi N III dan

12
kelumpuhan pupil (midriasis). Keadaan demikian disebut oftalmopIegi totalis. Tetapi dapat

terjadi bahwa hanya serabut parasimpatis saja yang terkena sehingga terjadi midriasis tanpa

adanya gangguan gerakan bola mata. Keadaan demikian disebut oftalmoplegi interna.

Sebaliknya dapat terjadi kelumpuhan otot ekstraokuler yang diinervasi N III tanpa

midriasis, dan keadaan demikian disebut oftalmoplegi eksterna. Pada lesi parasimpatis ini

pupil tidak akan bereaksi terhadap cahaya maupun melihat dekat. Gangguan juga dapat

terjadi pada muskulus siliaris, sehingga terjadi kelumpuhan akomodasi.7

2.4.7 Lesi Eferen Simpatis

Lesi eferen simpatis yang terkenal adalah sindrom horner. Lesi eferen simpatis bisa

terjadi baik pada neuron ordo I, II, maupun III. Sindrom Hornet ditandai oleh miosis karena

gangguan simpatis ke pupil, ptosis karena gangguan simpatis ke otot Muller, dan

enoftalmus karena celah mata yang agak menyempit. Tidak dapat berkeringat pada wajah

ipsilateral dengan kelainan mata karena gangguan simpatis sudomotoris.7

2.4.8 Pupil Argyll-Robertson

Pada tahun 1869 Argyll Robertson memerikan pupil abnormal yang ditandai oleh

miosis, tidak berespons terhadap rangsan cahaya, dan berkontraksi saat melihat dekat, dan

visus penderita adalah normal. Kelainan demikian dahulu sering terjadi pada penderita

sifilis tersier (neurosifilis). Kelainan ini hampir selalu bilateral, tetapi mungkin asimetris.

Letak lesi adalah pada substansia grisea mesensefalon sehingga mengganggu refleks

cahaya, sedangkan refleks melihat dekat (akomodasi) tidak terganggu karena pusatnya

lebih ke ventral.7

13
Sebagian besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan bentuk pupil biasanya

irregular. Gambaran karakteristik sindroma Argyl Robertson adalah :

- Fungsi visual utuh

- Refleks cahaya menurun

- Miosis

- Bentuk pupil irregular

- Bilateral, asimetrik

- Atrofi iris

2.4.9 Gangguan Akomodasi

Gangguan akomodasi bisa berupa insufisiensi dan kelumpuhan akomodasi serta

spasmus akomodasi, dan spasmus melihat dekat. Insufisiensi dan kelumpuhan akomodasi

dapat terjadi karena umur tua (presbiop) yang merupakan proses normal, tetapi dapat juga

terjadi pada orang muda sehat, pemberian obat (misalnya sulfas atropin), pada orang yang

menderita penyakit sistemik, misalnya kencing manis, gangguan neurologis, dan orang yang

mengalami lesi parasimpatik (paresis N III)7

2.4.10 Defek Pupil Aferen Relatif Atau Pupil Mareus-Gunn

Misalnya pada adanya neuritis optik mata kanan yang ringan. maka serabut aferen

pupilomotor akan mengalami gangauan ringan. Refleks pupil direk mata kanan lebih lemah

dibanding refleks indirek (mata kiri disinari dan mata kanan pupilinya menyempit). Jadi mata

14
kanan mengalami defek aferen relatif, sedangkan eferen ke mata kanan maupun kiri adalah

normal. Pada mata kiri aferennya adalah nomal dan eferen kedua mata juga normal.7

BAB III

KESIMPULAN

15
Pupil merupakan lubang pada iris. Pupil bisa melebar dan mengecil. Garis tengah pupil

normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Ukuran pupil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Secara normal tepi

pupil bersentuhan dengan lensa, namun tak melekat pada lensa.

Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu :

a. musculus sphincter papillae : berfungsi untuk konstriksi dan di persarafi oleh

sistem saraf parasimpatis.

b. musculus dilator papillae : berfungsi untuk dilatasi dan dipersarafi oleh

sistem saraf simpatis.

Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi sebagai berikut:

 Mengatur jumlah cahaya yang mencapai retina


 Mengurangi aberasi sferis dan aberasi kromatis
 Meningkatkan keadalaman focus

Patologi pada pupil yang paling sering di jumpai :

 Anisokoria : Anisokoria patoiogis terjadi karena adanya defek eferen parasimpatis

atau simpatis pada satu mata.


 Buta Satu Mata Lesi Prakiasma : Kalau mata kanan buta karena prekhiasma tetapi

lintasan eferen kedua mata utuh, maka pupil mata kanan sama lebar dengan pupil

mata kiri (isokoria).


 Buta Dua Mata Lesi Prakiasma : Karena aferen kedua mata terganggu maka impuls

eferen simpatis kedua mata juga terganggu sehingga pupil kedua mata melebar

karena sekarang muskulus dilator pupil Iebih dominan (normalnya muskulus

sfingter pupil yang dominan).

16
 Rangsangan Proptioseptik : Mata yang buta masih dapat mengadakan sinkinesis

yaitu akomodasi, konvergensi dan miosis kalau diberi rangsang untuk melihat dekat

dengan rangsang propioseptik.


 Bula Total Genikulata Dan Pascagenikulata : Kalau terjadi kebutaan dua mata

karena lesi kedua korpus genikulatum laterale atau kedua korteks kalkarina, maka

pupil kanan kiri tetap mempunyai ukuran normal dan isokor.


 Lesi Eferen Parasimpatis : Karena serabut parasimpatis keluar dari batang otak

bersama dengan N III, maka pada adanya lesi N III akan terjadi kelumpuhan otot

ekstraokuler yang diinervasi N III dan kelumpuhan pupil (midriasis)


 Lesi Eferen Simpatis : Ditandai oleh miosis karena gangguan simpatis ke pupil,

ptosis karena gangguan simpatis ke otot Muller, dan enoftalmus karena celah mata

yang agak menyempit. Tidak dapat berkeringat pada wajah ipsilateral dengan

kelainan mata karena gangguan simpatis sudomotoris.


 Pupil Argyll-Robertson : Pupil abnormal yang ditandai oleh miosis, tidak berespons

terhadap rangsan cahaya, dan berkontraksi saat melihat dekat, dan visus penderita

adalah normal. Sering terjadi pada penderita sifilis tersier (neurosifilis).


 Gangguan Akomodasi : Gangguan akomodasi bisa berupa insufisiensi dan

kelumpuhan akomodasi serta spasmus akomodasi, dan spasmus melihat dekat.


 Defek Pupil Aferen Relatif Atau Pupil Mareus-Gunn : Disebabkan oleh lesi di N II

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Japardi, Iskandar. 2009. Pupil dan Kelainannya. Diakses di :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6387/1/Bobby Ramses Erguna Sitepu.pdf


2. Ilyas Sidarta dan Yulianti Sri Rahayu. 2014. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta:

FKUI
3. Riordan-Eva, P., 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi

Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.


4. James Bruce, Chew Chris dan Bron Anthony. 2006. Lecture Notes Oftalmology edisi 9.

Jakarta: Erlangga

18
5. National Eye Institute. Eye Health: Anatomy of The Eye. Accesed from:

http://www.visionaware.org/info/your-eye-condition/eye-health/anatomy-of-the-eye/125
6. Ilyas Sidarta. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua.

Jakarta: FKUI
7. Suhardjo dan Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata Edisi Pertama. Yogyakarta :

Universitas Gajah Mada

19

Anda mungkin juga menyukai