Tantangan Meningkatkan
Efektivitas Program Raskin
............
Tantangan Meningkatkan
Efektivitas Program Raskin
Anda dipersilakan untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan karya ini untuk
tujuan non-komersial.
Untuk meminta salinan laporan ini atau keterangan lebih lanjut mengenai laporan ini,
silakan hubungi TNP2K-Knowledge Management Unit (kmu@tnp2k.go.id).
Daftar Isi
Daftar Gambar vii-viii
Daftar Tabel ix
Daftar Kotak x
Daftar Foto xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Singkatan xiii-xiv
Kata Pengantar xv
BAB I
TINJAUAN UMUM 1-9
Profil Program 2-5
Pelaksana Program 5-7
Mekanisme Distribusi 7-8
Anggaran Program 8-9
BAB II
PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM 11-26
Kekurangtepatan Penerima Manfaat 13-15
Rendahnya Kuantitas Beras 15-18
Rendahnya Frekuensi Distribusi 18-20
Tingginya Harga Tebus 21-24
Rendahnya Kualitas Beras 24-25
Formalitas Administrasi 26
BAB III
PERBAIKAN DALAM PELAKSANAAN PROGRAM 27-49
Pemanfaatan Basis Data Terpadu 28-33
Pemutakhiran Kepesertaan di Tingkat Lokal 33-36
Penerbitan Kartu Perlindungan Sosial 37-39
Pelibatan Pemerintah Daerah 40-41
Penunjukan Pelaksana Distribusi ke Rumah Tangga 41-42
Ekstensifikasi Sosialisasi Program 42-44
Penanganan Keluhan Program 45-49
BAB IV
POTENSI PERBAIKAN SELANJUTNYA 51-69
Tinjauan Kontribusi Program dalam Penanggulangan Kemiskinan 52-59
Perubahan Tata Kelola Penyaluran 59-60
Meningkatkan Pengawasan, Pengendalian, Transparansi dan
Akuntabilitas Program 60-62
Meningkatkan Komitmen Pencapaian Pelaksanaan 62-63
Pemutakhiran, Verifikasi dan Validasi DPM Secara Berkala 63-64
Pengemasan Beras sesuai Ketetapan 64-65
Menerapkan Harga Tebus Tertinggi 65
Penetapan Tanggal Penyaluran Reguler 65
Menjaga Kualitas Beras 66
Menerapkan Administrasi sebagai Basis Pengawasan 66
Membangun Sistem Pengaduan dan Aspek Hukum Pelaksanaan Program 66-68
Optimalisasi Sosialisasi Program 68-69
Referensi 72-73
Lampiran 74-79
6
vi Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin
RASKIN
Daftar Gambar
Gambar 1. Penyaluran Raskin dengan Pola Reguler 7
Gambar 2. Penyaluran Raskin Melalui Warung Desa 8
Gambar 3. Penyaluran Raskin Melalui Kelompok Masyarakat 8
Gambar 4. Perkembangan Alokasi Anggaran untuk Program Raskin (Triliun),
2005–2014 9
Gambar 5. Ilustrasi Distribusi Penerima Manfaat Program 13
Gambar 6. Tingkat Ketepatan Sasaran Program Raskin, 2010 dan 2013 15
Gambar 7. Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga,
2010 dan 2013 17
Gambar 8. Jumlah Manfaat Raskin: Angka Target dan Angka Aktual 17
Gambar 9. Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan
Menurut Titik Bagi, 2012 18
Gambar 10. Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu
Menyalurkan Raskin, 2012 18
Gambar 11. Alasan Ketidaktepatan Penyaluran Raskin, 2012 19
Gambar 12. Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Frekuensi
Penyaluran Beras 20
Gambar 13. Rata-rata Rupiah per Kilogram yang Dibayar untuk
Membeli Raskin Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013 21
Gambar 14. Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan
Menurut Titik Bagi, 2012 22
Gambar 15. Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Pemantauan 23
Gambar 16. Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari
Penerima Raskin, 2012 23
Gambar 17. Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi,
Jawa dan Luar Jawa, 2012 24
Gambar 18. Distribusi Wilayah Pemantauan Menurut Kualitas Beras yang
Disalurkan Jawa dan Luar Jawa, 2012 25
Gambar 19. Penyaluran Raskin Bulan Ke-13, 14 dan 15 Tahun 2013 28
Gambar 20. Proses Dasar Pelaksanaan Pendataan Program Perlindungan Sosial 29
Gambar 21. Proses Dasar Pembangunan Basis Data Terpadu 29
Gambar 22. Estimasi Kesalahan Penetapan Sasaran Menurut
Metode Penetapan Sasaran 30
Gambar 23. Persentase Desil Terpilih Menurut Metode Penetapan Sasaran 30
Gambar 24. Proporsi Desa yang Melakukan Pemutakhiran Kepesertaan 35
Gambar 25. Mekanisme Pemutakhiran Kepesertaan pada
Kartu Perlindungan Sosial 36
Daftar Tabel
Tabel 1. Profil Program OPK/Raskin 2
Tabel 2. Kepesertaan dan Cakupan Program, 1998–2014 3
Tabel 3. Alokasi Manfaat Program, 1998–2014 4
Tabel 4. Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial
(Triliun), 2007–2014 9
Tabel 5. Kontribusi Komoditas Pada Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga 12
Tabel 6. Perbandingan Sasaran dan Realisasi Penerima Manfaat
Menurut Data Acuan Penetapan Sasaran, 2002–2014 14
Tabel 7. Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga
Penerima 2002–2014 16
Tabel 8. Perbedaan Harga yang Dibayar Penerima Menurut Daerah,
2009–2014 22
Tabel 9. Perbedaan Harga Ketetapan Raskin di Titik Distribusi dan Harga yang
Dibayar Penerima Menurut Kelompok Pengeluaran, 2004–2014 24
Tabel 10. Perbandingan Alokasi Raskin Menurut Provinsi, 2011–2013 33
Tabel 11. Status Laporan KPS yang Ditangani, Menurut Kategori dan
Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014 46
Tabel 12. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani,
Juni 2013–Juni 2014 47
Tabel 13. Kontribusi Komoditas Makanan dan Bukan Makanan Teratas 53
Tabel 14. Contoh Asumsi dalam Simulasi Raskin 56
Tabel 15. Simulasi Kalkulasi Angka Kemiskinan 58
Daftar Kotak
Kotak 1. Apa yang Dimaksud dengan Penargetan yang Efektif? 13
Kotak 2. Sekilas tentang Basis Data Terpadu (BDT) 28-31
Kotak 3. Kartu Perlindungan Sosial Belum Optimal sebagai Instrumen
Program Raskin 49
Kotak 4. Simulasi Raskin Melalui Perangkat Poverty Projection 54-56
Kotak 5. Simulasi Kontribusi Peningkatan Ketepatan Sasaran, Jumlah,
Waktu dan Harga 57-59
Kotak 6. Tidak Efektif, KPK Minta Program Raskin Didesain Ulang 68
Daftar Foto
Cover Joshua Esty
Foto 1. Joshua Esty 1
Foto 2. Joshua Esty 6
Foto 3. Joshua Esty 11
Foto 4. Joshua Esty 27
Foto 5. Joshua Esty 40
Foto 6. Joshua Esty 43
Foto 7. Joshua Esty 45
Foto 8. Joshua Esty 51
Foto 9. Joshua Esty 54
Foto 10. Timur Angin 61
Foto 11. Timur Angin 67
Foto 12. Cocozero003/123RF.com 71
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Program 74
Lampiran 2. Ilustrasi DPM Periode Juni–Desember 2012, Desa Pulau Tidung,
Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan 75
Lampiran 3. Ilustrasi Formulir Rekapitulasi Pengganti (FRP) 76
Lampiran 4. Ilustrasi Lembar Sosialisasi dan Informasi Program Raskin, 2013 77-79
Daftar Singkatan
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BBM : Bahan Bakar Minyak
BDT : Basis Data Terpadu
BLT : Bantuan Langsung Tunai
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPKP : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BPS : Badan Pusat Statistik
BULOG : Badan Urusan Logistik
DPM : Daftar Penerima Manfaat
Divre : Divisi Regional
HTR : Harga Tebus Raskin
IHK : Indeks Harga Konsumen
J-PAL : Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab
JPS : Jaring Pengaman Sosial/Social Safety Net (SSN)
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
Juknis : Petunjuk Teknis
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
LP3ES : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial
Kansilog : Kantor Seksi Logistik
Kemendagri : Kementerian Dalam Negeri
Kemenko : Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Kesra Manusia dan Kebudayaan
Kementerian PPN/ : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kemensos : Kementerian Sosial Republik Indonesia
KPA : Kuasa Pengguna Anggaran
KPS : Kartu Perlindungan Sosial
KS-1 : Keluarga Sejahtera 1
Musdes : Musyawarah Desa
Muskel : Musyawarah Kelurahan
OPK : Operasi Pasar Khusus
Pedum : Pedoman Umum
Pemda : Pemerintah Daerah
PDB : Produk Domestik Bruto
PKH : Program Keluarga Harapan
PMD : Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa
PMT : Proxy Means Testing (Metode Uji Pendekatan Kemampuan)
Pokja : Kelompok Kerja
Kata Pengantar
P
rogram Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) yang dilaksanakan sejak tahun 2002
sebagai bentuk evolusi dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) Beras pada
pertengahan tahun 1998, merupakan program subsidi beras yang dilaksanakan
secara nasional, lintas sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Subsidi beras
merupakan salah satu instrumen penting dalam penanggulangan kemiskinan
karena konsumsi beras mencakup sekitar 30 persen dari total konsumsi rumah tangga
miskin.
