PENDAHULUAN
Pupil berada di tengah iris yang berfungsi untuk mengatur jumlah sinar yang masuk
kedalam mata. Secara normal tepi pupil bersentuhan dengan lensa, namun tak melekat pada
lensa. Pada iris terdapat dua macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu musculus dilator
pupillae (yang melebarkan pupil) dan musculus sphincter pupillae (yang mengecilkan pupil).7
Garis tengah pupil normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Lebar sempitnya pupil di
pengaruhi oleh banyak faktor. Pupil relatif lebih sempit pada orang tua dan bayi, dan relatif lebih
Ukuran pupil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran,
kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh jaras
eferen serabut simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf simpatis adalah dilatasi pupil dengan efek
yang kurang bermakna terhadap otot siliaris, sedangkan saraf parasimpatis berfungsi untuk
kontraksi otot siliaris serta efek akomodasi. Jadi, diameter pupil ditentukan oleh aksi antagonis
Salah satu organ mata yang berfungsi untuk mengantarkan cahaya adalah pupil dan iris,
dari kornea cahaya masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika
kondisi ruangan yang gelap, dan akan menyempit bila kondisi ruangan terang. Lebar pupil di
pengaruhi oleh iris di sekelilinginya. Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah yang terlihat
Dengan penyinaran secara langsung ataupun tidak langsung, pupil normalnya mengalami
konstriksi (mengecil) yang disebut dengan miosis reflex pupil. Konstriksi pada pupil ini
1
bertujuan untuk memberikan kedalaman fokus yang lebih besar karena objek jauh dan dekat
difokuskan pada saat yang sama, dan juga untuk mengurangi semua distorsi yang dihasilkan oleh
lensa. Bagian yang sangat berperan pada saat reaksi pupil adalah tunica masculata yang terletak
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)
mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan struktur
intrakranial. Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi sebagai berikut:
Diameter pupil normal pada adaptasi gelap adalah 4,5 - 7 mm, sedangkan pada adaptasi
terang adalah 2,5 – 6 mm. Pupil yang kecil disebut miosis dengan diameter kurang dari 3 mm,
dan pupil yang lebar disebut midriasis dengan diameter 6 mm. Ukuran pupil ditentukan oleh
beberapa faktor yang meliputi umur, status emosi, tingkat kewaspadaan, tingkat iluminasi retina,
3
Reaksi pupil terhadap cahaya berasal dari jaras yang sama dengan jaras rangsang cahaya
yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang mengakibatkan sinyal visual ke korteks
oksipital. Jaras aferen pupilomotor ditransmisikan melalui nervus optikus dan melalui
melalui traktus optikus dan keluar sebelum sampai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk
ke batang otak melalui brachium dari colliculus superior. Jaras atau neuron aferen tersebut
kemudian membentuk sinaps dengan nukleus pretektal yang kemudian menuju nukleus edinger
westpal melalui neuron interkalasi ipsilateral (berjalan kearah ventral didalam substantia kelabu
edinger westpal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps, kemudian neuron post
4
Serabut eferen parasimpatis pupil berasal dari nukleus Edhinger-Westphal dan
keluar dari batang otak bersama N III sampai fisura orbitalis superior, kemudian ikut
cabang inferior untuk menuju ganglion siliaris dan terjadi pergantian neuron di sini. Ingat,
saraf parasimpatis berganti neuron saat mendekati organ sasaran. Serabut postganglioner
keluar dari ganglion siliaris ini sebagai nervi siliares brevis untuk menuju muskulus siliaris
(untuk akomodasi), dan muskulus sfingter pupil untuk menyempitkan pupil atau miosis.
Perbandingan serabut yang ke muskulus siliaris dan muskulus sfingter pupil adalah 30 : 1.
Ini merupakan alasan mengapa obat-obat midriatikum dapat melebarkan pupil tetapi tidak
ke bawah, mungkin mengalami pergantian neutron beberapa kali sebelum berakhir di pusat
siliospinalis budge di medula spinalis setinggi C8 - T2. Dari sini terjadi pergantian neuron
dan berakhir di ganglion servikalis superior yang berada di dekat bifurkasio karotis.
