TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan
ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (Nurarif, 2015).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas sspontan
dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia
ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau
segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila
penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada
bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala
lanjut yang mungkin timbul (Sofian, 2012).
B. KLASIFIKASI
1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. “Mild Moderate asphyksia/ asfiksia sedang”
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post
partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat (Indrasanto, 2008).
D. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa
kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia
ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primarg gasping”
yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan /
persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi
sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan
ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia
ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi
jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti
pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi
berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan
tekanan darah. Disamping terjadinya perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme
dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan
asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa
glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang.
Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi
jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel
otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
JUMLAH
TANDA Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
NILAI
Frekwensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100
jantung X/menit X/menit
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat
bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
APGAR SCORE
nilai 0-3 : asfiksia berat
nilai 4-6 : asfiksia sedang
nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai
apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor
mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan
menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik
setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
(Surasmi, 2008).
E. PATHWAY
Faktor ibu
FaktorJanin Faktorplasenta Faktor neonatus
Kala I/II lama HT,Anemia, KPD, Kala I/II Lama Solusioplasenta, Anastesi/analgesic(SC)
PEB/eklamsia perdarahanplasenta
Kel.kongenital
Hipoksia ibu Kompresi umbilicus Plasenta iskemik
Primary
GaspingGagal
DJB dan
TD
Napascepatd menurun
andalam Glikogenmenu
(hiperapneu) runhipoglike
Darah : O2
menurundan mia
Apneu CO2 metabolism
Primer meningkat anaerob
GangguanP
erfusiJaring
an
Pembengkakan
sel
Kerusakan
sel
Kerusakan
otak
Kematian
bayi
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis:
1. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
2. Bradikardia
3. tonus otot berkurang
4. DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
5. Takikardi
6. Apnea
7. Pucat
8. Sianosis
9. penurunan terhadap stimulus
10. Nafas cepat, nafas cuping hidung
F. KOMPLIKASI
I. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-
tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kaki bayi. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau
mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu
menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru
dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu
disertai asidosis. Koreksi dengan bikarbonat natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula
glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra
vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi
paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah
tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan
frekuensi 80-100x/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti
hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana
dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil
diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan
pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil
tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari
mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi
20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul.
Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi
penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus
segera dilakukan, bikarbonat natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit
setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat
J. PENGKAJIAN
K. DIAGNOSA
kekurangan 02 dan kadar Pola nafas tetap paten atau2. Pertahankan jalan nafas proses inspirasi dan ekspirasi
co2 meningkat, penurunan efektif tetap baik 3. rangsangan taktil dapat merangsang terjadinya usaha
1.Kecepatan dan irama4. Ajarkan keluarga untuk 4. untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi pola1. Pasien pada ventilator dapat mengalami
yang berhubungan dengan keperawatan selama proses napas. Catat frekuensi hiperventilasi/hipoventilasi. Dispnea dan berupaya
ganguan perfusi ventilasi keperawatan diharapkan pernapasan, jarak antara memperbaiki kekurangan dengan bernapas berlebihan.
gangguan pertukaran gas pernapasan spontan dan2. Memberikan informasi tentang aliran udara melalui
pasien dapat teratasi. napas ventilator. trakeobronkial dan adanya/takadanya cairan,
Criteria hasil: 2. Auskultasi dada obstruksimukosa.
1.Membuat atau secara periodik, catat3. Peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur
mempertahankan pola adanya/takadanyadan sementara masih ada ventilator secara fisik dan
pernapasan efektif melalui kualitas bunyi napas, bunyi psikologi menguntungkan.
ventilator dengan tanpa napas tambahan, juga4. Napas panjang meningkatkan ventilasi maksimal
penggunaan otot simetrisitas gerakan dada. alveoli untuk mencegah atau menurunkan atelektasis
pernapasan aksesori,3. Tinggikan posisi kepala dan meningkatkan secret.
sianosis atau tanda lain bayi dengan menggunakan5. Fase ekspirasi biasanya dua kali panjangnya dari
hipoksia, saturasi oksigen bantal. kecepatan inspirasi, tetapi lebih lama untuk
dalam rentang normal. 4. Periksa kecepatan interval mengkonsumsi jebakan udara untuk memperbaiki
2.Berpartisipasi dalam napas panjang (biasanya pertukaran gas pada pasien.
upaya penyapihan( 1,5 sampai 2 kali volume
dengantepat ) dalam tidal ).
kemapuan individu. 5. Awasi pernafasan /
3.Menunjukkan perilaku inspirasi dan ekspirasi
untuk mempertahankan
fungsi pernapasan.
http://ditchanchan.blogspot.com/2017/11/asuhan-keperawatan-pada-bayi-
dengan.html
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA
Disusun Oleh :
Nama : Tiara Romadanish
NIM : 16056