Efektivitas kinerja Program Raskin diukur berdasarkan kriteria tolok ukur yang sering
disebut dengan 6 tepat (6T), meliputi tepat sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas dan
administrasi. Terlepas dari catatan kinerja Program Raskin yang tergolong memiliki
efektivitas rendah, pemerintah masih memiliki waktu dan ruang yang cukup luas
dalam melakukan berbagai perbaikan dan penyempurnaan Program Raskin sehingga
mampu menjawab tantangan efektifitas 6T ke depan.
Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Penulis yang telah berkontribusi pada
penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
berkepentingan dan memiliki tanggung jawab dalam pelaksanaan Program Beras
untuk Keluarga Miskin di Indonesia.
1 ....................
Tinjauan
Umum
PROFIL PROGRAM
P
rogram Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Raskin)
adalah program subsidi beras yang dilaksanakan secara nasional, lintas
sektoral, baik secara horizontal maupun vertikal. Tujuan program ini
adalah membantu kelompok masyarakat berpendapatan rendah dalam memenuhi
kebutuhan dasar terhadap pangan serta meningkatkan ketahanan pangan. Dengan
adanya program ini, diharapkan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dapat
mengalokasikan pendapatannya untuk kebutuhan lainnya.
Program Raskin pada awalnya ditujukan untuk mengantisipasi lonjakan harga pangan
dan kerawanan ketersediaan pangan akibat krisis moneter dan kekeringan El Nino pada
periode 1997/1998. Program ini merupakan bagian dari kelompok program Jaring
Pengaman Sosial (JPS1/social safety net) dengan nama Operasi Pasar Khusus (OPK).
OPK bertujuan memastikan ketersediaan beras dengan harga terjangkau. Selain itu,
program ini berupaya mengatasi kerawanan pangan sekaligus meringankan tekanan
ekonomi rumah tangga yang terkena dampak krisis, khususnya kelompok masyarakat
berpendapatan rendah2. Program OPK telah dilaksanakan sejak Juli 1998 hingga akhir
2001.
Sejak Januari 2002, program OPK mengalami perubahan nama menjadi program
Raskin dan fungsinya diperluas. Perubahan program OPK menjadi program Raskin
tidak sekedar mengganti nama program, melainkan disertai pula dengan perubahan
orientasi tujuan program. Yakni dari program yang sifatnya hanya sebagai solusi
darurat penanggulangan dampak krisis ekonomi menjadi program yang bertujuan
memberikan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Namun, perluasan fungsi
program tersebut tidak banyak mengubah proses pelaksanaan program OPK. Secara
umum, profil program Raskin dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada awal pelaksanaannya, OPK mencakup sekitar 9,3 juta rumah tangga termiskin
dan rawan pangan dan didefinisikan sebagai Rumah Tangga Miskin (RTM)3. Sejak
1998–2006, penentuan rumah tangga sasaran – penerima manfaat (RTS-PM) program
OPK/Raskin adalah kelompok masyarakat kategori Keluarga Prasejahtera (Pra-KS) dan
Keluarga Sejahtera 1 (KS-1) pendekatan ekonomi berdasarkan data Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
3
Tabor & Sawit (2001: 272).
4
Hastuti et al (2012: 1).
5
Hastuti et al (2012: 3).
6
Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Desember 1998; jumlah RTS tercatat meningkat secara gradual pada setiap bulan: mencapai 3,365
juta RTS pada Agustus 1998 dan 7,521 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272).
7
Merupakan jumlah maksimum penerima, yang dicapai pada Juni 1998; jumlah RTS tercatat fluktuatif pada setap bulan: mencapai 10,372 juta RTS pada Maret 1998
dan 10,458 juta RTS pada Oktober 1998 (Tabor & Sawit: 272).
Pemerintah menetapkan harga tebus Raskin (HTR). Sebelum tahun 2008, HTR
pada titik distribusi adalah Rp1.000/kg dan mulai 2008 pemerintah menaikkan
HTR menjadi Rp1.600/kg pada titik distribusi dan berlangsung sampai sekarang
(2014). Penerima manfaat program dapat membeli beras dengan kuantitas dan tingkat
harga sesuai ketetapan pemerintah. Jika dibandingkan dengan harga pasar, HTR jauh
lebih rendah (untuk kualitas beras yang relatif sama). Kualitas beras program Raskin
adalah beras dengan kualitas medium, kondisi baik, tidak berbau, tidak berkutu, tidak
berwarna kuning dan sesuai dengan standar kualitas beras pembelian pemerintah8.
PELAKSANA PROGRAM
Pada periode sebelum 2007, Badan Urusan Logistik (BULOG) berfungsi sebagai
perencana kegiatan umum program dan sekaligus bertanggungjawab menyediakan
stok beras serta mendistribusikannya ke tingkat kabupaten/kota. Penyaluran beras
sampai ke tingkat rumah tangga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah setempat.
Sejak 2007, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Kemenko
Kesra) menjadi koordinator pelaksanaan program Raskin, sedangkan BULOG
berperan sebagai penanggung jawab pendistribusian beras sampai ke titik
distribusi (TD). Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga mengalami perubahan. Pada
periode 2005–2007 dan 2010–2011, KPA program menjadi kewenangan direktur utama
BULOG. Sementara pada periode 2008–2009, pemegang kewenangan KPA adalah
Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat dari Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Kemudian sejak 2012 hingga saat ini (2014),
8
Sesuai kualitas beras yang diatur dalam Inpres No. 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan.
KPA program Raskin menjadi kewenangan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial dan
Penanggulangan Kemiskinan dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Pelaksana terdiri dari: Ketua, Wakil Ketua dan Anggota. Ketua Pelaksana adalah Deputi
Bidang Koordinasi Perlindungan Sosial dan Perumahan Rakyat Kemenkokesra; Wakil
Ketua I/Bidang Kebijakan Perencanaan adalah Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas;
Wakil Ketua II/Bidang Kebijakan Anggaran adalah Direktur Anggaran III, Ditjen Anggaran
Kementerian Keuangan; Wakil Ketua III/Bidang Pelaksanaan dan Distribusi adalah
Direktur Pelayanan Publik Perum BULOG; Wakil Ketua IV/Bidang Fasilitasi, Monitoring
dan Evaluasi dan Pengaduan adalah Direktur Usaha Ekonomi Masyarakat Ditjen PMD
Kementerian Dalam Negeri; Wakil Ketua V/Bidang Pengendalian dan Pelaporan adalah
Direktur Pengawasan Lembaga Pemerintah Bidang Kesejahteraan Rakyat BPKP.
Untuk mengatur pelaksanaan program Raskin, setiap tahun Tim Koordinasi Raskin
Pusat menerbitkan Pedoman Umum (Pedum) Raskin sebagai acuan makro kebijakan
umum pelaksanaan program Raskin secara nasional. Berdasarkan Pedum ini, masing-
masing gubernur kemudian menerbitkan Petunjuk Pelaksanaan program Raskin
(Juklak Raskin) dan masing-masing bupati/walikota menerbitkan Petunjuk Teknis
program Raskin (Juknis Raskin). Sejauh tidak bertentangan dengan Pedum Raskin,
fungsi Juklak dan Juknis adalah untuk mengakomodasi berbagai kondisi lokal dalam
pelaksanaan program Raskin.
MEKANISME DISTRIBUSI
Berdasarkan Pedum, Juklak dan Juknis program Raskin, pendistribusian Raskin
menggunakan tiga model. Model pertama atau yang sering disebut pola reguler
adalah Bulog menyalurkan beras sampai TD yang umumnya terdapat di kantor desa/
kelurahan. Selanjutnya dengan pendanaan APBD atau swadaya masyarakat, beras
diantarkan ke Titik Bagi (TB) yang biasanya berada pada tingkat dusun/RW. Pada TB
tersebut RTS-PM dapat mengambil Raskin (Gambar 1).
Warung desa
Warung desa
Gudang Bulog RTS
Warung desa
Dusun/RW/lingkungan
Catatan: Setiap desa dapat dilayani oleh lebih dari satu warung desa, biaya operasional pelaksanaan berasal dari APBD
Sumber: Petunjuk Teknis Pelaksanaan Raskin
Adapun pola ketiga adalah melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas). Pola ini hampir
sama dengan pola pertama namun penyalurannya tidak melalui aparat desa melainkan
melalui kelompok-kelompok masyarakat. Bulog menyalurkan beras sampai TD
kemudian pengurus Pokmas menyalurkan beras dari TD ke TB dan kepala Sub Pokmas
menyalurkan beras ke RTS-PM (Gambar 3).