Serabut postganglioner dari sini berjalan mengikuti arteria karotis interna dan di sinus
kavernosus serabut tadi memisahkan diri dari arteria karotis interna dan bergabung dengan
N V-I (oftalmikus) kemudian masuk orbita lewat fisura orbitalis superior selanjutnya
memisahkan diri schagai nervus siliaris longus untuk menuju muskulus dilator pupil.
Sebagian serabut pupilomotoris simpatis juga menuju ganglion siliaris, tetapi tidak berganti
neuron di sini (ingat saraf simpatis berganti neuron di ganglion paravertebralis, di sini
ganglion servikalis superior), kemudian ke muskulus dilator pupil lewat nervi siliaris brevis
bersama parasimpatis. Serabut simpatis juga ada yang berjalan ke atas dan bawah orbita
5
untuk menginervasi muskulus Mulleri pada palpebra superior dan inferior untuk
Pemeriksaan mengenai reaksi pupil adalah penting untuk menentukan lokasi kerusakan
yang mengenai jalur lintas optik. Pengetahuan mengenai neuroanatomi jalannya reaksi pupil
terhadap cahaya dan miosis yang berkaitan dengan akomodasi adalah sangat penting.
Berdasarkan anatomi scrabut aferen dan eferen parasimpatis lintasan pupil, maka kalau
satu mata disinari akan terjadi konstriksi (pengecilan) pupil, baik untuk pupil mata yang
disinari maupun pupil mata yang tidak disinari. Refieks cahaya langsung, lintasan impulsnya
adalah dari mata yang disinari kemudian dikirim ke sentral kemudian dikembalikan ke mata
tersebut sehingga terjadi pengecilan pupil mata yang sama. Refleks cahaya tidak langsuna
(indirek atau konsensual) adalah terjadinya pengecilan pupil apabila mata yang lain disinari.7
Apabila mata melibat obyek dekat maka akan terjadi reaksi mata yang berupa
akomodasi, konvergensi, dan konstriksi pupil, sehingga akan terbentuk bayangan yang tajam
yang terfokus pada titik di kedua retina yang korespondensi. Refleks ini terjadi karena benda
frontalis; dan adanya hayangan yang kabur di retina akan dirasakan di lobus oksipitalis dan
6
akan dikoreksi tewat traktus oksipitotektalis sehingga terjadi akomodasi, konvergensi, dan
Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu
a. Otot konstriktor pupil : berfungsi untuk konstriksi dan di persarafi oleh sistem
saraf parasimpatis.
b. Otot dilator pupil : berfungsi untuk dilatasi dan dipersarafi oleh sistem
saraf simpatis.
• Mengurangi jumlah aberasi sferik serta kromatis yang ditimbulkan oleh gangguan
Stimulus berupa cahaya akan diteruskan oleh serabut aferen (n. II) ke nukleus
• Nukleus pretektal kontralateral, dari nukleus ini impuls akan di teruskan ke nukleus Edinger
7
Dari masing-masing nukleus Edinger Westphal ini, impuls akan diteruskan keganglion siliaris.
Dari ganglion ini, impuls akan diteruskan ke otot konstriktor melalui serabut eferen
parasimpatis.
Saraf simpatis untuk otot-otot dilator pupil berasal dari hi potalamus bagian
posterolateral yang berjalan ke arah inferior melalui segmen otak dan pons tanpa menyilang
dan berakhir pada kornu intermedio lateral medula spinal setinggi C 8 hingga T 2. Bagian ini
Sistem ke II dari serabut simpatis pre-ganglionik adalah serabut simpatis yang keluar
dari medula spinal bersama-sama dengan radiks T 1 dan masuk ke rantai simpatis para
vertebra yang sangat sangat berdekatan dengan serabut simpatis yang menuju pleura dan
8
apeks paru. Serabut simpatis ini berba lik keatas bersama-sama dengan ansa sub klavia di
sekeliling arteria sub klavia terus ke atas melalui ganglion servikalis inferior dan medius
Sistem ke III dari serabut simpatis adal ah serabut post-ganglionik okulosimpatik yang
berjalan masuk ke dalam tengkorak bersam a-sama dengan arteri karotis interna, sedangkan
serabut-erabut simpatis untuk ke lenjar keringat mengi kuti arteri karotis eksterna dan cabang-
cabangnya.
pupil, otot Muller pada kelopak atas dan bawa h, kelenjar lakrimal serta serabut trofik untuk
pigmen uvea.
