Oleh:
Edwina Ayu Dwita
G99162111
Penguji :
dr. Amru Sungkar, Sp. B, Sp. BP-RE
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas pasien
Nama : Ny.S
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No. RM : 01403xxx
Alamat : Ngawi, Jawa Timur
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
MRS : 4 Juli 2017
Tanggal Periksa : 5 Juli 2017
B. KeluhanUtama
Kaki kiri bagian bawah bengkak
F. Riwayat Kebiasaan
B. Secondary Survey
1. Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok
(-), alopesia (-) luka (-), atrofi m. temporalis(-)
2. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik
(-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan
diameter ( mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra
(-/-), strabismus (-/-)
3. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
4. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-)
5. Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi(-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-),
mukosa bibir basa(+)
6. Leher : JVP R+2 cmH2O pembesaran tiroid (-), pembesaran
limfonodi (-), nyeri tekan (-)
7. Thorak : bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), jejas (-)
8. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midcalvicularis
sinistra tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular,bising
(-)
9. Pulmo
Inspeksi : normochest, pengembangan dada kanan sama
dengan kiri
6
- - - -
- - - -
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (RSDM, 4 Juli 2018)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
DARAH RUTIN
Hemoglobin 11.7 g/dL 13.5 – 17.5
Hematokrit 45 % 33 – 45
Leukosit 15.3 ribu/µl 4.5 – 11.0
Trombosit 405 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 4.34 juta/µl 4.50 – 5.90
Golongan Darah B
HEMOSTASIS
PT 14.8 detik 10.0 – 15.0
APTT 34.7 detik 20.0 – 40.0
INR 1.170
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg Nonreactive Nonreactive
8
HEMATOLOGI KLINIK
Albumin 3.8 g/dl 3.5-5.2
Gula Darah Sewakt 98 Mg/dl 60-140
Creatinin 0.5 Mg/dl 0.6-1.1
Ureum 17 Mg/dl <50
Interpretasi :
1. Terpasang internal fixation di os femur kiri
2. Lesi litik di condyles lateral os femur kiri dapat merupakan bone metastasis
VI. ASSESSMENT I
Defek regio tibia poximal sinistra post wide eksisi atas indikasi
chondrosarcoma
VII. PLAN I
1. Laboratorium darah
2. Infus Na Cl 0.9% 20 tpm
3. Injeksi metamizol 1g/12 jam k.p
4. Medikasi
5. Pro tutup defect
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas
kondrosit anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau
sentral. Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitif yang membentuk
mesenkim, memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan pertumbuhan
yang abnormal dari tulang atau kartilago2,5 . Kondrosarkoma dapat dibagi
menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang
berasal dari kartilago itu sendiri (de novo) disebut kondrosarkoma primer.
Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit
lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut
kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas
dibandingkan kondrosarkoma primer. Berdasar lokasi kondrosarkoma dapat
diklasifikasi menjadi tumor sentral atau perifer6 . Sarkoma primer pada
tulang pelvis dianggap mempunyai prognosis lebih jelek dibandingkan
lokasi lain di tulang panjang7 . B. Anatomi pelvis Pelvis adalah sebuah
tulang bentuk cincin yang terdiri dari sepasang tulang innominata, sakrum
dan tulang ekor (gambar 1). Tulang-tulang inominata bersendi dengan
sakrum di posterior pada sinkondrosis sakroiliaka dan bersendi dengan
tulang inominata lainnya di anterior di simfisis pubis. Setiap tulang
innominata terdiri dari
B. EPIDEMIOLOGI
Kondrosarkoma bisa mengenai semua orang dengan berbagai umur,
meskipun sering terjadi pada dekade 5 atau 6 dengan perbandingan laki-laki
: perempuan (1,5-2: 1). Kondrosaroma jarang terjadi pada anak, dan
seandainya terjadi kejadiannya agresif. Meskipun semua tulang bisa terkena
namun lokasi paling sering terkena adalah pelvis (40-50% dari semua
kondrosarkoma)7, pergelangan bahu, tulang panjang bagian proksimal, iga,
scapula, dan sternum. Kondrosarkoma primer jarang terjadi di tulang
punggung (<1%) dan tulang kraniofasial dan juga jarang terjadi di tulang
10
C. GEJALA KLINIS
Gejala klinis kondrosarkoma tergantung derajat tumor. Pada
kebanyakan kasus, gejalanya ringan dengan waktu yang lama, berkisar dari
beberapa bulan sampai tahun, dan biasanya nyeri tumpul dengan teraba
adanya masa. Pada derajat yang tinggi tumor dapat tumbuh cepat dengan
nyeri yang menyiksa. Tumor di pelvis biasanya disertai dengan keluhan
kencing yang sering atau sumbatan kencing6. Fraktur patologis terkadang
menjadi gejala yang tampak lebih dulu (3-17 % kasus) pada pasien dengan
kondrosaroma konvensional3.