ANGGARAN PROGRAM
Di tingkat nasional, anggaran program sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Anggaran
untuk program Raskin memiliki porsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan anggaran untuk program perlindungan sosial lainnya. Secara rata-rata,
persentasenya terhadap seluruh anggaran program-program perlindungan sosial selalu
diatas 30 persen per tahun. Selain itu, secara nominal jumlah anggaran Raskin selalu
meningkat. Pada 2005 anggarannya baru sekitar Rp6,4 Triliun dan kemudian menjadi
Rp18,8 Triliun pada 2014. Total alokasi anggaran program ini mencapai titik tertinggi
pada 2013, yaitu sebesar Rp21,5 Triliun (Gambar 4). Peningkatan anggaran pada 2013
dikarenakan program ini menjadi salah satu instrumen kompensasi penyesuaian harga
BBM dalam bentuk penambahan frekuensi penyaluran Raskin menjadi 15 kali.
0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014
Catatan: Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014.
Tabel 4. Anggaran Program Raskin dan Program Perlindungan Sosial (Triliun), 2007–2014
Jenis Program 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Subsidi Pangan (Raskin) 6,6 12,1 13,0 15,2 16,5 19,1 21,5 18,8
Askeskin/Jamkesmas (termasuk Jampersal) 4,4 4,7 4,5 5,1 6,3 7,2 8,1 -
Bantuan Siswa Miskin (BSM - termasuk mahasiswa) - 2,3 3,0 3,7 4,7 6,2 14,1 6,6
Program Keluarga Harapan (PKH) 0,8 1,0 1,1 1,3 1,6 1,9 3,6 4,5
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 3,5 5,9 9,2 12,4 12,8 12,1 11,9 9,3
(PNPM) Mandiri
Penyertaan Modal Kredit Usaha Rakyat (KUR) - - - - 2,0 2,0 2,0 2,0
Subsidi pangan terhadap total (%) 43,1 46,6 42,2 40,2 37,6 39,4 35,1 30,8
Sumber: LKPP 2012, Nota Keuangan – APBN Tahun 2010, 2012, 2013, 2014
Catatan:
• Merupakan angka realisasi (LKPP) sampai dengan 2012, angka APBN-P untuk 2013 dan angka APBN untuk 2014
• PBI Jaminan Kesehatan menggantikan anggaran Askeskin/Jamkesmas sejak 2014
• Tidak termasuk program perlindungan sosial Klaster 1 lain seperti JSLU, JSPACA, ataupun program di Kementerian Sosial yang lainnya.
2....................
Permasalahan
dalam
Pelaksanaan
Program
P
rogram Raskin telah berjalan selama kurang lebih 16 tahun (1998–2014)
dan selama kurun waktu tersebut telah banyak yang dilakukan untuk
memperbaiki pelaksanaan program. Mulai dari perluasan orientasi
program, pemutakhiran kepesertaan, perubahan data acuan hingga penerbitan
Kartu Perlindungan Sosial (KPS) sebagai identifikasi penerima manfaat. Terlepas
dari berbagai permasalahan yang menyertainya program Raskin telah berkontribusi
meringankan beban pengeluaran kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Tabel
5 memberikan ilustrasi mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga pada rumah
tangga secara umum dan pada rumah tangga miskin.
Melalui Program Raskin, RTS-PM dapat menghemat pengeluaran untuk beras sebesar
selisih harga pasar dengan HTR dikalikan dengan 15 kg/bulan atau 180 kg/tahun.
Program Raskin juga merupakan program yang dapat mendukung penurunan angka
kemiskinan karena proporsi pengeluaran beras dalam penghitungan garis kemiskinan
cukup besar. Tabel 5 menunjukkan pengeluaran konsumsi terbesar rumah tangga
miskin adalah untuk kelompok makanan (sekitar 65 persen). Sedangkan kontribusi
pengeluaran untuk konsumsi beras mencapai sekitar 29 persen. Dengan adanya subsidi
beras melalui program Raskin maka RTS-PM mendapatkan “tambahan pendapatan”
sekitar Rp109.575 per bulan9. Secara teoritis jumlah subsidi tersebut akan memberikan
kontribusi sekitar delapan persen terhadap total pengurangan pengeluaran rumah
tangga. Namun, dalam kenyataannya program Raskin hanya memberikan kontribusi
sebesar dua persen terhadap pengurangan total pengeluaran RTS-PM.
Hal ini terjadi karena RTS-PM tidak menerima jumlah alokasi beras Raskin sebagaimana
ketetapan program.
9
Berdasarkan harga rata-rata nasional beras kualitas medium per 27 September 2014 sebesar Rp 8,905/kg (http://ews.kemendag.go.id).
10
http://kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/1781-tidak-efektif-kpk-minta-program-Raskin-didesain-ulang
Gambar 6 menunjukkan bahwa berdasarkan data Susenas 2010 dan 2013, beras
terdistribusi merata kepada seluruh kelompok pendapatan, meskipun terdapat
kecenderungan semakin menurun secara proporsional terhadap kelompok penda-
patan yang lebih tinggi. Yang menyedihkan, tidak seluruh kelompok pendapatan
terbawah menerima beras Raskin pada 2010 maupun 2013. Pada 2010, hanya
70
60
50
40 Wilayah
rumah
30
tangga
20 sasaran
Raskin
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DESIL
2010 2013
Sumber: TNP2K
11
Dalam istilah lokal sering disebut “bagito” atau “bagi roto = bagi rata)” kepada rumah tangga di wilayah setempat.
Tabel 7 menunjukkan rata-rata jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM hanya berada
pada kisaran 36 persen (2005) hingga 61 persen (2008) dari ketetapan. Berdasarkan
kondisi ini, pada 2012 misalnya, kajian TNP2K menunjukkan rumah tangga miskin
rata-rata hanya menerima beras sebesar 6,1 kg/bulan, dan rumah tangga tidak miskin
rata-rata menerima beras sebesar 4,8 kg/bulan.
Tabel 7. Alokasi dan Realisasi Raskin Total dan per Rumah Tangga Penerima 2002–2014
Gambar 7 juga menunjukkan bahwa setidaknya pada 2010 dan 2013, masalah
kekurangtepatan sasaran masih terjadi. Rata-rata rumah tangga masih mendapatkan
4,5 kg per bulan, pada 2013 angkanya menurun menjadi 4,2 kg per bulan. Padahal
alokasi jumlah beras Raskin pada 2013 lebih besar, yakni 3,4 juta ton sementara pada
2010 hanya 3,2 juta ton. Dalam konteks ini, RTS-PM tentu dirugikan karena mereka
seharusnya berhak menerima beras sebesar 15 kg/bulan. Persoalan demikian terjadi
terkait dengan penjelasan sebelumnya bahwa rumah tangga yang riil menerima
beras Raskin jauh lebih besar dari jumlah sasaran program yang tercantum dalam
DPM akibat praktek “bagito”. Praktek pembiaran penyimpangan sasaran Raskin yang
telah berlangsung lama akhirnya menjadi “norma” yang biasa dan tidak lagi dianggap
sebagai suatu pelanggaran.
Gambar 7. Jumlah Rata-rata Raskin yang Diterima Tiap Rumah Tangga, 2010 dan 2013
7
Raskin yang Diterima Tiap RT
6
5 4,5
4
(Kilogram)
4,2
3
2 5,8 5 3,9 3,7 5,8 4,9 5,9 5 6,6 6
1
2010 (kg) 2013 (kg) Nasional 2010 (kg) Nasional 2013 (kg)
Sumber: Susenas (BPS), diolah.
20
20
8%
15 14
8%
8%
10
10
6%
5,65
5 3,79
2%
2% 2,82
2%
2% 2%
0
2004 2007 2010
Alokasi manfaat (kg/RTS/bulan) Jumlah manfaat yang diterima (kg)
Persentase dari pengeluaran Persentase dari pengeluaran
rumah tangga miskin (diharapkan) rumah tangga miskin (aktual)
Sumber: Bank Dunia (2012)
Terkait dengan jumlah beras yang diterima oleh RTS-PM, ternyata lokasi titik bagi
berkontribusi penting terhadap jumlah beras yang diterima RTS-PM. Hasil kajian
internal TNP2K menunjukkan bahwa variasi lokasi titik bagi berpengaruh terhadap
jumlah beras yang disalurkan kepada RTS-PM. Untuk wilayah Jawa, titik bagi yang
berada di rumah atau kantor kepala desa/lurah cenderung menyalurkan beras
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi titik bagi di rumah kepala dusun,
ketua RW, ketua RT, atau tokoh masyarakat setempat. Hal sebaliknya terjadi di luar
wilayah Jawa. Titik bagi yang berada di rumah kepala dusun dapat menyalurkan beras
lebih besar dibandingkan lokasi lainnya.