2.3.1 Pemeriksaan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat reflek miosis pupil akibat suatu penyinaran
pada mata, baik reaksi penyinaran langsung pada mata yang bersangkutan atau reflek tidak
langsung pada mata lainnya. Reflek langsung (direk) adalah adanya suatu lingkaran reflek
sinar dengan motorik pupil yang langsung mengenai mata yang disinari, sedangkan reflek
tidak langsung (indirek) terjadi bila mata sebelah daripada mata yang disinari memberikan
reflek atau reaksi. Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu kedua
9
reflek sama. Bila sinar dinaikkan perlahan-lahan maka reaksi akan terjadi sampai ambang
rangsang.6
Mata disinari kemudian dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi
akan disusul dilatasi ringan terutama bila penyinaran tidak keras. Bila terjadi hal ini
berfungsi baik.
Reflek langsung terganggu bila saraf optik sakit (atrofi, papilitis, neuritis) atau ada
Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain. Dilihat
keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis pada saat penyinaran mata
sebelahnya. Penilaian:
Terdapat periode laten seperti pada mata yang disinari langsung. Keras kontraksi
pupil sama dengan mata yang disinari langsung. Bila terjadi reflek miosis disebut
atau terdapat kerusakan pada saraf okulomotor mata yang sedang diperiksa reflek
2.4.1 Anisokoria
Anisokoria patoiogis terjadi karena adanya defek eferen parasimpatis atau simpatis
pada satu mata. Pada adanya kebutaan satu mata tidak terjadi anisokoria sebab mata yang
sehat akan memberikan impuls aferen dan eferen yang sama kuat ke kedua mata. Jadi defek
aferen tidak menimbulkan anisokoria, dan anisokoria disebabkan oleh defek eferen.7
Kalau mata kanan buta karena prekhiasma tetapi lintasan eferen kedua mata utuh,
maka pupil mata kanan sama lebar dengan pupil mata kiri (isokoria). Hal ini disebabkan
impuls dari mata kiri yang normal akan disalurkan ke eferen kanan dan kiri, sehingga pupil
mata kanan dan kiri akan sama besar. Kalau mata kiri ditutup, maka pupil mata kanan akan
11
melebar karena aferen maut kanan terganggu (ada lesi) dan aferen mata kiri juga terganggu
(karena ditutup).7
Karena aferen kedua mata terganggu maka impuls eferen simpatis kedua mata juga
terganggu sehingga pupil kedua mata melebar karena sekarang muskulus dilator pupil Iebih
Mata yang buta masih dapat mengadakan sinkinesis yaitu akomodasi, konvergensi
dan miosis kalau diberi rangsang untuk melihat dekat dengan rangsang propioseptik.
misalnya pasien diminta melihat (membayangkan melihat) jarinya sendiri dari jarak dekat.7
Kalau terjadi kebutaan dua mata karena lesi kedua korpus genikulatum laterale atau
kedua korteks kalkarina, maka pupil kanan kiri tetap mempunyai ukuran normal dan isokor.
lni disebabkan jalur pupil aferen memisahkan diri dari jalur visual sebelum jalur visual
berakhir pada korpus genikulatum laterale. Dengan demikian pada kerusakan korpus
genikulatum laterale bilaterel dan korteks kalkarina bilateral, jalur aferen dan eferen
Karena serabut parasimpatis keluar dari batang otak bersama dengan N III, maka
pada adanya lesi N III akan terjadi kelumpuhan otot ekstraokuler yang diinervasi N III dan
12
kelumpuhan pupil (midriasis). Keadaan demikian disebut oftalmopIegi totalis. Tetapi dapat
terjadi bahwa hanya serabut parasimpatis saja yang terkena sehingga terjadi midriasis tanpa
adanya gangguan gerakan bola mata. Keadaan demikian disebut oftalmoplegi interna.