D. KLASIFIKASI
Kondrosarkoma di klasifikasikan menjadi kondrosarkoma primer
(90%) jika lesi denovo dan kondrosarkoma sekunder (10%) jika berasal dari
defek kartilago jinak, seperti osteokondroma atau enkondroma. Selanjutnya
diklasifikasikan sebagai kondrosarkoma sentral (jika letak lesi di kanal
intramedular), kondrosarkoma perifer (jika letak lesi di permukaan tulang)
dan kondrosarkoma jukstakortikal atau periosteal dengan kejadian jarang
(2%). Secara patologi kondrosarkoma diklasifikasikan menjadi
kondrosarkoma konvensional (80-85%), dan kondrosarkoma dengan
subtipe tergantung lokasi, tampilan, terapi dan prognosis. Subtipe tersebut
antara lain kondrosarkoma clear cell (1%-2%), kondrosarkoma miksoid
11
E. ETIOLOGI
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti.
Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Beberapa zat-zat
fisika dan kimia, seperti radiasi, beryllium, dan isotop radioaktif, telah
menunjukkan faktor resiko potensial terhadap perkembangan tumor
kondroid. Namun berdasarkan penelitian yang terus berkembang didapatkan
bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor tulang jinak seperti
enkondroma atau osteokondroma sangat besar kemungkinannya untuk
berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga terjadi akibat efek
samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker primer.
12
Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier disease dan
Maffucci syndrom, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma9.
F. PATOGENESIS
Patogenesis kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah
terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor
hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas
pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis, kondrosit yang mati
dibersihkan oleh osteoklas kemudian daerah yang kosong itu, diinvasi oleh
osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi. Proses osifikasi ini
menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis kembali ke
ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung
diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago
baru di ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses
osteogenesis tidak terjadi, sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan
abnormalitas penonjolan tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi5.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral.
Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri
dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila
lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor kemudian
tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan reaksi
periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue. Penelitian baru-baru ini
berkesimpulan patogenesis dari kondrosarkoma bisa melibatkan inaktifasi
mutasional dari gen supresor tumor terdahulu. Telah dilaporkan terjadinya
inaktifasi mutasional tumor supresor p16, Rb, dan p53 pada contoh
kondrosarkoma. Lebih lanjut lagi, inaktifasi p53 berhubungan dengan tumor
tingkat yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih jelek10.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis kondrosarkoma dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang antara
lain pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Pemeriksaan radiologi
meliputi pemeriksaan foto polos, CT scan, MRI dan PET scan. Foto polos atau
13
langsung dengan pola pertumbuhan lesi kartilago hialin. Pola lisis tulang yang
lebih agresif (moth eaten dan permeative) bisa terlihat pada kondrosarkoma
derajat tinggi tetapi lebih sering berhubungan dengan kondrosarkoma tipe
mesenkimal, miksoid, dan dedifferentiated3.
CT scan memiliki peran diagnostik untuk menunjukkan destruksi
tulang, kalsifikasi kecil, dan batas intra dan ekstra tulang. Pada CT scan, 90%
kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks kartilago.
Pemeriksaan CT scan memberikan hasil lebih sensitif untuk penilaian
distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks. Endosteal scalloping pada
tumor intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan
dengan foto konvensional. CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu
biopsi perkutan dan melihat adanya proses metastase di tempat lain9.
MRI dapat menunjukkan lesi lobulated dengan sinyal rendah atau
menengah pada T1W1 dan intensitas sinyal tinggi pada T2W1. MRI bisa
menunjukkan staging yang tepat terhadap adanya keterlibatan meduler dan
massa jaringan lunak. Kondrosarkoma derajat rendah menunjukkan lesi dengan
pola lobulated dan adanya peningkatan septasi setelah dilakukan injeksi media
kontras intravena. Tumor derajat tinggi tidak memiliki septasi dan
menunjukkan peningkatan penyangatan heterogen yang difus. Tumor jinak dan
kondrosakoma derajat rendah tidak dapat dibedakan dengan MRI dari matriks
saja10.
Kondrosarkoma secara khas menunjukkan peningkatan penyerapan
radioisotop pada bone scan, namun belum bisa digunakan untuk membedakan
antara osteokondroma dan enkondroma. Peningkatan penyerapan
menunjukkan adanya aktifitas metabolik pada kondroma atau pada tranformasi
ke ganas. Namun demikian tidak adanya peningkatan penyerapan, curiga
keganasan bisa disingkirkan6.
H. TATALAKSANA
Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara
dokter dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan
untuk melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan tumor,
diagnosis spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat dan ahli gizi, terlibat
15
1. Surgery
Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena
kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan
kemoterapi. Variasi penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan
kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi radikal, bedah beku
hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi besar yang
rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan
jika kanker telah menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini
menggunakan obat anti kanker (cytotoxic) untuk menghancurkan sel-
sel kanker. Namun kemoterapi dapat memberikan efek samping yang
tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini dapat dikontrol
dengan pemberian obat.
3. Radioterapi
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar
berenergi tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor,
baik makro maupun mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per
fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil bebas tumor
sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan. Pada kasus-kasus yang
16
DAFTAR PUSTAKA