Gambar 9. Rata-rata Jumlah Raskin yang Diterima Tiap RTS per Bulan menurut Titik Bagi, 2012
Menurut Titik Bagi (Kg) 12
10,04
Raskin yang Diterima
8
7,94
6,57 6,26
5
4
2
0
Kantor kepala desa/ kelurahan Rumah kepala desa/lurah Kantor kepala dusun/RT/RW Lainnya
Gambar 10. Persentase Desa yang Tepat dan Tidak Tepat Waktu Menyalurkan Raskin, 2012
100%
80%
57% 61% 62%
60% 76%
40%
20% 43% 39% 38%
24%
0%
Juli Agustus September Oktober
Tidak tepat waktu penyaluran Tepat waktu penyaluran
Sumber: TNP2K (2012)
Setidaknya ada empat alasan utama yang melatari tidak terpenuhinya jadwal
dan frekuensi distribusi Raskin (Gambar 11). Pertama, beberapa daerah dalam
lingkup kecamatan atau desa mengalami masalah administrasi dan pembayaran/
tunggakan. Kajian yang dilakukan oleh Prisma LP3ES juga mengemukakan hal
yang sama, di mana jika suatu kecamatan atau desa mempunyai tunggakan, Bulog
tidak akan mendistribusikan beras ke wilayah tersebut sampai adanya pelunasan.
Dalam hal ini ada juga kasus divre/sub-divre/kansilog setempat meminta pembayaran
dimuka, sehingga bagi kecamatan atau desa yang belum membayar maka belum
akan mendapatkan distribusi Raskin. Kedua, alokasi Raskin ke suatu wilayah relatif
kecil sehingga atas kesepakatan antara divre/subdivre/kansilog dengan camat/
kepala desa setempat menyalurkan Raskin ke wilayah tersebut secara akumulatif
(Prisma LP3ES, 2012).
30%
24%
20%
10%
0%
Lainnya
Distribusi beberapa bulan sekali
Proses verifikasi DPM
Belum ditebus di BULOG (uang belum terkumpul)
Pengurangan DPM
Bulog belum menyalurkan ke desa
Sumber: TNP2K (2012)
54% 46%
Sumber: TNP2K-LP3ES
Pemantauan TNP2K bekerja sama dengan LP3ES pada 2012 menunjukkan hanya
sebagian wilayah yang penyaluran Raskinnya tepat waktu. Dari 220 desa yang menjadi
lokasi pemantauan, hanya 46 persen desa yang mendapatkan penyaluran Raskin
tepat waktu atau setiap bulan, dan 54 persen sampel desa lainnya tidak tepat waktu.
Terdapat tiga alasan utama yang menjelaskan ketidaktepatan ini, yakni (i) Kendala
transportasi yang berhubungan dengan jarak dan letak geografis, (ii) Pemerintah desa
menganggap penetapan DPM Raskin oleh pemerintah pusat tidak sesuai dengan
jumlah warga miskin setempat sehingga pemerintah desa terlambat mengajukan
jadwal distribusi Raskin dan (iii) Pemerintah desa mempunyai tunggakan pembayaran
sehingga divre/subdivre/kansilog setempat menunda pengiriman Raskin periode
berikutnya sampai seluruh hutang terlunasi.
Pada tingkat rumah tangga, frekuensi distribusi beras Raskin yang diterima
RTS-PM tidak linier dengan frekuensi distribusi Raskin di titik distribusi
maupun titik bagi. Artinya, meskipun di desa/kelurahan bersangkutan mendapatkan
distribusi Raskin, tidak otomatis RTS-PM mendapatkannya. Hal ini terkait dengan
salah satu mekanisme “bagito” yang disebutkan sebelumnya, yakni melalui sistem
giliran. Berdasarkan kajian internal TNP2K maupun oleh lembaga penelitian SMERU,
penerima manfaat tidak selalu memperoleh alokasi beras pada setiap distribusi.
RTS-PM hanya memperoleh alokasi beras hanya pada bulan-bulan tertentu. Dalam
kurun waktu satu tahun, frekuensi distribusi Raskin yang diterima oleh RTS-PM
berkisar antara 1 kali hingga 10 kali.
Pada 2010 dan 2013, secara nasional rumah tangga yang mendapatkan Raskin harus
membayar sekitar 26 persen dan 41 persen lebih tinggi dari HTR. Ketidaktepatan
harga ini mempunyai variasi cukup tinggi antar daerah. Di Kalimantan, pada 2010
dan 2013 deviasi harganya mencapai 48 persen dan 58 persen, merupakan yang
tertinggi dibandingkan daerah lainnya. Daerah yang mempunyai deviasi harga
terendah adalah Sulawesi, yakni 21 persen pada 2010 dan 26 persen pada 2013.
2500
2.262
2000 2.031
1500
2.087
2.208
2.020
2.302
2.364
2.535
1.936
2.015
1.905
2.040
1000
500
0%
Sumatera Jawa dan Bali Kalimantan Sulawesi NTB, NTT, Maluku Utara, Papua Barat, Papua
2010
2013
Nasional 2010
Nasional 2013
Sumber: Susenas (BPS), diolah.
Deviasi harga Raskin mempunyai beberapa faktor penyebab, dan salah satunya
adalah variasi lokasi titik distribusi dan titik bagi. Kajian internal TNP2K menunjukkan
bahwa di wilayah Pulau Jawa deviasi harga relatif kecil jika lokasi titik bagi berada
di kantor kepala desa/lurah dibanding alternatif titik bagi lainnya. Hal sebaliknya
terjadi di luar Jawa. Deviasi harga yang relatif kecil terjadi pada lokasi titik bagi
yang berada di luar kantor/rumah kepala desa/lurah dan rumah kepala dusun.
Namun demikian, Gambar 14 menunjukkan bahwa secara umum deviasi harga
di Jawa lebih tinggi daripada wilayah luar Jawa.
Gambar 14. Rata-rata Harga Raskin yang Dibayar Tiap RTS-PM per Bulan menurut Titik Bagi, 2012
Kantor kepala desa/kelurahan Rumah kepala desa/lurah Kantor kepala dusun/RT/RW Lainnya
Meskipun secara rata-rata terjadi deviasi harga Raskin, tidak berarti tidak ada daerah
yang mampu mencapai kriteria tepat harga. Pemantauan TNP2K yang bekerjasama
dengan LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil daerah mampu mewujudkan
kriteria tepat harga. Dari 220 desa yang menjadi wilayah kajian, 29 persen diantaranya
menjual Raskin sesuai HTR. Desa sampel lainnya yang menetapkan HTR pada
kisaran Rp1.600–2.000/kg sebanyak 39 persen dan HTR lebih dari Rp2.000/kg sebesar
29 persen.
Harga di atas
Rp2.000 Harga Rp1.600
29% 32%
Harga Rp1.600–2.000
39%
Sumber: TNP2K-LP3ES (2012)
Penjelasan mengenai terjadinya deviasi harga dan variasinya antar daerah dan
antar lokasi titik distribusi/titik bagi tidak terlepas dari adanya penetapan biaya-
biaya tambahan sesuai dengan mekanisme di tingkat lokal. Salah satunya berupa
biaya pungut yang dibebankan kepada rumah tangga penerima manfaat. Kajian
internal oleh TNP2K menunjukkan biaya pungut tersebut sekitar 30 persen dari HTR.
Di Jawa jumlahnya rata-rata sebesar Rp445/kg dan di Luar Jawa sekitar Rp483/kg.
Dari seluruh desa wilayah studi, terdapat 15 persen desa sampel di Jawa dan 8 persen
di Luar Jawa yang mengenakan biaya pungut dalam pengelolaan Raskin.
Gambar 16. Proporsi Pihak Desa/Kelurahan yang Memungut Biaya dari Penerima Raskin12, 2012
23% 15%
63% 77%
15% 8%
Jawa Luar Jawa
12
Biaya pungut merupakan biaya yang dibebankan kepada penerima Raskin untuk honor petugas yang mengurus pendistribusian beras Raskin di tingkat
desa/kelurahan, honor petugas penimbangan, buruh bongkar beras dan pembelian kantong plastik.
Selain biaya pungut, penerima Raskin juga harus menanggung tambahan biaya
transportasi pendistribusian beras. Tambahan biaya ini adalah untuk mendistribusikan
beras dari titik distribusi ke ke tingkat rumah tangga. Kajian TNP2K menunjukkan
45 persen desa/kelurahan sampel di Jawa dan 13 persen sampel di luar Jawa
mengenakan biaya transportasi untuk keperluan transportasi tersebut.