Sebaliknya dapat terjadi kelumpuhan otot ekstraokuler yang diinervasi N III tanpa
midriasis, dan keadaan demikian disebut oftalmoplegi eksterna. Pada lesi parasimpatis ini
pupil tidak akan bereaksi terhadap cahaya maupun melihat dekat. Gangguan juga dapat
Lesi eferen simpatis yang terkenal adalah sindrom horner. Lesi eferen simpatis bisa
terjadi baik pada neuron ordo I, II, maupun III. Sindrom Hornet ditandai oleh miosis karena
gangguan simpatis ke pupil, ptosis karena gangguan simpatis ke otot Muller, dan
enoftalmus karena celah mata yang agak menyempit. Tidak dapat berkeringat pada wajah
Pada tahun 1869 Argyll Robertson memerikan pupil abnormal yang ditandai oleh
miosis, tidak berespons terhadap rangsan cahaya, dan berkontraksi saat melihat dekat, dan
visus penderita adalah normal. Kelainan demikian dahulu sering terjadi pada penderita
sifilis tersier (neurosifilis). Kelainan ini hampir selalu bilateral, tetapi mungkin asimetris.
Letak lesi adalah pada substansia grisea mesensefalon sehingga mengganggu refleks
cahaya, sedangkan refleks melihat dekat (akomodasi) tidak terganggu karena pusatnya
lebih ke ventral.7
13
Sebagian besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan bentuk pupil biasanya
- Miosis
- Bilateral, asimetrik
- Atrofi iris
spasmus akomodasi, dan spasmus melihat dekat. Insufisiensi dan kelumpuhan akomodasi
dapat terjadi karena umur tua (presbiop) yang merupakan proses normal, tetapi dapat juga
terjadi pada orang muda sehat, pemberian obat (misalnya sulfas atropin), pada orang yang
menderita penyakit sistemik, misalnya kencing manis, gangguan neurologis, dan orang yang
Misalnya pada adanya neuritis optik mata kanan yang ringan. maka serabut aferen
pupilomotor akan mengalami gangauan ringan. Refleks pupil direk mata kanan lebih lemah
dibanding refleks indirek (mata kiri disinari dan mata kanan pupilinya menyempit). Jadi mata
14
kanan mengalami defek aferen relatif, sedangkan eferen ke mata kanan maupun kiri adalah
normal. Pada mata kiri aferennya adalah nomal dan eferen kedua mata juga normal.7
BAB III
KESIMPULAN
15
Pupil merupakan lubang pada iris. Pupil bisa melebar dan mengecil. Garis tengah pupil
normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Ukuran pupil dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain umur, tingkat kesadaran, kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Secara normal tepi
Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu :
Pupil bisa melebar dan mengecil, dan mempunyai fungsi sebagai berikut:
lintasan eferen kedua mata utuh, maka pupil mata kanan sama lebar dengan pupil
eferen simpatis kedua mata juga terganggu sehingga pupil kedua mata melebar
16
Rangsangan Proptioseptik : Mata yang buta masih dapat mengadakan sinkinesis
yaitu akomodasi, konvergensi dan miosis kalau diberi rangsang untuk melihat dekat
karena lesi kedua korpus genikulatum laterale atau kedua korteks kalkarina, maka
bersama dengan N III, maka pada adanya lesi N III akan terjadi kelumpuhan otot
ptosis karena gangguan simpatis ke otot Muller, dan enoftalmus karena celah mata
yang agak menyempit. Tidak dapat berkeringat pada wajah ipsilateral dengan
terhadap rangsan cahaya, dan berkontraksi saat melihat dekat, dan visus penderita
17
DAFTAR PUSTAKA
FKUI
3. Riordan-Eva, P., 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi
Jakarta: Erlangga
18
5. National Eye Institute. Eye Health: Anatomy of The Eye. Accesed from:
http://www.visionaware.org/info/your-eye-condition/eye-health/anatomy-of-the-eye/125
6. Ilyas Sidarta. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Kedua.
Jakarta: FKUI
7. Suhardjo dan Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata Edisi Pertama. Yogyakarta :
19