Gambar 17. Proporsi Desa yang Membayar Tambahan Biaya Transportasi, Jawa dan Luar Jawa, 2012
Membayar
Tidak
membayar 45%
50% Tidak membayar
83%
Kelompok Pengeluaran
Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
2009 1.899 1.930 1.931 1.930 1.944 1.977 1.976 2.021 2.030 2.063 1.950
2010 1.978 1.991 2.027 2.030 2.041 2.035 2.036 2.085 2.096 2.132 2.029
2011 2.023 2.026 2.049 2.037 2.062 2.066 2.088 2.142 2.165 2.156 2.063
2012 2.051 2.048 2.072 2.069 2.083 2.094 2.111 2.156 2.177 2.207 2.089
2013 2.265 2.211 2.334 2.201 2.239 2.308 2.216 2.311 2.323 2.279 2.263
beras Raskin antara lain kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum
20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh minimum 95 persen
(Inpres No. 3/2012). Jika beras Raskin tidak sesuai dengan kualitas tersebut, maka
Tim Koordinasi Raskin Kecamatan atau Pelaksana Distribusi atau RTS-PM berhak
menolak dan mengembalikannya kepada Satuan Kerja (Satker) Raskin untuk diganti
dengan kualitas yang sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Persoalan kualitas beras yang tidak selalu tepat mutu juga masih terjadi hingga saat
ini. Hasil pemantauan internal kerjasama TNP2K dengan LP3ES menunjukkan bahwa
pada sebagian wilayah masih ditemukan kualitas beras Raskin yang tidak sesuai
ketentuan. Dari 220 desa yang menjadi wilayah sampel pemantauan, hanya 37,7
persen desa yang beras Raskinnya tepat mutu, sedangkan 62,3 persen jumlah desa
sisanya menerima beras Raskin dengan kualitas yang kurang sesuai. Bahkan beberapa
diantaranya yang tidak layak konsumsi, karena berbau, berwarna dan berkutu.
Baik
Pecah, berbau,
berwarna dan
37,72%
berkutu
62,28%
Sumber: TNP2K-LP3ES
FORMALITAS ADMINISTRASI
Ketepatan administrasi yang menjadi tolok ukur efektivitas program Raskin
adalah pembuatan pelaksanaan administrasi dilakukan secara benar, lengkap
dan tepat waktu. Pada aspek ini, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pem-
bangunan (BPKP) belum pernah memberikan nilai negatif dalam pelaksanaan program
Raskin. Kriteria ketepatan administrasi program Raskin merupakan bagian integral dari
mekanisme monitoring dan evaluasi internal program Raskin. Berbagai permasalahan
pelaksanaan Raskin yang terjadi hingga saat ini sepertinya mengindikasikan bahwa
ketepatan administrasi dan pelaporannya hanya sebagai formalitas kelengkapan
program.
Selain itu, mekanisme pelaporan yang berlangsung saat ini memiliki jeda waktu
yang cukup lama, yakni tiga bulan. Hal ini dapat menghambat penyelesaian masalah
yang memerlukan penanganan cepat. Untuk itu perlu penyesuaian sistem pelaporan
Raskin pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi menjadi laporan
perkembangan bulanan sesuai dengan penyaluran Raskin yang berlangsung setiap
bulan.
3....................
Perbaikan
dalam
Pelaksanaan
Program
P
emerintah telah mencoba berbagai langkah perbaikan untuk lebih mening-
katkan efektivitas pelaksanaan program Raskin. Antara lain meliputi dengan
penggunaaan BDT untuk penentuan sasaran, penerbitan Kartu Perlindungan
Sosial (KPS), pemutakhiran kepesertaan di tingkat lokal, pelibatan pemerintah daerah
dalam distribusi program, lelang pelaksana di titik distribusi, ekstensifikasi sosialisasi
kepada masyarakat khususnya penerima manfaat serta penanganan keluhan sebagai
bagian dari pengawasan, pemantauan dan evaluasi program. Keseluruhan aspek
perbaikan tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas pelaksanaan program Raskin
agar sesuai dengan tujuan awal program.
15 kg 15 kg 20 kg 20 kg 20 kg 15 kg 15 kg 15 kg
Mei Juni* Juli Agst Sept Okt Nov Des
Sumber: TNP2K
35% 33,1
30
30%
25%
15%
PMT Komunitas
10%
5%
0%
Sumber: TNP2K
Metode
80%
60%
40%
20%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desil
Sumber: TNP2K
PMT Komunitas
rumah tangga diambil dari BDT untuk dijadikan sebagai DPM program di tahun tersebut.
Perubahan jumlah total kepesertaan tersebut didasarkan pada pertimbangan tingkat
kemiskinan nasional yang semakin menurun serta ketersedian anggaran program
dalam APBN yang hanya mampu mencakup sekitar 15,5 juta rumah tangga.
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang masih menjadi kekurangan BDT sebagai
acuan penentuan sasaran, antara lain pemutakhiran rumah tangga sasaran tidak
secara langsung dapat diakomodasi dalam sistem BDT, sehingga berdampak pada
pemutakhiran kepesertaan untuk periode selanjutnya. Selain itu, proses pemutakhiran
kepesertaan yang mengacu pada hasil pendataan dihadapkan pada keluhan pemerintah
provinsi. Pada tahun 2012, pemerintah provinsi mengeluhkan penurunan alokasi
yang terjadi di wilayahnya. Meskipun secara nasional tidak mengalami perubahan,
distribusi alokasi Raskin pada masing-masing provinsi mengalami banyak perubahan.
Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 10, terjadi perubahan alokasi program Raskin
antara tahun 2011 yang menggunakan acuan PPLS 2008 dengan pelaksanaan Juni–
Desember 2012 yang menggunakan acuan BDT. Perubahan cukup signifikan terjadi
pada alokasi Raskin untuk Provinsi Kalimantan Tengah yang menurun sekitar 37 persen,
sedangkan peningkatan cukup signifikan terjadi pada alokasi Raskin untuk Provinsi DI
Yogyakarta sebesar 69 persen. Secara umum, peningkatan alokasi Raskin sebagian
besar terjadi di Pulau Jawa, sedangkan penurunan alokasi secara merata terjadi di
luar Pulau Jawa. Kondisi ini menyebabkan banyaknya keluhan dari pemerintah daerah
setempat, meskipun pada dasarnya alokasi Raskin untuk tahun 2012 dengan RTS-PM
yang baru dapat dikatakan lebih mencerminkan kondisi terkini. Keluhan yang sama
juga disampaikan oleh pemerintahan kabupaten/kota, kecamatan hingga pemerintah
desa, bahkan ada daerah yang sempat menolaknya. Persoalan ini muncul karena
pemerintah daerah kurang mendapatkan sosialisasi dari pelaksana program, baik di
tingkat pusat maupun daerah.
Nama Provinsi 2011 2012 2013 Nama Provinsi 2011 2012 2013
Skema negative list adalah sebuah metode untuk memberikan penanda terhadap
rumah tangga di dalam BDT. Metode ini relatif umum diterapkan pada berbagai jenis
basis data. Dalam penerapannya, negative list menerapkan kondisionalitas dengan
kriteria semakin banyak catatan negatif pada suatu rumah tangga maka semakin besar
kemungkinan rumah tangga tersebut untuk dicoret. Beberapa kriteria negative list
yang diterapkan dalam BDT antara lain meliputi: (i) Kepala rumah tangga yang bekerja
sebagai PNS/POLRI/TNI/BUMN/BUMD/Anggota Legislatif, (ii) Kepala rumah tangga
tercatat sebagai lulusan S2/S3, dan (iii) Kepemilikan aset rumah tangga berupa mobil.
Dari seluruh RTS-PM Raskin diperoleh 103.483 rumah tangga yang masuk ke dalam
daftar negatif dari RTS-PM 2012 (0,6 persen). Daftar negatif ini kemudian dijadikan
sebagai bagian dari instrumen pemutakhiran kepesertaan.
Diputuskan desa
15%
Tidak ada penggantian
26%
Diputuskan Kadus, RW-RT
Sumber: TNP2K-LP3ES, 2012 14%
Laporan yang diterima dari hasil kompilasi terhadap FRP menunjukkan hanya sebagian
kecil penggantian yang dilakukan terhadap DPM sebagai RTS-PM tahun 2012. Hasil
pemutakhiran melalui musdes/muskel tersebut menunjukkan daftar rumah tangga
dilaporkan pindah dan/atau meninggal seluruhnya oleh FRP 2012 adalah sebesar
18.922 RTS-PM, atau 0,1 persen.
1 2 3
Musyawarah Desa/Kelurahan Hasil Musdes/Muskel yang disahkan Daftar (rekap) rumah tangga
Kepala Desa/Lurah melaksanakan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan pengganti di entry
Musdes/Muskel menentukan rumah diketahui Camat diserahkan TKSK di Kantor Pos Pemeriksa (KPRK)
tangga yang diganti dan pengganti ke Kantor Pos Kecamatan terdekat di kabupaten/kota atau provinsi
6
Data nama dan alamat KPS pengganti
5
Mengeluarkan SK terkait data nama dan
4
Rekap RT pengganti
alamat KPS pengganti seluruh Indonesia
7
KPS
KPS
8
Kartu yang terkirim diterima
Atau mendapat
SKRTM 8a 8b
PT. Pos mencetak dan mengirimkan KPS kepada RT Pengganti Rumah Tangga Sasaran (RTS)
program dan (iii) Rumah tangga pemegang KPS dapat menebus beras sejumlah
15 kg/bulan dengan harga Rp1.600 atau sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan kata lain, hanya pemegang KPS yang memiliki hak sepenuhnya
sebagai penerima manfaat program Raskin.
1 2 3 4
Sebelum penerapan KPS pada pertengahan tahun 2013, secara internal telah
dilakukan uji coba terhadap penerapan kartu di sejumlah daerah. Hasil uji coba
tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketepatan harga cenderung meningkat. Pada
daerah-daerah yang merupakan uji coba penerapan kartu, 57 persen diantaranya
menetapkan HTR sesuai dengan ketetapan pemerintah, yaitu Rp1.600/kg sedangkan
sisanya menetapkan HTR lebih tinggi sekitar 43 persen. Sedangkan pada wilayah
tanpa uji coba penerapan kartu, hanya sebagian kecil desa yang menetapkan HTR
sesuai dengan ketetapan pemerintah dengan persentase sebesar 7 persen, sementara
93 persen sisanya menetapkan HTR lebih tinggi dibandingkan ketetapan pemerintah.
Gambar 28. Perbandingan Harga Tebus Raskin pada Wilayah Kajian Penerapan Kartu
Kajian serupa juga dilakukan bekerjasama dengan J-PAL pada 572 desa di enam
kabupaten/kota, 378 desa diantaranya menerima kartu Raskin sedangkan 194 desa
tidak menerima kartu Raskin. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa sistem kartu
efektif dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat, subsidi yang diterima dan
ketepatan sasaran. Dengan penerapan sistem kartu, terdapat peningkatan jumlah
beras yang diterima oleh rumah tangga sekitar 1,1–1,9 kg. Selain itu, penerapan kartu
juga meningkatkan ketepatan harga dengan indikasi selisih harga yang lebih rendah
sekitar Rp55–93/kg jika dibandingkan dengan wilayah tanpa penerapan kartu sebagai
instrumen bagi penerima manfaat program.
Meskipun payung hukum secara jelas telah mengatur peran pemerintah daerah
untuk berpartisipasi dalam program, namun hanya sebagian kecil daerah yang sudah
menerapkan aturan tersebut. Kondisi ini tercermin dari hanya sebagian kecil daerah
yang telah memberikan alokasi anggaran, sehingga dampak dari kebijakan pelibatan
daerah masih sangat minim. Hal tersebut juga tercermin dari masih tingginya harga
yang harus dibayar oleh penerima manfaat yang rata-rata masih sebesar Rp2.262/kg
(2013).
Selain masalah harga, ketepatan sasaran, jumlah, waktu dan kualitas masih menghadapi
permasalahan yang sama. Kondisi ini cukup mencerminkan bahwa upaya pemerintah
pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melibatkan daerah
dalam melakukan pengawasan dan pengendalian program di tingkat daerah masih
belum optimal. Hasil kajian TNP2K bersama LP3ES menunjukkan hanya sebagian kecil
daerah yang telah berpartisipasi dalam upaya meningkatkan efektivitas program.
Hanya dua dari 22 daerah pemantauan yang berupaya meningkatkan ketepatan
sasaran, jumlah, harga, waktu pelaksanaan dan kualitas beras. Bentuk-bentuk
partisipasi yang telah diupayakan diantaranya melalui dukungan terhadap sosialisasi,
musyawarah di tingkat lingkungan, bantuan biaya operasional yang mencakup
pengadaan kantong dan honor petugas pelaksana.
Di samping peran pemerintah daerah yang kurang optimal, hingga saat ini masih
ditemukan beberapa daerah yang menolak mengimplementasikan program Raskin di
daerahnya. Beberapa diantaranya adalah: Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu,
Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Mentawai Provinsi
Sumatera Barat. Beberapa alasan penolakan tersebut diantaranya terkait dengan
ketepatan sasaran dan kualitas beras yang didistribusikan ke daerahnya.
terhadap beras Raskin dari Titik Distribusi (TD) sampai dengan Titik Bagi (TB)13 sehingga
diterima oleh RTS-PM sesuai dengan DPM pada harga, jumlah dan waktu yang tepat.
Alternatif pelaksana distribusi terdiri dari kelompok kerja (Pokja), warung desa (wardes),
kelompok masyarakat (Pokmas), atau melalui skema padat karya Raskin14.
Dari alternatif jalur distribusi Raskin tersebut, sebagian besar pelaksanaan distribusi
masih dilakukan oleh Pokja Raskin di tingkat desa/kelurahan. Alternatif wardes,
Pokmas atau melalui skema padat karya Raskin masih belum optimal dilakukan
di tingkat pelaksanaan. Salah satu kendalanya adalah besarnya biaya yang harus
dikumpulkan oleh pelaksana distribusi karena sistem pembayaran di muka yang
diterapkan oleh BULOG saat ini. Selain itu, alternatif pilihan distributor berupa wardes
memungkinkan lebih optimal jika sistem kupon yang diterapkan.
Secara internal telah dilakukan pengkajian terhadap pilihan kebijakan untuk melakukan
penunjukan pelaksana di TD. Kajian bersama dengan J-PAL pada tahun 2013–2014
merumuskan inovasi alternatif distributor dengan mekanisme lelang atau penawaran
sebagai pelaksana distribusi di tingkat desa. Kajian ini dilakukan di 572 desa, 191
desa merupakan desa dengan perlakuan khusus melakukan penawaran, 96 desa
pengawasan dengan pelaksana penyaluran melakukan sosialisasi dan 285 desa lainnya
sebagai wilayah kontrol. Hasil dari kajian tersebut menyimpulkan bahwa pilihan
kebijakan untuk dilakukan penawaran pelaksana di tingkat pelaksanaan tidak banyak
merubah efektivitas pencapaian program, baik dari aspek ketepatan sasaran, kuantitas
maupun jumlah. Sebagaimana kendala pada alternatif kebijakan selain Pokja, masalah
sistem pembayaran di muka menjadi kendala utama dalam pelaksanaan sistem
penawaran atau lelang pelaksana distribusi.
13
Titik bagi merupakan tempat atau lokasi penyerahan beras Raskin dari Pelaksana Distribusi Raskin kepada RTS-PM
14
Sistem penyaluran Raskin kepada RTS-PM yang dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat dimana para RTS-PM diwajibkan bekerja untuk meningkatkan
produktivitas daerah dengan diberikan kompensasi pembayaran HPB Raskin oleh Pemerintah Daerah melalui APBD. Tidak ada keterangan lebih jelas yang
bisa didapatkan mengenai skema Padat Karya Raskin, hanya keterangan “... akan diatur kemudian”.
15
Lihat: Hastuti et al (2008), LP3ES-TNP2K (2012)
Kajian yang dilakukan secara internal atas kerjasama dengan LP3ES menunjukkan hanya
sebagian wilayah pemantauan yang telah melakukan sosialisasi di wilayahnya dan
antar daerah bervariasi. Dari 220 desa wilayah pemantauan, 110 desa diantaranya telah
melakukan sosialisasi dengan berbagai bentuk. Salah satu sosialisasi yang dilakukan
adalah terkait dengan DPM sebagai representasi sasaran, termasuk diantaranya adanya
pengurangan alokasi, harga tebus per kg, jumlah beras yang berhak diterima oleh
rumah tangga sasaran, serta mekanisme penggantian kepesertaan. Dari seluruh
rangkaian sosialisasi yang dilakukan, masalah kualitas beras yang layak diterima oleh
penerima manfaat kurang memperoleh perhatian di tingkat pelaksanaan. Kajian tersebut
menyimpulkan bahwa pemerintah daerah kurang intensif dalam mengupayakan
peningkatan efektivitas pelaksanaan Raskin melalui kegiatan sosialisasi.
16
Untuk informasi mendetail, lihat Olken, 2006.
Sistem pengaduan dan pelaporan tidak hanya berfungsi sebagai media pena-
nganan keluhan, tapi juga sebagai instrumen untuk melakukan pengawasan,
pemantauan, pelacakan dan evaluasi. Dua hal penting yang dapat diakomodasi
dalam sistem pengaduan yaitu laporan yang bersifat sebagai pengaduan pelaksanaan
program dan laporan yang bersifat informasi. Koordinasi sistem penanganan aduan
bersama Tim Koordinasi Raskin Pusat hanya dilakukan selama tiga bulan pertama
setelah penerapan KPS, yaitu periode Juni–Agustus 2013. Hal tersebut lebih
disebabkan oleh keterbatasan tenaga pendukung antar kementerian. Selama periode
September 2013 sampai saat ini (September 2014) sistem masih dijalankan penuh
di bawah koordinasi TNP2K dan didukung oleh UKP4.
Tabel 11. Status Laporan KPS yang Ditangani, menurut Kategori dan
Status Tindak Lanjut, Juni 2013–Juni 2014
Khusus pada kategori program Raskin, ringkasan jumlah aduan adalah berjumlah
2.193 laporan. Berdasarkan laporan tersebut, 82,4 persen diantaranya merupakan
kategori pengaduan. Kategori laporan pengaduan lebih didominasi oleh keluhan
mengenai jumlah beras yang diterima oleh masing-masing rumah tangga yaitu
sebesar 30,2 persen, sedangkan kategori ketepatan sasaran merupakan keluhan
terbesar kedua dengan proporsi sebesar 14,9 persen dari total jumlah laporan
pengaduan yang diterima. Di sisi lain, sejumlah 17,6 persen merupakan kategori laporan
permintaan informasi. Pada kategori ini, klasifikasi permintaan informasi mengenai
Tabel 12. Jumlah Laporan tentang Raskin yang Sudah Ditangani, Juni 2013–Juni 2014
yakni hanya satu laporan berkaitan dengan program Raskin. Adanya disparitas antar
wilayah dalam hal keluhan, pengaduan dan informasi umum terhadap program Raskin
tersebut menunjukkan bahwa upaya sosialisasi program dan mekanisme pengaduan,
keluhan dan permintaan informasi masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal ini lebih
ditujukan untuk perbaikan program di masa yang akan datang, karena laporan, keluhan
dan pengaduan ini sangat relevan digunakan sebagai bagian dari upaya memperbaiki
program, khususnya yang terkait dengan indikator pencapaian implementasi Raskin
sesuai Pedoman Umum Pelaksanaan Program, yaitu tercapainya 6T.
150
134
128
123
116
125
100
68
Jumlah Laporan
75
48
50
30
28
27
26
23
17
17
16
16
16
16
16
15
25
14
11
9
9
8
8
4
4
4
3
2
2
1
Jateng
Jatim
Sumut
Jabar
Sumsel
Lampung
DKI Jakarta
Sulsel
Sulut
Sulteng
Kalbar
Sumbar
Banten
Riau
NTT
Yogyakarta
Bali
Aceh
Kalsel
Jambi
NTB
Kaltim
Kalteng
Sulbar
Bengkulu
Maluku
Papua Barat
Kepri
Kep. Babel
Sultra
Papua
Kaltara
Malut
Sumber: http://monev.tnp2k.go.id/lapor/ (per 20 Juni 2014, diolah)
Meskipun sistem pengaduan telah tersedia, namun jika ditinjau dari efek-
tivitasnya sistem ini masih perlu banyak perbaikan. Sistem yang dikembangkan
masih dalam tahap identifikasi awal untuk mengetahui laporan dengan respon
sebagian besar masih di tingkat pelaksana pusat. Kondisi ini tercermin dari indikator
ketepatan capaian program yang belum sesuai harapan. Untuk tujuan perbaikan
program di masa depan, sistem pelaporan masih perlu pengembangan. Tujuannya
adalah untuk mengakomodasi ketepatan administrasi pengaduan agar tindak
lanjutnya lebih responsif hingga ke tingkat lapangan. Pengembangan sistem ini
sekaligus sebagai penilaian atas kinerja pelaksanaan program. Peran serta masyarakat,
baik penerima manfaat maupun bukan penerima manfaat sangat diperlukan untuk
mengembangkan sistem pengaduan, sehingga dampak dari pengaduan yang
dilakukan dapat dirasakan sampai ke penerima manfaat program.
4 ....................
Potensi
Perbaikan
Selanjutnya
P
erluasan fungsi program Raskin sebagai salah satu program perlindungan
sosial dinilai tepat mengingat sebagian besar konsumsi masyarakat miskin
adalah pangan, khususnya beras. Akibatnya, kelompok masyarakat miskin
tersebut sangat terpengaruh oleh kenaikan harga bahan pangan karena dominasi
pengeluaran untuk beras dibandingkan pengeluaran lain dalam konsumsi rumah
tangga. Sementara itu, bobot bahan makanan dalam menentukan garis kemiskinan
cenderung lebih besar, terutama jika diikuti oleh peningkatan harga pada komoditas
tersebut.
80
Persentase dari total konsumsi
60
40
20
0
Indeks Harga Konsumen Keranjang Kemiskinan
Sumber: Susenas 2012
Program Raskin memiliki sasaran yang ditujukan kepada rumah tangga miskin. Dalam
publikasi resmi BPS mengenai kemiskinan, dipaparkan bahwa rata-rata kontribusi
konsumsi beras di perkotaan sekitar 26,92 persen sedangkan di pedesaan sekitar
33,38 persen terhadap total pengeluaran per kapita. Kontribusi untuk komoditas
beras ini merupakan yang tertinggi di antara 52 komoditas makanan yang merupakan
komponen dalam penghitungan angka garis kemiskinan.
Asumsi sebagai masukan (input) dalam simulasi terdiri dari beberapa parameter yang
kemudian diperlukan untuk menggambarkan kondisi perekonomian yang tengah
dihadapi. Parameter yang dibutuhkan untuk kebutuhan simulasi Raskin yang terkini
adalah estimasi dari dampak harga BBM dan harga makanan terhadap inflasi, angka
indikator ekonomi kondisi yang terbaru seperti pertumbuhan produk domestik
bruto (PDB), pertumbuhan konsumsi rumah tangga, serta pertumbuhan penduduk
berdasarkan sektor atau lapangan usaha. Secara ringkas, asumsi dalam simulasi ini
pada dasarnya terdiri dari dua garis besar, yakni asumsi terkait dengan harga-harga dan
asumsi yang terkait dengan pertumbuhan.
( )
ci ,t = ci ,t −1 1 + g tS i − ηtS i ⋅ f t −1
4.1
Di mana:
c : pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita
i : adalah unit rumah tangga
t : periode
g : pertumbuhan ekonomi
η : pertumbuhan populasi
S : sektor atau lapangan usaha
j : unit dari sektor/lapangan usaha, yang terdiri dari: pertanian, industri, jasa.
(1 − w p )
F
f t = w p (1 + ∆Pt ) +
(1 − wc )
[
1 − wc (1 + ∆Pt F ) ] 4.2
Di mana:
w : bobot
p : proporsi komoditas makanan pada garis kemiskinan
c : proporsi komoditas makanan pada indeks harga konsumen (IHK)
P F : harga makanan
Skenario lain yang dapat dibuat adalah kondisi dengan adanya guncangan
(shock) yang berasal dari kebijakan, terutama kebijakan yang berpengaruh
terhadap harga-harga. Contoh konkrit dalam skenario ini adalah pengu-
rangan subsidi BBM. Tabel di bawah ini mendeskripsikan tampilan hasil
simulasi kebijakan dalam dua tipe skenario.
Pertumbuhan
Skenario natural
Mekanisme kerja BULOG terkait dengan distribusi beras subsidi masih terbatas
untuk melakukan pelacakan dari beras tersebut keluar dari gudang sampai
ke Titik Distribusi. Secara umum, prosedur ini masih dilakukan secara manual dengan
variasi pencatatan tidak standar antar wilayah. Manajemen kontrol yang sifatnya
dapat dilakukan secara berkala dan menampilkan informasi terkini dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi penting untuk dilakukan. Perlu dibuat sistem
yang dapat mengontrol aliran penyediaan stok beras, penyimpanan sampai dengan
pendistribusian yang dilakukan secara elektronik sehingga seluruh proses dapat
terjaga kualitasnya. Sifat dari manajemen pengawasan yang diperlukan saat ini
adalah transparan dan akuntabel. Diharapkan, proses manajemen pengawasan dapat
mendukung pencapaian program sesuai dengan tolok ukur program dan tujuan utama
yang telah dirumuskan.
Sampai dengan saat ini, tanggung jawab BULOG yang hanya mendistribusikan beras
Raskin sampai ke Titik Distribusi menyebabkan penyaluran beras Raskin sampai
dengan rumah tangga cukup mempersulit proses pelacakan. Banyaknya pihak yang
terlibat dalam proses distribusi hingga ke tingkat rumah tangga menyebabkan
deviasi pelaksanaan program relatif besar. Untuk memperbaiki kualitas pencapaian
program, mekanisme yang diperlukan adalah memisahkan sistem pengawasan dan
pengendalian dengan sistem penyaluran. Dalam hal ini pemerintah memiliki tugas
dan tanggung jawab penuh melakukan pengawasan dan pengendalian, sedangkan
sistem penyaluran menjadi kewenangan penuh BULOG beserta mitra di wilayah
setempat. Mitra yang ditunjuk dapat berupa Pokja, wardes, Pokmas, melalui skema
padat karya Raskin atau alternatif pilihan lain yang lebih optimal sesuai dengan kondisi
di masing-masing wilayah. Mitra tersebut bertanggung jawab penuh kepada BULOG
selaku pelaksana distribusi. Dengan diterbitkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa,
potensi untuk melakukan pengawasan dan pengendalian hingga ke tingkat desa
akan dapat dilaksanakan oleh pemerintah desa.
Sejalan dengan implementasi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, potensi besar
peningkatan pengawasan, transparansi dan akuntabilitas program dapat dilakukan
hingga tingkat desa/kelurahan. Dengan upaya ini, setidaknya pengawasan dan
pengendalian program merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintah desa dan
digunakan sebagai tolok ukur kinerja pemerintahan di tingkat desa.
Untuk mencapai target ketepatan waktu dalam pelaksanaan program perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pemerintah daerah melalui APBD diwajibkan
menyediakan biaya tebus untuk periode awal tahun anggaran. Upaya ini diperlukan
untuk meminimalkan masalah administrasi dan pembayaran yang menghambat
proses penyaluran. (ii) Pelaksana program menetapkan tanggal tertentu sebagai
waktu penyaluran beras setiap bulan. Langkah ini diperlukan agar rumah tangga
sasaran memiliki informasi dan dana yang cukup mengenai waktu penyaluran beras.
(iii) Pemerintah daerah diwajibkan melakukan penyaluran sesuai dengan tanggal
yang ditetapkan tanpa adanya intervensi dengan alasan kekurangan alokasi atau
masa paceklik. (iv) Pemerintah daerah bersama dengan pemerintah desa melakukan
pengendalian dan pengawasan dalam proses verifikasi DPM di wilayahnya untuk
menjaga ketepatan waktu.
Beberapa syarat yang diperlukan dalam memperbaki ketepatan atau tertib administrasi
pelaksanaan Raskin adalah: (i) Pembentukan lembaga atau badan tunggal pelaksana
program perlindungan sosial yang menjadikan Raskin sebagai salah satu fokusnya
dan sifatnya vertikal yang dapat menjangkau pusat dan daerah. (ii) Pengembangan
teknologi informasi dengan penggunaan sistem komputerisasi pusat dan daerah
yang dapat memastikan sistem tersebut menjadi bagian sistem administrasi pelaporan,
pengawasan maupun pengendalian. iii) Meningkatkan peran serta pemerintah
daerah utamanya pemerintah desa serta masyarakat umum dalam memantau
pelaksanaan program Raskin.
dilindungi oleh payung hukum yang jelas, sehingga dapat menjadi basis pengawasan
yang bersifat mengikat.
Sejauh ini, setiap penyimpangan yang terjadi dalam program, baik itu dalam hal
kuantitas, kualitas, harga, ataupun hak untuk menjadi penerima manfaat belum
memiliki konsekuensi secara hukum. Konsekuensi secara hukum hanya dapat terjadi
jika telah disampaikan oleh pelapor kepada penegak hukum. Dalam konteks ini,
setiap pelanggaran yang dilakukan telah dianggap jamak dan menjadi konsensus
umum yang tidak memiliki konsekuensi hukum. Dalam rangka perbaikan program
di masa yang akan datang, perlunya memasukkan program ini sebagai obyek
pengawasan oleh penegak hukum seperti pihak Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan.
Diharapkan setiap pelanggaran dapat memiliki konsekuensi hukum, baik secara
pidana maupun perdata, sebagaimana yang dilakukan terhadap BBM bersubsidi.
Meskipun dianggap belum menjangkau sasaran yang sesuai maupun tepat dari segi
manfaat yang disediakan, program ini masih dilanjutkan dan belum memperoleh
peringatan dari lembaga pengawasan keuangan (BPK, BPKP maupun KPK). Hasil audit
hanya dilakukan berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pelaksana program,
sehingga memiliki kecenderungan realisasi yang dilaporkan sama dengan jumlah
sasaran yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Dalam rangka perbaikan ke depan,
perlu dilakukan proses sinkronisasi hasil audit administratif terhadap kenyataan
pelaksanaan di lapangan, sehingga diperoleh kesimpulan yang sepadan antara
proses administratif dengan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga yang
menjadi sasaran program.
KPK mengusulkan agar program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas
program. Pertama dengan melakukan telaah terhadap kebijakan subsidi
Raskin secara komprehensif dengan memperhitungkan berbagai faktor
untuk mencapai ketepatan sasaran program. Faktor itu antara lain, penataan
ulang kelembagaan program Raskin, penajaman metode penetapan target
sasaran, penajaman targeted area, perbaikan tata laksana, perbaikan kualitas
beras, harmonisasi kebijakan subsidi Raskin dengan program diversifikasi
pangan dan kebijakan perberasan nasional dan peningkatan pemahaman
seluruh pihak yang terlibat.
Referensi dan
Lampiran
REFERENSI
A. Banerjee, R. Hanna, J. Kyle, B.A. Olken, and S. Sumarto, 2014, Information is Power:
Identification Cards and Food Subsidy Programs in Indonesia, MIT Economics
Department Publications.
A.U. Ahmed, P. Dorosh, Q. Shahabuddin, and R. A. Talukder, 2010, Income Growth, Safety
Nets, and Public Food Distribution, prepared for Bangladesh Food Security
Investment Forum, 2010
Alatas, V., A. Banerjee, R. Hanna, B.A. Olken, and J. Tobias, 2010, Targeting the
Poor: Evidence from a Field Experiment in Indonesia, NBER Working Paper.
Asep Suryahadi, Athia Yumna, Umbu Reku Raya, Deswanto Marbun, 2010, Review of
Government’s Poverty Reduction Strategies, Policies, and Programs in Indonesia,
Jakarta: SMERU Research Institute.
Benjamin A. Olken, 2006, Corruption and The Cost of Redistribution: Micro Evidence
from Indonesia, Journal of Public Economics 90: 853-870.
Hastuti, Bambang Sulaksono, dan Sulton Mawardi, 2012, Tinjauan Efektivitas Pelaksanaan
Raskin dalam Mencapai Enam Tepat, Jakarta: SMERU Research Institute.
Hastuti et al, 2008, Efektivitas Pelaksanaan Raskin, Jakarta: SMERU Research Institute.
J-PAL SEA Project Team-TNP2K, 2013, The Effect of ID Cards and Socialization on Raskin
Take-Up, Price, and Satisfaction: Preliminary Evidence from A Large-Scale Random
Control Trial, presentation material.
Kementerian Keuangan, Nota Keuangan dan APBN, Berbagai edisi penerbitan. Jakarta:
Kementerian Keuangan.
LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Hasil - Monitoring dan Evaluasi Putaran
I & II Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES
LP3ES, 2013, Laporan Kegiatan: Pelaksanaan dan Perkembangan Tahap III - Monitoring
dan Evaluasi Program Raskin, Jakarta: PRISMA-LP3ES.
Mawardi, Sulton dan Saikhu Usman, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Jawa Tengah,
Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank
Priebe, Jan and Fiona Howell, 2014, Raskin’s Contribution to Poverty Reduction –
An Empirical Assessment. Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).
SMERU Research Institute, 2003, Newsletter No. 05: Januari-Maret. Jakarta: SMERU
Research Institute.
Tabor, S. R., and Sawit, M. H., 2001, Social Protection via Rice: the OPK Rice subsidy
program in Indonesia, The Developing Economies, XXXIX(3): 267-294.
Tim SMERU, 1998, Hasil Pengamatan Lapangan Kilat Tim SMERU: Pelaksanaan
Program Operasi Pasar Khusus (OPK) di Lima Provinsi, Jakarta: SMERU.
Usman, Saikhu dan Sulton Mawardi, 1998, Operasi Pasar Khusus: Kasus Sumatera
Selatan, Laporan Konsultan, Jakarta: World Bank
World Bank, 2012, Raskin Subsidized Rice Delivery: Social Assistance Program and
Public Expenditure Review 3, Background Paper, Jakarta: World Bank
LAMPIRAN
Pengarah
Anggota:
1 | Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan,
Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian;
2 | Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa,
Departemen Dalam Negeri;
3 | Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan;
4 | Direktur Jenderal Bantuan dan Jaminan Sosial, Departemen Sosial;
5 | Deputi Bidang Statistik Sosial, BPS;
6 | Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas;
7 | Deputi Kepala BPKP Bidang Polsoskam;
8 | Direktur Utama, Perum BULOG.
Sekretariat
Pelaksana
Wakil Ketua I/ Wakil Ketua II/ Wakil Ketua III/ Wakil Ketua IV/
Bidang Kebijakan Bidang Kebijakan Bidang Pelaksanaan Bidang Fasilitasi,
Perencanaan Anggaran: dan Distribusi: Monev dan Pengaduan:
Direktur Pangan Direktur Anggaran III, Direktur Pelayanan Direktur Usaha Ekonomi
dan Pertanian Dirjen Anggaran Publik Perum Masyarakat Ditjen PMD
Bappenas Departemen Keuangan BULOG Depdagri
ISBN 9786022751465
9 786022 751465
82 Tantangan Meningkatkan Efektivitas Program Raskin